Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN FRAKTUR TIBIA FIBULA DI RUANG SERUNI


RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH :
NAMA : REYNA AGNES AWALIA
NIM : P1337420216004
TINGKAT : 3A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
KONSEP DASAR

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya
(Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini
merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal
untuk membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin mengecil.

Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia.
Extremitas proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah articulation
genus dan tulang ini tidak ikut membentuk articulation genus.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula. ( Smeltzer
& Bare, 2001 : 2357 )
ANATOMI TULANG
1. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka
masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana
terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan
benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid
dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap
sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang
menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat
pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah
inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar
tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya
terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk
sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah
yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan
Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang
kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi
sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang
daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik
(kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang
antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).

2. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering
menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi
seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya
halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan
struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara
epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa
pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow)
adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
3. FUNGSI TULANG
1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2. Tempat mlekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)

B. Etiologi
Menurut Barbara C Long (1996)

a) Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
b) Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
c) Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya
struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh
kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang
menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat
pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan,.

Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :

a) Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik


terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges,
2000:629).
1. Proses Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma
langsung dan trauma tidak langsung.
a) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
b) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
2. Penyembuhan Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan
jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa
tahapan dalam penyembuhan tulang :
a) Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada
cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah
tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
b) Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).
Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di
rangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan
yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukan potensial.
c) Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume
yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan
dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat
minggu agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada
patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga
sampai empat bulan.
d) Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stres fungsional pada tulang
(pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus
mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal
kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna,
muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.
3. Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
a) Umur penderita.
b) Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
c) Pergeseran awal fraktur.
d) Vaskularisasi pada kedua fragmen.
e) Reduksi serta imobilisasi.
f) Waktu imobilisasi.
g) Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
f) Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
g) Cairan sinovia.
h) Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
i) Nutrisi.
j) Vitamin D.
D. Pathway
Trauma langsung,trauma tidak langsung dan trauma patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar spasme otot

Pergeseran fragmen tulang Laserasi Kulit Risiko Infeksi

Deformitas

Gangguan fungsi ekstremitas

Hambatan Mobilitas Fisik


E. Klasifikasi
Menurut Brunner & Sudddarth (2002) klasifikasi fraktur tibia fibula sebagai berikut :
1. Fraktur Proksimal Tibia

a) Fraktur Infrakondilus Tibia

Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang
mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah dapat
membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak
ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan
gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat
dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6
minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk
menahan berat badan.

b) Fraktur Berbentuk T

Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas
diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus
tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat
mereduksi fraktur ini secara adekuat.

c) Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur
dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi luar
kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya
sisi lateral.

d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas

Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian
periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya
dengan traksi tibia distal.

2. Fraktur Diafisis

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga
terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya
trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat
diklasifikasikan menjadi:

a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa

Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:
1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara
transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat
membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas.

2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir
tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal,
tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan
reduksikan.

b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak

Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula
yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian medial
yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan
fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversaldengan atau
tanpa fraktur fibula.

c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula

Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara
transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau
hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai
menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut
normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan.
Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom
diresorbsi.

d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula

Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai
bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral,
bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah
reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan
dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat
pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya.
Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan dikompensasi
pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya
dihindari.

3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki


F. Tanda dan Gejala
Menurut Brunner & Sudddarth (2002) tanda dan gejala fraktur :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2 Deformitas (perubahan bentuk) dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.


Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

3 Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

4 Krepitasi (bunyi bila digerakkan) yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.

5 Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.

6 Peningkatan temperatur lokal

7 Pergerakan abnormal

8 Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)

9 Kehilangan fungsi

10 Fungsi rontgent terlihat (bentuk patah dan lokasi patah)

11. Perdarahan

G. Komplikasi
Menurut Depkes RI (1995) komplikasi dari fraktur adalah :
1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cidera
2. Emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
3. Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera
4. Infeksi
5. Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cidera
6. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan


sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada taha penyembuhan tulang.

b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan


osteoblastik dalam membentuk tulang.

c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat


Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

3. Pemeriksaan lain-lain

a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.

b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.

e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D,


1995)
I. Penatalaksanaan

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :


1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya.
Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai
gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative
atau blok saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan
teknik fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan
isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah.( Smeltzer & Bare, 2001 : 2360 – 2361 )

Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan imobilisasi
awal dengan gips sepanjang tungkai jalan atau patellar – tendon – bearing. Reduski harus
relative akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saatnya di mana sangat sulit
mempertahankan reduksi, sehingga perlu dipasang pin perkutaneus dan dipertahankan dalam
posisinya dengan gips ( mis. Teknik pin dalam gips ) atau fiksator eksterna yang digunakan.
Pembebanan berat badan parsial biasanya diperbolehkan dalam 7 samapi 10 hari. Aktivitas
akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Gips diganti menjadi gips
tungkai pendek atau brace dalam 3 sampai 4 minggu, yang memungkinkan gerakan lutut.
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi interna
dengan batang, plat atau nail, atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut harus didorong
dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep, biasanya 4
sampai 6 minggu.( Smeltzer & Bare & Bare, 2001 : 2386 )
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR TIBIA FIBULA

1. Pengkajian Keperawatan
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosis medis.
b) Pengkajian Primer
 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
c) Pengkajian Sekunder
Menurut Doenges (2000) pengkajian keperawatan pada klien fraktur :
 Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
 Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang – kadang terlihata sebagai respons terhadap nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) takikardia (respons stress,
hipovolemia) penurunan/tak nadi pada bagian distal yang cidera : pengisian
kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. pembengkakan jaringan/massa
hematoma pada sisi cidera.
 Neurosensori
Tanda : Deformitas local : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.Agitasi
(mungkin mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas/trauma lain)Gejala :
Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot Kebas/kesemutan (parestesis)
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri berat tiba – tiba pada saat cidera (Mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang : dapat berkurang pada mobilisasi) tak ada nyeri akibat
kerusakan saraf.Spasme/kram otot (setelah mobilisasi).
 Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

2. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS: Pasien mengatakan Agen injuri fisik Nyeri akut
nyeri. (fraktur)
P: Nyeri injuri fisik
Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R:Nyeri pada tungkai
kanan
S:Skala 6
T:Hilang timbul saat
bergerak
DO:
GCS:E M V
Kesadaran umum:
TTV:
T : mmHg
RR : x/menit
Suhu : OC
Nadi : x/menit
DS: Pasien mengatakan Kerusakan kerangka Hambatan mobilitas
kaki kanannya tidak neuromuskular fisik
bisa digerakkan
DO: Pasien post
operasi fraktur tibia
fibula
DS: Keluarga Prosedur pembedahan Riisko infeksi
mengatakan pasien tadi
sempat panas
DO: akral hangat,
S:38.8 C

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan pada klien fraktur :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka
neuromuskular
c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
d) Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan
dan disuse
e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
f) Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan
terhadap informasi, terbatasnya kognitif
4. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Dx NOC NIC Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri : a. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3x24 a. Kaji nyeri secara tingkat nyeri
jam,maka diharapkan pasien tidak komprehensif pasien
mengalami nyeri Dengan Kriteria termasuk lokasi, b. Untuk mengetahui
hasil: karakteristik, durasi, tingkat
frekuensi, kualitas ketidaknyamanan
Skala Awal Tujuan dan faktor dirasakan oleh
Melap presipitasi. pasien
orkan b. Observasi reaksi c. Untuk
3 5
adanya nonverbal dari mengalihkan
nyeri ketidak nyamanan. perhatian pasien
Frekue c.Gunakan teknik dari rasa nyeri
nsi 3 5 komunikasi d. Untuk mengetahui
nyeri terapeutik untuk apakah nyeri yang
Pernya mengetahui dirasakan klien
taan 3 5 pengalaman nyeri berpengaruh
nyeri klien sebelumnya. terhadap yang
Ekspre d.Kontrol faktor lainnya
si lingkungan yang e. Untuk
nyeri 3 5 mempengaruhi nyeri mengurangi factor
pada seperti suhu yang dapat
wajah ruangan, memperburuk
Keterangan : pencahayaan, nyeri yang
1 : Berat kebisingan. dirasakan klien
2 : Besar e.Kurangi faktor f. untuk mengetahui
3 : Sedang presipitasi nyeri. apakah terjadi
4 : Ringan f. Pilih dan lakukan pengurangan rasa
5: Tidak ada penanganan nyeri nyeri atau nyeri
Dengan tujuan: (farmakologis/non yang dirasakan
1. Klien melaporkan nyeri farmakologis). klien bertambah.
berkurang g. Ajarkan teknik non g. Pemberian “health
2. Klien dapat mengenal farmakologis education” dapat
lamanya (onset) nyeri (relaksasi, distraksi mengurangi
3. Klien dapat dll) untuk mengetasi tingkat kecemasan
menggambarkan faktor nyeri.. dan membantu
penyebab h.Berikan analgetik klien dalam
4. Klien dapat untuk mengurangi membentuk
menggunakan teknik non nyeri. mekanisme
farmakologis i.Evaluasi tindakan koping terhadap
5. Klien menggunakan pengurang rasa nyer
nyeri/kontrol nyeri. h. Untuk
analgesic sesuai instruksi j.Kolaborasi dengan mengurangi
dokter bila ada tingkat
komplain tentang ketidaknyamanan
pemberian analgetik yang dirasakan
tidak berhasil. klien.
i. Agar nyeri yang
dirasakan klien
tidak bertambah.
j. Agar klien
mampu
menggunakan
teknik
nonfarmakologi
dalam
memanagement
nyeri yang
dirasakan.
k. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi rasa
nyeri pasien

2. Setelah dilakukan tindakan selama a.Kaji tingkat a. ROM aktif dapat


3x24 jam,diharapkan pasien dapat kemampuan ROM membantu dalam
beraktifitas seperti biasanya aktif pasien mempertahankan/
dengan. Dengan Kriteria Hasil: b.Anjurkan pasien meningkatkan
Skala Awal Tujuan untuk melakukan kekuatan dan
Jari body mechanic dan kelenturan otot,
tangan 3 5 ambulasi. mempertahankan
kanan c.Berikan sokongan fungsi
Jari (support) pada cardiorespirasi,
tanagn 3 5 ekstremitas yang luka dan mencegah
kiri d.Ajarkan cara-cara kontraktur dan
yang benar dalam kekakuan sendi
Kaki melakukan macam- b.Body mechanic dan
3 5
kanan macam mobilisasi ambulasi
Keterangan: seperti body mechanic merupakan usaha
1 : Sangat Terganggu ROM aktif, dan koordinasi diri
2 : Berat ambulasi. muskuloskeletal
3 : Sedang e.Kolaborasi dengan dan sistem saraf
4 : Ringan fisioterapi dalam untuk
5 :Tidak ada penanganan traksi mempertahankan
Tujuan: yang boleh keseimbangan
- Klien meningkat dalam aktivitas digerakkan dan yang yang tepat
fisik belum boleh c.Memberikan
- Mengerti tujuan dari peningkatan digerakkan sokongan pada
mobilitas ekstremitas yang
- Memverbalisasikan perasaan luka dapat
dalam meningkatkan kekuatan mingkatkan kerja
dan kemampuan berpindah vena, menurunkan
- Memperagakan penggunaan alat edema, dan
Bantu untuk mobilisasi (walker) mengurangi rasa
nyeri
d.Agar pasien
terhindar dari
kerusakan
kembali pada
ekstremitas yang
luka
e.Penanganan yang
tepat dapat
mempercepat
waktu
penyembuhan
3. Setelah dilakukan tindakan selama Kontrol infeksi : a. Mengidentifikasi
3x24 jam,diharapkan tidak terdapat a. Pantau tanda-tanda tanda-tanda
faktor risiko infeksi.Kriteria Hasil: vital. peradangan
Skala Awal Tujuan b. Lakukan perawatan terutama bila suhu
Mengidentif terhadap prosedur tubuh meningkat.
ikasi faktor inpasif seperti infus, b. Untuk mengurangi
3 4
resiko kateter, drainase resiko infeksi
infeksi luka, dll. nosokomial.
Mengidentif c. Kolaborasi untuk c. Kolaborasi untuk
ikasi tanda pemberian pemberian
3 4
dan gejala antibiotik. antibiotic.
infeksi d. Bersihkan d. Meminimalkan
Mengetahui lingkungan setelah risiko infeksi
perilaku dipakai pasien lain. e. Meminimalkan
yang e. Batasi pengunjung patogen yang ada di
berhubunga 3 4 bila perlu. sekeliling pasien
n dengan f. Intruksikan kepada f. Mengurangi
faktor pengunjung untuk mikroba bakteri
infeksi mencuci tangan saat yang dapat
Keterangan: berkunjung dan menyebabkan
1 : Tidak pernah menunjukan sesudahnya. infeksi
2 : Jarang menunjukan g. Lakukan perawatan
3 : Kadang kadang menunjukan luka, dainage,
4 : Sedang menunjukan dresing infus dan
5 : Secara konsisten menunjukan dan kateter setiap
Tujuan: hari.
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi a. Jelaskan tanda gejala
2. Menunjukkan pemahaman infeksi dan anjurkan
dalam proses perbaikan kulit untuk segera lapor
dan mencegah terjadinya cidera petugas
berulang
3. Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
5.Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
Evaluasi yang diharakan: Nyeri berkurang
b.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskular.
Evaluasi yang diharapkan: pasien dapat beraktivitas secara mandiri
c.Resiko Infeksi berhubungan dengan Prosedur pembedahan
Evaluasi yang diharapkan: tidak mengalami infeksi
DAFTAR PUSTAKA

 Doengoes, M.E., 2013, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


 Ircham Machfoedz, 2012. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
 Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
 Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapiuz
 Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20015-2017. Jakarta:
Prima Medika
 Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai