Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GEOLOGI REGIONAL

Geologi regional daerah penelitian tidah terlepas dari geologi daerah sulawesi,
secara umum merupakan bagian dari Benua Asia yang stabil (Hamilton, 1979, Katili
1975). Daerah ini juga merupakan bagian selatan dari peta geologi lembar Pangkajene
dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, dengan skala 1 : 250.000 (Sukamto, 1982a).
Sebagian lagi terdapat pada bagian utara lembar peta geologi Ujung Pandang,
Bantaeng dan Sinjai (Sukamto, 1982b). Keseluruhan daerah tersebut masuk dalam peta
geologi lembar Ujungpandang skala 1 : 1000.000 (Sukamto, 1975) yang diterbitkan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng, dan Sinjai
(Sukamto dan Supriatna, 1982) diketahui bahwa batuan yang menyusun daerah
penelitian dan sekitarnya terdiri dari, Formasi Marada (Km), Batuan Gunungapi Langi
(Tpv), Formasi Tonasa (Temt), Granodiorit (gd), Anggota Batuan Gunungapi Camba
(Tmcv), Basal (b), dan Formasi Walanae (Tmpw).
Formasi Marada (Km): batuan sedimen bersifat flysch berupa batupasir arkose
dan greywake, batulanau, serpih dan konglomerat, serta berisipan batupasir dan
batulanau gampingan, tufa, lava dan breksi yang bersusunan basal, andesit dan trakit.
Batuan Gunungapi Langi (Tpv); ini memiliki ketebalan sekitar 400 m, ditindih
tidak selaras oleh batugamping Formasi Tonasa berumur Eosen, dan diterobos oleh
batuan granodiorit (gd). Hasil penarikan umur berdasarkan sifat radioaktif dari contoh
tufa dari bagian bawah batuan menghasilkan umur 63 juta tahun atau Paleosen.
Formasi Tonasa (Temt); batugamping, sebagian berlapis dan sebagian pejal,
koral, bioklastika dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina. Formasi ini
tebalnya ±1750 m, tidak selaras menindih Batuan Gunungapi Langi (Tpv) dan ditindih
oleh Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sill dan stock
bersusunan basal dengan diorit, berkembang baik di sekitar Tonasa pada daerah
Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat (Sukamto dan Supriatna, 1982).
Granodiorit (gd); terobosan granodiorit, batuannya berwarna kelabu muda, di
bawah mikroskop terlihat adanya felspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksin dan
hornblende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit; mengandung

4
senolit bersifat diorit, diterobos retas aplit, sebagian yang lebih bersifat diorit dan
mengalami kaolinisasi. Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar daerah Biru,
menerobos batuan dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan
(Tpv), tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa (Temt). Umur
berdasarkan sifat radioaktif dari contoh granodiorit yang menghasilkan umur 19 - 2
juta tahun diinterpretasikan terobosan batuan ini berlagsung pada Kala Miosen Awal.
Formasi Camba (Tmcv): batuan sedimen laut berselingan dengan batuan
gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa batupasir dan batulempung ;
bersisipan napal, batugamping , konglomerat dan breksi gunungapi. dan batubara.
Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di Lembar Pangkajene
dan Bagian Barat Watampone sebelah utaranya kira-kira 4.250 m tebalnya, diterobos
oleh retas basal piroksen setebal antara ½ - 30 m, dan membentuk bukit-bukit
memanjang Lapisan batupasir kompak (10 - 75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1 -
2 cm) dan konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di Pulau
Salayar diperkirakan termasuk satuan Tmc.
Basal (b): terobosan basal berupa retas, sill dan stok, bertekstur porfiri dengan
fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dan 1 cm, berwarna kelabu tua
kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar meniang, beberapa di
antaranya mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di sekitar Jeneberang berupa
kelompok retas yang mempunyai arah kira-kira radier memusat ke Baturape dan
Cindako, sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok.
Formasi Walanae (Tmpw): penselingan batupasir, konglomerat, dan tufa dengan
sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit; Formasi ini terdapat
di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah Sungai Walanae di lembar Pangkajene
dan Watampone Bagian Barat sebelah utaranya. Di daerah utara banyak mengandung
tufa, di bagian tengah banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di
Pulau Salayar batuannya menjemari dengan batugamping Anggota Selayar (Tmps);
kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara 10o –
20o, dan membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut;
tebal formasi ini sekitar 2500 meter. Di Pulau Salayar Formasi ini terutama terdiri dari
lapisan-lapisan batupasir tufaan (10 - 65 cm) dengan sisipan napal; batupasirnya
mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen.

5
Gambar 2.1 Peta geologi daerah Bontocani Kabupaten Bone – Sulawesi
Selatan (Sukamto, 1982b)

6
Secara regional, daerah penelitian termasuk di dalam jalur gunung api yang
membentang dari pulau Sumatera melalui pulau Jawa bagian selatan terus ke pulau
Bali – Lombok – Flores – Sumbawa terus membelok ke bagian utara melalui Sulawesi
Selatan – Sulawesi Tengah – Sulawesi Utara dan akhirnya sampai di pulau-pulau
Filipina (Katili, 1980). Oleh Karenanya, Daerah penelitian ini didominasi oleh
morfologi perbukitan tinggi dengan kemiringan umumnya curan sampai sangat curam.
Stratgrafi regional daerah penelitian merupakan bagian dari cekungan
Sulawesi yang terdiri atas beberapa macam batuan. Urutan stratigrafi dari batuan tertua
adalah sebagai berikut : Batuan malihan kontak (S), batuan sedimen tipe flis Formasi
Marada (Km) yang berumur kapur, batuan gunung api terpropilitkan (Tpv) yang
berumur Paleosen, Batugamping Formasi Tonasa (Temt), batuan gunung api Formasi
Camba (Tmcv), serta terobosan batuan granodiorit (Gd) yang berumur Miosen Awal
(Gambar 2). Struktur geologi regional yang berkembang di daerah penelitian adalah
kelurusan, sesar normal serta kekar.
Geomorfologi daerah penelitian merupakan daerah perbukitan cukup tinggi,
dengan ketinggian antara 50 meter hingga sekitar 658 meter di atas permukaan laut.
Bukit-bukit (Bulu) tersebut memanjang dari barat daya-timur, di antaranya yaitu : Bulu
Patirolanceng (619 m), Bulu Lemo (658 m), Bulu Labokkong (636 m),Bukit Tinjong
(401 m), Bukit Cakempong (362 m), Bukit Lapak Tanjung (353 m), dan Bukit Latonro
(450 m). Lembah di daerah ini umumnya masih berbentuk “V” dengan dasar yang
sempit, aliran sungai cukup deras dan tingkat erosi masih muda. Sungai utama di
daerah penelitian adalah Sungai Patijong dan Sungai Garuppa yang mengalir ke arah
timur laut dan tenggara dengan cabang-cabang yang membentuk pola aliran dendritik.
Di daerah Peke mengalir Salo Birru atau dikenal oleh penduduk setempat sebagai Salo
Garuppa (Sungai Garuppa) yang mengalir berarah barat daya-timur laut.
Daerah Penelitian didominasi oleh batuan gunung api terpropilitkan (Tpv)
sekitar 30%, menempati di bagian tengah dan memanjang timur laut- barat daya.
Kemudian batuan gunung api formasi Camba (Tmcv) seluas 30% yang menempati
bagian selatan. Terobosan granodiorit (Gd) sekitar 25% menempati bagian tengah
hingga ke utara. Sisanya terdiri atas batuan sedimen Formasi Marada (Km) 8%, Satuan
Batugamping koral (Temt) seluas 5% dan batuan malihan kontak (S) 2% yang
menempati bagian timur dan selatan.

7
Batuan terobosan di daerah penelitian berupa batuan granodiorit yang
kemudian disusul batuan jenis pegmatit granodiorit, dan terakhir oleh terobosan urat
kuarsa yang mengisi celah-celah batuan. Pada perioda intrusi granodiorit yang
mengintrusi lava andesitik-basaltik dan breksi intrusif tampak terjadi mineralisasi besi
secara besar-besaran yang mengisi celah- celah di antara batuan yang mengalami
peretakan. Di lokasi lembah Ilham celah-celah yang mengakibatkan munculnya bijih
besi berarah N95ºE/85º, N10ºE/75º yang menerus kearah bukit Cakempong, Lapak
Tanjung dan Macinaga. Setelah intrusi granodiorit kemudian terjadi intrusi pegmatit
granodiorit dan kuarsa yang membawa mineral-mineral bijih besi seperti magnetit dan
hematit dari sisa-sisa magma pembentuk batuan sebelumnya. (Utoyo, 2008)

8
Gambar 2.2 Peta geologi dan sebaran bijih besi daerah Tanjung dan Pake, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
(Utoyo, 2008)

9
2.2 PENGERTIAN BIJIH

Ore atau bijih diartikan sebagai kumpulan batuan dan mineral yang
mengandung logam bernilai ekonomis yang konsentrasinya lebih tinggi daripada
konsentrasi rata-rata pada kerak bumi sehingga bisa dimanfaatkan/ditambang
(Bateman, 1950; Evans, 1993). Dalam pengertian yang sempit, ore mengacu kepada
mineral-mineral logan dan mineral-mineral pembawa logam (metal-bearing
minerals). Tetapi, sekarang penggunaan kata bijih atau ore sudah mewakili mineral-
mineral nonlogam yang bernilai ekonomis, seperti flourit dan sulfur. Batu alam dan
meterial-material industri, seperti lempung, kerikil, pasir, dan bahan bangunan lainnya
seperti aggregate dan tidak dimasukkan ke dalam golongan ore, tetapi disebut mineral
industri. Mineral-mineral bijih bernilai ekonomis karena kandungan logam pada
mineral tersebut. Oleh karena itu, tidak semua mineral yang mengandung unsur logam
digolongkan sebagai ore mineral, contohnya silika besi (iron silicate) yaitu fayalite
dan ferrosilite yang merupakan jenis dari mineral olivin, namun tidak ditambang
walaupun mengandung besi sehingga tidak bisa digolongkan sebagai ore mineral.
(Maulana, 2017)
Nilai ekonomis dari suatu bijih ditentukan dari faktor konsentrasi, yaitu
perbandingan antara konsentrasi logam dalam sebuah bijih dengan konsentrasi rata-
ratanya pada kerak bumi.
Suatu bijih dapat berupa batuan yang mengandung mineral-mineral ekonomis
dalam bentuk veinlet atau urat-urat halus, terdiseminasi dalam jumlah yang tidak
begitu banyak atau dijumpai dalam bentuk tubuh massive yang besar (Guilbert & Park,
1986). Tetapi, walaupun mineral-mineral baik logam non logam sering kali dijumpai
tersebar pada batuan kerak bumi, suatu endapan bijih hanya akan terbentuk secara
ekonomis (dalam arti layak untuk ditambang) pada suatu kondisi tertentu. Pada
umumnya, mineral bijih dijumpai bersamaan atau berasosiasi dengan material-
material yang tidak ekonomis yang disebut dengan ganggue. (Maulana, 2017)

2.3 MINERAL BIJIH (MINERAL LOGAM)

Mineral Bijih adalah mineral-mineral yang bernilai ekonomis, mengandung


unsur logam dan dapat diekstrak untuk kepentingan umat manusia. Mineral industry
adalah semua batuan, mineral atau substansi yang terbentuk secara alami yang bernilai

10
ekonomis, tidak termasuk di dalamnya adalah bijih logam, mineral fuels, dan
batumulia (Noetstaller, 1988 dalam Evans, 1993).
Batasan mineral bijih dengan mineral opak, maupun mineral penyerta sering
membingungkan. Pada kenyataannya sebagaian besar mineral bijih tidak tembus
cahaya (opak), sedangkan mineral penyerta merupakan mineral-mineral yang tembus
cahaya (transparan). Craig (1989) menyebut bahwa mineral bijih harus dapat diekstrak
logamnya, misalnya kalkopirit dapat diekstrak tembaganya. Walaupun suatu mineral
mengandung unsur logam, tetapi kalau tidak dapat diekstrak, maka tidak dikategorikan
sebagai mineral bijih. Beberapa pengarang menggunakan istilah mineral bijih sebagai
sinonim mineral opak, karena istilah tersebut bisa mencakup mineral-mineral seperti
pirit maupun pirhotit yang tidak bermanfaat tetapi hampir selalu ada pada endapan
bijih (Evans, 1993).
Penamaan mineral bijih terkait dengan keekonomian mineral, sedangkan
penamaan mineral opaque terkait dengan sifat mineral terhadap ketembusan cahaya.
Untuk memudahkan pembahasan tentang mineral bijih, beberapa pengarang telah
membuat klasifikasi mineral bijih, umumnya didasarkan persenyawaan yang dibentuk
oleh oleh unsur logam. Sebagian besar mineral bijih terbentuk sebagai sulfida, garam
sulfo, oksida, hidroksida, maupun unsur tunggal. Sedangkan mineral penyerta pada
bijih umumnya hadir sebagai silikat dan karbonat.
Mineral bijih menurut Stanton (1972), dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Native metals and semimetals: emas, tembaga, perak dll
2. Sulfides and sulfosalts, umumnya merupakan mineral-mineral bijih dari logam
nonferrous : sfalerit, galena kalkosit dll.
3. Oxides, umumnya mineral bijih dari logam ferrous: magnetite, kromit
Sedangkan menurut Ramdohr (1980), mineral bijih dapat dibagi menjadi lima
golongan, yaitu:
1. Elements and intermetallic compounds
2. Alloy-like compounds and Tellurides
3. Common sulphides and “sulphosalts”
4. Oxidic ore minerals
5. Non-opaque oxide ore minerals

11
Tabel 2.1 Daftar beberapa logam penting, mineral bijihnya, serta kadar dalam kerak
bumi (Endapan Mineral, Hartosuwarno, 2005)
Kadar
Mining
% Dalam
Logam Mineral Bijih Komposisi Grade CF
Logam Kerak
(%)
(%)
Au/Emas Native Gold Au 75-98 0,00000 0,0001- 250
(Gold) Lectrum (Afnng, Au) 50-80 04 0,0020
Calavetire AuTe2 39
Sylvanite (Au,Ag)Te2 24
Petzite Ag3AuTe2 25
Ag/Perak Native Silver Aag 100 0,007 0,01-0,1 20
(Silver) Argentite AgS2 87
Pyrargirite Ag3SbS3 60
Proustite Ag3AsS3 65
Cerargyrite AgCl 75
Fe/Besi Magnetite Fe3O4 72 5 25-60 5
Hematite Fe2O3 70
Siderite FeCo3 48
Geothite Fe2O3.H2O 63
Cu/ Native Copper Cu 100 0.0005 0.4-1 80
Tembaga Chalcopyrite CuFeS2 35
(Copper) Bornite Cu5FeS4 69
Chalcosite Cu2S 80
Covellite CuS 66
Enargite Cu3AsS4 49
Tenantite Cu3(Sb,As)S3 50
Azurite Cu3(CO3)2(OH)2 55
Malachite Cu3(CO3)(OH)2 57
Cuprite Cu2O 89
Chrysocolla Cu2SiO3.nH20 40
Brochanthite Cu4(SO4)(OH)6 56

Pb/ Galena PbS 86 0.001 4-25 4000


Timbal Cerussite Pb(CO3) 77
(lead) Anglesite Pb(SO4) 68
Pyromorphite Pb5(PO4)3Cl 76
Zn/Seng Sphalerite ZnS 67 0.007 4-25 571
(zinc) Smithsonite Zn(CO3) 52
Hemimorphite Zn4(Si2O7)(OH)2. 54
Zincite H20
Sn/ Cassiterite SnO2 79 0.000 2 0.5-2.5 2500
Timah (tin) Stannite CuFeSnS4 28
Ni/Nikel Pendlandite (Fe,Ni)9S8 10-40 0.007 0.5-3 71
(nickel) Niccolite NiAs 44
Garnierite (Ni,Mg)6(Si4O10)
(OH)4.4H2O

Cr/Krom Chromite (Fe,Mg)Cr2O4 33-58% 0.01 20-50 3000


(chromium) Cr2O3 Cr2O3
Mn/ Pyrolusite MnO2 55-63 0.09 15-45 389
Mangan Psilomelan n.MnO.MnO2.mH2 35-60
Braunite O 60-69
Manganite 3Mn2O3.MnSiO3 50-62
Rhodochrosite MnO(OH) 40-45
Hausmanite MnCO3 65-72

12
Tabel 2.1 Daftar beberapa logam penting, mineral bijihnya, serta kadar dalam kerak
bumi (Endapan Mineral, Hartosuwarno, 2005)
Al/ Diaspore HalO2 47 8 30-50 3.75
Aluminium Boehmite AlOOH 47 Al2O3
Gibbsite Al(OH)3 36 Max
Kaolinite Al4(Si4O10)(OH)8 22 SiO2
Nepheline NaAlSiO4 18 15
Sillimanite Al2SiO5 35
Co/Kobal Carrolite CuCo2S4 35 0,06-
Siegenite (Co,Ni)3S4 11-53 0,35
Smaltite CoAs3-2 28
Cobaltite (Co,Fe)AsS 35
Cobalt pyrite (Co,Ni)3S4 58
Sb/Antimon Native antimony Sb 100 5-25
(antimony) Antimonite Sb2S3 71
Tetrahedrite Cu12Sb4S13 29
Jamesonite Pb4FeSb6S14 35
Antimon Oksida Sb2O3 75
Stibnite
Bi/Bismut Native bismuth Bi 100 Min 0,3
(bismuth) Bismuthinite Bi2S3 81
Bismutite Bi2(CO3)O2 87
Hg/ Raksa Native mercury Hg 86 0.000 0,2-8 2500
(mercury) Cinnabar HgS 008 0
Mo/ Molibdenite MoS2 60 0.000 0,01-0,6 67
Molibdenum Powellite CaMoO4 48 15
Wulfenite
W/wolfram Wolframite (Fe,Mn)WO4 60-75% 0.000 0,3-6 2000
(tunsten) Scheelite CaWO4 80% 15 WO3
Huebnerite Mn(WO4) 60
(WO3)
Pt/Platina Ferroplatinum Pt 75-84 0.000 0,0003- 300
(platinum) Sperrylite PtAs2 56 001 0,0015
Braggite (Pt,Pd,Ni)S 59

2.4 MINERAL PENYERTA (GANGUE MINERALS)

Mineral penyerta adalah mineral-mineral yang hadir pada tubuh bijih, tetapi
tidak bernilai ekonomis. Mineral penyerta umumnya merupakan mineral dari
kelompok silika, silikat, oksida, karbonat, maupun fosfat.

Tabel 2.2 Daftar sebagian mineral penyerta (gangue minerals) (Endapan Mineral,
Hartosuwarno, 2005)
Kelompok Nama Mineral Komposisi
Silika Kuarsa SiO2
Kalsedon SiO2
Oksida Magnetite Fe3O4
Hematite Fe2O3
Goetite Fe(OH)
Bauxite Al2O3

13
Tabel 2.2 Daftar sebagian mineral penyerta (gangue minerals) (Endapan Mineral,
Hartosuwarno, 2005)
Silikat Olivin MgSiO4
Diopsit Ca(Mg,Fe)(SiO2)2
Wollastonit CaSiO3
Tremolit-aktinolit Ca2(Mg,Fe)2(OH)2(Si4O11)2
Klorit Mg5(Al,Fe)(OH)8(Al,Si)4O10
Epidote Ca(Al,Fe)2(OH)2(SiO4)3
Andradit-grosularit Ca2(Al-Fe)2(SiO4)3
Kalium felspar KAlSi3O8
Albit NaAlSi3O8
Kaolinit Al2O3.2SiO2.2H2O
Illit KAl2(OH)2(AlSi3O)10(O,OH)10
Serisit KAl2(OH)2(AlSi3O10)
Tourmalin Na(Fe,Mg)3B3All3(OH)4(Al3Si6O27)
Topas Al2(F,OH)2SiO4
Karbonat Kalsit CaCO3
Siderit FeCO3
Rodokrosit MnCO3
Fosfat Barit BaSO4
gypsum CaSO4

2.5 KLASIFIKASI ENDAPAN BIJIH

Tujuan pengelompokan atau pengklasifikasian endapan bijih yaitu untuk


memudahkan dalam memahami dan menentukan proses dan lingkungan pembentukan
dari endapan bijih. Selain itu pengelompokan juga ditujukan untuk memudahkan
dalam pencarian (Eksplorasi) endapan bijih secara ilmiah. (Maulana, 2017)
Adapun beberapa pengelompokan atau pengklasifikasian endapan bijih adalah
sebagai berikut :
1. Klasifikasi yang diusulkan oleh Lindgren (1933) yang didasarkan pada proses
pembentukan suatu endapan mineral bijih
Tabel 2.3 Klasifikasi endapan mineral bijih berdasarkan proses
A Classification of ores based upon processes
I. Deposits produced by mechanical processed of concentration
II. Deposit produced by chemical processes of concentration.
A. In bodiesof surface water
B. In Bodies of Rocks
1. By concentration of subtances contained in geological body itself (e.g.,
metamorphism, weathering)

14
2. Concentration effected by introduction of subtances foreign emanation,
directly or indirectly.
C. In Magma by processes of differentation.

2. Klasifikasi oleh Noble (1963) berdasarkan proses dan mineral bijih asosiasinya
Tabel 2.4 Klasifikasi berdasarkan proses dan mineral asosiasi
No. Klasifikasi berdasarkan proses dan asosiasi
I Intrusif dan liquid-magmatic deposits
II Pneumatolytic deposits
Hydrothermal deposits
A. Gold and gold-silver associations
B. Pyrite and copper associations
C. Lead-silver-zinc associations
III
D. Silver-cobalt-nickel-bismuth associations
E Tin-silver-tungten-bismuth-associations
F. Antimony-mercury-arsenic-selenium associations
G. Iron free associations
IV Exhalations deoposits

3. Klasifikasi oleh Sillitoe (1976) berdasarkan dengan konsep tektonik lempeng (plate
tectonic).
Tabel 2.5 Klasifikasi endapan mineral berdasarkan lingkungsn tektonik
I Endapan yang terbentuk pada continental hot spot. Rifts, dan aualocogens
II Endapan yang terbentuk di passive continental margins dan di interior basins
III Endapan yang terbentuk di oceanic settings
IV Endapan yang terbentuk pada subdaction-related settings
V Endapan yang terbentuk pada collision-related settings
Endapan yang terbentuk pada patahan transform dan lineaments pada
VI
continental crust

4. Klasifikasi oleh Robb (2006) yang didasarkan pada genesis atau proses
pembentukan dari endapan bijih yang merupakan modifikasi dari pengklasifikasian
dari Gulibert dan park (1986) yang merupakan perpaduan antara proses geologi,

15
kondisi lapangan dan geokomia dari endapan bijih yang disertai dengan lingkungan
pengendapan.

Tabel 2.6 Klasifikasi endapan mineral berdasarkan genesis


Magmatic : ore that form by the accumulation of mineral that crytallize directly
from magma.
In mafic and ultramafic rock
a. Chromite and platinum-grup element (PGE) in large layers intrutions
(Bushveld in south Africa, great dyke in Zimbabwe).
b. Chromite in ophiolites (Turkey)
c. Cu-Ni-Fe sulfide in the layered intrusions (Sudbury,Noril’sk)
d. Sulfide Ni-Cu-Fe in komtiitic lavas (Kambalda)
e. Diamonds in Kimberlites
Associated with felsic intrutions
a. Cu ore in carbonatites (Phalabora)
b. REE, P, Nb, Li, Be etcin pegmatites
Deposits associated with hydrothermal fluids : metals are mobilized within and
precipitated from hot aqueous fluids or various origin
Cu-MO-W deposits in granitic intrusions
a. Deposits of the type “porphyry” (phorphyry copper) (USA, Chile,
Philippines)
Epigenetic deposits-mineral in vein or replacing host rock
a. Cu, Zn, Pb, Mo, Ag, Au ores related to granitic rocks (Butte, potosi)
b. “orogenic” gold deposits (Abitibi, Canada, Yilgarn, Australia)
Volcanogenic massive sulfide (VMS) deposits
a. Precambrian deposits (Noranda, Canada)
b. Modem (Kuroko, Japan)
Deposits unrelated to magmatic activity
a. Pb-Zn ore in limestone (Massisippi Valley Type, USA)
b. Uranium deposits (Athabasca, Canada, Corolado, USA)

16
Tabel 2.6 Klasifikasi endapan mineral berdasarkan genesis
Sedimentary deposits : concentrations of detrial mineral or precipitates
SEDEX-Pb-Zn sulfides in shale (Mt. Isa, Australia, Sullivan, Canada)
Cu ires in sandstone (Copperbelt of Central Africa, Sullivan, Canada)
BIF (Banded Iron Formation) (Australia, Brazil, Canada)
Evaporites, Phosphatities, Li-rich brines, limestone
Placer deposits
a. Placer gold in river (California, Australia, Brazil)
b. Ti, Zr in beach sand (Australia)
c. Diamond in sand and gravel (South Africa)
Deposits related to weathering
Al laterities-bauxite (Jamaica, France, Australia)
Ni Lateral (New Caledonia)
“Supergen” Ore enrichment
Metamorphic deposit
Deposit in Skarn (China, Skandinavia, USA)

Klasifikasi berdasarkan genetik atau proses geologi sangat umum dan


Applicable untuk diterapkan pada banyak daerah. Selain itu, klasifikasi ini juga sangat
ideal untuk diajarkan kepada mahasiswa dan dalam kegiatan penelitian untuk
menemukan cebakan-cebakan mineral yang baru. Adapun klasifikasi berdasakan
genetik tersebut, yaitu antara lain (Maulana, 2017) :
1. Endapan mineral magmatic, yaitu endapan mineral yang terbentuk pada proses
magmatisme dan terkonsentrasi pada batuan beku.
2. Endapan mineral hidrotermal, yaitu endapan mineral yang terbentuk dari proses
hidrotermal.
3. Endapan mineral sedimenter, yaitu endapan yang terbentuk akibat presipitasi
larutan, teritama air laut.
4. Endapan mineral placer atau letakan yaitu endapan mineral yang terbentuk oleh
aliran air atau es.
5. Endapan mineral hasil pelapukan (Weathering) yaitu endapan mineral yang
terbentuk akibat reaksi pelapukan pada permukaan bumi.

17
2.6 BIJIH BESI
Bijih besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter
dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali
ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya . Kadang besi terdapat sebagai
kandungan logam tanah (Residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis
tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetite, hematite, limonite
dan siderite. Kadang kala dapat berupa mineral : pyrite, phyrotite, marcasite dan
chamosite.
Berdasarkan kejadiannya endapan besi dapar dikelompokkan menjadi tiga
jenis. Pertama endapan besi primer, terjadi karena proses hidrotermal, kedua endapan
besi laterit terbentuk akibat proses pelapukan dan ketiga endapan pasir besi terbentuk
karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika.
Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai
ekonimis antara lain (Prabowo, 2011) :

1. Magmatik : Magnetite dan Titaniferous Magnetite.


2. Metasomatik kontak : Magnetite dan Specularite.
3. Pergantian / replacement : Magnetite dan hematite
4. Sedimentasi / placer : Hematite dan siderite
5. Konsentrasi mekanik dan residual : Hematite, Magnetite, dan limonite
6. Oksidasi : Limonite dan hematite
7. Letusan gunung api.

2.7 MINERAL PEMBAWA BIJIH BESI

Bijih besi dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan golongan mineralnya


diantaranya golongan oksida, sulfida dan hidroksida. Golongan oksida meliputi
hematit dan magnetit sedangkan untuk golongan sulfida seperti pirit, kalkopirit,
arsenopirit dan pirotit. Limonit dan goetit termasuk ke dalam golongan hidroksida.
Berikut beberapa mineral-mineral pembawa bijih besi.
1. Magnetit
Magnetit atau lodestone (magnet alam) berwarna hitam dan tidak tembus cahaya
dengan rumus kimia Fe3O4. Mineral ini memiliki susunan kristal sistem isometrik
berupa oktahedron dan dodecahedron. Selain itu, mineral ini memiliki massa jenis

18
5,18 dan tingkat kekerasan 5,5 – 6,5. Mineral ini memiliki sifat fisik berupa kilap
logam, ferromagnetik dan goresan berwarna hitam. Magnetit akan larut perlahan
dengan asam hidroklorik. Magnetit juga mengandung titanium atau chromium. Daerah
deposit magnetit yaitu berada di Norwegia, Romania, Rusia dan Afrika Selatan
(Mottana, 1977).

Gambar 2.3 Magnetit (Mottana, 1977)

2. Limonit
Limonit atau bijih besi lumpur (bog iron ore) dengan rumus kimia Fe2O3.nH2O
merupakan kumpulan mineral yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrasi mineral
besi primer. Limont ini dapat berupa stalaktit yang berwarna coklat karst (gossan)
dengan goresan coklat kekuningan. Di permukaan tanah limonit berupa lapisan kuning
cokelat atau topi besi (iron hat) yang menutupi lapisan bijih sulfida. Di alam limonit
ditemukan pada urat-urat bijih besi yang mengandung besi primer. Di alam limonit
juga berperan sebagai semen alami yang mengikat batuan sedimen (pasir) di batuan
konglomerat. Di lingkungan air seperti rawa-rawa dan tanah berlumpur, limonit
terbentuk melalui proses penguapan pada mineral bijih yang dibantu bakteri-bakteri
(Mottana, 1977).

19
Gambar 2.4 Limonit (Mottana, 1977)

3. Hematit
Hematit merupakan mineral besi golongan oksida dengan rumus kimia Fe2O3.
Hematit biasanya berbentuk tipis dan pipih. Mineral ini memiliki permukaan yang
dapat berubah warna jika sinar datang dari berbagai arah (iridescent). Hematit
berwarna kemerahan atau merah tua, abuabu gelap dan hitam. Mineral ini memiliki
tingkat kekerasan 5,5 – 6,5 dan massa jenisnya 4,2 – 5,25. Hematit memiliki sistem
kristal rhombohedral formasi raksasa (massive formation) berbentuk kelopak mawar
(iron rose).
Seringkali warna batuan dari mineralnya merah atau coklat kemerahan, bersifat
opaque dengan kilap metalik. Hematit memiliki goresan merah cerry gelap yang
mudah untuk dibedakan antara hematit, magnetit dan ilmenit. Hematit akan larut jika
mineral ini dipanaskan dengan asam hidroklorik. Mineral ini terbentuk dari proses
oksidasi yang banyak ditemukan pada batuan beku. Daerah deposit terbesar terdapat
di danau Superior (USA), Quebec (Kanada), Venezuela, Brasil dan angola. Hematit
merupakan mineral utama pembawa logam besi (Mottana, 1977).

20
Gambar 2.5 Hematit (Mottana, 1977)

4. Goetit
Goetit merupakan mineral hidroksida besi yang memiliki sistem kristal
orthorhombik berwarna kuning kecokelatan, massa jenisnya 4,3 dan tingkat kekerasan
5,3. Goetit atau bog iron ore umumnya memiliki kadar Fe sebesar 63% dan sulit untuk
diolah secara komersial jika kadar pengotor (Mn) lebih dari 5%. Persebaran goetit
terdapat di daerah deposit bagian bawah tanah berlumpur diantaranya di Alsace-
Lorraine, Wespalia, Bohemia dan Danau Superior serta Gunung Apalachian di wilayah
Amerika Serikat (Mottana, 1977).

21
Gambar 2.6 Goetit (Mottana, 1977)

5. Siderit
Siderit merupakan mineral yang memiliki sistem kristal hexagonal berwarna
kuning pucat sampai coklat pekat atau hitam bila banyak mengandung mangan.
Kekerasan sedang sampai keras (3.5 – 4), berat, transparan. Memiliki komposisi kimia
FeCO3 (Besi Karbonat). Terbentuk umumnya pada temperatur sedang sampai rendah
pada urat hidrotermal berasosiasi dengan flourit, barit, galena dan spalerit, pada
lingkungan air dengan kandungan oksigen yang rendah siderit berasosisasi dengan
lempung dan material karbonat. Ditemukan di Styria (Austria), Redruth dan
Camborne, Cornwall (Inggris), di Brazil, Carbonatities pada gunung Saint Hilaire
(Canada), Brosso dan Traversella (Itali). Mineral siderit mengan dung sekitar 48 % Fe
karena tidak mengandung sulfur dan fosfor dan kadang kala kaya akan mangan.
Mineral ini dapat dikoleksi dan merupakan objek yang baik bagi ilmuan yang berfokus
pada studi mengenai deposit bijih atau endapan bijih (Mottana, 1977)

22
Gambar 2.7 Siderit (Mottana,1977)

2.8 BIJIH BESI DAERAH BONTOCANI


Endapan bijih besi yang terdapat di daerah penelitian adalah jenis oksida, yaitu
Magnetit (Fe3O4) berwarna abu-abu dengan kilap logam, Kemagnetan kuat – sangat
kuat dan hematit (Fe2O3), berwarna abu-abu terang hingga kemerahan, dengan
kemagnetan lemah – sedang. Bijih besi tersebut tersebar di permukaan, lereng-lereng
bukit serta di sungai (seperti di sungai Garuppa sepanjang kurang lebih 1 km).
Bijih besi tersebut berukuran bongkah-bongkah bervolume ratusan meter
kubik, bahkan ada yang kurang lebih 500 meter kubik seperti yang dijumpai di atas
bukit Pake dan sungai Garuppa. Pada Bukit Lantoro yang terletak di dusun Pake
cebakan bijih besi tersebut dibatasi oleh 2 sesar, yaitu sesar yang mengarah barat laut
– tenggara dan timur laut – barat daya membentuk graben dan di bagian atas bukit
berupa struktur sadel.
Dengan hadirnya bijih besi dan batuan gunung api terpropilitkn dapat
ditafsirkan bahwa khususnya di daerah penelitian dan umumnya di seluruh sulawesi
selatan pada zaman Tersier Awal (Kala Paleosen) terjadi kegiatan megmatik yang
besar, yaitu berupa aktivitas gunung api yang menghasilkan satuan batuan gunung api.
Berikutnya disusul oleh kegiatan transgresi atau genang air laut yang
mengakibatkan terbentuknya batugamping koral dengan penyebaran yang luas,
dimana batugamping ini dikenal sebagai Formasi Tonassa (Temt).

23
Dari data-data lapangan dapat diperkirakan setelah terbentuk formasi
batugamping, diduga terjadi proses deformasi, dimana formasi batuan tersebut
mengalami peretakan di sana-sini dan memudahkan jalannya larutan magma yang
kaya akan besi menerobos melalui celah-celah batuan, seperti yang tersingkap di bukit
Lapak Tanjung, dimana magnetite terdapat di dalam rekahan-rekahan breksi andesit.
Batuan trobosan tersebut adalah granodiorit, pegmatite granodiorit dan urat
kuarsa sebagai produk akhir larutan magma yang menerobos, baik terhadap batuan
gunung api maupun batugamping Formasi Fonassa. Di lapangan menghasilkan kontal
skarn antara batugamping dengan bijih besi magnetite dan hematite, serta garnet
berwarna kecoklatan membentuk struktur perlapisan (Banding) stebal 0,5 cm yang
berselang seling antara magnetite dengan garnet . Kontak skarn tersebut dapat diamati
di sungai Lapak Tanjung, bukit Tacala dan bukit Cakempong di daerah Tanjung dan
Bukit Latonro di dusun Pake, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone. (Utoyo, 2008)

24

Anda mungkin juga menyukai