Anda di halaman 1dari 38

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN

MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT PADA


PEMBELAJARAN IPA DI SISWA KELAS IV SDN SUMUR
WELUT I SURABAYA

Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program
Pengelolaan Pembelajaran

Dosen Pembimbing
Prof. Wahyu Sukartiningsih

OLEH
INDAH FUJI LESTARI
NIM: 15010644003

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI


PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT PADA
PEMBELAJARAN IPA DI SISWA KELAS IV SDN SUMUR WELUT I
SURABAYA
Sekolah : SD Negeri Sumur Welut I/438 Surabaya
Alamat : Jl. Raya Sumur Welut Lakarsantri Surabaya

Yang dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri


Surabaya
Nama :Indah Fuji Lestari
NIM : 1501064403
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Laporan ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Program Pengelolaan
Pembelajaran.

Surabaya, 03 September 2018


Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Pamong

Sjam Lahardo,S.Pd,.M.M.Pd
NIP. 19690929 199303 1 012 Samrotulikmah, S.Pd

Dosen Pembimbing Lapangan

Prof. Dr. Wahyu Sukartiningsih,M.Pd


NIP. 19680118 199403 2 003

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya


dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
penyusunan karya ilmiah Penelitian Tindakan Kelas dengan judul
“MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN
MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT PADA PEMBELAJARAN IPA DI
SISWA KELAS IV SDN SUMUR WELUT I SURABAYA”, penulisan karya
ilmiah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program
Pengelolaan Pembelajaran dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam
pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi
ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-
dalamnya kepada:
1. Yth. Kepala Sekolah Dasar Negeri Sumurwelut I, Bapak SjamLahardo,
2. Yth. Dosen Pembimbing Lapangan, Prof. Wahyu Sukartiningsih
3. Yth. Koordinator Guru Pamong, Ibu Samrotuikmah
4. Yth. Rekan-rekan Guru Pamong SDN Sumurwelut 1
5. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna
untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
selalu penulis harapkan.

Penulis

3
ABSTRAK

7 September, 2018. MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI


PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT PADA
PEMBELAJARAN IPA DI SISWA KELAS IV SDN SUMUR WELUT I
SURABAYA

Kata Kunci: pelajaran ipa, media pembelajaran power point, hasil belajar

Penelitian ini dilatar belakangi oleh penguasaan materi mata pelajaran IPA
masih sangat kurang bagi sebagian besar siswa Kelas IV SDN Sumur Welut I/438
Surabaya. Siswa menganggap mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang
sulit dan membosankan serta keterbatasan jam pelajaran, hal tersebut dapat dilihat
dari hasil belajar siswa masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a)
Bagaimanakah peningkatan prestasi dan penguasaan materi pelajaran IPA dengan
penggunaan media pembelajaran power point? (b) Bagaimanakah pengaruh
penggunaan media pembelajaran power point dalam membantu siswa
meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar IPA?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui
bagaimana prestasi, pemahaman dan penguasaan mata pelajaran IPA setelah
penggunaan media pembelajaran power point. (b) Ingin mengetahui pengaruh
penggunaan media pembelajaran power point dalam meningkatkan prestasi dan
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas
IV. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan tes hasil belajar.

4
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. 1
Kata Pengantar ................................................................................................ 2
Abstrak ............................................................................................................ 3
Daftar Isi .......................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ............................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 10
E. Definisi Operasional Variabel ........................................... 10
F. Batasan Masalah................................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Belajar ............................................................... 12
B. Model pembelajaran langsung ......................................... 15
C. Pembelajaran IPA di SD ................................................... 17
D. Media Pembelajaran Power Point .................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ............................ 23
B. Rancangan Penelitian ....................................................... 24
C. Instrumen Penelitian ......................................................... 26
D. Metode Pengumpulan Data ............................................... 32
E. Teknik Analisis Data ....................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, baik itu masyarakat
maupun pemerintah. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk
memperbaiki pendidikan di Indonesia adalah dengan membuat Kurikulum
Pendidikan 2013 sebagai perbaikan dari Kurikulum 2006 atau Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Permendikbud Nomor 70 Tahun
2013 disebutkan tujuan diberlakukannya Kurikulum 2013 (K13) adalah untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia. Pada pengembangan Kurikulum 2013 ini
mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri, disiplin dalam mengatur
waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif
sehingga tujuan dari diberlakukannya Kurikulum 2013 dapat tercapai dengan
baik. Kurikulum 2013 mengharapkan siswa mampu untuk bersikap mandiri
dan tahu apa yang telah dipelajari, apa yang sedang dipelajari, dan apa yang
harus dipelajari.
Pembelajaran itu sendiri merupakan hal yang kompleks dan banyak
faktor yang mempengaruhinya. Menurut Chaedar Alwasilah dalam Munadi
(2013, p.4) ada tiga prinsip yang layak diperhatikan dalam proses
pembelajaran. Pertama, proses pembelajaran menghasilkan perubahan
perilaku anak didik yang relatif permanen, dalam proses ini terdapat perilaku
guru sebagai agent of change. Kedua, anak didik memiliki bakat, minat, dan
kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk selalu ditumbuh
kembangkan secara terus menerus tanpa henti. Dengan demikian, proses
belajar mengajar adalah optimalisasi potensi diri sehingga dapat dicapai
kualitas yang ideal. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak
tumbuh linear sejalan dengan proses kehidupan. Yang berarti proses belajar

6
mengajar memang merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri yang didesain
secara khusus dan diniati demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal.
Dari ketiga prinsip proses pembelajaran di atas, menunjukkan bahwa
guru memiliki posisi sebagai peran penggiat dalam proses optimalisasi diri
siswa untuk mencapai kualitas ideal. Sebagai penggiat proses belajar mengajar
memiliki arti bahwa guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar.
Tetapi dengan posisinya sebagai penggiat, maka ia harus mampu
merencanakan ataupun menciptakan sumber-sumber belajar lainnya agar
tercipta lingkungan belajar yang kondusif. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti: menggunakan metode pembelajaran dan media
pembelajaran yang sesuai, membuat suasana belajar yang menyenangkan,
mengikut sertakan siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran,
dan lain sebagainya. Semua itu perlu dilakukan oleh seorang guru untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
adalah pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran
yang berdasarkan pada pengalaman belajar yang mengesankan. Dalam
pembelajaran siswa harus dilibatkan penuh secara aktif dalam proses
belajarnya. Hal ini sejalan dengan pandangan Sudjatmiko (2003, p.4) yang
menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi
dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan prestasi) dan
berlatih untuk bekerja sama mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi, dan
temuannya kepada guru dan siswa lain. Oleh karena itu dibutuhkan
kemandirian siswa dalam belajar baik sendiri maupun bersama teman-
temannya untuk mengembangkan potensinya masing-masing dalam kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi pada materi mata pelajaran IPA siswa
Kelas IV SDN Sumur Welut I/438 Surabaya, pembelajaran pada mata
pelajaran IPA di kelas IV SDN Sumur Welut I/438 pada semester genap tahun
pelajaran 2017/2018 diperoleh hasil belajar yang kurang maksimal. Hasil
belajar yang didapat pada saat melakukan observasi adalah sebagian besar
siswa memperoleh nilai di bawah KKM dengan kriteria ketuntasan minimal

7
(KKM) 75 (Ketentuan KKM SDN Sumur Welut I/438), sehingga perlu
diberikan remidial untuk memperoleh ketuntasan hasil belajar. Dari
pengamatan selama pembelajaran berlangsung sebagian siswa tidak
memperhatikan penjelasan guru, siswa juga tidak membaca buku-buku
pelajaran dan tidak mengerjakan LKS kalau tidak diminta atau diperintahkan
oleh guru dan ketika guru memberikan pekerjaan rumah siswa tidak
mengerjakannya di rumah. Kondisi yang demikian menunjukkan kurangnya
prestasi siswa dalam pembelajaran mata pelajaran IPA.
Kondisi yang menunjukkan kurangnya prestasi siswa dalam
pembelajaran mata pelajaran IPA di SDN Sumur Welut I/438 Surabaya
disebabkan oleh penggunaan media pembelajaran papan tulis dalam
pembelajaran yang memiliki beberapa kelemahan, terutama pada Pokok
Bahasan Konduktor dan Isolator. Sebagai contoh adalah: gambar pada papan
tulis yang kurang jelas menyebabkan kurangnya ketertarikan siswa dalam
memperhatikan pelajaran, dan gambar pada papan tulis yang ditunjukkan
mungkin tidak sepenuhnya sama dengan komponen aslinya sehingga siswa
merasa bingung atau kurang memahami terhadap materi yang disampaikan.
Sementara itu untuk membantu penyampaian materi terhadap siswa
diperlukan media pembelajaran yang menarik dan interaktif. Salah satu media
pembelajaran yang tepat untuk penyampaian materi pembelajaran IPA adalah
media pembelajaran yang menggunakan media animasi dan simulasi. Salah
satu software yang bisa digunakan untuk membuat media pembelajaran
tersebut adalah software Power point. Menurut Jelita (2010) Microsoft Power
Point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun sebuah
presentasi yang efektif, professional, dan juga mudah. Media Power Point
bisa membantu sebuah gagasan menjadi lebih menarik dan jelas tujuannya
jika dipresentasikan karena media Power Point akan membantu dalam
pembuatan slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan
slide yang dinamis, termasuk clipart yang menarik, yang semuanya itu
mudah ditampilkan di layar monitor komputer. Power Point adalah alat bantu
presentasi, biasanya digunakan untuk menjelaskan suatu hal yang dirangkum
dan dikemas dalam slide Power Point. Sehingga pembaca dapat lebih mudah

8
memahami penjelasan dari materi yang diberikan melalui visualisasi yang
terangkum di dalam sebuah slide.
Penggunaan media pembelajaran power point pada pembelajaran mata
pelajaran IPA diharapkan: (1) dapat membantu imajinasi siswa terhadap
bayangan benda sesungguhnya; (2) sebagai metode pengaktifan pandangan
dan ketrampilan siswa dalam suatu kegiatan; (3) siswa akan lebih tertarik
memperhatikan materi yang diajarkan; dan (4) siswa akan lebih mengerti
dengan materi yang disampaian oleh guru.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka
dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Melalui Penggunaan Media Pembelajaran Power Point Pada
Pembelajaran IPA di Siswa Kelas IV SDN Sumur Welut I Surabaya”.

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan
permasalahnnya sebagi berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa materi pelajaran IPA
dengan penggunaan media pembelajaran power point pada siswa Kelas IV
SDN Sumur Welut I Tahun Pelajaran 2018/2019?
2. Bagaimanakah pengaruh penggunaan media pembelajaran power point
dalam membantu siswa meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
pelajaran IPA siswa Kelas IV SDN Sumur Welut I Tahun Pelajaran
2018/2019?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui bagaimana hasil belajar siswa mata pelajaran IPA
setelah penggunaan media pembelajaran power point pada siswa Kelas IV
SDN Sumur Welut I Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. Ingin mengetahui pengaruhnya penggunaan media pembelajaran power
point dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa hasil belajar
siswa terhadap materi pelajaran IPA setelah diterapkan pembelajaran

9
menggunakan media pembelajaran power point pada siswa Kelas IV SDN
Sumur Welut I Tahun Pelajaran 2018/2019.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Guru dan sekolah.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan sebagai berikut.
a. Masukan bagi pihak pimpinan dalam menentukan kebijakan sekolah
di SDN Sumur Welut I terutama mengenai pentingnya media
pembelajaran power point pada mata pelajaran IPA untuk
meningkatkan kemampuan siswa.
b. Menambah wawasan baru bagi guru-guru yang lain agar bisa
meningkatkan kemampuan dengan memanfaatkan media
pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
c. Bagi siswa kegiatan belajar mengajar di kelas menggunakan media
pembelajaran power point dapat meningkatkan hasil belajar siswa
menjadi lebih baik.
2. Penelitian di masa yang akan datang.
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan ilmu pengetahuan di
bidang teknologi dan informasi.

E. Definisi Operasional Variabel


Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka
perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kegiatan Belajar Mengajar adalah:
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan
murid itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM).
2. Media pembelajaran power point:

10
Media pembelajaran power point adalah media pembelajaran berbasiskan
software Microsoft yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang
fikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri siswa.
3. Hasil belajar adalah:
Hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor.

F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah
yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas IV SDN Sumur Welut I
Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun pelajaran
2018/2019.
3. Materi yang disampaikan adalah Pokok Bahasan Konduktor dan Isolator.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungaannya.
Pengertian belajar beberapa para ahli psikologi dan pendidikan yang
mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian
mereka masing-masing yaitu: James O. Whittaker, misalnya, merumuskan
belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau di ubah
melalui latihan atau pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa belajar
sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Howard l. Kkingskey mengatakan bahwa
belajar adalah proses dimana tingkah laku dalamarti luas ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan. Drs. Shameto juga merumuskan
pengertian belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dngan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang
dikemukakan di atas dapat difahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan
yang dilakukan dengan melibatklan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak
raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan dengan proses jiwa untuk
mendapatkan peubahan. Perubahan sebagai hasil dari belajar adalah
perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

12
2. Pengertian Hasil Belajar
Perubahan tingkah laku pada siswa merupakan salah satu hasil dan bukti
bahwa siswa telah belajar, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku manusia terdiri dari beberapa aspek.
Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut
seperti: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap Hamalik (2003, p.30).
Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik (Purwanto, 2009).
Taksonomi Bloom membagi hasil belajar atas tiga ranah yaitu kognitif yang
berhubungan dengan kemampuan berpikir, afektif yang berhubungan dengan
kemampuan perasaan dan psikomotor yang berhubungan dengan keterampilan
motorik. Ranah kognitif yang berhubungan dengan kemampuan berpikir dalam
taksonomi Bloom terdiri dari 6 jenjang ranah kognitif mulai dari yang paling
rendah yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Jenjang satu lebih tinggi dari yang lain, dan jenjang yang lebih tinggi akan dapat
dicapai apabila yang rendah sudah dikuasai. Ranah afektif berhubungan dengan
minat, perhatian, sikap, emosi, penghargaan, proses internalisasi dan pembentukan
karakteristik diri. Ada lima ranah afektif yaitu penerimaan, penanggapan,
penghargaan, pengorganisasian, dan penjati dirian (karakter). Ada perbedaan
antara pengorganisasian dengan sintesis dalam kognitif, dalam sintesis hasil dari
proses yang diperhatikan dan dianggap sebagai hasil kemampuan intelektual.
Untuk afektif, hal yang diutamakan adalah proses dan kecenderungan yang
diperlihatkan dalam berhubungan dengan stimulus. Ranah hasil belajar yang
terakhir menurut taksonomi Bloom adalah ranah psikomor. Ranah ini
berhubungan dengan kemampuan gerak atau manipulasi yang bukan disebabkan
oleh kematangan biologis melainkan oleh kematangan psikologis (Gunawan,
2010). Menurut Simpson dalam Gunawan (2010) memberikan 7 jenjang
psikomotor yang bersifat hierarkis yaitu persepsi, kesiapan, penanggapan,
terpimpin, mekanistik, penanganan yang bersifat kompleks, adaptasi dan
originalitas (kreativitas).

13
Hasil belajar atau perubahan perilaku yang menimbulkan kemampuan dapat
berupa hasil utama pengajaran maupun hasil sampingan pengiring. Hasil utama
pengajaran adalah kemampuan hasil belajar yang memang telah direncanakan
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan hasil pengiring adalah hasil belajar
yang dicapai namun tidak direncanakan untuk dicapai (Purwanto, 2009). Maka
dari itulah diperlukan evaluasi terukur dari hasil belajar agar dapat diarahkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan
perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang
diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek
kognitif, maupun psikomotorik (Purwanto, 2011 p.46). Sedangkan menurut Supari
(2013, p.13), bahwa dalam proses belajar perlu menitikberatkan tujuan belajar atas
tiga ranah yakni: (1) ranah kognitif; (2) ranah afektif; dan (3) ranah psikomotor.
Dari semua pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil
belajar adalah perolehan dari proses belajar siswa dan terjadinya
perubahan perilaku siswa akibat kegiatan belajar yang menyangkut akan
tiga ranah yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik
3. media pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak
dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang
dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Menurut Sanjaya
(2006) menyatakan bahwa media bukan hanya alat perantara seperti: TV,
radio, slide, dan bahan cetakan, akan tetapi meliputi seseorang sebagai
sumber belajar yang dikondisikan untuk memperoleh pengetahuan dan
wawasan, mengubah sikap seseorang serta menambah ketrampilan.
Menurut pendapat dari Sardiman (2007) media adalah komponen
komunikasi yang berfungsi sebagai perantara/pembawa pesan dari
pengirim ke penerima. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
menarik perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan

14
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Hal ini juga didukung
oleh pendapat Uno (2008) menyatakan bahwa media dalam pembelajaran
adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi dari sumber (guru) ke siswa (siswa) yang bertujuan
menarik mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media selain
digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dan dapat dimanfaatkan
untuk memberikan penguatan maupun memotivasi di dalam kegiatan belajar
mengajar. Sementara itu menurut Arsyad (2011) media merupakan suatu alat
yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi suatu materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru yang berguna untuk memotivasi belajar siswa.
Dari beberapa definisi tentang media pembelajaran di atas, dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala komponen dalam
lingkungan belajar siswa yang dipergunakan oleh pengajar agar
pembelajaran berlangsung lebih efektif. Sehingga penyampaian pesan atau
informasi yang berupa pengetahuan, keahlian (skill), ide, pengalaman, dan
sebagainya pada saat proses penyampaian informasi dari guru ke peserta
didik dapat berjalan lancar. Pemanfaatan media yang menarik dalam proses
pembelajaran harus melibatkan peran serta peserta didik, sebagai “pengaya”
dalam proses pembelajaran.
B. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung menurut Arends (Trianto, 2011 : 29) adalah
“Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola
kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”. Sejalan dengan Widaningsih,
Dedeh (2010:150) bahwa pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan mengenai
bagaimana orang melakukan sesuatu, sedangkan pengetahuan deklaratif, yaitu
pengetahuan tentang sesuatu.
Pembelajaran langsung tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan
resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat dengan
model pembelajaran langsung. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan

15
dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai,
misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya.
Widaningsih, Dedeh (2010:151) Ciri-ciri Pengajaran Langsung adalah sebagai
berikut :
1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung
berlangsung dan berhasilnya pengajaran.
Pembelajaran langsung memiliki pola urutan kegiatan yang sistematis untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh guru atau peserta didik,
agar pembelajaran langsung tersebut terlaksana dengan baik. Menurut Kardi &
Nur (Trianto 2011:31) fase-fase pada model pembelajaran langsung dapat dilihat
pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1
Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Langsung
No Fase Peran Guru
1 Menyampaikan Tujuan Menjelaskan Tujuan, Materi Prasyarat,
Pembelajaran dan memotivasi siswa, dan mempersiapkan
mempersiapkan siswa siswa
2 Mendemonstrasikan Mendemonstrasikan keterampilan atau
Pengetahuan dan menyajikan informasi tahap demi
Keterampilan tahap
3 Membimbing Pelatihan Guru memberi latihan terbimbing
4 Mengecek pemahaman Mengecek kemampuan siswa dan
dan memberikan umpan memberikan umpan balik
balik
5 Memberikan latihan dan Mempersiapkan latihan untuk siswa
penerapan konsep dengan menerapkan konsep yang
dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
Sumber :Kardi & Nur (Trianto 2011:31)

16
Mengacu pada fase-fase tersebut, berikut merupakan ilustrasi pembelajaran
dengan menggunakan pembelajaran langsung yang akan digunakan dalam
penelitian sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik
untuk belajar.
2. Guru menyampaikan materi dengan membahas bahan ajar melalui
kombinasi ceramah dan demonstrasi menggunakan media pembelajaran
power point.
3. Setelah materi selesai disampaikan, guru memberikan Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD) kepada peserta didik untuk dikerjakan sebagai
latihan secara individu.
4. Selanjutnya guru bersama peserta didik membahas Lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD).
5. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal latihan sebagai
pekerjaan rumah.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Langsung Widaningsih, Dedeh
(2010 : 153) adalah sebagai berikut :
Kelebihan model pembelajaran langsung:
1. Relatif banyak materi yang bisa tersampaikan.
2. Untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah
diikuti.
Kekurangan/kelemahan model pembelajaran langsung adalah jika terlalu dominan
pada ceramah, maka siswa merasa cepat bosan.
Pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik apabila guru mempersiapkan
materi yang akan disampaikan dengan baik pula dan sistematis, sehingga tidak
membuat peserta didik cepat bosan dengan materi yang dipelajari

C. Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang
dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa (Oemar Hamalik,
2008: 25). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran

17
merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa
belajar.
Proses tersebut dimulai dari merencanakan progam pengajaran tahunan,
semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut persiapan
perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya
(Hisyam Zaini, 2004: 4).
Berdasar beberapa pendapat diatas maka disimpulkan pembelajaran adalah
suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat
siswa belajar, pembelajaran juga merupakan persiapan di masa depan dan sekolah
mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar
siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang
alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah
antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.
IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan observasi,
eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian seterusnya kait
mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain (Abdullah, 1998: 18). IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri
Sulistyorini, 2007: 39).
Menurut Iskandar IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi alam (Iskandar, 2001: 2). Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata
pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan
dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan,
penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA
sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu
siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam
Suyitno, 2002: 7).

18
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA
adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan
melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa
mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam
sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara
lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.
Tujuan Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar
siswa:
1) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains,
teknologi dan masyarakat.
2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang
akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam
kehidupan sehari-hari.
5) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang
pengajaran lain.
6) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk
dipelajari (Sri Sulistiyorini, 2007: 40)

D. Media Pembelajaran Power Point


Hamalik (2008) menyebutkan bahwa jenis teknologi yang digunakan dalam
pengajaran terdiri dari media audio visual (film, film strip, televisi, dan kaset
video) dan komputer. Media komputer adalah salah satu media interaktif yang
memiliki peran utama untuk memproses informasi secara cermat, cepat dan
dengan hasil yang akurat.
Sedangkan menurut Jelita (2010) Microsoft Power Point adalah suatu
software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang efektif,
professional, dan juga mudah. Media Power Point bisa membantu sebuah
gagasan menjadi lebih menarik dan jelas tujuannya jika dipresentasikan karena

19
media Power Point akan membantu dalam pembuatan slide, outline presentasi,
presentasi elektronika, menampilkan slide yang dinamis, termasuk clipart yang
menarik, yang semuanya itu mudah ditampilkan di layar monitor komputer.
Power Point adalah alat bantu presentasi, biasanya digunakan untuk menjelaskan
suatu hal yang dirangkum dan dikemas dalam slide Power Point. Sehingga
pembaca dapat lebih mudah memahami penjelasan dari materi yang diberikan
melalui visualisasi yang terangkum di dalam sebuah slide.
Dari beberapa pendapat ahli di atas didapat pengertian dari Power Point
yang merupakan sebuah software yang disediakan oleh Windows untuk membantu
menampilkan presentasi dalam bentuk tulisan, gambar, grafik, objek, clipart,
movie, suara, atau video yang dapat membuat jalannnya presentasi menjadi lebih
menarik.
Berbagai ragam fitur-fitur media Power Point yang bisa dipilih yaitu
pemberian grafik dan gambar, teks, foto, suara, menyisipkan word art, mengatur
model transisi ketika terjadi peralihan dari satu slide ke slide berikutnya,
menambahkan pola, mengatur warna teks, memberi bayangan, serta membuat
chart dan bagan organisasi.
Power Point memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Salah satunya
menurut Sanaky (2009), Microsoft Power Point memiliki beberapa kelebihan
sebagai berikut: (1) salah satu fitur dari Power Point menyediakan kemampuan
untuk membuat presentasi berupa musik yang dapat dimainkan pada keseluruhan
presentasi atau efek suara untuk slide tertentu; (2) praktis, dapat dipergunakan
untuk semua ukuran kelas; (3) memberikan kemungkinan tatap muka dan
mengamati respons siswa; (4) dapat menyajikan berbagai kombinasi clipart,
picture, warna, animasi dan suara; dan (5) dapat dipergunakan berulang-ulang.
Sedangkan menurut Herlanti (dalam Munadi, 2010, p.150), kelebihan
multimedia Power Point antara lain: (1) mampu menampilkan objek-objek yang
sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan dengan imagery, dimana secara
kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan
retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran; (2) mampu
mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan
secara mudah; (3) memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur

20
media seperti: teks, gambar, video, grafik, tabel, suara, dan animasi menjadi satu
kesatuan penyajian yang terintegrasi; dan (4) dapat mengakomodasi siswa sesuai
dengan modalitas belajarnya terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual,
auditif, kinestetik, atau yang lainnya.
Karena menurut Susilana (2007, p.99-100) secara umum, modalitas belajar
siswa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu visual, auditif dan kinestetik. Power
Point juga merupakan salah satu software yang dirancang khusus untuk
menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan dan
penggunaaannya, serta relatif murah karena tidak membutuhkan bahan baku
selain alat untuk penyimpanan data.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas diperoleh kelebihan dari media
pembelajaran Power Point adalah:(1) media pembelajaran Power Point memiliki
fitur untuk memasukkan object seperti: clipart, gambar (picture), animasi, suara,
dan word art; (2) praktis yaitu dapat dipergunakan untuk semua ukuran kelas; (3)
memberikan kemungkinan tatap muka dan mengamati respons dari penerima
pesan; (4) memberikan kemungkinan pada penerima pesan untuk mencatat; (5)
memiliki variasi teknik penyajian yang menarik dan tidak membosankan; (6)
memungkinkan penyajian dengan berbagai kombinasi warna, animasi, bersuara,
dan dapat hyperlink dengan file yang lain; (7) dapat dipergunakan berulang-ulang;
(8) dapat dihentikan pada setiap sekuens belajar, karena kontrol sepenuhnya pada
komunikator; dan (9) lebih sehat bila dibandingkan dengan papan tulis.
Sedangkan kelemahan media pembelajaran Power Point (PPT) menurut
Alfian (2010) adalah: (1) jika terlalu banyak animasi, grafik, bunyi-bunyian dan
sebagainya dapat mengalihkan perhatian siswa terhadap materi pengajaran; (2)
membutuhkan waktu lama untuk membuat pengajaran menggunakan Power
Point; dan (3) pemilihan warna yang terlalu terang sebagai latar belakang suatu
slide dapat merusak indera penglihatan siswa.
Sementara menurut Sanaky (2009) kelemahan media pembelajaran Power
Point adalah : (1) pengadaannya mahal dan tidak semua sekolah dapat memiliki;
(2) tidak semua materi dapat disajikan dengan menggunakan Power Point; (3)
membutuhkan keterampilan khusus untuk menuangkan pesan atau ide-ide
yang baik pada desain software Microsoft Power Point sehingga mudah

21
dicerna oleh penerima pesan; (4) memerlukan persiapan yang matang, bila
menggunakan teknik-teknik penyajian (animasi) yang kompleks; dan
(5) penyajian slide power point kurang menarik dan interaktif sehingga membuat
siswa bosan dalam proses pembelajaran.
Dari beberapa pendapat ahli di atas diambil kesimpulan kelemahan dari
media pembelajaran Power Point adalah: (1) dalam pengadaannya minimal
dibutuhkan sebuah PC atau laptop yang berharga relatf mahal, sehingga tidak
semua sekolah dapat memilikinya; (2) memerlukan perangkat keras (hardware)
yaitu komputer dan LCD untuk memproyeksikan pesan; (3) memerlukan
persiapan yang matang, bila menggunakan teknik-teknik penyajian (animasi) yang
kompleks; (4) diperlukan keterampilan khusus dan kerja yang sistematis untuk
menggunakannya; (5) menuntut keterampilan khusus untuk menuangkan pesan
atau ide-ide yang baik pada desain program komputer Microsoft Power Point,
sehingga mudah dicerna oleh penerima pesan; dan (6) bagi pemberi pesan yang
tidak memiliki keterampilan menggunakan komputer diperlukan operator atau
pembantu khusus.
.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


yang dilakukan secara partisipatif dan kolaboratif. Partisipatif artinya peneliti
dibantu oleh rekan peneliti untuk terlibat secara langsung dalam penelitian
sebagai pengamat sedangkan kolaboratif artinya peneliti berkolaborasi atau
bekerjasama dengan guru IPA kelas IV SDN Sumur Welut I. Adapun tindakan
yang akan dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran langsung dengan
menggunkan media pembelajarn power point dalam pembelajaran IPA untuk
meningkatkan hasil belaja siswa kelas IV SDN Sumur Welut I.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu media pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di SDN Sumur Welut I, Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas IV SDN Sumur Welut
I Tahun Pelajaran 2018/2019. Pada pokok bahasan IPA terkait pokok
bahasan konduktor dan induktor.

23
B. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan model spiral yang
dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart pada tahun 1988. Model tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Model Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988) (Mc


Taggart, 1993:32)
Menurut model spiral dari Kemmis dan Taggart, penelitian tindakan kelas
dilaksanakan 4 tahap dalam setiap siklus, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap
tindakan (act), tahap pengamatan (observe), dan tahap refleksi (reflect) (Mc
Taggart:1993:31). Penelitian ini dilakukan dalam beberapa siklus (siklus I, II dan
seterusnya) untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
IPA melalui model pembelajaran langsung dengan media pembelajaran power
point. Siklus dihentikan jika pembelajaran IPA melalui model pembelajaran
langsung dengan media pembelajaran power point telah mencapai indikator
keberhasilan. Secara rinci langkah-langkah dalam setiap siklus dijabarkan sebagai
berikut :
1. Siklus I
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan ini meliputi tentang apa, mengapa, kapan, dimana,
oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan. Rancangan
harus dilakukan bersama antara guru yang akan melakukan tindakan dan

24
peneliti yang akan mengamati proses jalannya tindakan. Kegiatan perencanaan
tindakan meliputi:
1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tentang materi yang akan
diajarkan sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan.
2. Menyusun dan menyiapkan lembar observasi hasil belajar ranah afektf dan
psikomotor siswa.
3. Menyusun pedoman wawancara dan lembar angket untuk siswa.
4. Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan yaitu media
pembelajaran power point dan Mempersiapkan sarana pembelajaran yang
akan digunakan yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS).
5. Menyusun lembar soal sebagai latihan siswa.
6. Menyusun soal tes hasil belajar siswa ranah kognitif.
7. Menyiapkan peralatan seperti kamera untuk mendokumentasikan kegiatan-
kegiatan selama proses pembelajaran.
8. Membuat papan keaktifan siswa untuk memotivasi kelompok dalam
presentasi.
b. Tindakan
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat
yang dapat berupa sesuatu penerapan model pembelajaran tertentu yang
bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang
dijalankan. Pada tahap pelaksanaan ini, guru melaksanakan rencana
pembelajaran yang telah direncanakan. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat, sedangkan peneliti dan pengamat, mengamati aktivitas siswa pada
saat proses pembelajaran.
c. Observasi
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada
siswa untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Observasi dilakukan
dengan menggunakan lembar pengamatan yang berfungsi untuk melihat dan
mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan di
dalam kelas. Sebelum melakukan penelitian tindakan tersebut, peneliti
mengadakan observasi awal untuk mengetahui kegiatan belajar siswa sebelum

25
menerapkan model pembelajaran langsung dengan bantuan media
pembelajaran power point.
d. Refleksi
Refleksi bertujuan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan maupun
kelebihan-kelebihan yang terjadi selama proses pembelajaran . Kekurangan-
kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran digunakan untuk bahan
perbaikan pada siklus berikutnya. Sedangkan kelebihan-kelebihannya
dipertahankan dan dikembangkan untuk menjadi keunggulan pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah peneliti mengumpulkan dan
menganalisis data yang diperoleh selama peneliti melakukan observasi, yaitu
meliputi data yang diperoleh dari hasil observasi hasil belajar ranah afektif
dan psikomotor, hasil tes, wawancara dan catatan lapangan. Hasil analisa
digunakan untuk mengetahui kekurangan maupun ketercapaian pada siklus I.
Data dan informasi yang diperoleh pada kegiatan siklus I digunakan sebagai
pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus berikutnya yang diharapkan
lebih baik dari siklus sebelumnya.
2) Siklus II
Tahapan kerja pada siklus II mengikuti tahapan kerja siklus I. Pada siklus
II, rencana tindakan disusun berdasarkan hasil refleksi siklus I. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada siklus II dimaksudkan untuk menyempurnakan
atau memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Penelitian ini akan
dilanjutkan ke siklus berikutnya apabila pada siklus II belum tercapai
peningkatan atau indikator keberhasilan belum tercapai.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan,
ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987, p.98).
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan
pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa silabus merupakan pedoman untuk merencanakan

26
pengelolaan kegiatan pembelajaran serta perangkat-perangkat pembelajaran
yang lain agar materi yang disampaikan tidak melenceng dengan garis
besarnya
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan suatu
rencana yang menggambarkan proses kegiatan mengajar di dalam kelas
untuk mencapai satu atau lebih KD yang ditetapkan dalam standar isi dan
dijabarkan pada silabus.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Menurut Widjajanti (2008, p.1), Lembar Kerja Siswa (LKS)
merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru
sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS adalah lembar kerja
berisi informasi serta perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk
mengerjakan suatu tugas belajar yang berbentuk kerja, praktik, atau dalam
bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan atau
lembaran-lembaran yang berisi permasalahan yang akan dipecahkan oleh
siswa dan berfungsi sebagai penuntun bagi siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran yang telah dibahas. Secara
umum LKS adalah sebuah perangkat pembelajaran digunakan sebagai
pelengkap atau sarana penunjang pelaksanaan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
4. Lembar Penilaian Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif
Lembar penilaian hasil belajar siswa ranah afektif mengukur
pencapaian kompetensi siswa pada ranah tindakan/sikap siswa. Sikap
merupakan perasaan seseorang dalam merespon sesuatu objek. Sikap
seseorang juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai hidup yang dimiliki oleh
seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan
yang diinginkan. Hasil belajar siswa ranah afektif dalam penelitian ini
merupakan ekspresi dari nilai-nilai kehidupan yang dimiliki oleh
seseorang dan diwujudkan dalam perilaku.

27
5. Lembar Penilaian Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotor
Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar siswa pada ranah
psikomotor merupakan penilaian yang dilakukan terhadap siswa untuk
menilai sejauh mana pencapaian SKL, KI, dan KD khusus dalam dimensi
keterampilan. Penilaian pencapaian hasil belajar siswa ranah psikomotor
dalam penelitian ini menggunakan tes praktik.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian, pendidik menilai hasil belajar siswa ranah psikomotor melalui
penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan
suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, project, dan
penilaian portofolio. Tes praktik merupakan proses penilaian yang
menuntut proses berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau
perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
6. Tes formatif (Lembar Penilaian Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif)
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA
pada pokok bahasan konduktor dan induktor. Tes formatif ini diberikan
setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru
(objektif). Jumlah soal yang diberikan berjumlah 25 soal yang telah diuji
coba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji
validitas dan reliabilitas pada tiap soal sehingga diperoleh 5 soal yang
dinyatakan lolos analisis. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang
baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-
langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Validitas butir soal bertujuan untuk mengetahui tingkat kevalidan soal
yang akan dijadikan tes formatif, analisis butir ini dilakukan dengan
memberikan soal pilihan ganda sebanyak 25 soal. Suatu butir soal
dikatakan valid apabila memiliki sumbangan yang besar terhadap skor
total atau jika skor pada butir mempunyai kesejajaran dengan skor total
yang dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas

28
butir digunakan rumus korelasi product moment dengan bantuan SPSS
dengan deviasi atau simpangan.
𝑁 Ʃ 𝑋𝑌−(Ʃ𝑋)(Ʃ𝑌)
rxy = (Arikunto, 2005, p.72)
√(𝑁 Ʃ𝑋 2 −(Ʃ𝑋)2 )(𝑁 Ʃ 𝑌 2 −(Ʃ𝑌)2 )

Keterangan:
rxy : koefisien korelasi product moment antara variabel x dan y
N : jumlah responden
x : skor butir soal
y : skor total
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
0,80 ≤ rxy ≤ 1,00: validitas butir tes sangat tinggi
0,60 ≤ rxy ≤ 0,79: validitas butir tes tinggi
0,40 ≤ rxy ≤ 0,59: validitas butir tes cukup
0,20 ≤ rxy ≤ 0,39: validitas butir tes rendah
0,00 ≤ rxy ≤ 0,19: validitas butir tes sangat rendah
b. Reliabilitas
Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil
yang tetap (Arikunto, 2013). Artinya tingkat kestabilan dari hasil pengukuran.
Alat ukur yang reliabel adalah alat ukur yang apabila digunakan untuk
mengukur hal yang sama secara berulang-ulang hasilnya relatif sama. Uji
reliabitas berfungsi untuk mengetahui tingkat kekonsistenan instrumen
pembelajaran yang digunakan sehingga instrumen pembelajaran tersebut dapat
dihandalkan, walaupun penelitian dilakukan berulang kali dengan instrumen
pembelajaran yang sama.
a. Reliabilitas media pembelajaran
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat ketetapan instrumen dalam
mengungkapkan fenomena dari responden meskipun dilakukan dalam waktu
yang berbeda. Pengujan ini harus membandingan rtabel dengan rhitung. Uji
reliabilitas media pembelajaran menggunakan teknik alpha cronbach dengan
menggunakan software IBM SPSS 21 for Windows.
b. Realibilitas tes formatif
Pengujian reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan teknik belah
dua (split half). Untuk keperluan itu maka butir-butir intrumen dibelah

29
menjadi dua kelompok yaitu ganjil–genap. Hasil dari perhitungan Rxy anates
V4 dibandingkan kembali dengan Rxytabel. Butir soal dikatakan reliabel
apabila mempunyai Rxyhitung lebih besar dari Rxytabel.
Reliabel berhubungan dengan keajegan artinya berapapun diujikan butir
soal tersebut mempunyai nilai yang hampir sama. Reliabel juga berhubungan
dengan Rxy product moment. Sehingga dapat disimpulkan bahwa soal
dikatakan reliabel apabila mempunyai Rxy hitung> Rxytabel dengan N= 32 siswa
dan berdasarkan tabel Rxyproduct moment 0,349.
c. Realibitas pengamatan (Observer Reability).
Reliabilitas pengamatan (observer realibility) tes hasil belajar afektif
dan psikomotor dilakukan oleh dua orang atau lebih pengamat untuk mencari
kemiripan dan penyamaan antar pengamat sampai dicapai persamaan persepsi
antar pengamat, untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan
(observer), digunakan teknik reliabilitas pengamatan menggunakan rumus
Koefisien Kappa.
𝑃0 − 𝑃𝐶
Reliabilitas Koefisien Kappa = κ = (Basuki, 2015, p.110)
1−𝑃𝐶

Keterangan:
κ = Koefisien kesepakatan pengamatan.
P0 = Proporsi frekuensi kesepakatan.
Pc = Peluang kesesuaian antar pengamat.
Reliabilitas pengamatan pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1) Hasil Belajar Ranah Afektif
Pada lembar pengamatan hasil belajar ranah afektif diamati oleh
3 orang pengamat agar konsistensi dari observasi terhadap hasil belajar
afektif terjamin (untuk menghindari terjadinya bias).
2) Hasil Belajar Ranah Psikomotor
Pada lembar pengamatan hasil belajar ranah psikomotor diamati oleh
3 orang pengamat agar konsistensi dari observasi terhadap hasil belajar
afektif terjamin (untuk menghindari terjadinya bias).
c. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran butir tes dihitung dari banyaknya siswa yang menjawab
benar pada butir tes tersebut. Suatu instrumen tes yang baik memiliki

30
perbandingan tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sukar yang
proporsional (1: 2: 1). Pada tahap ini butir soal yang telah diujikan akan
dikategorikan menurut tingkatannya yaitu mudah, sedang dan sukar.
d. Daya Pembeda
Daya beda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat
membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan
dan siswa yang kurang menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya
beda butir soal adalah seperti berikut: (1) Untuk meningkatkan mutu setiap
butir soal melalui data empiriknya, dimana berdasarkan indeks daya
pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik,
direvisi, atau ditolak; dan (2) Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir
soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang
telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru.
Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan
siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti
berikut ini.
a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
b) Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar.
c) Kompetensi yang diukur tidak jelas.
d) Pengecoh tidak berfungsi.
e) Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang
menebak.
f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir
ada yang salah informasi dalam butir soalnya.
Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan
dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti
semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan siswa yang telah
memahami materi dengan siswa yang belum memahami materi. Indeks
daya beda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya
beda suatu soal, maka semakin baik soal tersebut. Jika daya pembeda
negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (siswa yang kurang

31
memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas
(siswa yang memahami materi yang diajarkan guru).
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah
dengan menggunakan rumus berikut ini.
𝐵𝐴−𝐵𝐵 2(𝐵𝐴−𝐵𝐵)
𝐷𝑃 = 1 atau 𝐷𝑃 =
𝑁 𝑁
2

Keterangan :
DP: daya beda soal.
BA: jumlah jawaban benar pada kelompok atas.
BB: jumlah jawaban benar pada kelompok bawah.
N : jumlah siswa yang mengerjakan tes.
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat
menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar siswa
yang sudah memahami materi yang diujikan dengan siswa yang
belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya
adalah seperti berikut ini (Crocker & Algina, 1986, p.315).
0,40 - 1,00: soal diterima baik.
0,30 - 0,39: soal diterima tetapi perlu diperbaiki.
0,20 - 0,29: soal diperbaiki.
0,19 - 0,00: soal tidak dipakai/dibuang.
D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan model pembelajaran langsung dengan menggunakan
media pembelajaran power point,lembar penilaian hasil belajar ranah afektif,
lembar penilaian hasil belajara ranah psikomotor, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga

32
untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X 
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P
 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa

33
DAFTAR PUSTAKA

Alfian. (2010). Membuat presentasi menakjubkan dengan Microsoft Power Point


2007. Jakarta: Media Kita.
Ali, M., & Asrori, M. (2004). Psikologi remaja perkembangan peserta didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aloraini, S. (2012). The impact of using multimedia on students’ academic
achievement in the College of Education at King Saud University. Journal
of King Saud University– Languages and Translation, 75–82.
Anderson, L. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching,
and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives.
New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Ary, D. (2004). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, terjemahan Arief
Furchan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2015). Penelitian pendidikan kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arsyad, A. (2011). Media pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Assagaf, G. (2016). Pengaruh kemandirian belajar dan regulasi diri terhadap hasil
belajar matematika melalui motivasi berprestasi pada siswa kelas X SMA
Negeri di Kota Ambon. Jurnal Matematika dan Pembelajarannya 2(1), 23-
32.
Ayriza, Y.(2007). Pola asuh disiplin orang tua. Yogyakarta: Kanisius.
Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
B. Uno, H. (2008). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Basuki, I ., & Heriyanto. (2005). Assesmen pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosda karya.
Bey, A., & Narfin, N. (2013). Pengaruh kemandirian belajar matematika terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Kendari.
Journal MIPMIPA 12(2) , 173 - 183.
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of
educational goals. London: David McKay Company, Inc.

34
Cole., Peter, G., & Chan,L. (1994). Teaching Principle and Practice. Canbera:
Prantice.
Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to classical and modern test theory.
New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Danuri. (2010). Kemandirian belajar. Bandung: Sinar Baru.
Dale, S.H. (2009). Learning theories an educational perpective. social cognitive
theory. London: Person Educational LTD.
Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dikmenum
Depdiknas.
Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan bahan ajar. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas Departemen Pendidikan Nasional.
Deshiana. (2009, Oktober 20). Kemandirian dalam belajar [Pesan web log].
Diperoleh dari https://dhesiana.wordpress.com/2009/01/16/kemandirian-
dalam-belajar/. html.
Desmita. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Devi, P.K., Sofiraeni, R., & Khairuddin. (2009). Pengembangan perangkat
pembelajaran. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan IPA.
Dimyati, M. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fathurohman, M. (2015). Paradigma pembelajaran Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Kalimedia.
Hamalik, O. (2003). Metode belajar dan kesulitan-kesulitan belajar. Bandung:
Remaja Karya.
Hamalik, O. (2008). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika.
Jelita. (2010, July 3). Media pembelajaran power point [pesan web log].
Diperoleh dari https://bahtraedu.wordpress.com/2017/12/01/media-
pembelajaran power-point/. html.
Kadir. (2015). Statistika terapan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kemendikbud. (2012). Panduan Integrasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Kemendikbud.

35
Kerlinger, F.N. (1972). Fundations of behavioral research: educational and
psychological enquiry. New York: Holt, Rinehart and Winsto. Inc.
Made, W. (2011). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer: suatu tinjauan.
konseptual operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moeslim, S. (2013). Kisi-kisi lembar pengamatan hasil belajar. Surabaya:
Unipres Unesa.
Mulyasa, E. (2013). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Munadi, Y. (2013). Media pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).
Musfiqon. (2012). Pengembangan media dan sumber media pembelajaran.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya.
Nasution, S. 2003. Berbagai pendekatan dalam proses belajar & mengajar.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nawawi, Adari. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ormrod, J. E. (2004). Human Learning (4th Ed). Ohio: Pearson.
Ozan, C., Gundogdu, K., Bay, E., & Celkan, H. (2012). A study on the unversity
student's self regulated learning strategies skills and self-efficacy
perceptions in terms of different variables. Procedia - Social and Behavioral
Sciences 46, 1806 – 1811.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Permendikbud Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standard Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013
tentang Standard Proses. Jakarta: Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standard Penilaian Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

36
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Permendikbud No. 70 Tahun 2013
Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK-MAK. Jakarta:
Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.
Popham, W. J. (1995). Classroom assessment. Boston: Allyn and Bacon.
Program Pascasarjana. (2016). Pedoman penulisan tesis dan desertasi. Surabaya:
PPs Unesa.
Purwanto. (2011). Evaluasi hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanto., & Rahadi, A. 2007. Pengembangan modul. Jakarta: Depdiknas
Pustekom.
Roestiyah, N. 1994. Masalah pengajaran sebagai suatu sistem. Rineka Cipta.
Jakarta.
Salim, P. (1987). The contemporary english-indonesia dictionary. Jakarta:
Modern English Press.
Sanaky, A. H. (2009). Media pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Sanjaya, & Wina, D. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standart proses.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Santrock, & John,W. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.
Sardiman, A. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Bandung:
PT.Rajawali.
Sudjana, N. (2009). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sudjatmiko. (2013). Kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Sudrajat, A. (2008). Pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik dan model
pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suryosubroto, B. 2002. Mengenal pengajaran di sekolah dan pendekatan baru
dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Balai Pustaka.
Susilana, R., & Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana
Prima.

37
Thiagarajan, S. S. (1974). Instructional development for training teachers of
exceptional children. Indiana: Indiana University Bloomington.
Tim. (2008). Panduan pengembangan bahan pelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Wikipedia: Pengertian interaksi. (n.d). Diperoleh pada maret 1, 2018 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi. html
Zahra. (1996). Interaksi dalam Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai