Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR CEREBRI DI RUANG CEMPAKA

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH :

NAMA : REYNA AGNES AWALIA

NIM : P1337420216004

TINGKAT : 3A

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN SEMARANG

2018
TUMOR CEREBRI

A. Definisi
Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem
saraf pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat diferensiasi glia. (Liau, 2011). Apabila
sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain, disebut tumor otak metastase. (Huff, 2009).
Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma yang berasal dari
dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik yang berasal dari
tempat lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda dengan neoplasma yang timbul di
tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang secara hitologis jinak, dapat
menyebabkan kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Selain itu, berbeda
dengan neoplasma yang timbul di luar SSP, bahkan tumor otak primer yang secara
histologis ganas jarang menyebar kebagian tubuh lain (Kumar et al., 2007).
Pada kasus kanker, terdapat sekumpulan sel normal atau abnormal yang tumbuh
tak terkontrol membentuk massa atau tumor. Pada saat tumor otak terjadi, pertumbuhan
sel yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan kerusakan pada
sel-sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak bagian tersebut. Tumor tersebut akan
menekan jaringan otak sekitar dan menimbulkan tekanan oleh karena tekanan
berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf.
Sebagai hasilnya, tumor akan merusak jaringan otak (Cook & Freedman, 2012).

B. Klasifikasi
Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak benigna dan
maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu tumbuh dari meningen, saraf
kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
Meskipun dinyatakan benigna secara histologis, tumor ini dapat mengancam nyawa
karena efek yang ditimbulkan. Tumor maligna sendiri umumnya terjadi intra-aksial yaitu
berasal dari parenkim otak. Tumor maligna dibagi menjadi tumor maligna primer yang
umumnya berasal dari sel glia dan tumor otak maligna sekunder yang merupakan
metastasis dari tumor maligna di bagian tubuh lain (Ginsberg, 2011).

Pada pasien tumor otak yang berusia tua dengan atrofi otak, kejadian edema otak
jarang menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial, mungkin dikarenakan ruang
intrakranial yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan tidak adanya papiledema pada
pasien berusia tua. Muntah lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan
dewasa dan biasanya berhubungan dengan lesi di daerah infratentorial (Kaal & Vecht,
2014).

C. Etiologi

Sebenarnya, penyebab tumor otak masih belum diketahui tetapi masih ada faktor-
faktor yang perlu ditinjau yaitu:
1. Herediter
Sindrom herediter seperti von Recklinghausen’s Disease, tuberous sclerosis,
retinoblastoma, multiple endocrine neoplasma bisa meningkatkan resiko tumor
otak. Gen yang terlibat bisa dibahagikan pada dua kelas iaitu tumor –suppressor
genes dan oncogens. Selain itu, sindroma seperti Turcot dapat menimbulkan
kecenderungan genetik untuk glioma tetapi hanya 2%. ( Mehta, 2011)
2. Radiasi
Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas dan nerve sheath tumors. Selain itu,
paparan therhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.( Keating,
2011)
3. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti nitrosamides dan
nitrosoureas yang bisa menyebabkan tumor system saraf pusat ( Petrovich, et al.,
2013., Mardjono, 2010)
4. Virus
Infeksi virus juga dipercayai bisa menyebabkan tumor otak. Contohnya, virus
Epseien-barr. (Kauffman, 2017)
5. Gaya Hidup
Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan seperti makanan yang
diawetkan, daging asap atau acar tampaknya berkorelasi dengan peningkatan
risiko tumor otak. Di samping itu, risiko tumor otak menurun ketika individu
makan lebih banyak buah dan sayuran. (Stark-Vance, et al., 2011)
D. Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth 2011, gangguan neurologi pada tumor otak
disebabkan oleh 2 faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan TIK.
1. Gangguan fokal,
Terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parekim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja
disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat
(misalnya glioblastama multiforme). Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan
fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan perubahan
serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai
darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

2. Peningkatan TIK
Dapat diakibatkan oleh bebrapa faktor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena ia
mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang
kaku. Tumor ganas menyebabkan oedema dalam jaringan otak sekitarnya.
Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih
osmotik yang menyebabkan penyeparan cairan tumor. Beberapa tumor dapat
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar darah-otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial dan kenaikan TIK.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan sub
araknoid menimbulkan hidrosepalus. Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa
bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang akan telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau
berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila
TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi antara lain : bekerja menurunkan
volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intra
sel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus / serebellum. Herniasi ulkus menekan
mensesefalon menyebabkan hilangnya kesadaran saraf otak ketiga. Pada herniasi
cerebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior. Kompresi medulla oblongata dari henti pernafasan terjadi dengan
cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain
terjadi akibat peningkatan TIK yang cepat adalah bradikardia progesif, hipertensi
sitemik, (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernafasan.

E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
1. Sakit kepala.
Sakit kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada
penderita tumor otak. Rasa sakit dapat digambarkan bersifat dalam dan terus
menerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada
pagi hari dan lebih menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya
meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan pada waktu BAB.
Nyeri sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang
sakit.
2. Nausea dan muntah.
Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata.
Muntah paling sering terjadi pada anak-anak berhubungan dengan peningkatan
TIK diserta pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadoi tanpa didahului nausea
dan dapat proyektif.
3. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papilla
nervioptist. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi akan mengingatkan pada
kenaikan TIK. Seringkali sulit untuk menggunakan tanda ini sebagai diagnosis
tumor otak oleh karena pada beberapa individu fundus tidak memperlihatkan
edema meskipun TIK tidak amat tinggi. Dalam hubungannya dengan papiledema
mungkin terjadi beberapa gangguan penglihatan. Ini termasuk pembesaran bintik
buta dan amaurusis fugun (perasaan berkurangnya penglihatan).
4. Gejala fokal.
Tanda-tanda dan gejala-gejala tumor otak antara lainnya juga terjadi, tetapi ini
lebih cenderung mempunyai nilai melokalisasi :
a. Tumor korteks motorik
memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti kejang yang
terletak pada satu sisi tubuh yang disebut Kejang Jacksonian.
b. Tumor lobus oksipital
menimbulkan gejala visual, hemiaropsia humunimus kontralateral (hilangnya
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dari
tumor) dan halusinasi penglihatan.
c. Tumor serebelum,
menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan
yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot
tidak terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja)
biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
d. Tumor lobus frontal
sering menyebabkan gangguan kepribadian perubahan status emosional dan
tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrem
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
e. Tumor sudut serebroponsin
biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan member rangkaian gejala yang
timbul dengan semua karakteriatik gejala pada tumor otak :
1) Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, diikuti terjadinya tuli (saraf cranial-
8)
2) Berikutnya kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf cranial-5)
3) Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralisis (saraf cranial-7)
4) Akhirnya, karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada
abnormalitas pada fungsi motorik.
f. Tumor ventrikel dan hipotalamus
mengakibatkan somnolensia, diabetes insipidus, obesitas, dan gangguan
pengaturan suhu. Tumor intrakranial dapat menghasilkan gangguan
kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan.

Secara umum pasien tumor otak bisa memiliki gejala seperti perubahan
perilaku contohnya, pasien mungkin mudah lelah atau kurang konsentrasi. Selain itu,
gejala hipertensi intracranial seperti sakit kepala, mual, vertigo. Serangan epilepsi
juga sering dijumpai pada pasien tumor otak. (Rohkamm, 2004)
1. Lobus frontal
• Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi.
• Menimbulkan masalah psychiatric.
• Bila jaras motorik ditekan oleh tumor hemiparese kontra lateral, kejang fokal
dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada stadium lanjut
• Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
• Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia.
2. Lobus temporal
• Dapat menimbulkan gejala hemianopsia.
• Gejala neuropsychiatric seperti amnesia, hypergraphia dan Déjà vu juga
dapat timbul.
• Lesi pada lopus yang dominan bisa menyebabkan aphasia.
3. Lobus parietalis
• Akan menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral.
• Gejala homonymous hemianopia juga bisa timbul.
• Bila ada lesi pada lobus yang dominant gejala disfasia.
• Lesi yang tidak dominan bisa menimbulkan geographic agnosia dan dressing
apraxia.
4. Lobus oksipital
• Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral
• Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi object agnosia.
5. Tumor di cerebello pontin angle
• Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma.
• Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran.
6. Glioma batang otak
• Biasanya menimbulkan neuropati cranial dengan gejala-gejala seperti
diplopia, facial weakness dan dysarthria.
7. Tumor di cerebelum
• Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial yang tinggi
seperti mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga disebabkan oleh odem
yang terbentuk.
• Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme dari
otot-otot servikal (Schiff, 2015., Youmans,2010).

G. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth 2011, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Peningkatan TIK dari tumor dalam ruang kranium yang terbatas. Biasanya
menimbulkan gejala-gejala neurologis seperti perdarahan dan infeksi.
Penggunaan steroid oral akan menurunkan oedema serebral dan mungkin dapat
mengontrol gejala tersebut.
2. Adanya lesi yang mengganggu fungsi normal yang dikontrol oleh bagian otak
tersebut
3. Pengobatan kemoterapi mungkin memberikan kontribusi pada oedema serebral
sementara yang mungkin memerlukan peningkatan pemberian steroid atau obat
anti konvulsan. Gejala yang dialami pasien secara langsung diakibatkan dengan
lokasi tumor otak.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan neuroradiologis yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi ada
tidaknya kelainan intra kranial, adalah dengan:
1. Rontgen foto (X-ray) kepala;
lebih banyak sebagai screening test, jika ada tanda-tanda peninggian tekanan intra
kranial, akan memperkuat indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Angiografi;
suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam pembuluh darah
leher agar dapat melihat gambaran peredaran darah (vaskularisasi) otak
3. Computerized Tomography (CT-Scan kepala)
dapat memberikan informasi tentang lokasi tumor tetapi MRI telah menjadi
pilihan untuk kebanyakan karena gambaran jaringan lunak yang lebih jelas
(Schober, 2010)
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI),
bisa membuat diagosa yang lebih dini dan akurat serta lebih defititif. Gambar otak
tersebut dihasilkan ketika medan magnet berinteraksi dengan jaringan pasien itu (
Satyanegara, 2010., Freedman, 2009).

I. Penatalaksanaan Medis

Menurut Brunner dan Suddarth 2011 :

1. Pembedahan
Merupakan pilihan pertama bagi pasien dengan tumor otak. Tujuan diagnosis
definitive dan memperkecil tumor tersebut. Pengangkatan dari semua tumor
menimbulkan defisit neurologis yang berat.
2. Terapi radiasi
a.Radioterapi, untuk mengatasi daerak eksisi dimana lesi metastatic tumor telah
diangkat.
b.Kemoterapi, untuk mengatasi kalignasi tumor otak.
c.Obat-obatan yang digunakan : Nitroseurea, BCNU dan CCNU karena obat ini
mampu melewati sawar darah / otak. Selama pemberian obat-obatan ini pasien harus
menghindari makanan yang tinggi tiramin (misalnya anggur, yogurt, keju, hati ayam,
pisang) dan alcohol, karena pokorbazine menghambat dan melemahkan aktivitas
inhibitor monoamine oksidase (MAO). Prokabazine dikaitkan dengan mual dan
muntah yang mungkin hilang atau berkurang saat pertama kali atau saat pengobatan
sedang dilakukan.
3. Imunoterapi
a. Dengan menggunakan antibody monoclonal yang diciptakan secara khusus untuk
menyerang dan menghancurkan sel tumor otal.
b. Interleukin-2 digunakan untuk mengganti lesi-lesi metastatic dari kanker primer
ginjal dan melanoma, akan tetapi kemanjurannya masih perlu dibuktikan.
4. Pengobatan penyelidikan
a. BCNU digabungkan dalam bentuk tablet tipis yang mematikan secra biologis
untuk ditempatkan pada daerah tumor selama pembedahan kraniotomi.
b. Penempatan kateter arteri dekat dengan tumor. Beri infus manitol untuk perusakan
dari barier darah atau otak.
c. Transplantasi sumsum tulang juga sedang digunakan dalan uji klinis untuk
penatalaksanaan astrosiloma.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
Seringkali pasien tumor otak yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam
keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah:
 Menjaga kelancaran pernafasan.
 Kebutuhan istirahat.
 Kebutuhan nutrisi dan cairan.
 Mengontrol suhu tubuh.
 Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
 Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR
CEREBRI

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesis
Usia (kebanyakan terjadi pada usia lansia).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak (paralisis), penurunan
penglihatan, tidak dapat berkomunikasi, dan adanya kejang.
c. Riwayat penyakit saat ini
Tanda dan gejala dari tumor otak seringkali tidak spesifik. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala
kelemahan anggota gerak atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke atau tumor sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.

2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami inkoordinasi,
hilang keseimbangan. Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi napas tambahan.
c. B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan adanya peningkatan
tekanan darah dan perubahan frekuensi jantung. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg.
d. B3 (Brain)
Tumor otak menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan
pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
e. B4 (bladder)
Klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara kerena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
f. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g. B6 (Bone)
Adanya inkoordinasi dan kehilangan keseimbangan. Tumor otak
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik.
Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawananaro otak
3. Pemeriksaan sistem neurologis
a. Tingkat Kesadaran
Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur → dirangsang bangun
lalu tidur kembali
KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali,

Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)


Respon membuka mata ( E = Eye )
Spontan (4)
Dengan perintah (3)
Dengan nyeri (2)
Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
Berorientasi (5)
Bicara membingungkan (4)
Kata-kata tidak tepat (3)
Suara tidak dapat dimengerti (2)
Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
Dengan perintah (6)
Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)
4. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien dengan tumor otak tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian kebagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelemahan otot-otot okularis, didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral.
Saraf V. Pada beberapa keadaan tumor otak , didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus daneksternus.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, Indra pengecapan normal.
5. Sistem motorik
Inspeksi umum, adakah didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
Kaji cara berjalan dan keseimbangan (Observasi cara berjalan, kemudahan
berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki)
Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
Fesikulasi didapatkan pada otot-otot ektremitas.
Tonus otot didapatkan meningkat.
Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada
sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
Keseimbangan dan koordinasi, terdapat inkoordinasi
6. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien
dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
= Hiperaktif (++++)

a. Reflek Fisiologis
b. Reflek Tendon
c. Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek
hamer. Respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
d. Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah
ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas
lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot
biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan
tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
e. Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek
hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif
bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
f. Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini
kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.tendon
achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
g. Reflek Superfisial
h. Reflek kulit perut
i. Reflek kremeaster
j. Reflek kornea
k. Reflek bulbokavernosus
l. Reflek plantar
m. Reflek Patologis
n. Babinski

Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.
Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain
menyebar, kalau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.

o. Cara chaddock

Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus hasil


positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jari jari
lainnya.

p. Cara Gordon
Memencet (mencubit) otot betis
q. Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut kebawah
(distal)
r. Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong
koyong.
7. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
B. ANALISA DATA
No Data fokus Etiologi Problem
1 DS : klien mengatakan pusing Tahanan Resiko
pembuluh darah ketidakefektifan
DO : klien tampak memegangi dan infark perfusi jaringan
kepalanya cerebral cerebral

2 DS : pasien mengatakan sesak nafas Medulla Pola nafas tidak


oblongata efektif
DO : tertekan
1. pernafasan cuping hidung
2. nafas tampak tidak stabil

3 DS : pasien mengatakan nyeri karena Peningkatan Nyeri akut


kepalanya tekanan
DO : pasien terlihat menahan intracranial
nyeri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan tahanan
pembuluh darah dan infark serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d medulla oblongata tertekan
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Resiko NOC: NIC:
Tissue Perfusion: Cerebral (NOC:
ketidakefektifan Neurologic
543b)
perfusi jaringan Monitoring
Circulation Status (NOC: 138b)
cerebral berhubungan a. Monitor ukuran
Neurological Status (NOC: 376b)
dengan Tahanan pupil, bentuk,
Cardiac Pump Effectiveness (NOC:
pembuluh darah; kesimetrisan, dan
115b)
infark (NANDA: 236) reaktifitasnya
b. Monitor level
Setelah dilakukan asuhan
kesadaran
selama………ketidakefektifan
c. Monitor level
perfusi jaringan cerebral teratasi
orientasi
dengan kriteria hasil:
d. Monitor Glasgow
. Tekanan systole dan diastole
Coma Scale
dalam rentang yang diharapkan
e. Monitor tanda
(sistol: <140 mmHg; diastole:
vital: suhu,
<90 mmHg)
tekanan darah,
a. Tidak ada ortostatikhipertensi
nadi, dan
b. Komunikasi jelas Menunjukkan
respirasi
konsentrasi dan orientasi (GCS :
f. Monitor status
E4V5M6)
respirasi: level
a. Pupil seimbang dan reaktif
AGD, oksimetri
b. Bebas dari aktivitas kejang
nadi, kedalaman,
c. Tidak mengalami nyeri kepala
pola, laju, dan
usaha napas
g. Monitor Intra
Cranial Pressure
(ICP) dan
Cerebral
Perfusion
Pressure (CPP)
h. Monitor refleks
kornea
i. Monitor tonus
otot pergerakan
j. Catat perubahan
pasien dalam
merespon
stimulus
k. Monitor status
cairan
l. Pertahankan
parameter
hemodinamik
m. Tinggikan kepala
0-45o tergantung
pada konsisi
pasien dan order
medis

Intracranial
Pressure (ICP)
Monitoring
n. Monitor intake
dan output
o. Cek kaku kuduk
klien
p. Posisikan klien
dengan kepala
dan leher pada
posisi normal,
menghindari hip
fleksi yang
ekstrim
q. Sesuaikan kepala
di tempat tidur
untuk
mengoptimalkan
pefusi serebral
r. Batasi perawatan
untuk
meminimalkan
peningkatan ICP
2. Pola Nafas tidak NOC: NIC:
efektif b.d medula a. Respiratory status: Ventilation a. Posisikan
oblongata tertekan b. Respiratory status: Airway pasien untuk
Batasan karakteristik: patency memaksimalkan
a. Perubahan
c. Vital sign Status ventilasi
kedalaman
Setelah dilakukan tindakan b. Pasang mayo
pernafasan keperawatan selama ………..pasien bila perlu
b. Perubahan menunjukkan keefektifan pola nafas, c. Lakukan
ekskursi dada dibuktikan dengan kriteria hasil:
fisioterapi dada
c. Mengambil posisi a. Mendemonstrasikan batuk
jika perlu
tiga titik efektif dan suara nafas yang
d. Keluarkan
d. Bradipneu bersih, tidak ada sianosis dan
sekret dengan
e. Penurunan tekanan dyspneu (mampu mengeluarkan
batuk atau
ekspirasi sputum, mampu bernafas dg
suction
f. Penurunan mudah, tidakada pursed lips)
e. Auskultasi
ventilasi semenit b. Menunjukkan jalan nafas yang
suara nafas,
g. Penurunan paten (klien tidak merasa
catat adanya
kapasitas vital tercekik, irama nafas, frekuensi
suara tambahan
h. Dispnea pernafasan dalam rentang
f. Berikan
i. Peningkatan normal, tidak ada suara nafas
bronkodilator
diametr anterior abnormal)
g. Berikan
posterior c. Tanda Tanda vital dalam rentang
pelembab udara
j. Pernafasan cuping normal: TD= 100-140/60-90
Kassa basah
hidung mmHg; N=60-100x/menit; RR=
NaCl Lembab
k. Ortopnea 16-24x/menit
h. Atur intake
l. Fase ekspirasi
untuk cairan
memanjang
mengoptimalka
m. Pernafasan bibir
n
n. Takipnea
keseimbangan.
o. Penggunaan otot
i. Monitor
aksesorius untuk
respirasi dan
bernafas
status O2
j. Bersihkan
mulut, hidung
dan secret
trakea
k. Pertahankan
jalan nafas yang
paten
l. Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
m. Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
n. Monitor vital
sign
o. Informasikan
pada pasien dan
keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki
pola nafas.
p. Ajarkan
bagaimana
batuk efektif
q. Monitor pola
nafas

3. Nyeri akut NOC: NIC:


berhubungan dengan Pain Control (NOC: 615b) Pain Management
peningkatan tekanan Pain Level (NOC: 392b) a. Lakukan
intracranial (TIK) Comfort Status (NOC: 158b) pengkajian nyeri
(NANDA: 440) Setelah dilakukan tinfakan secara
keperawatan selama …. Pasien tidak komprehensif
mengalami nyeri, dengan kriteria termasuk lokasi,
hasil: karakteristik,
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu durasi, frekuensi,
penyebab nyeri, mampu kualitas dan
menggunakan tehnik faktor presipitasi
nonfarmakologi untuk b. Observasi reaksi
mengurangi nyeri, mencari nonverbal dari
bantuan) ketidaknyamanan
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan c. Bantu pasien dan
manajemen nyeri keluarga untuk
c. Mampu mengenali nyeri (skala, mencari dan
intensitas, frekuensi dan tanda menemukan
nyeri) dukungan
d. Menyatakan rasa nyaman setelah d. Kontrol
nyeri berkurang lingkungan yang
e. Tanda vital dalam rentang normal dapat
(Suhu : 36,5-3,5ºC; TD: 100/70- mempengaruhi
140/90 mmHg; nadi: 60-100 nyeri seperti suhu
x/menit; RR: 16-24 x/menit) ruangan,
f. Tidak mengalami gangguan tidur pencahayaan dan
kebisingan
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan
sumber nyeri
g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi:
napas dada,
relaksasi,
distraksi,
kompres hangat/
dingin
h. Berikan analgetik
untuk
mengurangi
nyeri: ……...
i. Tingkatkan
istirahat
j. Berikan
informasi tentang
nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang
dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
E. EVALUASI
1. Pasien tidak lagi pusing
2. Pola nafas kembali efektif
3. Nyeri pada pasien teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of Ameri
ca: Elsevier.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jers
ey: Upper Saddle River Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata da
n Aspek Sosial Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta
Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Ja
karta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai