Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epidemiologi Tuberkulosis adalah rangkaian gambaran informasi yang
menjelaskan beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan lingkungan. Secara
sistematis dan informatif menguraikan sejarah penyakit tuberkulosis, prevalens
tuberkulosis, kondisi infeksi tuberkulosis dan cara/ risiko penularan serta upaya
pencegahannya.
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari jumlah
seluruh populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun,
200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap
tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya
alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan
pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak negatif pada
morbiditas dan mortalitas anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun
2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis
TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah
kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4
tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus
TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.

1.2 Rumusan Masalah

1
Bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada anak dengan
Tuberkulosis?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen asuhan keperawatan pada anak dengan
Tuberkulosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Tuberkulosis dan proses penularannya.
b. Mengetahui etiologi dari penyakit tuberkulosis
c. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Tuberkulosis
d. Mengetahui Patofisiologi Tuberkulosis.
e. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Tuberkulosis
f. Mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan penunjang pada penyakit
Tuberkulosis.
g. Mengetahui tatalaksana pengobatan pada anak dengan
Tuberkulosis

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan micobacterium bovis (Ngastiyah. 2005). Penyakit
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis.
Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya. (Anik. 2010).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru – paru dan sebagian lagi
dapat menyerang di luar paru – paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit,
usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya. (Hidayat. 2008).

2.2 Etiologi
Resiko infeksi TBC Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang
ke orang lain melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jika hanya
bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan
(Ngastiyah. 2005).
1. Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel,
misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan
kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah. (Ngastiyah. 2005).
2. Faktor Risiko TBC anak
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang
tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas

3
pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif
dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi
udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak
lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius,
hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret
endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang
menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab
hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
(Ngastiyah. 2005).
3. Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC,
43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang
menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak
< 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2
tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal
ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan
yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
(Ngastiyah. 2005).

Berdasarkan tipe infeksi


a. Infeksi primer.
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang
usianya lebih dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan
hasil foto rontgen dada tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang
terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan sedikit batuk.
Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah
membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu.
Namun pada beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar (biasanya

4
antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat berkembang menjadi
penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif).
(Anik. 2010).
b. Infeksi progresif (TBC progresif)
Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke
seluruh paru-paru, atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan
demam, kehilangan berat badan, kelelahan, kehilangan selera makan,
kesulitan bernafas, dan batuk. (Anik. 2010).

c. Infeksi reaktivasi ( TBC reaktivasi)


Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih
dalam keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan
(misalnya kekebalan tubuh menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada
anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini.
Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan
keringat pada malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga
mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan terbentuk lubang-
lubang pada paru-paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin
terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm. (Anik. 2010).

2.3 Patofisologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular.
Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada
di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di
paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Pada saat batuk,
percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak,
lalu masuk ke paru-paru. (Anik. 2010).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah
sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer.
Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses
yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang

5
mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta
diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke
dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada
pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
(Anik. 2010).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan
limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan
pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin
mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi
peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat
mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri
sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di
dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening
regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi
oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa),
jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat
lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang
mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi
antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks
ghon.
Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam
pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat. Tuberculosis paru
termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah,
keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan
batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.

6
Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku
tidak biasa dan perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat
badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan
dorman.

2.4 Manifestasi Klinik


Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya
demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru.
Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak
napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada
pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada
saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-
benar atau sama sekali tidak muncul ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak
kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti
sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh
waktu lama untuk penyembuhannya. (Ngastiyah. 2005).
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC
adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi
bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan
pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media.
Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada
dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin.
Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau
ini ada, agak yakin anak positif TBC
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

7
a. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG
sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG.
Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
b. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.
c. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada,
setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
d. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau
tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC.
e. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya
pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan
sebagainya.
f. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang
khas.
g. Skrining tuberkulosis pada anak antara lain : menemukan
adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam
tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Cara Yang paling mudah
adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit
dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang
masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak. (Ngastiyah. 2005).

Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko
TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih
kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan
HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih. Kesulitan
lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal

8
sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB
tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat.

2.5 Pemeriksaan diagnostik


Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes
saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak
sangat sulit dideteksi. Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa
penyakit, sementara yang lainnya sangat berguna dalam mengikuti perjalanan
penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak kasus hubungan antara pemeriksaan
fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi pada kasus lain tidak jelas,
hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem tubuh.

Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :


1. Uji tuberkulin.
Merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah
terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji
Mantoux,yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein
derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di
injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas,
bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm
keatas jelas positif. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada
TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap
MT. (Ngastiyah. 2005).
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan
radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis
tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data
klinis. (Ngastiyah. 2005).
3. Pemeriksaan bakteriologis

9
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis
tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
bakteriologis ialah :
a. Bilasan lambung
b. Sekret bronkus
c. Sputum (pada anak yang besar)
d. Cairan pleura
4. Uji BCG
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji
tuberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi
lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti
perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG
akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.
Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta
pelindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara
injeksi intradermal atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi
perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit menerima
injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :
a. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis
vaksin BCG sebanyak 0,05 mg.
b. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis
vaksin BCG sebanyak 0,1 mg. (Ngastiyah. 2005).

2.6 Komplikasi
1. Penyakit paru primer pogresif
Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila
fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang
besar. Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang
disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan
debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan
penyebaran intrapulmonal lebih lanjut.

10
2. Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula
keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau
limfonodi
3. Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari
limponodi subkranial.
4. Meningitis
Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang
tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat
terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih
tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang
subarakhnoid.
5. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis
cenderung menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa
berkembang menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra
menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah
komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak
terapi antituberkulosis tersedia. (Anik. 2010)

2.7 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakologi
1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali
sehari per oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan
selama 6-9 bulan
2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang
aktif ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-
20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan
3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-
35 mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.

11
4) Etambutol, dosis 20 /kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali
sehari selama 1 tahun.
5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis
yang masih sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-
15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan
ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa,
pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis
berat atau keadaan umum yang buruk. (Anik. 2010).
b. Non farmakologi
1) Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )
2) Melakukan postural drainase
3) Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak
4) Pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien
agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya
5) Memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya.
(Anik. 2010)

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

12
3.1 Pengkajian
A. Identitas data
Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir,
usia, agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua,
pendidikan, dan pekerjaan,Diagnosa Medis)

B. Riwayat keperawatan sekarang


Saat masuk Rumah Sakit
1. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).
Saat pengkajian
1. Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan
pengkajian meliputi PQRST (palliative, quantitatif, region, scale,
timing).
2. Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan
gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat
kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibular

C. Riwayat kehamilan dan kesehatan


1. Pre Natal
Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama
hamil)
2. Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3. Post Natal
kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

D. Riwayat masa lalu


1. Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit
batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar

13
yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-
sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah
pernah berobat tapi tidak teratur?)
2. Pernah di rawat di Rumah Sakit
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat
pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau
seperti apa.
3. Obat-obatan yang pernah digunakan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui,
agar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui.
Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di identifikasi
4. Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian
apa, atas indikasi apa
5. Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau
makanan
6. Kecelakaan
Apakah pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat
sebelumnya, apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri
tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja
7. Imunisasi
a) Imunisasi aktif :
Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan
membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun
lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif
b) Imunisasi pasif :
Disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau
serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut

14
mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan Vaksin BCG
(Bacillus Calmet Guirnet), Vaksin campak, Vaksin polio, Vaksin
DPT (Difetri Pertusis Tetanus), Vaksin toxoid difetri

E. kebutuhan dasar (11 Pola Fungsi Gordon)


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
b. Pola nutrisi metabolic
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif :Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan
c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
d. Pola tidur dan istirahat
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Pola aktivitas dan latihan
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul
f. Pola persepsi kognitif

15
Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas
fisik
g. Pola persepsi dan konsep diri
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan
masalah pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-
menerus.
h. Pola peran hubungan dengan sesama
Yang mengasuh anak.
Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Siapa yang lebih intensif dan secara konstan menekankan
perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi perilaku,
sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak
1) Hubungan dengan anggota keluarga
Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan
perkembangan individu setiap anaknya, kemudian orangtua akan
lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan keluarga
terhadap anaknya.
2) Hubungan dengan teman sebaya
Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan
berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan
intelektual anak
3) Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi,
limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang,
jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
i. Pola koping dan toleransi terhadap stres
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan
masalah pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-
menerus.

16
j. Pola reproduksi dan seksualitas
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya
akan menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan
keluarganya

F. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak
bergairah
2. Tanda-tanda vital
Sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau
naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi
3. Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat
badan.
4. Head To toe
a. Kepala :
kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
b. Mata :
kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
c. Hidung :
terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau
tidak, simetris tidak.
d. Mulut :
kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
e. Telinga :
kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau
tidak, uji pendengaran anak

17
f. Leher :
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
g. Dada :
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang
sampai setengah.
Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura.
h. Perut :
kaji bentuk perut, bising usus. Malaise ditemukan berupa anoreksia,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu
malam hari.
i. Ekstermitas :
kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
j. Genetalia :
kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum
sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah
5. Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun
a) Motorik kasar :
sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
b) Motorik halus :
sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang,
membuka kotak, melempar benda

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental
atau sekresi yang berlebihan

18
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. berhubungan dengan penurunan
keinginan untuk makan sekunder akibat anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakadekuatan sumber energi akibat malnutrisi.

3.3 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien.

19
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan a. Isap sekresi dari jalan nafas a. Mencegah obstruksi/aspirasi.
nafas tidak efektif asuhan keperawatan sesuai kebutuhan, Penghisapan dapat diperlukan
berhubungan dengan diharapkan pada anak misalnya: bila anak tak mampu
sekresi yang kental tercapai bersihan jalan 1) Bersihkan sekret dari mengeluarkan sekret.
atau sekresi yang nafas normal,dengan mulut dan trakea; Dapat dilakukan jika anak
berlebihan. Kriteria hasil: Anak akan
suction sesuai dengan tidak mampu mengeluarkan
1. Tidak mengalami
indikasi. sekret sendiri
aspirasi.
2) Lakukan fisioterapi dada b. Posisi membantu
2. Menunjukkan
atau postural drainase memaksimalkan ekspansi
batuk yang efektif
paru dan menurunkan upaya
dan peningkatan b. Posisi untuk mencegah pernafasan
pertukaran udara aspirasi. Bantu anak dalam c. Mencegah pengeringan
dalam paru-paru. posisi semi atau fowler membrane mukosa,
tinggi. membantu pengenceran
secret.
c. Berikan lingkungan yang
lembab.

20
2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Mandiri a. Berguna dalam
kurang dari asuhan keperawatn a. Ukur BB tiap hari mendefinisikan
kebutuhan tubuh diharapkan anak b. Pastikan pola diet derajat/luasnya masalah
berhubungan dengan menunjukkan pola nutrisi anak, makanan yang dan pilihan intervensi,
penurunan keinginan yang adekuat dengan berguna dalam mengukur
disukai/tidak disukai.
untuk makan Kriteria hasil :
c. Modifikasi pemberian keefektifan nutrisi dan
sekunder akibat 1. BB normal
makanan pada anak dukungan cairan.
anoreksia.
misalnya dengan:
2. IMT normal Intake
1) Menghias
dan Output
makanan b. Membantu
seimbang
2) Menggunakan piring mengidentifikasi
atau gelas yang kebutuhan khusus.
menarik
c. Pertimbangan keinginan
d. Berikan perawatan
individu dapat
mulut sebelum dan
memperbaiki masukan
sesudah tindakan
diet.
pernafasan

21
e. Dorong makan sedikit d. Menurunkan rasa tidak
dan sering dengan
enak karena sisa sputum
makanan tinggi protein
dan karbohidrat atau obat untuk
pengobatan respirasi
f. Kolaborasi Rujuk ahli gizi
untuk menentukan merangsang pusat muntah.
komposisi diet

e. Memaksimalkan masukan
nutrisi tanpa kelemahan
yang tak perlu/kebutuhan
energi dari makan
makanan banyak dan
menurunkan iritasi gaster

f. Memberikan bantuan
dalam perencanaan diet
dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan
metabolik dan diet

22
3. Intoleransi aktifitas Mengidentifi kasi faktor- a. Berikan permainan dan a. Meningkatkan antusiasme
berhubungan dengan faktor yang menurunkan aktivitas sesuai usia yang anak dalam melakukan
ketidakadekuatan toleran aktivitas. tenang dan menantang: aktivitas
sumber energi akibat 1. Memperlihat kan 1) Petualanagan sensori
malnutrisi. kemajuan (khususnya b. Menetapkan
(seperti apa bau, bunyi,
tingkat yang lebih atau pemandangan kemampuan/ke butuhan
tinggi dari mobilitas rumah sakit?) anak dan memudahkan
yang mungkin). pilihan intervensi
2. Melaporkan 2) Menceritakan dan
penurunan gejala- menulis cerita,
gejala intoleran c. Meningkatkan istirahat
membuat susunan
aktivitas. benda, bermain
d. Pembatasan aktivitas
dengan boneka,
ditentukan dengan respons
bermain drama.
anak terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan
b. Evaluasi respons anak
pernafasan
terhadap aktivitas

23
c. Berikan lingkungan
tenang e. Anak mungkin nyaman
d. Jelaskan pentingnya dengan kepala tinggi atau
istirahat pada orang tua menunduk ke bantal
dalam rencana
pengobatan dan perlunya f. Meminimalkan kelelahan
keseimbangan aktivitas dan membantu
dan istirahat keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
e. Bantu anak pada posisi
yang nyaman untuk
istirahat dan/atau tidur

f. Anjurkan orang tua untuk


Bantu aktivitas perawatan
diri yang
diperlukan.berikan
aktivitas kemajuan
peningkatan aktivitas

24
selama masa
penyembuhan

25
3.4 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan
langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan micobacterium bovis. Kuman batang aerobik dan
tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian
besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.
Etiologi dari penyebarab bakteri vit=rus TBC pada anak ialah dengan cara batuk
atau dengan droplet udara. TB pada anak dibagi dalam 3 tahan infeksi yaitu primer,
progresif dan reaktivasi. Manifestasi klinis pada TB pada anak salah satunya ialah
batuk yang tak kunjung sembuh dalam waktu yang lama, terjadinya penurunan
berat badan, demam yang berulanag pada anak, peningkangkatan berat badan yang
tidak signifikan dan terjadi penurunan berat badan setiap bulannya pada anak.
Pemeriksaan diagnostik untuk memperkuat apakah anak menderita TBC ialah
dengan cara uji tuberkulin, radiologis, uji bakteriologis, dan pemeriksaan vaksin
BCG yang intensif. Terapi pada anak yang menderit TB dapat dilakukan dengan
pemberian terapi secara farmakologis dan non farmakologis. Apabila TB yang
diderita pada anak telah memasuki fase yang parah maka dapat menyebabkan
beberapa komplikasi diantaranya ialah penyakit paru, meningitis, TB pada tulang,
perikarditis dan efusi pleura.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan tim penulis kepada pembaca ialah apabila
menemukan anak dengan tanda-tanda mengidap TBC maka segera lakukan
pemeriksaan ke layanan kesehatan. Pemeriksaan sedini mugkin sangat penting agar
anak tidak menderita TBC terlalu parah yang dapat mengakibatkan komplikasi dari
penyakit itu sendiri. Usahakan untuk mendapatkan vaksin imunisasi yang lengkap
mulai dari dini terhadap anak, karena dapat menjadi pelindung imun bagi tubuh
anak itu sendiri.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya :


salemba medika.

Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans
info media.

Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.

Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. ; editor,


monica Ester-Ed.2 – Jakarta: EGC.

Suriadi & Rita Yuliani.2006.Asuhan Keperawatan pada Anak,Edisi 2.Jakarta:

Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta :
PT. Percetakan Penebar Swadaya

Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2:
Cetakan Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika

Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta
: EGC

28

Anda mungkin juga menyukai