Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH KENYAMANAN RUANG PEDESTRIAN DI JL.

PROFESOR DOKTER H. HADARI NAWAWI TERHADAP


AKTIVITAS PEJALAN KAKI

OLEH :
QALBUN TRIWANI
NIM. 42016280126

DOSEN PENGAMPU :
NUNIK HASRIYANTI, ST, MT

PRODI D-IV DESAIN KAWASAN BINAAN


JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya lah saya bias menyusun Draft Laporan ini sebagai langkah awal untuk membuat sebuah
laporan di mata kuliah Metodelogi Penelitian.
Selanjutnya shalawat beriring salam senantiasa kami haturkan kepada Baginda Rasulullah
Salallahu’alaihiwassalam yang telah membantu kita dalam perjuangannya untuk terbebas dari
zaman jahilliyah dahulu menuju zaman yang luar biasa saat ini.
Pada Draft Laporan ini membahas tentang “PENGARUH KENYAMANAN RUANG
PEDESTRIAN DI JL. PROFESOR DOKTER H. HADARI NAWAWI TERHADAP
AKTIVITAS PEJALAN KAKI “
Dalam Draft Laporan ini akan ada beberapa bab yang di bahas diantaranya adalah Bab I
Pendahuluan yang berkaitan dengan Latar Belakang dibuatnya laporan, Rumusan Permasalahan
serta Tujuan dan Sasaran. Bab II berkaitan dengan Tinjauan Pustaka atau Kajian Teori dan Bab III
berkaitan dengan Metode yang akan digunakan dalam melakukan penelitian. Draft laporan ini
bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Metodelogi Penelitian dalam rangka berlatih
membuat sebuah Proposal Tugas Akhir.
Dalam penyusunan Draft Laporan ini saya menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan didalamnya. Karea hal itu masukan dari pembaca dan pengoreksi sangat saya harapkan
untuk pembelajaran selanjutnya. Kemudian tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Dosen
Pengampu yang telah membimbing kami untuk belajar membuat Draft laporan ini serta
terimakasih kepada pihak lainnya sehingga Draft Laporan ini bisa saya selesaikan dengan baik.

Pontianak, 07 Juli 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 4


1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Permasalahan ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5


2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka ..................................................................... 5
2.2. Lanskap Pedestrian .................................................................................... 6
2.2.1. Pengertian ........................................................................................... 6
2.2.2. Kriteria Teknis Ruang Pedestrian ......................................................... 6
2.2.3. Vegetasi pada Jalur Pedestrian ............................................................ 8
2.2.4. Kelengkapan dan Perlengkapan Jalan (Street Furniture) ..................... 8
2.2.5. Sistem Sirkulasi dan Sistem Pedestrian ................................................ 9
2.2.6. Jenis Pedestrian ................................................................................. 11

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 11


3.1 Metode penelitian ...................................................................................... 11
3.2 Jadwal Penelitian ........................................................................................ 12
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalur pedestrian adalah salah satu elemen penting pada perkotaan yang mendukung
mobilitas pergerakan penduduk dan hal yang tidak bisa dipisahkan dari pengguna jalan terutama
pejalan kaki. Jalur pedestrian dalam konteks perkotaan biasanya dimaksudkan sebagai ruang
khusus untuk pejalan kaki yang berfungsi sebagai sarana pencapaian yang dapat melindungi
pejalan kaki dari bahaya yang datang dari kendaraan bermotor (Iswanto, 2006).
Aksesibilitas pejalan kaki sangat ditentukan oleh kondisi pedestrian. Pedestrian harus
memenuhi kriteria fisiknya dari segi sarana maupun prasarana bagi pejalan kaki. Kondisi fisik dari
pedestrian juga sangat menentukan kualitas pedestrian. Berbagai pergerakan dengan bermacam
moda yang terjadi akan menimbulkan konflik dengan sesama pengguna jalan karenanya untuk
pejalan kaki yang dari segi pergerakannya lambat diperlukan jalur khusus untuk berjalan kaki demi
kenyamanan dan keamanannya.
Keberadaan jalur pedestrian merupakan satu hal penting untuk memfasilitasi para pejalan
kaki di kawasan agar terhindar dari pembauran berbagai kegiatan seperti sirkulasi, parkir maupun
kegiatan lainnya. Pedestrian dengan kondisi fisik yang baik akan mampu menghadirkan ruang
khusus bagi pejalan kaki yang humanis, aman dan nyaman untuk dilalui serta aksesibilitas bagi
pejalan kaki yang berkebutuhan khusus atau memiliki keterbatasan fisik seperti anak-anak, ibu
hamil, orang tua dan penyandang cacat.
Pontianak merupakan salah satu kota yang sudah mulai membangun ruang terbuka serta
dalam kebijakan pemerintahnya akan meluaskan ruang-ruang publik untuk daya tampung kegiatan
di Pontianak. Salah satu yang termasuk dalam ruang terbuka adalah ruang-ruang pedestrian yang
ada di Pontianak.
Khususnya di jalan Prof. Dokter H Hadari Nawawi yang merupakan kawasan yang
dikelilingi dengan fasilitas pendidikan, dimana pada kawasan ini biasanya digunakan untuk para
pejalan kaki menikmati fasilitas pedestrian . Aktivitas yang ada dkawasan ini diantaranya berjalan,
jogging yang biasanya meningkat penggunanya pada hari sabtu dan minggu serta menjadi tujuan
kunjungan masyarakat di Pontianak karena adanya daya Tarik bangunan baru di kawasan.
Namun seiirng dengan adanya aktivitas-aktivitas tersebut sehingga timbul masalah
terhadap ruang pedestrian tersebut . Selain itu kawasan ini juga memiliki pedestrian yang kurang
nyaman, dalam hal bagian atribut jalur pedestrian ( trotoar ) dimana trotoar kawasan ini memiliki
pohon yang berada di tengah jalur .
Padahal peminat dari kawasan ini cukup tinggi. Namun dengan kondisi trotoar yang kurang
nyaman untuk ditapaki sehingga pengguna kebanyakan memiliki berlari di area jalan tepatnya di
jalur sepeda. Karena hal ini pula maka pengguna akan terasa kurang nyaman dan aman ketika
beraktivitas dengan kontak langsung terhadap pengguna jalan khususnya pengguna kendaraan.
Karena hal ini lah sehingga penelitian ini dilakukan guna mengaitkan bagaimana kualitas
jalur pedestrian yang nyaman untuk para pengguna di jalan Prof. Dokte H Hadari Nawawi ini dan
bagaimana pula rancangan yang sesuai agar meningkatkan kualitas dari segi kenyamanan untuk
para penggunanya.

1.2 Rumusan Permasalahan


1. Bagaimana kondisi fisik jalur pedestrian di jalan Prof. Dokter H. Hadari Nawawi ?
2. Mengapa pengguna lebih tertarik berjalan di bawah area jalur pedestrian dari pada dijalur
pedestrian itu sendiri dan bagaimana kaitan hal tersebut dengan aspek kenyamanan dalam suatu
jalur pedestrian ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui kondisi fisik yang ada id jalur pedestrian jalan Prof. dokter H Hadari Nawawi.
2. Mengetahui aspek apa saja yang mempengaruhi kenyamanan untu pengguna jalur pedestrian
dan bagaimana rancangan yang harus diterapkan guna meningkatkan kualitas kenyamanan pada
jalur pedestrian di jalan Prof. Dokter H Hadari Nawawi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkotaan dan Ruang Terbuka


Pertambahan penduduk, perkembangan kawasan permukiman dan industri serta
pembangunan sarana dan prasarana transportasi menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan
pertanian dan vegetasi lain sebagai suatu konsekuensi yang logis, karena tuntutan kebutuhan
masyarakat. Walaupun demikian, keputusan mengenai perubahan penggunaan lahan atau konversi
lahan areal bervegetasi menjadi lahan terbangun memerlukan perencanaan yang logis pula, agar
tidak terjadi dampak negatif, misalnya berkurangnya lahan pertanian produktif, erosi, kenaikan
suhu permukaan dan udara, penurunan kualitas lingkungan dan degradrasi lahan,
ketidaknyamanan hunian dan polusi akibat kegiatan industri.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka berkembang kepedulian masyarakat di
daerah perkotaan untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, terutama dalam hal
keleluasaan berinteraksi, baik sesama individu, kelompok maupun antar keduanya. Kemudian
disusun perencanaan-perencanaan mengenai tata guna ruang dan pemanfaatannya yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan kelangsungan lingkungan di sekitarnya. Melalui
pengembangan ruang-ruang binaan di lingkungan perkotaan tersebut, maka muncul konsep-
konsep perencanaan ruang terbuka dan/ruang terbuka hijau yang ditujukan untuk mengakomodasi
kebutuhan masyarakat perkotaan dalam hal interaksi dan sebagai penunjang kenyamanan di dalam
ruang perkotaan.
Menurut Simonds (1983), ruang terbuka berhubungan langsung dengan penggunaan
struktur sehingga dapat mendukung fungsi struktur tersebut. Sebagian besar masalah perkotaan
merupakan masalah sosial. Penguasaan ruang kota oleh manusia merupakan salah satu bentuk
perilaku utama manusia modern. Fungsi ruang terbuka menurut Hakim (1991) adalah sarana
penghubung antara satu tempat dengan tempat yang lain, pembatas jarak antara massa bangunan
dan pelembut arsitektur bangunan. Lebih lanjut Simonds (1983) menjelaskan bahwa, karakteristik
dan kelangsungan hidup suatu kota sebagian besar ditentukan oleh pengaturan Ruang Terbuka
Hijau (RTH).

2.2. Lanskap Pedestrian


2.2.1. Pengertian
Menurut Simonds (1983), pedestrian adalah yang diibaratkan sebagai anak sungai,
mengalir mengikuti alur dengan mempunyai sedikit hambatan. Dalam kaitannya dengan
pedestrian, yang perlu diperhatikan adalah jalur pedestrian. Menurut Nurisjah dan Qodarian
(1995), pada umumnya jalur pedestrian direncanakan hanya sebagai jalur pejalan kaki, dan jalur
ini dapat dikembangkan menjadi suatu sistem sirkulasi pedestrian yang indah, menyenangkan,
nyaman dan tak terasa panjangnya bila berjalan diatasnya. Caranya yaitu dengan meman- faatkan
topografi dan pemandangan alami serta pemandangan yang menarik lainnya sehingga membentuk
suatu visualisasi bentuk perjalanan yang menarik.

2.2.2. Kriteria Teknis Ruang Pedestrian


Terkait dengan ruang pedestrian, Harris dan Dines (1988) menjelaskan tentang kriteria fisik dalam
pembuatan sirkulasi pedestrian, diantaranya adalah :
1. Kriteria dimensional
Kriteria dimensional ruang pedestrian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1 Jarak ruang yang dibutuhkan antar pejalan kaki di depannya sesuai lokasi (Harris
dan Dines, 1988).

1. Kriteria pergerakan
Faktor kecepatan pergerakan akan menurun bila jumlah pejalan kaki meningkat, ada persimpangan
dan naik atau turun tangga.
2. Kriteria visual
Kriteria atau persyaratan visual (pemandangan) disesuaikan dengan tinggi mata dan sudut pandang
pejalan kaki dan nyaman untuk melihat pada pandangan normal setinggi mata (misalnya untuk
penempatan rambu-rambu lalu-lintas).
Harris dan Dines (1988) juga menjelaskan tentang standar ruang untuk pedestrian, yaitu :
1. Lebar
a. Lebar jalur pedestrian tergantung pada tujuan dan intensitas pemakaian
b. 1 orang = 24 inchi (60 cm) dengan lebar minimum jalan setapak = 4 ft (120 cm).
c. Memperhatikan kelengkapan dan perlengkapan jalan (street furniture).

2. Kemiringan
a. Longitudinal, dengan dasar pertimbangan kebiasaan atau kemudahan bergerak dan tujuan
desain.
1) Ideal : 0-3%
2) Maksimum : 5%
3) Tergantung iklim : 5-10%
4) Untuk ramp : 1,5-8%

b. Transversal
1) Minimum tergantung material : 1%
2) Ideal rata-rata : 3%
3) Maksimum untuk drainase baik : 3%

3. Perhitungan dimensi untuk lebar pedestrian


Lebar jalan (W) = VxM/S
Keterangan : V = Volume (orang/menit)
M = Modul ruang (ft2/orang)
S = Kecepatan berjalan (ft/menit)

2.2.3. Vegetasi pada Jalur Pedestrian


Carpenter et. al. (1975), mengemukakan bahwa kehadiran tanaman di lingkungan
perkotaan memberikan suasana alami. Tanaman mempengaruhi penampakan visual yang kita
lihat. Secara umum di dalam lanskap, pohon merupakan sebuah elemen utama. Secara individual
maupun berkelompok, pohon-pohon dapat memberikan kesan yang berbeda-beda jika dilihat dari
jarak yang berbeda-beda pula. Pada jarak dekat, daun, batang pohon dan cabang-cabang dapat
dilihat secara jelas. Jika dilihat dari jarak menengah puncak-puncak pohon terlihat membentuk
seperti garis. Jarak ini merupakan bagian yang penting dalam lanskap karena memberkan kesan
kedalaman yang kuat, perubahan secara halus dalam pencahayaan dan perspektif. Bila dilihat dari
jarak jauh, perbedaan ketinggian dari puncak-puncak pohon tidak dapat dinikmati, biasanya dari
jarak ini pohon digunakan sebagai latar belakang.
Tujuan dari penanaman vegetasi tepi jalan adalah untuk memisahkan pejalan kaki dari jalan
raya dengan alasan keselamatan dan kenyamanan (Lynch, 1981). Dalam usaha mencapai kesatuan
atau unity didalam pengaturan penanamannya perlu diperhatikan pemilihan jenis tanamannya
terutama untuk jalur pedestrian. Menurut Department of Transport of British (1986), vegetasi tidak
seharusnya menghalangi jalan dan harus dipangkas secara teratur.

2.2.4. Kelengkapan dan Perlengkapan Jalan (Street Furniture)


Harris dan Dines (1988) mengartikan kelengkapan dan perlengkapan jalan (street furniture)
secara kolektif sebagai elemen-elemen yang ditempatkan dalam suatu lanskap jalan atau
streetscape untuk kenyamanan, kesenangan, informasi, kontrol sirkulasi dan perlindungan bagi
pengguna jalan. Elemen-elemen ini harus merefleksikan karakter dari lingkungan setempat dan
menyatu dengan sekitarnya.
- Rambu-rambu lalu lintas
Ketinggian penempatan rambu lalu lintas pada sisi jalan minimum 1,75 meter dan
maksimum 2,65 meter, sedangkan untuk lokasi fasilitas pedestrian minimum 2 meter dan
maksimum 2,65 meter (Keputusan Menteri Perhubungan No. 63 tahun 1993).
- Lampu jalan
Menurut Harris dan Dinnes (1988), penerangan jalan bertujuan untuk mengakomodasikan
pergerakan yang aman bagi pejalan kaki dan kendaraan. Dalam pergerakan, pemakai jalan dapat
dibantu orientasinya untuk mengenal zona yang berbeda dari penggunaan suatu tapak melalui
hirarki efek penerangan yang tepat. Hirarki penerangan terlihat dari perbedaan jarak, ketinggian
dan warna cahaya lampu yang digunakan. Penerangan juga harus cocok secara fungsional dan
dalam skala yang sesuai baik bagi pejalan kaki maupun jalur kendaraan. Untuk penerangan jalur
pejalan kaki dapat digunakan lampu dengan ketinggian relatif agar memberikan skala manusia dan
menerangi kanopi bawah dari pohon tepi jalan. Sifat penerangan untuk jalur pedestrian sebaiknya
tidak seragam sepanjang jalan dan distribusi pencahayaan harus mencapai 2 meter agar
penglihatan ke arah pejalan kaki lain tetap jelas.
- Halte
Harris dan Dinnes (1988) mengemukakan bahwa persyaratan untuk halte bus adalah
memiliki kebebasan pandangan ke arah kedatangan kendaraan baik dalam posisi berdiri maupun
duduk di halte dan zona perhentian bus harus merupakan bagian dari jaringan akses pejalan kaki.
Didalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 65 tahun 1993 juga disebutkan bahwa fasilitas halte
harus dibangun sedekat mungkin dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki. Halte dapat
ditempatkan di atas trotoar atau bahu jalan dengan jarak bagian paling depan dari halte sekurang-
kurangnya 1 meter dari tepi jalur lalu lintas. Persyaratan struktur bangunan memiliki lebar minimal
2 meter, panjang 4 meter dan tinggi bagian atap paling bawah minimal 2,5 meter dari lantai.
- Utilitas
Elemen yang termasuk dalam utilitas meliputi hidran, boks kabel telepon, listrik, penutup
saluran bawah gril penutup pohon dan lain-lain. Secara ideal, tempat pejalan kaki seharusnya
relatif bebas dari penutupan utilitas. Jika tidak memungkinkan, penutup utilitas dapat dimasukkan
sebagai bagian dari pola lantai keseluruhan (Harris dan Dinnes, 1988).
- Papan reklame
Papan reklame merupakan elemen informasi, dalam peletakannya memerlukan pengaturan
yang sesuai. Menurut Simonds (1978), pengontrolan peletakan papan reklame diperlukan untuk
melindungi pemandangan menarik (vista) dan pemandangan yang ada serta mempertahankan
kualitas jalan dan lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk mengontrol adalah dengan
mengelompokkan berbagai informasi dan ditempatkan pada titik lain yang mudah terlihat. Standar
jarak dalam Harris dan Dinnes (1988) untuk letak papan informasi ini dimasukkan sebagai zona
penglihatan yang dibedakan untuk jarak tangkap setinggi mata. Dalam kondisi berdiri, jarak
pandangan setinggi mata berkisar 1,4 – 1,8 meter dan dalam kondisi duduk dalam kendaraan
berkisar 1 – 1,2 meter.
- Tempat duduk
Prinsip disain tempat duduk harus menekankan kenyamanan, bentuk dan detail yang
sederhana, mudah dipelihara, tahan lama dan mencegah kemungkinan perusakan (vandalisme).
Peletakan tempat duduk sebaiknya terlindung dari gangguan angin kencang, menempati lokasi
yang memiliki pemandangan (view) yang bagus, terletak di luar jalan sirkulasi serta memberikan
pilihan kepada pengguna jalan seperti terbuka di bawah cahaya matahari, teduh, tempat yang
tenang, tempat beraktivitas, formal dan informal. Pemilihan dan peletakan elemen tempat yang
tenang, tempat yang tenang, tempat beraktivas, formal dan informal. Pemilihan dan peletakan
elemen tempat duduk harus disesuaikan dengan elemen lainnya agar menyatu dengan lingkungan
sekitarnya (Harris dan Dinnes, 1988).

2.2.5. Sistem Sirkulasi dan Sistem Pedestrian


Harris dan Dines (1988) memberikan pembagian secara umum sistem sirkulasi menjadi
dua kategori, yaitu sistem yang telah memiliki struktur dasar dan yang tidak ada sirkulasi
sebelumnya. Pada sistem yang telah ada, proyek terutama berhubungan dengan peningkatan estetik
dari sistem sirkulasi yang telah diperlengkapi berbagai kenyamanan (amenity). Untuk sistem yang
baru, pertama kali harus direncanakan sesuai dengan usulan titik awal dan titik tujuan jalan serta
memiliki lebar yang cukup untuk diakomodasikan bagi beban lalu lintas pejalan kaki (pedestrian)
terutama pada periode puncak penggunaan.
Sebagai bagian dari proses perencanaan, aspek estetik dari sistem yang diusulkan harus
dipelajari dan diintegrasikan dengan aspek fungsionalnya. Aspek fungsional yang penting dalam
sistem pedestrian adalah kenyamanan yang diberikan kepada pejalan kaki. Dalam Kodariyah
(2004) dijelaskan bahwa sistem pedestrian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kelongggaran, sistem ini memberikan kebebasan perancangan yang tinggi karena sistem
ini memanfaatkan kemampuan manusia/pejalan dalam membelok pada sudut-sudut tajam, berubah
arah dan berhenti.
2. Fleksibilitas, perancang harus dapat memberikan arah aliran/pergerakan menuju lokasi-
lokasi yang diinginkan.
3. Berkecepatan rendah, terdapat hierarki intensitas penggunaan, misalnya melebar pada
lokasi yang padat dan menyempit pada lokasi lalu lintas yang ringan.
4. Skala kecil, luas ukuran dari sirkulasi berskala manusia. Menurut Brooks (1988), fungsi
sistem pedestrian paling sedikit mempunyai dua aturan yang umum, yaitu ruang untuk berjalan
kaki dan tempat untuk duduk. Sebagai tempat untuk berjalan, kondisinya beragam sesuai dengan
penggunaan lahan yang disediakan dan kualitas lingkungannya. Tujuan perencanaan sistem
pedestrian sebaiknya menfokuskan pada :
1. Pengembangan dari sistem pedestrian yang fungsinya sebagai penghubung dan
memberikan pengalaman yang menyenangkan.
2. Desain dari sistem pedestrian yang disesuaikan dengan konteks lingkungan sekitarnya
yang telah ada.
3. Desain dari sistem pedestrian yang ada sesuai secara skala.
4. Desain dari jalur yang dapat meningkatkan sense of place dari tapak tersebut.
Persyaratan ukuran lebar trotoar atau jalur pejalan kaki berdasarkan lokasi dan jumlah pejalan kaki
(Departemen Perhubungan, 1993), dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Lebar trotoar berdasarkan lokasi dan jumlah pejalan kaki

Lebar Trotoar Minimum(m)


No Lokasi Trotoar
1. Jalan di daerah perkantoran atau kaki 4
2. lima Daerah perkantoran utama 3
3. Daerah industri :
a. Jalan primer 3
b. Jalan akses 4
4. Di wilayah pemukiman
a. Jalan primer 2,75
b. Jalan akses 2
Jumlah Pejalan Kaki/Detik/Meter
1. 6 orang 2,3 – 5,0
2. 3 orang 1,5 – 2,3
3. 2 orang 0,9 – 1,5
4. 1 orang 0,6 – 0,9

Sumber : Departemen Perhubungan (1993)

2.2.6. Jenis Pedestrian


Harris dan Dines (1988) membedakan pedestrian menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Pedestrianisasi penuh (Full pedestrianitation)
Dengan menghilangkan/melarang semua kendaraan bermotor untuk sepanjang waktu,
terkecuali untuk pemeliharaan tapak, full pedestrianitation biasanya menghilangkan badan jalan
untuk kendaraan dan menjadikan jalan secara kontinyu ditutupi oleh paving dengan tekstur
permukaan yang konsisten. Pedestrian ini membutuhkan jalan terdekat sebagai akses lokal jalur
bus/angkutan umum. Dengan ditiadakannya kendaraan bermotor maka dibutuhkan sekali suatu
desain yang sangat baik, untuk mencapai daerah pedestrian ini harus menberikan kesan yang jelas
bahwa kendaraan akan memberikan gangguan terhadap lingkungan pejalan kaki. Contohnya
adalah pedestrian street dan pedestrian mall yang biasanya terdapat di daerah komersial dan
ditujukan untuk kenyamanan berbelanja.
2. Pedestrianisasi sebagian (Partial pedestrianitation)
Dengan mengurangi jenis kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi, daerah ini
diprioritaskan untuk kepentingan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki diperbesar dan jalur kendaraan
bermotor diperkecil maksimum dua jalur. Kendaraan pribadi biasanya dilarang masuk terkecuali
angkutan umum, taksi dan bus. Laju kendaraan dibatasi pada kecepatan tertentu.
3. Pedestrian distrik
Dibuat dengan menghilangkan lalu lintas kendaraan dari sebagian daerah perkotaan, dengan
mempertimbangkan alasan adanya unit arsitektural, komersial maupun sejarah. Kota-kota di Eropa
seringkali menggunakan jenis ini karena sesuai dengan kondisi daerah pusat kota yang bersejarah.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian


Metode yang digunakan dalam pengambilan data baik secara primer maupun sekunder
untuk mengambil kondisi fisik pada kawasan diantaranya adalah Observasi dalam hal fisik yang
ada secara langsung. Media yang digunakan kamera untuk pengambilan dokumentasi fisik pada
jalur pedestrian. Kemudian dengan metode kuesioner dan wawancara untuk pengambilan data
secara langsung terkait kenyamanan ruang jalur pedestrian yang ada pada kawasan yang ditujukan
langsung pada pengguna yang ada disekitar kawasan.
Untuk Metode analisis yang akan digunakan diantaranya adalah metode kualitatif dan
kuantitatif, yaitu analisis dari hasil fisik kawasan dan hasil kuesioner dan wawancara sebagai
pertimbangan untuk kenyamanan jalur pedestrian di jalan Prof. Dokter H Hadari Nawawi.

3.2 Jadwal Penelitian

Pengumpulan Data Batas Pengerjaan

1. Aspek Lanskap Pedestrian


- Lokasi
- Aksesibilitas 1-4 minggu
- Kelengkapan Jalur Pedestrian dan Kualitas
Desain
- Iklim di Jalur Pedestrian
2. Aspek Pengguna Jalur Pedestrian
- Penyebaran Kuesioner
-Wawancara terhadap pengguna Jalur 1-3 minggu
Pedestrian
- Perhitungan hasil Kuesioner
3. Analisis terhadap Aspek Kenyamanan
- Analisis kenyamanan Fisik dan Iklim 1-4 minggu
- Analisis Persepsi Pengguna
4. Konsep Perancangan
- Konsep Desain untuk peningkatan kualitas 1-3 minggu
kenyamanan Jalur Pedestrian yang sesuai
dengan standarisasi kenyamanan suatu Jalur
Pedestrian
5. Simulasi 3D rancangan jalur pedestrian
1-4 minggu
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/4927/14/2009mra3.pdf , 7 juli 2019, 21.13
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmm/article/download/4984/4500 , 7 juli 2019, 21.23
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/download/119/115 , 7 juli 2019,
21.23
https://www.researchgate.net/publication/316668576_KAJIAN_ASPEK_KENYAMANAN_JAL
UR_PEDESTRIAN_JL_PIERE_TENDEAN_DI_KOTA_MANADO , 7 juli 2019, 21.23
https://www.researchgate.net/publication/324460321_TINJAUAN_SARANA_DAN_PRASAR
ANA_JALUR_PEDESTRIAN_DI_KAWASAN_PEUNAYONG_BANDA_ACEH/link/5acec7f
1aca2723a33443c98/download, 08 juli 2019, 05.54

Anda mungkin juga menyukai