Anda di halaman 1dari 18

]TINJAUAN PUSTAKA

Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud

untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. (Estes dan Simonett

dalam Sutanto, 1994:7). Menurut Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994:7), ada tiga

rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra :

a) Deteksi; pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai terdapat

obyek yang bukan air.

b) Identifikasi; upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan

yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya, obyek yang tampak pada sungai

disimpulkan sebagai perahu motor.

c) Analisis; pengumpulan keterangan lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati jumlah

penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu motor yang berisi

dua belas orang.

Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik dan

data lapangan. Hasil analisa yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis

penutup lahan, kondisi lokasi dan kondisi sumberdaya lokasi. Informasi tersebut dapat

dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan

daerah tersebut. Keseluruhan proses pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data

tersebut disebut Sistem Penginderaan Jauh. (Purwadhi, 2001).


Teknologi pemotretan udara mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19, teknologi ini kemudian

dikembangkan menjadi teknologi penginderaan jauh atau remote sensing. Manfaat pemotretan

udara dirasa sangat besar dalam perang dunia I dan II, sehingga foto udara dipakai dalam

eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu penginderaan jauh dikenal dalam dunia pemetaan.

Berikut ini beberapa definisi mengenai penginderaan jauh :

1. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang

objek, daerah, atau gejala, dengan cara menganalisis data yang diperoleh atau

gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

2. Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan

menganalisis tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan

atau dipancarkan oleh permukaan bumi

(Lindgren,1985).

3. Penginderaan jauh dapat disebut sebagai seni atau ilmu karena perolehan informasi secara

tidak langsung dilakukan menggunakan metoda matematis dan statik berdasarkan algoritma

tertentu (ilmu), dan proses interpretasi terhadap citra tidak hanya berdasar pada ilmu namun

juga pengalaman dan kemampuan menangkap kesan dari kenampakan objek pada citra (seni)

(jensen,2000 dalam Suprayogi 2009).


Hasil Dan Pembahasan

1. Interpretasi foto dapat didefinisikan sebagai "tindakan memeriksa gambar foto untuk tujuan
mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka" (Colwell, 1997). Prinsip-prinsip interpretasi citra
telah dikembangkan secara empiris lebih dari 150 tahun. Yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah
unsur-unsur interpretasi citra diantaranya: lokasi, ukuran, bentuk, bayangan, nada/ warna, tekstur, pola,
tinggi/kedalaman dan situs/situasi/asosiasi. Unsur-unsur ini secara rutin digunakan ketika menafsirkan
sebuah foto udara atau menganalisis gambar foto. Seorang juru gambar yang terlatih menggunakan
banyak unsur-unsur selama analisis nya tanpa berpikir tentang mereka. Namun, pemula mungkin tidak
hanya harus memaksa dirinya untuk secara sadar mengevaluasi objek yang tidak diketahui sehubungan
dengan unsur-unsur, tetapi juga menganalisis makna dalam kaitannya dengan objek lain atau fenomena
dalam foto atau gambar.

Menurut Wahyunto, et all. dalam Daruati (2008) dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra
landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor
penutup lahan, misalnya jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan
memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut.
Dalam pengolahan data spasial digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah suatu sistem
untuk pengolahan, penyimpanan, pemrosesan, atau manipulasi, analisis, dan penayangan data, yang
mana data tersebut secara spasial terkait dengan muka bumi (Linden dalam Suharyadi dalam Daruati,
2008).

Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara visual
dan interpretasi secara digital (Purwadhi dalam Daruati, 2008). Interpretasi secara visual adalah
interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara
keruangan.Karakteristik objek dapat dikenali.Berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran,
pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Daruati, 2008).

Interpretasi citra adalah proses pengkajian citra melalui proses identifikasi dan penilaian
mengenai objek yang tampak pada citra. Dengan kata lain, interpretasi citra merupakan suatu proses
pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti
Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu lainnya.

Tahapan kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, yaitu :

1. Deteksi yaitu pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor.

2. Identifikasi yaitu mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.

3. Analisis yaitu mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terperinci.


Pengenalan objek merupakan bagian penting dalam interpretasi citra. Untuk itu, identitas dan jenis
objek pada citra sangat diperlukan dalam analisis pemecahan masalah. Karakteristik objek pada citra
dapat digunakan untuk mengenali objek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Menurut Lillesand
dan Kiefer (1990), unsur interpretasi yang dimaksud dalam hal ini adalah:

1. Rona dan Warna


Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu objek pada citra
penginderaan jauh. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra, sedangkan
warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari
spektrum tampak.

2. Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek
sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh.

3. Ukuran
Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume. Ukuran
objek citra berupa skala.

4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dinyatakan dengan kasar, halus atau
sedang. Contoh: hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.

5. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia
dan beberapa objek alamiah. Contoh: perkebunan karet atau kelapa sawit akan mudah dibedakan
dengan hutan dengan pola dan jarak tanam yang seragam.

6. Bayangan
Bayangan sering menjadi kunci pengenlan yang penting bagi beberapa objek dengan karakteristik
tertentu. Sebagai contoh, jika objek menara diambil tepat dari atas, objek tersebut tersebut tidak
dapat diindefikasi secara langsung.
Maka untuk mengenali objek tersebut adalah menara yaitu dengan melihat bayangannya.

7. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain disekitarnya. Situs bukan ciri objek secara
langsung, tetapi kaitannya dengan faktor lingkungan.

8. Asosiasi
Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek satu dengan objek yang lain. Karena adanya keterkaitan
ini maka terlihatnya suatu objek pada citra sering merupakan petunjuk adanya objek lain. Sekolah
biasanya ditandai dengan adanya lapangan olahraga.
Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra
adalah gambaran suatu objek yang tampak pada cermin melalui lensa kamera atau hasil
pengindraan yang telah dicetak
Citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu citra foto dan citra nonfoto.
Citra foto adalah gambaran suatu objek yang dibuat dari pesawat udara,
dengan menggunakan kamera udara sebagai alat pemotret. Hasilnya dikenal dengan istilah foto
udara. Citra foto dapat dibedakan menurut beberapa aspek, antara lain sebagai berikut.
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra foto dapat dibagi menjadi foto udara dan foto
satelit.
1. Foto udara, yaitu foto yang dibuat dari pesawat/balon udara.
2. Foto satelit atau foto orbital, yaitu foto yang dibuat dari satelit.
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Foto Ultraviolet
Foto Ultraviolet adalah foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet dekat
dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. Cirinya adalah mudah untuk mengenali beberapa
objek karena perbedaan warna yang sangat kontras. Kelemahan dari citra foto ini adalah tidak
banyak informasi yang dapat disadap. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi tumpahan
minyak di laut, membedakan atap logam yang tidak dicat, jaringan jalan aspal, batuan kapur,
juga untuk mengetahui, mendeteksi, dan memantau sumber daya air.
2. Foto Ortokromatik
Foto Ortokromatik adalah foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari
saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 – 0,56 mikrometer). Cirinya banyak objek yang bisa
tampak jelas. Foto ini bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap objek di bawah
permukaan air hingga kedalaman kurang lebih 20 meter.

3. Foto Pankromatrik
Foto pankromatrik adalah foto yang menggunakan seluruh spektrum tampak mata mulai
dari warna merah hingga ungu. Kepekaan film hampir sama dengan kepekaan mata manusia. Pada
umumnya digunakan film sebagai negatif dan kertas sebagai positifnya. Wujudnya
seperti pada foto, tetapi bersifat tembus cahaya. Foto Pankromatrik digunakan dalam berbagai
bidang, sebagai berikut.
1. Di bidang pertanian, untuk pengenalan dan klasifikasi jenis tanaman, evaluasi kondisi
tanaman, dan perkiraan jumlah produksi tanaman,
2. Di bidang kehutanan, digunakan untuk identifikasi jenis pohon, perkiraan volume
kayu, dan perkembangan luas hutan,
3. Di bidang sumber daya air, digunakan untuk mendeteksi pencemaran air, evaluasi
kerusakan akibat banjir, agihan air tanah, dan air permukaan,
4. Di bidang perencanaan kota dan wilayah, digunakan untuk penafsiran jumlah dan agihan
penduduk, studi lalu lintas, studi kualitas perumahan, penentuan jalur transportasi, dan
pemilihan letak berbagai bangunan penting,
5. Penelitian ekologi hewan liar, berguna untuk mendeteksi habitat dan untuk pencacahan
jumlah populasinya, dan
6. Evaluasi dampak lingkungan.

Berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi, citra foto dapat


dibedakan menjadi 2, yaitu foto vertikal (tegak) dan foto condong (miring).
1. Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu
kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
2. Foto condong atau miring (oblique photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu
kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini
umumnya sebesar 10 derajat atau lebih besar, tetapi bila sudut condongnya masih berkisar
antara 1 – 4 derajat, foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal.
Berdasarkan jenis kamera yang digunakan, citra foto dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
foto tunggal dan foto jamak.
1. Foto tunggal, yaitu foto yang dibuat dengan kamera tunggal. Tiap daerah liputan foto
hanya tergambar satu lembar foto.
2. Foto jamak, yaitu beberapa foto yang dibuat pada saat yang sama dan menggambarkan
daerah liputan yang sama.

I. Citra Radar
Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum gelombang

mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga

buatan, sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu dengan menggunakan

sumber tenaga alamiah. Citra radar dibedakan lebih jauh atas dasar saluran yang digunakan.

Berikut adalah jenis citra radar berdasarkan salurannnya.

Panjang gelombang yang digunakan


Jenis citra radar
(µm)

Saluran Ka 7,5-11

Saluran K 11-16,7

Saluran Ku 16,7-24

Saluran X 37,5-75

Saluran S 75-150

Saluran L 150-300

Saluran p 300-1000

Citra radar termasuk ke dalam citra nonfoto. Meskipun citra nonfoto juga ada yang

menggunakan spektrum tampak. Citranya tidak disebut citra tampak. Ia lebih sering disebut

berdasarkan sensornya atau wahananya. Seperti misalnya citra RBV, citra MSS, dan citra lainnya.

Berdasarkan wahananya citra nonofoto dibedakan atas:

1. Citra dirgantara (airborne image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi

diudara atau dirgantara. Sebagai contoh misalnya citra inframerah termal, citra radar, dan citra

MSS yang dibuat dari udara. Istilah citra dirgantara jarang sekali digunakan.
2. Citra satelit (satellite/spaceborne image), yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau luar

angkasa. Citra satelitdibedakan lebih jauh atas penggunaan utamanya, yaitu:

a. Citra satelit untuk penginderaan planit, misalnya citra satelit Ranger (AS), citra satelit

Viking (AS), citra satelit Luna (Rusia), dan citra satelit Venera (Rusia)

b. Citra satelit untuk pengidraan cuaca, misalnya citra NOAA (AS), dan citra Meteor

(Rusia).

c. Citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi, misalnya citra landsat (AS), citra

Soyus (Rusia). Dan citra SPOT yang diorbitkan oleh Perancis pada tahun 1986.

d. Citra satelit untuk penginderaan laut, misalnya citra Seasat (AS) dan citra MOS (Jepang)

yang diorbitkan pada tahun 1986.

Sensor radar pencitra ditempatkan pada wahana (platform) pesawat terbang atau satelit atau

pesawat ulang-alik untuk mengamati ke samping dan ke bawah. Bila wahana bergerak, pulsa-pulsa

energi ditransmisikan dan gema yang kembali dikumpulkan (direkam).

Penggunaannya dilakukan dengan gerakan ke depan dari wahana pada saat memproses

gema-gema yang dikumpulkan, menggabungkannya dengan suatu cara yang khusus dimana

ukuran antena efektif yang digunakan sangat besar. Resolusi radar tergantung pada ukuran antena

ini.

Pengenalan obyek pada citra radar didasarkan tidak hanya pada rona tetapi juga ukuran,
bentuk, tekstur, bayangan, dan keterkaitan obyek dengan kenampakan sekelilingnya. Obyek
terekam pada citra radar merupakan hasil pulsa balik radar. Intensitas atau kekuatan pulsa balik
menentukan kecerahan obyek yang terekam pada citra. Pilsa balik radar yang terlalu kuat
menghasilkan karakteristik (signature) lebih cerah pada citra dibandingkan dengan pulsa balik
yang lemah. Intensitas atau kekuatan pulsa balik radar baik dari system satelit maupun pesawat
udara ditentukan oleh sifat-sifat sebagai berikut :
1. Sifat-sifat obyek yang diindera, yang meliputi: lereng (skala makro), sifat dielektrik,
kekasaran permukaan dan orientasi kenampakan (feature orientation)
2. Sifat-sifat sistem radar, yang meliputi: panjang gelombang, sudut depresi, polarisasi dan
arah pengamatan antena.

Topografi menyebabkan pengaruh pada citra radar, yaitu: pantulan sudut, bayangan radar,
efek rebah ke dalam (layover), dan pemendekan depan (foreshortening).
1. Pantulan sudut
Pantulan sudut terjadi pada topografi yang lerengnya terjal. Pancaran pulsa radar yang
mengenai permukaan datar sebagai pantulan cermin, dipantulkan dengan kuat menjauhi antena.
Pantulan ini mengenai lereng terjal yang memantulkannya dengan kuat ke antena radar. Sebagai
akibatnya maka obyek itu tampak dengan rona sangat cerah pada citra radar.

2. Bayangan radar
Sistem radar dengan penyinaran condong menghasilkan pulsa balik yang kuat, jika
mengenai bangunan dan tepi puncak perbukitan. Lereng yang menghadap antena akan
memantulkan sebagian besar pulsa, sehingga citra berona cerah. Sedangkan lereng yang menjauhi
antena memantulkan sebagian kecil dari pulsa, sehingga citra berona gelap. jadi topografi
terpengaruh terhadap bayangan. Dalam foto udara sudut pengamatan matahari konstan pada
seluruh pengamatan (scene). Pada sistem radar sudut depresi lebih kecil dalam arah far range,
sehingga bayangan semakin panjang. Penggunaan sudut depresi kecil cocok untuk perolehan citra
radar dengan medan relief rendah sehingga topografi lebih menonjol.
3. Pemendekan lereng depan (foreshortening)
Terjadi bila lereng depan lebih landai dari garis tegak lurus terhadap arah pengamatan.
Radar foreshortening merupakan peristiwa pemendekan atau penyusutan semua bidang obyek di
permukaan bumi pada citra kasar, kecuali jika bidang tersebut mempunyai sudut datang (incident
angle) 900.

II. Perbedaan Interpretasi Citra Radar Dengan Citra Foto Udara


Penggunaan citra radar untuk memetakan lahan dan penutup lahan telah menarik perhatian
besar akhir-akhir ini karena citra radar merupakan sistem segala cuaca yang melengkapi fotografi
udara. Citra radar secara visual juga tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra
umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, dan asosiasi dapat diterapkan pada interpretasi citra
radar.
Salah satu keunggulan citra radar adalah adanya relief permukaan bumi yang diperjelas, artinya
relief tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya.
Beberapa bentuk struktural misalnya adanya kelurusan dan patahan dapat dengan mudah dikenali,
demikian pula untuk pola pengaliran (drainage pattern). Berdasarkan beberapa pola yang dapat dikenali
tersebut, citra radar dapat digunakan untuk interpretasi bentuklahan. Interpretasi bentuklahan dari citra
didasarkan atas keseragaman (homogenitas) tiga kriteria, yaitu :
1. Bentuk atau relief yang terlihat berdasarkan kekerasan permukaan atau bayangan.
2. Density atau rona obyek, yaitu tingkat kegelapan obyek yang tampak pada citra.
3. Lokasi, terutama letak bentuklahan yang bersangkutan dalam hubungannya dengan bentuklahan
secara keseluruhan.
Karena resolusi citra radar lebih kasar daripada foto udara dengan ketinggian terbang rendah dan
sedang, maka interpretasi citra radar jarang dilaksanakan dengan skala 1 : 125.000 atau lebih kecil dari
itu. Jadi radar harus dipandang sebagai alat untuk pemetaan tinjau daripada untuk pemetaan rinci. Karena
corak pandang sampingnya maka citra radar agak mirip foto udara yang diambil dalam kondisi sudut
matahari rendah. Meskipun demikian dalam interpretasi citra radar perlu diingat tentang efek panjang
gelombang lawan “kekerasan” obyek, efek kandungan air dan kandungan logam, dan efek “pemantulan
sudut”.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam interpretasi citra radar. Meskipun SLAR
tampak seperti foto udara yang dibuat pada pagi hari, cara perekamannya serta aspek geometriknya
sangat berlainan. Foto udara direkam dengan sumbu kamera direkam tegak lurus terhadap permukaan
bumi, sedang citra SLAR direkam dengan arah perekaman ke samping wahana. Pantulan obyek pada
spektrum tampak dan perluasannya lebih bergantung pada jenis obyeknya, pantulan pulsa radar lebih
bergantung pada relief (makro) dan kekasaran (mikro) nya.
Salah satu keunggulan citra SLAR dalah relief permukaan bumi gambarnya diperjelas, artinya relief
tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya. Keunggulan
lainnya yaitu wujud kelurusan (lineament) yang diperjelas pula gambarnya. Kelurusan pada citra SLAR itu
mungkin berupa sebuah lipatan yang wujudnya berupa bukit monoklinal.
2. Citra (image atau scene) merupakan representasi dua dimensi dari suatu objek di dunia
nyata. Dalam penginderaan jauh, citra merupakan gambaran bagian permukaan bumi sebagaimana
terlihat dari ruang angkasa (satelit) atau dari udara (pesawat terbang) (Eddy Prahasta, 2008). Citra dapat
diimplementasikan dalam dua bentuk yaitu analog dan digital. Salah satu bentuk citra analog adalah foto
udara atau peta foto ( hardcopy), sedangkan satelit yang merupakan data hasil rekaman sistem sensor
merupakan bentuk citra digital.

Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan
diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources
Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa
sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80
x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1,
Landsat 2, diteruskan dengan seriseri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8
yang diorbitkan tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit Landsat Data Continuity
Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013,
menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS
sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8.
Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS)
Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan
pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi
sebelumnya.

Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km dari
permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi
sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5
tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan
umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada
landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012
masih bisa berfungsi.
Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared
Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9)
berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi
mirip dengan landsat 7. Beriku merupakan tabel yang menjelaskan karakterisktik band-band yang
terdapat pada citra landast 8.

Tabel 2.1 Band Citra Landsat 8

Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi


1 0,43 -.0,45 Visible 30 m
2 0,45 – 0,51 Visible 30 m
3 0,53 – 0,59 Visible 30 m
4 0,64 – 0,67 Near-infrared 30 m
5 0,85 – 0,88 Near-infrared 30 m
6 1,57 – 1,65 SWIR 1 30 m
7 2,11 – 2,29 SWIR 2 30 m
8 0,50 – 0,68 Pankromatik 15 m
9 1,36 – 1,38 Cirrus 30 m
10 10,6 11,19 TIRS 1 100 m
11 11,5 – 12,51 TIRS 2 100 m
Sumber : Http://www.usgs.gov.2013
Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra
adalah gambaran suatu objek yang tampak pada cermin melalui lensa kamera atau hasil
pengindraan yang telah dicetak
Citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu citra foto dan citra nonfoto.
Citra foto adalah gambaran suatu objek yang dibuat dari pesawat udara,
dengan menggunakan kamera udara sebagai alat pemotret. Hasilnya dikenal dengan istilah foto
udara. Citra foto dapat dibedakan menurut beberapa aspek, antara lain sebagai berikut.
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra foto dapat dibagi menjadi foto udara dan foto
satelit.
3. Foto udara, yaitu foto yang dibuat dari pesawat/balon udara.
4. Foto satelit atau foto orbital, yaitu foto yang dibuat dari satelit.
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
4. Foto Ultraviolet
Foto Ultraviolet adalah foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet dekat
dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. Cirinya adalah mudah untuk mengenali beberapa
objek karena perbedaan warna yang sangat kontras. Kelemahan dari citra foto ini adalah tidak
banyak informasi yang dapat disadap. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi tumpahan
minyak di laut, membedakan atap logam yang tidak dicat, jaringan jalan aspal, batuan kapur,
juga untuk mengetahui, mendeteksi, dan memantau sumber daya air.
5. Foto Ortokromatik
Foto Ortokromatik adalah foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari
saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 – 0,56 mikrometer). Cirinya banyak objek yang bisa
tampak jelas. Foto ini bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap objek di bawah
permukaan air hingga kedalaman kurang lebih 20 meter.

6. Foto Pankromatrik
Foto pankromatrik adalah foto yang menggunakan seluruh spektrum tampak mata mulai
dari warna merah hingga ungu. Kepekaan film hampir sama dengan kepekaan mata manusia. Pada
umumnya digunakan film sebagai negatif dan kertas sebagai positifnya. Wujudnya
seperti pada foto, tetapi bersifat tembus cahaya. Foto Pankromatrik digunakan dalam berbagai
bidang, sebagai berikut.
7. Di bidang pertanian, untuk pengenalan dan klasifikasi jenis tanaman, evaluasi kondisi
tanaman, dan perkiraan jumlah produksi tanaman,
8. Di bidang kehutanan, digunakan untuk identifikasi jenis pohon, perkiraan volume
kayu, dan perkembangan luas hutan,
9. Di bidang sumber daya air, digunakan untuk mendeteksi pencemaran air, evaluasi
kerusakan akibat banjir, agihan air tanah, dan air permukaan,
10. Di bidang perencanaan kota dan wilayah, digunakan untuk penafsiran jumlah dan agihan
penduduk, studi lalu lintas, studi kualitas perumahan, penentuan jalur transportasi, dan
pemilihan letak berbagai bangunan penting,
11. Penelitian ekologi hewan liar, berguna untuk mendeteksi habitat dan untuk pencacahan
jumlah populasinya, dan
12. Evaluasi dampak lingkungan.

Berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi, citra foto dapat


dibedakan menjadi 2, yaitu foto vertikal (tegak) dan foto condong (miring).
3. Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu
kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
4. Foto condong atau miring (oblique photograph), yaitu foto yang dibuat dengan sumbu
kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini
umumnya sebesar 10 derajat atau lebih besar, tetapi bila sudut condongnya masih berkisar
antara 1 – 4 derajat, foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal.
Berdasarkan jenis kamera yang digunakan, citra foto dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
foto tunggal dan foto jamak.
3. Foto tunggal, yaitu foto yang dibuat dengan kamera tunggal. Tiap daerah liputan foto
hanya tergambar satu lembar foto.
4. Foto jamak, yaitu beberapa foto yang dibuat pada saat yang sama dan menggambarkan
daerah liputan yang sama.

III. Citra Radar

Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum gelombang

mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga

buatan, sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu dengan menggunakan

sumber tenaga alamiah. Citra radar dibedakan lebih jauh atas dasar saluran yang digunakan.

Berikut adalah jenis citra radar berdasarkan salurannnya.

Panjang gelombang yang digunakan


Jenis citra radar
(µm)

Saluran Ka 7,5-11

Saluran K 11-16,7

Saluran Ku 16,7-24

Saluran X 37,5-75

Saluran S 75-150

Saluran L 150-300

Saluran p 300-1000

Citra radar termasuk ke dalam citra nonfoto. Meskipun citra nonfoto juga ada yang

menggunakan spektrum tampak. Citranya tidak disebut citra tampak. Ia lebih sering disebut

berdasarkan sensornya atau wahananya. Seperti misalnya citra RBV, citra MSS, dan citra lainnya.

Berdasarkan wahananya citra nonofoto dibedakan atas:


3. Citra dirgantara (airborne image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi

diudara atau dirgantara. Sebagai contoh misalnya citra inframerah termal, citra radar, dan citra

MSS yang dibuat dari udara. Istilah citra dirgantara jarang sekali digunakan.

4. Citra satelit (satellite/spaceborne image), yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau luar

angkasa. Citra satelitdibedakan lebih jauh atas penggunaan utamanya, yaitu:

a. Citra satelit untuk penginderaan planit, misalnya citra satelit Ranger (AS), citra satelit

Viking (AS), citra satelit Luna (Rusia), dan citra satelit Venera (Rusia)

b. Citra satelit untuk pengidraan cuaca, misalnya citra NOAA (AS), dan citra Meteor

(Rusia).

c. Citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi, misalnya citra landsat (AS), citra

Soyus (Rusia). Dan citra SPOT yang diorbitkan oleh Perancis pada tahun 1986.

d. Citra satelit untuk penginderaan laut, misalnya citra Seasat (AS) dan citra MOS (Jepang)

yang diorbitkan pada tahun 1986.

Sensor radar pencitra ditempatkan pada wahana (platform) pesawat terbang atau satelit atau

pesawat ulang-alik untuk mengamati ke samping dan ke bawah. Bila wahana bergerak, pulsa-pulsa

energi ditransmisikan dan gema yang kembali dikumpulkan (direkam).

Penggunaannya dilakukan dengan gerakan ke depan dari wahana pada saat memproses

gema-gema yang dikumpulkan, menggabungkannya dengan suatu cara yang khusus dimana

ukuran antena efektif yang digunakan sangat besar. Resolusi radar tergantung pada ukuran antena

ini.

Pengenalan obyek pada citra radar didasarkan tidak hanya pada rona tetapi juga ukuran,
bentuk, tekstur, bayangan, dan keterkaitan obyek dengan kenampakan sekelilingnya. Obyek
terekam pada citra radar merupakan hasil pulsa balik radar. Intensitas atau kekuatan pulsa balik
menentukan kecerahan obyek yang terekam pada citra. Pilsa balik radar yang terlalu kuat
menghasilkan karakteristik (signature) lebih cerah pada citra dibandingkan dengan pulsa balik
yang lemah. Intensitas atau kekuatan pulsa balik radar baik dari system satelit maupun pesawat
udara ditentukan oleh sifat-sifat sebagai berikut :
3. Sifat-sifat obyek yang diindera, yang meliputi: lereng (skala makro), sifat dielektrik,
kekasaran permukaan dan orientasi kenampakan (feature orientation)
4. Sifat-sifat sistem radar, yang meliputi: panjang gelombang, sudut depresi, polarisasi dan
arah pengamatan antena.

Topografi menyebabkan pengaruh pada citra radar, yaitu: pantulan sudut, bayangan radar,
efek rebah ke dalam (layover), dan pemendekan depan (foreshortening).
4. Pantulan sudut
Pantulan sudut terjadi pada topografi yang lerengnya terjal. Pancaran pulsa radar yang
mengenai permukaan datar sebagai pantulan cermin, dipantulkan dengan kuat menjauhi antena.
Pantulan ini mengenai lereng terjal yang memantulkannya dengan kuat ke antena radar. Sebagai
akibatnya maka obyek itu tampak dengan rona sangat cerah pada citra radar.

5. Bayangan radar
Sistem radar dengan penyinaran condong menghasilkan pulsa balik yang kuat, jika
mengenai bangunan dan tepi puncak perbukitan. Lereng yang menghadap antena akan
memantulkan sebagian besar pulsa, sehingga citra berona cerah. Sedangkan lereng yang menjauhi
antena memantulkan sebagian kecil dari pulsa, sehingga citra berona gelap. jadi topografi
terpengaruh terhadap bayangan. Dalam foto udara sudut pengamatan matahari konstan pada
seluruh pengamatan (scene). Pada sistem radar sudut depresi lebih kecil dalam arah far range,
sehingga bayangan semakin panjang. Penggunaan sudut depresi kecil cocok untuk perolehan citra
radar dengan medan relief rendah sehingga topografi lebih menonjol.
6. Pemendekan lereng depan (foreshortening)
Terjadi bila lereng depan lebih landai dari garis tegak lurus terhadap arah pengamatan.
Radar foreshortening merupakan peristiwa pemendekan atau penyusutan semua bidang obyek di
permukaan bumi pada citra kasar, kecuali jika bidang tersebut mempunyai sudut datang (incident
angle) 900.
IV. Perbedaan Interpretasi Citra Radar Dengan Citra Foto Udara
Penggunaan citra radar untuk memetakan lahan dan penutup lahan telah menarik perhatian
besar akhir-akhir ini karena citra radar merupakan sistem segala cuaca yang melengkapi fotografi
udara. Citra radar secara visual juga tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra
umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, dan asosiasi dapat diterapkan pada interpretasi citra
radar.
Salah satu keunggulan citra radar adalah adanya relief permukaan bumi yang diperjelas, artinya
relief tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya.
Beberapa bentuk struktural misalnya adanya kelurusan dan patahan dapat dengan mudah dikenali,
demikian pula untuk pola pengaliran (drainage pattern). Berdasarkan beberapa pola yang dapat dikenali
tersebut, citra radar dapat digunakan untuk interpretasi bentuklahan. Interpretasi bentuklahan dari citra
didasarkan atas keseragaman (homogenitas) tiga kriteria, yaitu :
4. Bentuk atau relief yang terlihat berdasarkan kekerasan permukaan atau bayangan.
5. Density atau rona obyek, yaitu tingkat kegelapan obyek yang tampak pada citra.
6. Lokasi, terutama letak bentuklahan yang bersangkutan dalam hubungannya dengan bentuklahan
secara keseluruhan.
Karena resolusi citra radar lebih kasar daripada foto udara dengan ketinggian terbang rendah dan
sedang, maka interpretasi citra radar jarang dilaksanakan dengan skala 1 : 125.000 atau lebih kecil dari
itu. Jadi radar harus dipandang sebagai alat untuk pemetaan tinjau daripada untuk pemetaan rinci. Karena
corak pandang sampingnya maka citra radar agak mirip foto udara yang diambil dalam kondisi sudut
matahari rendah. Meskipun demikian dalam interpretasi citra radar perlu diingat tentang efek panjang
gelombang lawan “kekerasan” obyek, efek kandungan air dan kandungan logam, dan efek “pemantulan
sudut”.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam interpretasi citra radar. Meskipun SLAR
tampak seperti foto udara yang dibuat pada pagi hari, cara perekamannya serta aspek geometriknya
sangat berlainan. Foto udara direkam dengan sumbu kamera direkam tegak lurus terhadap permukaan
bumi, sedang citra SLAR direkam dengan arah perekaman ke samping wahana. Pantulan obyek pada
spektrum tampak dan perluasannya lebih bergantung pada jenis obyeknya, pantulan pulsa radar lebih
bergantung pada relief (makro) dan kekasaran (mikro) nya.
Salah satu keunggulan citra SLAR dalah relief permukaan bumi gambarnya diperjelas, artinya relief
tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya. Keunggulan
lainnya yaitu wujud kelurusan (lineament) yang diperjelas pula gambarnya. Kelurusan pada citra SLAR itu
mungkin berupa sebuah lipatan yang wujudnya berupa bukit monoklinal.

Anda mungkin juga menyukai