Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

TRAUMA TUMPUL OKULI

MYOPIA RINGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang

Oleh:

Puspita Cahyaning Wulansari


30101407287

Pembimbing:

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M.

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

TRAUMA TUMPUL OKULI

MYOPIA RINGAN

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: JULI 2019

Disusun oleh:

Puspita Cahyaning Wulansari

30101407287

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I

LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : laki- laki
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tlogorejo
Pekerjaan : Pegawai Swasta
2. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Mata kiri nyeri dan bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono dengan keluhan mata sebelah kiri nyeri dan

bengkak setelah mengalami kecelakaan motor 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat itu

pasien mengalami kecelakaan dengan jatuh kekiri dan muka terlebih dahulu. Pada saat

kecelakaan pasien menggunakan helm. Setelah itu pasien mengeluh mata kirinya sakit,

bengkak, dan merasa sedikit pusing, tetapi pasien masih sadar, lalu langsung dibawa ke IGD

rumah sakit. Saat di IGD pasien mengaku belum diobati.

Pasien mengeluhkan bengkak pada kelopak mata kiri dan keluar air. Keluhan pada

mata kanan silau (-), dan gatal (-). Pada mata kanan pasien tidak terdapat keluhan.

Sebelum kejadian tersebut, pasien mengaku penglihatan mata kanan dan kiri kabur

jika melihat jauh dan jika melihat dekan jelas, keluhan tersebut telah dialaminya sejak

kurang lebih 4 tahun yang lalu, namun pasien tidak merasa terganggu. Pasien mengatakan

tidak memiliki riwayat operasi mata dan tidak pernah menggunakan kacamata.
Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat trauma tumpul : diakui, menghantam aspal

 Riwayat gangguan penglihatan :disangkal

 Riwayat operasi mata :disangkal

 Riwayat darah tinggi :disangkal

 Riwayat penyakit gula (DM) : disangkal

Riwayat penyakit Keluarga :

 Riwayat penyakit gula (DM) : disangkal

 Riwayat darah tinggi (hipertensi) : disangkal

 Riwayat keluarga menggunakan kacamata sferis negatif : disangkal

Riwayat Pengobatan :

Riwayat menggunakan obat obatan dalam jangka waktu yang lama disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang buruh swasta . Untuk biaya kesehatan ditanggung oleh BPJS.

Kesan ekonomi cukup.

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : tampak lemah

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital Tekanan Darah : 110/80mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respiratory rate : 20 kali/menit

Suhu : 36 .50C
B. STATUS OFTALMOLOGI
Status Ophthalmicus
OD OS

Skema
Oculus Dexter Oculus Sinister
Skema funduskopi
Oculus Dexter Oculus Sinister

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister

1. Visus 6/30s – 1.50 D6/6 6/30s – 1.50 D6/6

Bulbus okuli Bulbus okuli Bulbus okuli

- Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah


2. - Enoftalmus - Tidak ditemukan
- Eksoftalmus - -
- Strabismus - -

3. Suprasilia Normal Normal


--

Palpebra Superior :

- Edema +
-
- Hematom +
-
- Hiperemia -
-
4. - Entropion -
-
- Ektropion -
-
- Blefarospasme -
-
- Silia Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
- Ptosis -
-
- Sekret -
-

Palpebra Inferior :

- Edema - +
- Hematom - +
5. - Hiperemia - -
- Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva - Tidak ditemukan
- Injeksi siliar - Tidak ditemukan
- Sekret - -
6.
- Laserasi - Tidak ditemukan
- Ruptur - Tidak ditemukan
- + (sisi lateral)
- Perdarahan
subkonjungtiva - -
- Bangunan Patologis

Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
- Edema - Tidak ditemukan
- Infiltrat - -
- Sikatrik - -
7. - Ulkus - -
- Pannus - -
- Fluoresein test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Bangunan Patologis - -
- Ruptur - Tidak ditemukan

COA :
- Kedalaman dalam dalam
8. - Hifema - Tidak ditemukan
- Hipopion - -

Iris :
- Kripta Normal Normal
- Edema - Tidak ditemukan
- Iredodialisis - Tidak ditemukan
9. - Iredoplegi - Tidak ditemukan
- iredoreksis - Tidak ditemukan
- Sinekia
 Anterior - -
 Posterior - -
Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
10. - Diameter 2mm 2mm
- Reflek pupil + +

Lensa:
- Kejernihan Jernih Jernih
- Iris shadow - -
- Snow flake - -
11. - Edema - -
- Subluksasi - Tidak ditemukan
- Dislokasi - Tidak ditemukan
- Luksasi anterior - Tidak ditemukan
- Luksasi posterior - Tidak ditemukan
Corpus Vitreum
- Kejernihan Jernih Jernih
12.
- Floaters - -
- Hemoftalmus - Tidak ditemukan
Retina:
13. Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
 Ablasio Retina - Tidak ditemukan
 Edema - Tidak ditemukan
 Bleeding - Tidak ditemukan

Funduskopi
Fokus +1 +1
- Papil N II Bulat, berbatas tegas, Bulat, berbatas tegas,
berwarna orange, CDR berwarna orange, CDR
14. 0.3 0.3

- Vasa
a. AV Ratio 2:3 2:3
b. Mikroaneurisma - -
c. Neovaskularisasi - -

- Macula
a. Fovea Refleks + +
b. Eksudat - -
c. Edema - -

- Retina
a. Ablasio retina - Tidak ditemukan
b. Edema - Tidak ditemukan
b. Bleeding - Tidak ditemukan
15. TIO Normal Tidak meningkat

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG Mata : untuk menilai corpus vitreum
- darah lengkap :

5. DIAGNOSIS BANDING :
1. TRAUMA TUMPUL
A. TRAUMA TUMPUL
Dipertahankan karena pada anamnesis didapatkan riwayat trauma tumpul, pada pemeriksaan
didapatkan brill hematome, subkonjungtiva bleeding, dan tidak didapatkan .
B. TRAUMA TAJAM
Disingkirkan karena pada anamnesis tidak didapatkan riwayat trauma tajam, pada pemeriksaan
tidak didapatkan luka yang disebabkan oleh benda tajam.
C. Trauma Fisik
Disingkirkan karena dari anamnesa tidak didapatkan riwayat terpapar cahaya berlebihan dan tidak
didapatkan keluhan kehilangan penglihatan.
D. Trauma kimia
Disingkirkan karena dari anamnesa tidak didapatkan keluhan oleh karena trauma yang disebabkan
bahan kimia asam maupun basa.
2. Myopia
a. ODS Miopia Ringan
Dipertahankan karena didapatkan keluhan pandangan kabur untuk melihat jauh dan
saat melihat dekat tidak kabur. Pada saat dikoreksi dengan lensa sferis – 1.50 D tajam
penglihatan membaik 6/6.
b. ODS Pseudomiopia
Disinkirkan karena pada pemeriksaan keluhan mata kabur tidak membaik atau menetap.
Sedangkan pada pseudomiopia, miopianya terjadi karena rangsangan akomodasi berlebih
dan akan kembali normal jika mata direlaksasikan.
c. ODS Miopia sedang
Disingkirkan karena pada miopia sedang didapatkan keluhan pandangan kabur untuk
melihat jauh dan saat melihat dekat tidak kabur namun pada saat dikoreksi dengan lensa
sferis – >3.25 -6.00 D tajam penglihatan membaik 6/6. Sedagkan pada pasien membaik
menjasdi 6/6 dengan koreksi sferis – 1.50D.
d. ODS Miopia berat
Disingkirkan karena pada miopia berat didapatkan keluhan pandangan kabur untuk
melihat jauh dan saat melihat dekat tidak kabur namun pada saat dikoreksi dengan lensa
sferis – >6.00D tajam penglihatan membaik 6/6. Sedagkan pada pasien membaik menjadi
6/6 dengan koreksi sferis – 1.50D.
e. ODS Astigmatisma Hipermetropia Simpleks
Disingkirkan pada anamnesis tidak ada keluhan penglihatan berbayang atau menjadi
ganda. Pada AHS pemeriksaan visus dengan koreksi lensa cilindris negatif memperbaiki
tajam penglihatan. Sedangkan pada pasien ketika dikoreksi dengan menggunakan lensa
silindris negatif pandangan menjadi kabur, pandangan membaik ketika di koreksi dengan
lensa sferis negatif.

VI. DIAGNOSIS KERJA :


- OS trauma tumpul
- ODS Myopia ringan
VII. TERAPI
OS Trauma Tumpul
Medikamentosa :
 Oral : - As. Mefenamat 3 x 500 mg
- Metylprednisolon 3 x 4 mg
- Ciprofloxacin 2 x 750 mg
 Topikal : Levofloksasin ED 4x1 tetes OS
 Parenteral : - Infus RL
 Operatif : -
Non Medikamentosa : kompres dengan air dingin untuk mengurangi dari lebam pada
palpebra

ODS Myopia ringan


Medikamentosa :
 Oral : -
 Topikal : -
 Parenteral : -
 Operatif : -
Non Medikamentosa : menggunakan kacamata sferis negatif.

VIII. EDUKASI
TRAUMA TUMPUL
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa adanya darah pada mata kirinya bisa berkurang
secara bertahab , dan juga menyarankan pasien untuk mengompres mata kirinya dengan
air dingin agar bengkak pada palpebranya berkurang.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa cidera pada mata ini bisa terjadi infeksi sehingga
akan diberikan tetes mata untuk mencegah adanya infeksi tersebut. Selain itu pasien
juga akan diberikan obat anti nyeri untuk mengurangi nyeri pada mata pasien.
3. Menjelaskan kepada pasien komplikasi apa saja yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang di alami pasien mendatang, yaitu Katarak traumatika dan Galukoma
sekunder. Menjelaskan kepada pasien jika kurang lebih 2 – 3 tahun bisa terjadi katarak
traumatika, atau pada usia <40 tahun megalami penglihatan kabur seperti berkabut
hanya salah satu sisi segera diperiksakan, karena curiga adanya katarak traumatika.
4. Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan pada mata pasien ini dapat terulang
kembali jika pasien batuk dengan keras, bersin dengan keras, atau terkena trauma
kembali.
Myopia Ringan
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan pasien ini kabur dikarenakan adanya
myopia ringan, dimana myopia ini masih bisa bertambah hingga usia kurag lebih 25
tahun.
2. Menyarankan pasien untuk menggunakan kacamata dengan sferis yang sesuai agar
melihat lebih jelas dari pada sebelumnya, selain itu penggunaan kacamata ini memiliki
keuntungan lebih aman bagi mata, lebih murah, dan juga menjelaskan tentang kerugian
dari kacamata seperti, menghalangi penglihatan perifer, membatasi kegiatan tertentu,
dan mengurani kosmetik atau penampilan pasien.
3. Menjelaskan kepasien, jika pasien tidak ingin menggunkan kacamata ada pilihan lain
untuk mengatasi myopia ini yaitu dengan menggunakan lensa kontak dan LASIK. Untuk
lensa kontak sendiri memiliki keuntungan dapat melihat dengan luas, tidak membatasi
kegiatan, untuk kerugian lensa kontak bisa mengakibatkan iritasi pada mata. Untuk
LASIK keuntungannya pasien akan melihat normal kembali, untuk kerugianya biaya
dari LASIK mahal.
4. Menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan visus tiap 6 bulan untuk memantau
progresifitas dari miopia yang dideritanya. Jika pasien tidak menggunakan kacamata
koreksi, lensa maupun LASIK ini dapat mengakibatkan progresivitas miopia secara
cepat selain itu cara ini digunnakan untuk mempertahankan keadaan penglihatan sebaik
mungkin.
IX. KOMPLIKASI
a. Konjungtifitis
b. Katarak traumatika
c. Glaukoma Sekunder
X. Rujukan
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan balik ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.
XI. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Ad Bonam Dubia et bonam

Quo ad sanam Ad Bonam Dubia et bonam

Quo ad functionam Ad Bonam Dubia et bonam

Quo ad kosmetikan Ad Bonam Dubia et bonam

Quo ad vitam Ad Bonam Ad Bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA MATA

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata. Macam-macam trauma pada mata
a. Trauma mekanik
- Trauma tumpul
- Trauma tajam
b. Trauma fisik
c. Trauma kimia
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain 9,10
A. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata
atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor akueus
dapat keluar dari mata.
B. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma
pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.
C. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama
terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior maupun
segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan avulsi
nervus optikus.
D. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya
pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat
menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
E. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal
injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui
pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.
F. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.
Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.
G. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan
nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit kepala.
H. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen
anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat benda
asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebagai salah satu
mekanisme perlindungan pada mata.
I. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya
benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada segmen
anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak
teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma
mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan
cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.

TRAUMA MEKANIK
TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras atupun lambat.
 Hematoma Kelopak
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat
pecahnya pembuluh darah palpebra. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai
kedua kelopak (berbentuk kaca mata hitam), maka keadaan ini disebut hematoma kaca
mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan sangat gawat, terjadi akibat pecahnya
arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Jika a. oftalmika maka darah
akan masuk ke dalam kedua rongga orbita malalui fisura orbita. Darah tidak dapat menjalar
lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak mata sehingga terbentuk gambaran hitam pada
kelopak mata.
 Penatalaksanaan :
Pada hematom kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk mempermudah
absorbsi darah dapat dilakukan kompreshangat pada kelopak.
 Trauma Tumpul Konjungtiva
o Hematoma subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau di bawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah
ini dapat akibat batuk rejan, trauma basis kranii (hematom kaca mata) atau pada keadaan
pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah (pada usia lanjut, hipertensi,
arteriosklerose, konjuntivitis, dan anemia).
Pengobatan dini pada hematom subkonjungtiva adalah dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsornsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.
 Trauma tumpul pada kornea
o Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea atau bahkan ruptur membran descement.
Keluhan  penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau
sumber cahaya.
Penyulit trauma kornea yang berat berupa kerusakan membran descement yang
lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa
sakit dan menurunkan tajam penglihatan.
 Trauma tumpul uvea
o Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul
pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau midriasis.
o Gambaran klinis :
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi
merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil
terlihat tidak sama besar atau anisokoria
bentuk pupil dapat menjadi ireguler
Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar.
o Penanganan :
pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat
untuk mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
o Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah.
o Gejala :
Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
terlihat pupil lonjong.
Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
o Bila terdapat keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan
pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

o Hifema
Terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar. Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik
mata depan.
o Pengobatan: dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 300 pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup.
Asetazolamida diberikanbila terjadi penyulit glaukoma. Biasanya hifema akan
hilang sempurna.
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwana hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang
atau
o Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis / radang uvea anterior. Mata akan terlihat merah, akibat adanya darah di
dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam
penglihatan menurun.
 Trauma pada lensa
o Dislokasi lensa
Terjadi karena putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa
terganggu.
o Subluksasi lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat,
dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang
rapuh (Sindrom Marphan).
o Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan, yang mengakibatkan gangguan aliran cairan yang
keluar dari bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-
gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit,
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema
kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang
lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim ke dokter mata
untuk segera dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida
untuk menurunkan tekanan bola mata.
o Luksasi lensa posterior.
Pada truma tumpul yang keras dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam
badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma (daerah buta) pada lapang pandangnya.
Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa / afakia. Pasien akan melihat normal
dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jarak jauh dan bilik mata depan dalam.

 Trauma tumpul retina dan koroid


o Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edem retina, penglihatan akan
sangat menurun. Edem retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat
sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi
arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada
keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau
edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi
dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen
epitel.
o Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi
retina, seperti retina tipis akibat retinitis sanata, miopia, dan proses degenerasi retina
lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
mengganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka
tajam penglihatan akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang
terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina
maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan.
TRAUMA TUMPUL SARAF OPTIK
a. Evulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya didalam bola
mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini
perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
b. Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil
tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan
penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu
sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma retina,
perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasam optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan memberi steroid.
Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk
pembedahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini yang mengindikasikan
adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan subkonjungtiva, jaringan parut kornea,
lubang pada iris, dan gamabaran opak pada lensa. Dengan medium yang jernih, seringkali
benda asing intraokuler dapat terlihat dengan oftalmoskopi pada corpus vitreous atau
bahkan pada retina. Benda asing yang terletak pada bilik mata depan dapat terlihat melalui
gonioskopi.9
B. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan untuk
menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar benda yang
menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.9
C. Lokalisasi benda asing intraokuler perlu dilakukan untuk melakukan penatalaksanaan
berupa penyingkiran benda asing secara tepat, pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa
:9,10
 Lokalisasi radiografi menggunakan metode cincin limbus merupakan metode yang
sederhana, dimana cincin metalik dari diameter kornea diikat ke limbus dan foto X-
ray pun dilakukan dengan posisi antero-posterior dan lateral, dimana pada posisi
lateral, penderita diminta untuk melihat lurus, ke atas, dan ke bawah. Posisi benda
asing diperkirakan melalui hubungannya dengan cincin metalik pada posisi yang
berbeda.8
 Lokalisasi ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur non-invasif
yang mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak dan non-radiopak. 8
 CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode terbaik
untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan gambaran potong
lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan
ultrasonografi.8
TRAUMA TEMBUS BOLA MATA

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini
kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva
lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap
robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan skelra berasama – sama dengan
robekan konjungtiva tersebut.

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata akan
terlihat tanda – tanda bola mata tembus, seperti :

1) Tajam penglihatan yang menurun


2) Tekanan bola mata rendah
3) Bilik mata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
5) Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
6) Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina.
7) Konjungtiva kemotis.
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya dilakukan secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan
segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda
asing yang masuk kedalam mata dengan membuat foto.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik atau
intravena dan pasien dipuaskan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberi antitetanus
profilaktik, analgetika dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk mata tidak perlu diberi salep,
karena salep masuk kedalam bola mata melalui luka dan akan menjadi benda asing didalam
mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan
bola mata. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing kedalam bola mata.
Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang
bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik
dikeluarkan dengan vitrektomi.
Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing intraokular adalah andoftalmitis,
panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.

TRAUMA KIMIA

Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi didalam labolatorium,
industri, pekerjaan yang memakai behan kimia diabad modern. Bahan kimia yang dapat
mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk : trauma asam dan trauma
basa atau alkali. Pengaruh bahan kimi sangat bergantung pada PH, kecepatan dan jumlah bahan
kimia tersebut menegnai mata.
Dibandigkan bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan
menembus kornea. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah
yang terkena trauma kimia merupakan tindakan segera yang harus dilakukan karena dapat
memeberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam
fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15 – 30 menit.
Luka bahan kimi harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu seperti
dengan air keran, larutan garam fisiologik dan asam borat.
Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat. Untuk
bahan asam dipergunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedang untuk basa larutan asam
borat, asam asetat 0.5% atau bufer asam asetat PH 4.5% untuk menetralisir. Diperhatikan
kemungkinan trdapatnya penyebab benda asing lukan tersebut.
Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal,
siklopegik dan bebat mata selama mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan
alkali sangat lambat yang biasanya empurna setelah 3- 7 hari.
a) Trauma Asam. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
( asetat, formiat ) dan organik anhidrat ( asetat ). Bila bahan asam mengenai mata maka
akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti taruma alkali. Bahan
asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap trauma basa sehingga
kerusakan yang diakibatkan akan lebih dalam. Pengobatan dilakukan dengan irigasi
jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan
melrutkan bahan yang mengakibtakan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal
kembali, sehingga penglihatan tidak terganggu
b) Trauma Basa Atau Alkali
Trauma akibat bahan kimia basa akan memebrikan akibat yang sangat gawat pada
mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan dan sampai pada
jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen. Bahan
kaustik soda dapat menembus kedalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Pada truma lakali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah kerusakan kolagen
kornea. Alkali yang menembus bola mata akan merusak retina sehingga dapat
menyebabkan kebutaan.
Klasifikasi trauma thoft :
Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.
Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dnegan secepatnya melakukan irigasi dengan
garam fisiologik. Irigasi dilkaukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma. Penderita
diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1
minggu trauma alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari
ke 7.
TRAUMA RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah akibat :
a) Sinar inframerah
Akibat sinar infrared dapat terjadi pada saat mentap gerhana matahari dan pada saat
bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar
infrared terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan ditempat pemanggangan kaca
akan mengeluarkan sinar infrared.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas dan
pemanggangan logam. Sinar infarared ini akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak
anterior – posterior dan koagulasi pada koroid.
Tidak ada pengobatan terhadap akibat sinar ini kecuali mnecegah terkenanya mata oleh
sinar infrared ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jarinagn parut pada makula atau untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula
atau untuk mengurangi gejla radang yang timbul.
b) Sinar ultraviolet ( sinar las )
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai
panjang gelombang antara 350 – 295 Nm. Sinar ultraviolet banyak terdapat pada saat
bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari diatas salju. Sinar
ultraviolet akan merusak epitel dan kornea.
Sinar ultraviolet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga
kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik
kembali setelah beberapa waktu , dan tidak akan memeberikan gangguan tajam penglihatan
yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultraviolet akan memberikan keluhan selama 4 – 10
jam setelah trauma. Pasien akan merasa sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan
pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang –
kadang disertai dengan kornea yang keruh dengan uji fluoresein positif. Keratitis terutama
terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan
terganggu.
Pengobatan yang diberikan; siklopegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutp
selam 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
c) Sinar Terionisasi dan sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk :
- Sinaf alfa yang dapat diabaikan
- Sinar beta yang dapat menembus 1cm jaringan
- Sinar gama, dan
- Sinar X.
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Sinar X
merusak retina dengan gambaran seperti kersakan yang diakibatkan DM berupa dilatasi
kapiler, perdarahan, mikroaneurismata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mangkibatkan kerusakan
permanen yang sukar diobati. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut
konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3kali sehari dan
sikloplegik 1x sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan
pembedahan.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis yang tepat diperlukan untuk menganalisa bagaimana proses trauma yang
dialami, jenis benda yang mengenainya yang akan bermanfaat dalam mengarahkan pemeriksaan
oftalmologi dan penunjang selanjutnya. Jika terdapat riwayat trauma oleh benda berkecepatan
sangat tinggi atau jika terdapat pecahan logam atau kaca dalam proses trauma maka diangosa
trauma okuli penetrans sudah hampir dapat dipastikan.5,9
Dalam anamnesis adalah keharusan untuk menanyakan waktu, mekanisme, dan lokasi
trauma. Jika terdapat trauma penetrasi, perlu diidentifikasi kekuatan dan jenis material yang
menimbulkan trauma; material organik lebih cenderung menyebabkan infeksi, sedangkan materi
logam lebih cenderung menyebabkan reaksi. Riwayat penyakit mata sebelumnya perlu digali lebih
lanjut, seperti gangguan visus sebelum trauma, dan riwayat pembedahan pada mata
sebelumnya.Penggunaan pelindung mata saat trauma pun perlu ditanyakan guna menilai seberapa
berat trauma yang ditimbulkan.

PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat
perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti :
 Infeksi
 Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
Pada setiap tindakan bertujuan untuk :
 Mempertahankan bola mata
 Mempertahankan penglihatan

PROGNOSIS
Prognosis dari trauma oculi bergantung pada :
 Visus awal penderita
 Mekanisme trauma
 Ukuran luka
 Zona trauma
 Ada tidaknya perdarahan intraokuler (hifema, perdarahan vitreous)
 Disertai atau tanpa endoftalmitis
 Prolapsus uvea
 Adat tidaknya retinal detachment
 Lokasis benda asing
 Jenis benda asing yang tertinggal
 Lama waktu dalam pengeluaran benda asing
 Dilakukan ataupun tidak dilakukannya vitrektomi pars plana.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul setelah terjadi trauma:
A. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
B. Katarak traumatic
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat
sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkabsular
anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat
pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma tembus
dapat menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat
proliferasi epitel sehingga terbentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa
akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya lensa di
dalam bilik mata depan
C. Glaukoma sekunder
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan jaringan di dalam mata
yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder.
D. Oftalmika simpatika
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI 1993
3. Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, dalam Vaughan Daniel G, Abury Taylor, Eva
Paul Riordan. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007. Hal: 372-78.
4. Kuhn F. Intraocular Foreign Body (serial online). 2012 (diakses 1 November 2016).
5. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart: Thieme. 2006.
6. Twanmoh JR. Injury (serial online) 2010 (diakses 1 November 2016).
7. Iqbal M. Retained Intraocular Foreign Body, Case Report. Ophtalmology. 2010;158-160.
8. Sawyer MNA. Ultrasound Imaging of Penetrating Ocular Trauma.The Journal of
Emergency Medicine. 2009: 181-2.
9. Bord SP, Linden J. Trauma to The Globe and Orbit in Emergency Medicine Clinics of North
America. Boston: Elsevier Saunder. 2008.
10. Ilyas S. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Balai penerbit FK UI,2004.
11. Vaughan DG, Taylor A, Paul R, et al. Oftalmologi Umum edisi 17.Jakarta: EGC,2009
12. Ilyas S. Kelainan Refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK
UI,2004
13. Hartanto W, Inakawati S. Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di RSUP Dr.Kariadi
Semarang periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003.Media Medika Muda 4: 25-30,
2010

Anda mungkin juga menyukai