Anda di halaman 1dari 8

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena
yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1999). Defenisi yang lain juga dikemukakan oleh
Konecny (2003) yang mana penginderaan jauh adalah metode untuk memperoleh
informasi dari objek yang jauh tanpa adanya kontak langsung. Dalam aplikasinya,
teknologi penginderaan jauh menggunakan energi elektromagnetik seperti
gelombang radio, cahaya, dan panas sebagai sarana untuk mendeteksi dan
mengukur karakteristik objek atau target (Ho, 2009).

2.1.1. Citra Landsat


Landsat 1 adalah satelit pengamatan bumi pertama kali di dunia (EOS),
yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1972. Satelit ini memiliki
kemampuan untuk mengamati bumi jauh dari ruang angkasa, dan merupakan
salah satu perangkat terbaik dalam penginderaan jauh. Setelah Landsat 1, Landsat
2, 3, 4, 5, dan 7 diluncurkan, Landsat 7 saat ini dioperasikan sebagai satelit utama.

Gambar 1. Satelit Landsat


4

Landsat 5 dilengkapi dengan multispectral scanner (MSS) dan thematic


mapper (TM). MSS adalah sensor optik yang didesain untuk mengamati radiasi
matahari yang dipantulkan dari permukaan bumi dalam empat band spektral yang
berbeda, dengan menggunakan kombinasi dari sistem optik dan sensor. TM adalah
peralatan observasi canggih yang digunakan dalam MSS. Peralatan ini mengamati
permukaan bumi di tujuh band spektral yang berkisar dari sinar tampak hingga
inframerah termal.
Landsat 7 telah berhasil diluncurkan dari Pangkalan Angkatan Udara
Vandenburg pada tanggal 15 April 1999. Satelit ini dilengkapi dengan instrumen
Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+), penerus TM. Jumlah band dari Landsat
7 sama dengan Landsat 5 sebanyak tujuh band, tetapi pada Landsat 7 ditambahkan
band 8 yaitu band pankromatik dengan resolusi 15 m.
Data Landsat telah digunakan oleh pemerintah, masyarakat komersial,
industri, sipil, dan pendidikan di seluruh dunia. Data tersebut mendukung
berbagai berbagai aplikasi dalam bidang-bidang seperti penelitian perubahan
iklim global, pertanian, kehutanan, geologi, manajemen sumberdaya, geografi,
pemetaan, hidrologi, dan oseanografi. Citra Landsat dapat digunakan dalam
pemetaan perubahan antropogenik dan alamiah di bumi selama periode beberapa
bulan sampai dua dekade. Jenis perubahan yang dapat diidentifikasi meliputi
pembangunan pertanian, penggundulan hutan, bencana alam, urbanisasi, dan
pengembangan dan degradasi sumber daya air (www.satimaging.com, diakses 13
Oktober 2011). Spesifikasi satelit dan karakteristik band citra Landsat 7 disajikan
pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Spesifikasi Satelit Landsat 7


Tanggal diluncurkan 15 April 1999, di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California
Resolusi Spasial 30 meter
Orbit 705 +/- 5 km (di atas khatulistiwa) sun-synchronous
Kecondongan Orbit 98,2 +/- 0,15
Periode Orbit 98.9 menit
Resolusi Temporal 16 hari (233 orbit)
Resolusi 15 hingga 90 meter
Sumber: www.satimaging.com, diakses 13 Oktober 2011
5

Tabel 2. Karakteristik Band Citra Landsat 7


Rentang Resolusi
Band Keterangan
Spektral (µ) Spasial (m)
1 0,450 - 0,515 30 Didesain untuk menembus badan air,
(biru-hijau) membedaan tanah dan vegetasi, serta
memetakan tipe hutan
(berganti daun/daun jarum)
2 0,525 - 0,605 30 Cocok untuk mengukur nilai reflektan
(hijau) hijau tertinggi pada vegetasi.
Direkomendasikan untuk membedakan
vegetasi dan vigor tanaman
3 0,630 - 0,690 30 Band ini dioperasikan untuk mengukur
(merah) daerah absorpsi klorofil. Baik untuk
mendeteksi jalan, tanah kosong, dan
tipe vegetasi
4 0,775 - 0,900 30 Band ini digunakan untuk mengestimasi
(inframerah dekat) biomassa. Walaupun band ini bisa
memisahkan badan air dari vegetasi dan
membedakan kelembaban tanah, tetapi
tidak efektif untuk identifikasi jalan pada
TM3
5 1,550 - 1,750 30 Band 5 dipertimbangkan sebagai band
(inframerah menengah) tunggal terbaik dari semua band. Band
ini bisa membedakan jalan, tanah kosong,
dan air. Band ini juga mendukung kontras
yang baik dalam membedakan tipe vegetasi
dan paling baik dalam menembus kabut
dan atmosfir
6 10,40 - 12,50 60 Band ini merespon radiasi termal yang
(inframerah termal) diemisikan oleh target. Radiasi termal
erat hubungannya dengan kelembaban
tanah dan temperatur vegetasi baik untuk
mengukur stress tanaman akibat panas
dan pemetaan termal
7 2,090 - 2,35 30 Band ini baik dalam membedakan tipe
(inframerah menengah) batuan dan mineral serta untuk interpretasi
tutupan vegetasi dan kelembaban tanah
8 0,520 - 0,900 15 Band ini diperuntukan untuk mempertinggi
(pankromatik) resolusi dan meningkatkan kemampuan
deteksi
Sumber: www.geocomm.com, diakses 13 Oktober 2011

2.1.2. Citra Quickbird


Quickbird adalah satelit resolusi tinggi dan dioperasikan oleh
DigitalGlobe. Menggunakan sensor BGIS 2000, Quickbird mengumpulkan data
citra dengan detail tingkat resolusi piksel sebesar 0,61 m. Satelit ini merupakan
sumber data lingkungan yang berguna untuk analisis perubahan penggunaan
lahan, pertanian, dan iklim hutan.
6

Gambar 2. Satelit Quickbird

Kemampuan pencitraan Quickbird juga dapat diterapkan pada sejumlah


industri, termasuk eksplorasi dan produksi minyak dan gas, rekayasa dan
konstruksi, serta studi lingkungan (www.satimaging.com, diakses 13 Oktober
2011). Karakteristik citra dan spesifikasi satelit Quickbird disajikan pada Tabel 3
dan 4.

Tabel 3. Karakteristik Citra Quickbird


Pankromatik: 61 cm (nadir) sampai 72 cm (25° off-nadir)
Resolusi
Multispektral: 2,44 m (nadir) sampai 2,88 m (25° off-nadir)
Pankromatik: 450 - 900 nm
Biru: 450 - 520 nm
Band Citra Hijau: 520 - 600 nm
Merah: 630 - 690 nm
Inframerah Dekat: 760-900 nm

Tabel 4. Spesifikasi satelit Quickbird


Pankromatik: 61 cm (nadir) sampai 72 cm (25° off-nadir)
Resolusi
Multispektral: 2,44 m (nadir) sampai 2,88 m (25° off-nadir)
Pankromatik: 450 - 900 nm
Biru: 450 - 520 nm
Band Citra Hijau: 520 - 600 nm
Merah: 630 - 690 nm
Inframerah Dekat: 760-900 nm
7

2.2. Fusi Citra


Fusi citra adalah proses dimana dua atau lebih gambar digabungkan
menjadi satu gambar dengan mempertahankan fitur penting dari masing-masing
gambar asli (Hill et al, 2002). Sedangkan menurut Liu dan Mason (2009), fusi
citra adalah perpaduan citra komposit warna yang memiliki resolusi spasial lebih
rendah dengan citra pankromatik yang memiliki resolusi lebih tinggi sehingga
menghasilkan citra komposit warna beresolusi tinggi. Tujuan utama untuk fusi
citra adalah untuk mengingkatkan kualitas informasi yang terkandung pada
gambar output dalam proses yang dikenal sebagai sinergi. Sebuah studi dilakukan
oleh Michell (2010) tentang teknik fusi citra dan aplikasi yang ada menunjukkan
bahwa fusi citra dapat memberikan kita dengan gambar output dengan
peningkatan kualitas. Dalam hal ini, manfaat dari fusi citra meliputi:
1. Memperluas jangkauan operasi
2. Memperpanjang cakupan spasial dan temporal
3. Mengurangi ketidakpastian
4. Meningkatkan kehandalan
5. Menguatkan kinerja sistem
6. Kompak dalam penyajian informasi
Ada tiga macam teknik yang digunakan untuk fusi citra yaitu: penggantian
intensitas (melalui transformasi RGB-HIS), transformasi Brovey, dan SFIM.

2.3. Penggunaan/penutupan lahan


Penggunaan lahan dan penutupan lahan memiliki defenisi yang berbeda.
Menurut Lillesand dan Kiefer (1999), istilah penutupan lahan berkaitan dengan
jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Sedangkan istilah penggunaan
lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Konecny
(2003) menyatakan bahwa penutupan lahan menggambarkan penampilan fisik
dari permukaan bumi. Sementara itu, penggunaan lahan diartikan sebagai kategori
lahan yang berhubungan dengan hak penggunaan tanah tersebut secara ekonomi.
8

2.4. Aplikasi Citra Landsat untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan


Parwati et al, (2004) menggunakan citra Landsat 7 ETM dengan resolusi
spasial 30 x 30 m untuk memetakan penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan
dilakukan secara digital. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah metode
supervised. Langkah awal adalah membentuk training sample tersebut secara
statistik. Dengan bantuan training sample tersebut dilakukan proses klasifikasi
secara digital, dimana objek dengan nilai statistik terdekat dikelompokkan
menjadi kelas sesuai dengan kelas training sample yang diambil.
Dalam penelitian Lisnawati dan Wibowo (2007), jenis penutupan lahan
yang diidentifikasi dari citra Landsat dijadikan dasar untuk menginterpretasi jenis
penggunaan lahan pada masing-masing penutupan lahan tersebut. Hasil penetapan
jenis penggunaan lahan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mendeteksi
perubahan penggunaan lahan. Proses interpretasi jenis penutupan lahan didasarkan
pada kondisi lapangan yang diperoleh dari pengecekan lapang.

2.5. Aplikasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan


Lahan

Venus (2008) mengklasifikasikan penutupan lahan di Kecamatan Rumpin,


Kabupaten Bogor, dengan menggunakan citra Quickbird. Kecamatan Rumpin
memiliki 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan
klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual) yaitu awan, bayangan awan,
danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman,
industri/kantor/sekolah, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong,
tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, hutan, jalan, dan tanah rusak.
Tetapi berdasarkan analisis secara kuantitatif (digital), Kecamatan Rumpin
memiliki 10 tipe kelas penutupan lahan yaitu badan air, sawah, pemukiman,
vegetasi lebat, kebun campuran, perkebunan, lahan terbuka, padang rumput, awan,
dan bayangan awan.
Martono (2009) mengidentifikasi sebaran dan luas tata guna lahan dan
jaringan jalan setiap Rukun Wilayah (RW) di Desa Cibatok, Bogor, menggunakan
data penginderaan jauh Quickbird dan mengkaji keanekaragamannya berdasarkan
perhitungan nilai Entropy. Perhitungan nilai Entropy dilakukan untuk dua jenis
9

fenomena yaitu penggunaan lahan dan jaringan jalan setiap RW. Semakin banyak
jumlah peluang penggunaan lahan dan jaringan jalan dan semakin rata sebaran
luas atau jenis pemanfaatannya, nilai Entropy semakin besar.

2.6. Akurasi Hasil Interpretasi Citra


Kebutuhan untuk menilai akurasi dari peta yang dihasilkan dari data
penginderaan jauh, telah menjadi universal dan diakui sebagai komponen proyek
yang tidak terpisahkan (Congalton, 2000). Dalam beberapa tahun terakhir,
sebagian besar proyek membutuhkan tingkat akurasi tertentu yang dicapai untuk
proyek dan peta yang dianggap akan sukses. Dengan mempekerjakan data
penginderaan jauh sebagai lapisan aplikasi luas dari sistem informasi geografis
(SIG), kebutuhan untuk penilaian semacam itu telah menjadi penting bahkan lebih
kritis. Ada sejumlah alasan mengapa penilaian ini sangat penting, termasuk:
Kebutuhan untuk melakukan evaluasi diri dan belajar dari kesalahan Anda
Kemampuan untuk membandingkan metode / algoritma / analis kuantitatif
Keinginan untuk menggunakan peta yang dihasilkan / informasi spasial
dalam beberapa proses pengambilan keputusan
Martono (2008) berkesimpulan bahwa penggunaan metode analisis digital
citra satelit “Hybrid (Supervised) Classification” untuk mendeteksi penyebaran
lahan sawah dan penggunaan/penutupan lahan telah menghasilkan tingkat
ketelitian (accuracy) analisis yang tertinggi karena dalam analisis dan klasifikasi
citra tersebut telah mempertimbangkan masukan keterpisahan nilai spektral dan
data informasi lapangan (hybrid classification). Informasi baku tentang tingkat
ketelitian/kebenaran hasil analisis data digital ini sangat penting dan berguna bagi
pemanfaatan data dan aplikasi bagi pengguna.
Menurut Wibowo (2010), ketelitian klasifikasi adalah ketepatan dan
keakuratan peta dalam pendeteksian dan pengidentifikasian suatu objek.
Perhitungan ketelitian klasifikasi peta tutupan lahan dilakukan dengan
menghitung nilai kappa dari matriks konfusi dengan menggunakan data inspeksi
lapangan (ground truth) sebagai referensi validasi. Adapun perancangan matriks
konfusi adalah dengan cara membuat tabulasi silang (crosstab) antara data hasil
10

interpretasi (data peta tutupan lahan) dengan data sebenarnya (data inspeksi
lapangan. Nilai kappa adalah tingkat ketelitian dari suatu klasifikasi.

2.7. Regresi Linier Sederhana


Analisis regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua
jenis pilihan model yaitu linear dan non linear. Model linear memiliki dua sifat
yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan kurva yang dihasilkan
membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non linear dalam parameternya
bersifat kuadratik dan kubik dengan kurva yang dihasilkan membentuk garis
lengkung (Yusnandar,2004).
Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan
penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih (Draper
& Smith, 1992). Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu:
Variabel respon disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang
keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan
Y
Variabel prediktor disebut juga variabel independent yaitu variabel yang
bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X

Anda mungkin juga menyukai