Anda di halaman 1dari 24

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ASMA BRONKHIAL PADA ANAK

PENYUSUN : dr. Fathurrahman Andiyoga

TELAH DISETUJUI

Polewai Mandar , Januari 2016

Mengetahui,

Dokter Pembibing Dokter Pendamping

dr. SH Boko, SpA dr. Hj. Maryani

1
BAB I
PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas


yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran
pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah
kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia
(WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber
lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh
dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah
dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses
tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (Internationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi
5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara
3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995
dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di
atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapat perhatian secara serius.
Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit
Penyakit Kronik dan Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan
bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik

1
dan masih sangat minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk
diagnosis dan tatalaksana pasien asma di fasilitas kesehatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma


Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. (Keputusan menteri
kesehatan republik indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008).
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional
asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai
berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi
lain pada pasien/keluarganya.

2.2 Faktor Resiko


Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor
genetik dan faktor lingkungan.
1. Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)

3
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,
β bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household
spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu
j. Perubahan cuaca

2.3 Patogenesis
Gejala asma, yaitu batuk, sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan
parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada
pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas
bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,
inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus (trigger) serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut
yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma
lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma
lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik.
Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-
sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan
lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal
yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang
banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di

4
bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast.
Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag
alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
leukotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi
asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi
asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan
lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka
akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum
tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi).
Faktor-faktor pemicu (inducer/sensitisizer) antara lain: Alergen dalam
ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen
kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon,

5
pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus (enhancer): Semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin.

2.4 Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut).
a) Asma saat tanpa serangan
Pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma
episodik sering; dan 3) Asma persisten (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma pada anak


Parameter klinis,
Asma episodik Asma episodik
No kebutuhan obat dan Asma persisten
jarang sering
faal paru asma
1 Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
Hampir sepanjang tahun,
2 Lama serangan <1minggu >1minggu tidak ada periode bebas
serangan
3 Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
Mungkin
Normal (tidak
Pemeriksaan fisik tergganggu
6 ditemukan Tidak pernah normal
diluar serangan (ditemukan
kelainan)
kelainan)
Obat pengendali(anti
7 Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru(diluar PEFatauFEV1>80 PEFatauFEV1<60-
8 PEVatauFEV<60%
serangan) % 80%
Variabilitas faal
Variabilitas 20-30%.
9 paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
Variabilitas >50%
serangan)

b) Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

6
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan


Parameter klinis,
Ancaman henti
fungsi faal paru, Ringan Sedang Berat
napas
laboratorium
Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi tangis pendek
Sesak (breathless) Bayi Menangis dan lemah, Bayi tidak mau
keras kesulitan makan/minum
menetek/makan
Duduk bertopang
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring,
Sulit/tidak
Wheezing hanya pada akhir ekspirasi ± terdengar tanpa
terdengar
ekspirasi inspirasi stetoskop
Penggunaan otot bantu Gerakan paradok
Biasanya tidak Biasanya ya Ya
respiratorik torako-abdominal
Sedang, ditambah
Dangkal, retraksi Dalam, ditambah
Retraksi retraksi Dangkal/ hilang
interkostal napas cuping hidung
suprasternal
Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia Frekuensi napas normal/menit
Frekuensi napas < 2 bulan < 60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
Frekuensi nadi
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Tidak ada, tanda
Tidak ada Ada Ada
Pulsus paradoksus kelelahan otot
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg)
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
>60% 40-60%
Pra bonkodilator <40%
>80% 60-80%
Pasca bronkodilator <60%, respon<2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%
Normal
PaO2 (biasanya tidak >60 mmHg <60 mmHg
perlu diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
2.5 Diagnosis

7
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk
menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
1. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
2. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
setelah terpajan alergen atau polutan?
3. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold)
merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10
hari atau lebih)?
4. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah
melakukan aktifitas atau olah raga?
5. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah
pemberian obat pelega (bronkodilator)?
6. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan
musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi,
konjungtivitis alergi)?
8. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara
kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

b) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai
didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit
alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi,
namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan.
Begitu juga pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

8
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan:
1. Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas
cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal),
sianosis
2. Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat
terjadi pulsus paradoksus
3. Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
4. Auskultasi: ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir

c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
2. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
3. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
4. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
6. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma
akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

a) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)


Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah
(lihat bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.
Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,
pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya
diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.

9
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah bronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik. Pada
serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara
sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5
hari. Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV
(bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin
IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (Inhalasi Dosis
Terukur) dengan alat bantu (spacer).

b) Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma
dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1)
Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
Edukasi yang diberikan mencakup: kapan pasien berobat/ mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat
pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali dan
menghindari faktor pencetus, kontrol teratur. Alat edukasi untuk dewasa yang

10
dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma (bagan 6), sedangkan
pada anak digunakan lembaran harian.

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk
mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak,
kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang
digunakan sebagai pengontrol antara lain: Inhalasi kortikosteroid, β2 agonis kerja
panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat.

Tabel 3. Jenis obat asma


Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT
(Anti inflamasi) Budesonide IDT, turbuhaler
Antileukokotrin Zafirlukast Oral(tablet)
Kortikosteroid Metilprednisolon Oral(injeksi)
sistemik Prednison Oral
Pelega Agonis beta-2 Prokaterol Oral
(Bronkodilator) kerjalama Formoterol Turbuhaler
Salmeterol IDT
kombinasi steroid dan Flutikason + Salmeterol. IDT
Agonis beta-2 Budesonide + formoterol Turbuhaler
kerjalama
Agonis beta-2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap
cepat solution
Terbutalin Oral, IDT, turbuhaler,
solution, ampul (injeksi)
Prokaterol IDT
Fenoterol IDT, solution
Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solution
Metilsantin Teofilin Oral
Aminofilin Oral, injeksi
Teofilin lepas lambat Oral

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler


sistemik Prednison Oral

Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik / IGD

Nilai derajat serangan

11
Tatalaksana awal
 nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit
 nebulisasi ketiga + antikolinergik
 jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat


(nebulisasi 1-3x, (nebulisasi 1-3x, respons (nebulisasi 3x,
respons baik, gejala parsial) respons buruk)

hilang) berikan oksigen (3)  sejak awal berikan O2
 observasi 2 jam 
nilai kembali derajat saat / di luar nebulisasi
 jika efek bertahan, serangan, jika sesuai  pasang jalur
boleh pulang dgn serangan sedang, parenteral
observasi di Ruang  nilai ulang klinisnya,
 jika gejala timbul
Rawat jika sesuai dengan
lagi, perlakukan
Sehari/observasi serangan berat, rawat
sebagai serangan 
sedang pasang jalur parenteral di Ruang Rawat Inap
 foto Rontgen toraks
Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi Ruang Rawat Inap
 bekali obat -agonis  oksigen teruskan  oksigen teruskan
(hirupan / oral)  berikan steroid oral  atasi dehidrasi dan asidosis
 jika sudah ada obat  nebulisasi tiap 2 jam P
jika ada
pengendali, teruskan  bila dalam 12 jam perbaikan  steroid IV tiap 6-8 jam
 jika infeksi virus sbg. klinis stabil, boleh pulang,  E tiap 1-2 jam
nebulisasi
pencetus, dapat diberi tetapi jika klinis tetap belum  aminofilin IV awal,
steroid oral membaik atau meburuk, alih N rumatan
lanjutkan
 dalam 24-48 jam kontrol rawat ke Ruang Rawat Inap  jika membaik dalam 4-6x
ke Klinik R. Jalan, untuk G interval jadi 4-6
nebulisasi,
reevaluasi jam
 H 24 jam
jika dalam
Catatan: perbaikan klinis stabil, boleh
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan pulangI
-agonis + antikolinergik  jika dengan steroid dan
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif N parenteral tidak
aminofilin
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan membaik, bahkan timbul
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali AncamanD henti napas, alih
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak rawat ke Ruang Rawat
awal, termasuk saat nebulisasi A
Intensif

Bagan 2. R
A
Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang
N
Asma episodik jarang Obat pereda: -agonis atau teofilin
(hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat

12
dosis / minggu > 3x  3x

Tambahkan obat pengendali:


Asma episodik sering
Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons: () (+)

Pertimbangkan alternatif penambahan salah


Asma persisten satu obat:
 -agonis kerja panjang (LABA)
 teofilin lepas lambat
 antileukotrien
 atau dosis kortikosterid ditingkatkan
(medium)

6-8 minggu, respons: () (+)

Kortikosteroid dosis medium


ditambahkanan salah satu obat:
 -agonis kerja panjang
 teofilin lepas lambat
 antileukotrien
 atau dosis kortikosteroid ditingkatkan
(tinggi)

6-8 minggu, respons: () (+)

Obat diganti kortikosteroid oral

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An.NA
Umur : 10 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Polewali Mandar
Tanggal masuk : 22 Desember 2015 Pukul 02:30 WITA

13
Tanggal keluar : 25 Desember 2015
No. RM : 204142

3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan Aloanamnesis dengan ibu pasien

Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ±1 hari SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan
batuk-batuk. Sesak napas timbul setelah pasien bermain di halaman sekolah.
Pasien lalu dibawa pulang ke rumah dan istirahat. Sesak pasien tidak
berkurang banyak sampai malam hari, sehingga mengganggu aktivitas dan
tidur. Sesak terutama saat pasien mengeluarkan nafas. Nafas pasien berbunyi
“ngik”. Sejak 2 jam SMRS sesak napas yang dirasakan makin berat dan
disertai batuk berdahak, jernih. Pasien dibawa ke IGD RSUD Polewali
Mandar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah 2 kali mengalami hal serupa :
- Pada pertengahan bulan Juli 2015, pasien mengalami sesak nafas yang
berat pada sore hari saat bermain di halaman rumah temannya. Pasien
dibawa ke RSUD Polewali Mandar dan mendapatkan perawatan. Oleh
dokter, pasien didiagnosis menderita asthma. Pasien boleh pulang dari
RSUD.
- Pada bulan Oktober 2015, pasien mengalami sesak nafas kembali, namun
tidak dibawa ke rumah sakit karena sesak sudah reda setelah diberi minyak
kayu putih.
Riwayat alergi makanan pada pasien tidak diketahui. Pasien susah makan
menurut ibu pasien.
Pasien tidak memiliki kelainan jantung bawaan

Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat anggota keluarga dengan riwayat asma yaitu ayah, kakak dan paman
pasien.

Keterangan :
14
:Laki-laki :Asma
:Pasien
:Perempuan :Meninggal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak sekolah kelas 5 SD, Ibu dan ayah pasien bekerja sebagai
guru. Jumlah saudara pasien 1, sekolah di SMA
Pasien berobat menggunakan Askes
Kesan sosial ekonomi cukup

3.3 Status Gizi


Anak perempuan, umur 10 tahun. BB : 22 kg, TB : ±135 cm
Tinggi badan menurut umur. HAZ -1,30

Berat badan menurut panjang badan.WHZ -3,50

15
Kesan : Perawakan normal, gizi buruk
3.4 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, dispneu (+), kesan gizi kurang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital

16
- BB : 22 kg
- Nadi : 98 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 28 kali/menit
- Suhu : 37oC
Status generalisata
Kepala
 Bentuk : Mesocephal
 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya (+/+), allergic shinner (-/-)
 Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-), alergic crease (-/-)
 Mulut : mukosa basah, sianosis (-), geographic tongue (-), Tonsil
T1-1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Leher
 KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada
pembesaran tiroid, deviasi trakhea (-)

Thorax
- Pulmo
 Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris statis
dan dinamis, retraksi intercostal (+), penggunaan otot bantu
nafas (+)
 Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (+/+), Ronchi (+/-)

Vesikuler
Vesikuler, Wheezing (+)
Vesikuler
Wheezing (+) Wheezing (+) Rhonki (-)
Rhonki (+)
Rhonki (-)
- Cor
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

17
 Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga IV 2 cm medial linea
medioclavikularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
thrill (-), pulsasi parasternal (-), epigastrial (-)
 Perkusi :
- Batas atas :SIC II linea parasternal sinistra
- Batas kanan :Linea parasternal dextra
- Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea
midclavicula sinistra
 Auskultasi : suara jantung I dan II normal, irama reguler, gallop (-),
bising (-), M1>M2, A1<A2, P1<P2

Abdomen
 Inspeksi : datar, venektasi (-).
 Auskultasi: bising usus  normal
 Perkusi : timpani, pekak sisi  normal, pekak alih 
 Palpasi : supel, lemas, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat
Hepar tak teraba, Lien tidak teraba (S0)

Ekstremitas : superior inferior


 Sianosis -/- -/-
 Akral dingin -/- -/-
 Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
 Urtikaria -/- -/-

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Hasil laboratorium tanggal 22 Desember 2015

18
Hb : 12,5 gm/% (10,50-15,00 gm/%)
Eritrosit : 4,38 juta/ml (4,00-5,20 juta/ml)
Hematokrit : 34,6 % (36,00-44,00 %)
Leukosit : 10,3 ribu /ml (4,00-12,00 ribu/ml)
Trombosit : 204 ribu (150-400 ribu/mmk)
GDS : 108 mg/dl (74-126 mg/dl)
Kesan : Dalam batas normal

3.6 Daftar Masalah


NO PROBLEM AKTIF TGL PROBLEM TGL
PASIF
1. Sesak nafas disertai mengi, batuk 22-12-15
berlendir 7
2. Riwayat sesak sebelumnya, 2 kali7 22-12-15
3. Riwayat asma dalam keluarga7 22-12-15
4. PF : Dispneu, Takipneu 7 22-12-15
5. PF : Wheezing (+/+),Ronchi (+/-)7 22-12-15
6. WHZ -3,50, HAZ -1,30 8 22-12-15
7. Asma Bronkhialis 22-12-15
Dd/ Bronkopneumonia
8. Status gizi buruk, perawakan normal 22-12-15

3.7 Diagnosa Kerja


Asma Bronkhial
3.8 Diagnosa Banding
 Asma Bronkhial
 Bronkopneumonia
3.9 Diagnosis Penyerta
 Status gizi buruk, perawakan normal
3.10 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
 Oksigen 3 liter/menit
 Nebulizer combivent
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 750mg/8jam/iv  skin test
 Aminophyline ½ A/ drips dalam RL
 Dexa ½ A/ 8jam/ iv
 Ambroxol syr 3x1 cth

b. Edukasi
 Asma bukan merupakan penyakit menular
 Serangan asma akan muncul bila ada pencetus  hindari faktor
pencetus
 Harus segera ditangani di fasilitas kesehatan bila timbul serangan
 Asma kemungkinan bisa diturunkan
 Mengedukasi kepada ibu dan anak untuk mencukupi nutrisi sehari-
hari karena anak masih dalam masa pertumbuhan
3.11Follow Up
Tanggal Keadaan Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Program terapi/tindakan
23/12/2015 S : lemas (+), Batuk (+) berkurang, lendir (-), sesak (-), BAB dan BAK - IVFD D5%: RL 1:1 18 tpm
tidak ada keluhan - Nebulizer Combivent (Bila sesak)
O: Ku : Sedang, dispneu (-) - Ceftriaxone 750g/8jam/iv
TV : N : 102x/menit t : 36,5oC - Ambroxol syr 3x1cth
RR : 24x/menit - Salbutamol 2mg 3x1
Status lokalis : - Prednison 2x1 tab
- Pulmo : Simetris statis dan dinamis, retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
A: Asma Bronkial
dd/ Bronkopneumonia
24/12/2015 S : lemas (-), Batuk (+) berkurang, lendir (-), sesak (-), BAB dan BAK - IVFD D5%: RL 1:1 18 tpm
tidak ada keluhan - Nebulizer Combivent (Bila sesak)
O: Ku : Sedang, dispneu (-) - Ceftriaxone 750g/8jam/iv
TV : N : 102x/menit t : 36,5oC - Ambroxol syr 3x1cth
RR : 24x/menit - Salbutamol 2mg 3x1
Status lokalis : - Prednison 2x1 tab
- Pulmo : Simetris statis dan dinamis, retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
A: Asma Bronkial
dd/ Bronkopneumonia
25/12/2015 S : lemas (-), Batuk (+) berkurang, lendir (-), sesak (-), BAB dan BAK - Pasien boleh pulang
tidak ada keluhan
O: Ku : Sedang, dispneu (-)
TV : N : 102x/menit t : 36,5oC
RR : 24x/menit
Status lokalis :
- Pulmo : Simetris statis dan dinamis, retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
A: Asma Bronkial
dd/ Bronkopneumonia
DAFTAR PUSTAKA

1. Lenfant C. Khaltaev N. Global initiative for asthma. NLHBI/WHO


Workshop Report.2006
2. UKK Pulmonologi PP IDAI Pedoman nasional asma anak. Jakarta. 2005
3. Robert M. Kliegman, Richard E. Behrman. Nelson textbook of Pediatric,
18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007
4. Santosa H. Asma bronkhial dalam: Akib AAP. Kurniati N, Munasir Z.
Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2007
5. M Sidhartani Zain, Dwi Wastoro, MS Anam. Asma Pada Anak: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : Bagian Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro : 2012

Anda mungkin juga menyukai