Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ABSES SUBMANDIBULA

DISUSUN OLEH :

Adika Putra Pangestu G99172022


Cicilia Fitri Arumsari G99181014
Magda Valentina G991902038
Ranti Agustin G99181053
Adliah Fithri Anisa G99172024
Marwatunnisa Al Mubarokah G991902039

PEMBIMBING :
drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RSUD DR. MOEWARDI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Abses leher dalam didefinisikan sebagai kumpulan nanah setempat yang


terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam akibat dari kerusakan
jaringan yang merupakan penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Pada saat ini infeksi
tonsil merupakan penyebab utama pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa
infeksi terutama bersumber dari gigi atau odontogenik.
Abses submandibula adalah jenis abses leher yang menduduki urutan
tertinggi dari semua jenis abses leher, dimana abses ini terjadi peradangan yang
disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Ruang submandibula
merupakan suatu ruang potensial pada leher yang terdiri dari ruang sublingual dan
submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid. Selain disebabkan oleh infeksi
gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar
submandibula, limfadenitis, trauma atau pembedahan dan bisa juga sebagai
kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh
kuman aerob, anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya
ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral.
Dalam beberapa abad terakhir, diagnosis dan pengobatan infeksi leher
dalam merupakan suatu tantangan baik bagi dokter maupun ahli bedah. Disamping
struktur yang kompleks dan lokasi yang dalam pada region leher, menyebabkan
diagnosis dan pengobatan cukup sulit. Infeksi ini merupakan masalah kesehatan
dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. Meskipun penggunaan
antibiotik telah menurunkan angka kematian akibat abses leher dalam namun abses
leher dalam masih merupakan masalah yang serius dan menimbulkan komplikasi
yang dapat mengancam nyawa. Diagnosis yang terlambat atau misdiagnosis dapat
mengakibatkan keterlambatan penatalaksanaan yang dapat menimbulkan kematian.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Abses submandibula di definisikan sebagai terbentuknya abses pada
ruang potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok,
demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses terjadi sebagai
akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang dapat terjadi di bagian
tubuh manapun sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing.

Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam (deep


neck infection). Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti
gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Infeksi pada
area leher dalam tidak selalu menyebabkan abses. Pada kasus-kasus dimana
infeksi jaringan lunak tidak terlokalisir dimana eksudat menyebar keantara
celah interstitial jaringan ikat. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri
dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat.

II. Epidemiologi

Abses submandibula adalah jenis abses leher yang menduduki


urutan tertinggi dari semua jenis abses leher, dimana abses ini terjadi
peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula.
Sebanyak 70- 85 % kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi merupakan
kasus terbanyak, selebihnya disebabkan oleh sialadenitis, limfadenitis,
laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula.

Penelitian yang dilakukan oleh Kataria G et.al (2017) abses


submandibular merupakan bagian dari infeksi leher dalam yang sering
ditemukan, yaitu sebesar 42,30%, diikuti oleh Ludwig's angina (26,92%),
abses masticator, abses submental dan abses parapharyngeal masing-
masing pada 7,69% pasien. Penelitian ini berkorelasi dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Zamiri et al, Meher et al, dan Rega et al, dengan

2
abses ruang submandibular sebagai presentasi paling umum. Kedekatan
apeks akar molar mandibula dengan ruang submandibular adalah alasan
sebagian besar keterlibatan infeksi. Hal ini kemungkinan merupakan
penyebab keterlibatan ruang submandibular.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan bahwa


angka kejadian abses submandibula pada laki-laki (51,9%) dan perempuan
(48,1%), berusia antara 12 sampai 96 tahun. Diantara penderita-penderita
abses submandibula didapatkan bahwa mayoritas penderita abses
submandibula adalah pria dengan presentasi 53% dibandingkan dengan
wanita yang hanya mencapai 43%. Selain pada pria presentasi penderita
abses submandibula terbanyak juga terdapat pada kelompok umur >50
tahun mencapai 33%. Berdasarkan penelitIan abses submandibula ini
didapatkan juga pada anak-anak dengan usia termuda 1 tahun dan yang
tertua pada umur 70 tahun,oleh karena itu tidak ada batasan umur pada abses
submandibula, seperti yang diungkapkan oleh Sakaguchi bahwa abses
submandibula dapat ditemui dari umur 1-81 tahun.

III. Anatomi Leher

Leher manusia di sebelah cranial dibatasi oleh basis mandibula dan


suatu garis yang ditarik dari angulus mandibula menuju ke processus
mastoideus, linea nuchae suprema sampai ke protuberantia occipitalis
eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh incisura jugularis
sterni, klavicula, acromion dan suatu garis lurus yang menghubungkan kedua
acromia.
Terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia servikalis.
Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus
organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa
ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.12
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan
dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan

3
ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan.
Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi
kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis
eksterna.12
Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):12
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar
tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke
daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera.
Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda
dan membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus
tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid
dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula
dan skapula.
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar
tiroid, trakea dan esofagus. Disebelah posterosuperior berawal dari dasar
tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan
ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu
dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera
yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor
dan musculus buccinator.
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra.
Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi

4
alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan
dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian
anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta
menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai
ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan
dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda
ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar
tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.

Gambar 1. Potongan obliq leher


Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan
daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan
gambar 3).12
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)
c. ruang prevertebra.
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring

5
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.

Gambar 2. Potongan sagital leher

6
Gambar 3. Potongan axial kepala
IV. Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang
submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot
miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan
ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.8Ruang mandibular
dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial
oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid
dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus
mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep
servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan
sub mandibular lymphanodes.12
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang
submandibula dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan
ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau
salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.8

7
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur
didekatnya (gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar
ke struktur didekatnya.9

Gambar 4. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial,(B)


potongan sagital.
Ket : SMS: submandibularspace; SLS: sublingual space;
PPS:parapharyngeal space; CS: carotid space; MS:masticatory space. SMG:
submandibulargland; GGM: genioglossus muscle; MHM:mylohyoid muscle;
MM: masseter muscle;MPM: medial pterygoid muscle; LPM:
lateralpterygoid muscle; TM: temporal muscle.

8
V. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam
lain.8Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi
gigi.12
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.10infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior
dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.9
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus,Streptococcus sp, Haemofilus
influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella,
maupun Fusobacterium.5
VI. Diagnosis
1. Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak,
trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas
akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong
ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di
daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi
didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas).
Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke
belakang.8,12

9
Gambar 5. Abses submandibula
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi
material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji
resistensi antibiotik

10
b. Radiologis
 Rontgen jaringan lunak kepala AP
 Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari
gigi.
 Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema
subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat
aspirasi abses.
 Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas
pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa
hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan
mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu
rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran
abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas
rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level
(gambar 6 dan gambar 7). 6,13

11
Gambar 6. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan
submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan
axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah),
peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari
musculus platysmal (ujung panah).

Gambar 7. AxialCT-scan menunjukan infeksi pada ruang


submandibula. Tampak abses multifokal.

12
c. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
 Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman
penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara
parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.
Antibiotik kombinasi (mencakupterhadap kuman aerob dan anaerob, gram
positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman
penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris
kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil
uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan.8,10,14
Berdasarkan uji kepekaaan,kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone,yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.8,10,14
1. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat
dilakukan. Evakuasi abses (gambar 7) dapat dilakukan dalam anestesi lokal
untuk abses yang dangkal danterlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila
letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat padatempat yang paling berfluktuasi
atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.8Bila abses belum
terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV,
setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses
dapat dilakukan.13
2. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka
tindakan trakeostomi perlu dipertimbangkan.13
3. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi
reda.8

13
Gambar 7. Insisi abses submandibula

VIII. Komplikasi
Penjalaran peradangan ke daerah sekitarnya bisa melalui hematogen,
limfogen, ataupun secara langsung. Perluasan paling sering ke ruang parafaring
baik secara langsung maupun melalui ruang mastikator melewati musculus ptery
goid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah
potensial lainnya.11
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh
karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan
hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan
septikemia.9

IX. Prognosis
Sebelum penggunakan antibiotik marak, kematian akibat abses
submandibula mencapai angka 50%. Namun saat ini, apabila dapat didiagnosis
secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi angka
kematian turun hingga <5%. Penggunaan antibiotik, khususnya antibiotik
intravena serta tindakan insisi pada fase awal penyakit menghasilkan penyembuhan
yang sempurna. Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-
50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai
angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka

14
mortalitas 60%. Tindakan operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses
yang terlokalisir dan kegagalan penggunaan antibiotik untuk meningkatkan
kemunkginan kesembuhan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kataria, G., Saxena, A., Bhagat, S., Singh, B., Goyal, I., Vijayvergia, S., &
2. Sachdeva, P. (2015). Prevalence of odontogenic deep neck space infections
(DNSI): a retrospective analysis of 76 cases of DNSI. Int J
Otorhinolaryngol Head Neck Surg, 1(1), 11-16.
3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor.
Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI. 2007. Hlm.185-8. 

4. Surarso Bakti. Abses leher dalam di dalam pendidikan kedokteran
berkelanjutan ix ilmu kesehatan tht- kl. penatalaksanaan kegawatdaruratan
di bidang telinga hidung tenggorok-bedah kepala dan leher. departemen
ilmu kesehatan THT-KL FK UNAIR-RSUD Dr Soetomo. Surabaya. 2011.
Hlm. 123-32. 

5. Hesley I, Lumintang N, Limpeleh H. Profil Abses Submandibula Di Bagian
Bedah Rs Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli
2012. Bagian Bedah BLU RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado.2013.p.3-4.
6. Novialdi & Ade Asyari. 2011. Penatalaksanaan Abses Submandibula
dengan Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama. Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas, Padang.
7. Scott BA, Stiernberg CM,Driscoll BP.Infections of the Deep Spaces of the
Neck.Dalam Bayley BJ, Head and Neck Surgery-Otolaryngology Vol
1Edisi Ketiga.Texas,Lippincott Williams and Wikins Publisher:2001.Hal
68.
8. Hesley I, Lumintang N, Limpeleh H. Profil Abses Submandibula Di Bagian
Bedah Rs Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli
2012. Bagian Bedah BLU RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado.2013.p.3-4.
9. Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar S. Deep Neck Infections:
Continuing Burden in Developing World. International Journal of
Phonosurgery and Laryngology. 2013;3(1):6-9.
10. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal
infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
11. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
12. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
13. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4

16
14. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
15. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
16. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, LópezCB. Phlegmon in the
submandibular region secondaryto odontogenic infection. Emergencias
2007;19:52-53
17. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for
therapy. J antimicrob chemother 2002;50:805-10

17

Anda mungkin juga menyukai