Anda di halaman 1dari 13

AANATOMI, FISIOLOGI, DAN PATOFISIOLOGI

SISTEM PERSARAFAN PADA MANUSIA

Rifa Rindayani Syafitri


131611123089
B19/AJ2/44

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
Daftar Isi

Daftar Isi ........................................................................................................................... 2


A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan ................................................................. 3
B. Pembagian sistem saraf secara anatomi dan secara fungsional ................................. 5
C. Perjalanan Syaraf..................................................................................................... 10
D. Penyakit pada sistem persarafan ............................................................................. 10
E. Patofisiologi Polio ................................................................................................... 10
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 13
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
Jaringan saraf terdiri dari neuron (sel saraf dan seratnya) serta neuroglia,
yakni sel dengan fungsi yang belum diketahui sebagian adalah fagositik, penyerap
dan penghancur mikro-organisme dan substansi asing yang masuk ke dalam
jaringan saraf (Gibson, 2003).

1. Neuron
Neuron merupakan unit dasar dari SSP dan sistem saraf tepi. Terdapat
berjuta-juta neuron dalam sistem saraf. Setiap neuron terdiri dari sel saraf dan
seratnya. Setiap sel memiliki nukleus dan sejumlah granula dan fibril dalam
sitoplasmanya. Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang melekat pada
bagian luar sel, melalui dendrit ini impuls memasuki sel dari sel-sel lain. Akson
adalah serat yang dilalui impuls meninggalkan sel untuk ditransmisikan ke sel
lain. Setiap sel saraf memiliki satu akson, yang dapat mempunyai panjang yang
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Satu akson sering
bercabang banyak di dekat ujungnya, dan setiap ujung cabang membentuk
pembesaran seperti kancing, yang merupakan bagian pengantar informasi. Sebuah
neuron tidak pernah terbagi atau digantikan, banyak neuron yang mati dan
menghilang setiap tahun sejak lahir (Gibson, 2003).

Gambar 1: Struktur sel syaraf (Brainly, 2015)

Hubungan antara dua neuron terjadi melalui synapse. Umumya, sinyal


neuron ditransmisikan melalui pelepasan perantara kimia (neurotransmitter) oleh
neuron presinaptik, dan selanjutnya berikatan dengan reseptor molekular pada
neuron post sinaptik. Neurotransmitter sistem saraf pusat meliputi glutamat, asam
aminobutirat (GABA), glisin, asetilkolin, 5-hidroksitriptamun (5-HT), dan
noredrenalin.
Berdasarkan struktur, terbagi menjadi: (1) anaxonik, akson tidak dapat
dibedakan dengan dendrit, hanya terdapat di SSP dan organ sensorik khusus (2)
unipolar (pseudounipolar), dendrit dan axon bersambungan & soma berada di satu
sisi. (3) bipolar, ada 2 prosesus-1 dendrit dan 1 axon-soma berada di antaranya
(4) multipolar, punya 2 atau lebih dendrit dan 1 axon (Kuntarti, 2015).
Sel neuron berdasarkan fungsi terbagi atas tiga yakni neuron aferen,
eferen, dan interneuron. Neuron aferen yang menghubungkan jaringan jaringan
perifer ke sumsum tulang belakang merupakan bagian dari sistem saraf tepi yang
memberikan persepsi sensasi eksternal. Neuron eferen yang menghubungkan
sumsum tulang belakang dengan jaringan tepi merupakan bagian dari sistem saraf
tepi yang mengatur aktivitas dari jaringan perifer. Saraf asosiasi/interneuron yaitu
neuron yang menghubungkan antara neuron sensorik satu dengan neuron motorik
yang lain. Berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi neuron ajustor yang
berfungsi untuk menghubungkan neuron sensorik dengan neuron motorik di
dalam Sistem Saraf Pusat (SSP). Selain itu ada juga neuron konektor yang secara
umum menghubungkan antara satu sel neuron dengan sel neuron yang lain
(Supriyatna, 2015).
2. Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel yang
secara keseluruhan menyokong, melindungi dan sumber nutrisi sel saraf (neuron)
pada otak dan Medulla spinalis, sedangkan sel Schwann merupakan pelindung dan
penyokong neuron-neuron di luar sistem saraf pusat. Neuroglia menyusun 40%
volume otak dan medulla spinalis. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel
neuron dengan perbandingan sekitar 10:1. Ada empat sel neuroglia yang berhasil
diidentifikasi yaitu: Oligodendroglia, ependima, astroglia, dan mikroglia yang
masing-masing mempunyai fungsi khusus. Oligodendroglia merupakan sel glia
yang bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam SSP. Ependima berperan
dalam produksi cairan srebrospinal. Mikroglia mempunyai sifat fagosit yang
ditemukan di seluruh SSP dan dianggap berperan penting dalam proses melawan
infeksi. Astroglia berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi neuron yang halus.
Neuroglia secara struktur menyerupai neuron, namun tidak dapat
menghantarkan impuls saraf. Perbedaan yang penting lain adalah neuroglia tidak
pernah kehilangan kemampuan untuk membelah dimana tidak dipunyai neuron
(Feriyawati, 2007).

B. Pembagian sistem saraf secara anatomi dan secara fungsional


Sistem saraf secara anatomi terbagi atas sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf
tepi sedangkan secara fungsional adalah divisi aferen dan divisi eferen (Kuntarti,
2015)
1. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP terdiri dari otak & medula spinalis. SSP merupakan organ kompleks yang
terdiri dari jaringan saraf, pembuluh darah, jaringan ikat pelindung & pendukung.
SSP berfungsi untuk mengintegrasi, memproses, dan mengkoordinasi data
sensorik dengan perintah motorik. SSP dilindungi oleh tulang kranium (os
cranium) dan kolumna vertebra, membran jaringan penunjang (meninges), dan
cairan serebrospinal (CSF).
a. Otak
Otak adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc.
Diperkirakan otak terdiri atas 100milyar neuron. Otak dibagi menjadi 6 divisi
utama, yaitu:
1) Serebrum forebrain/prosensefalon
Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia. Terdapat 2
hemisfer yakni hemisfer kanan untuk mengontrol tangan kiri, pengenalan
terhadap musik dan artistik, ruang dan pola persepsi, serta pandangan dan
imajinasi; sedangkan hemisfer kiri untuk mengontrol tangan kanan, bahasa
lisan dan tulisan, ketrampilan numeric dan saintifik, serta penalaran.
Serebrum terdiri dari 4 lobus, yakni (1) lobus frontal sebagai pusat
fungsi intelektual, pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis, dsb, (2) lobus parietal sebagai pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) (3) lobus oksipital sebagai pusat
penglihatan dan area asosiasi penglihatan serta merupakan lobus terkecil,
(4) lobus temporal berperan dalam pembentukan & perkembangan emosi
serta pusat pendengaran
2) Diensefalon
Terdiri atas thalamus dan hypothalamus (merupakan area terpenting dalam
pengaturan lingkungan internal tubuh (homeostasis).
3) Serebelum
4) Midbrain
5) Pons
6) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan lanjutan dari medula spinalis, terdiri dari
piramid, decussation, dan nukleus-nukleus.
b. Medulla spinalis
Terdapat 31 pasang saraf spinal yang melalui medula spinalis menuju nervus
campuran yang berisi akson sensorik dan motorik. Medulla spinalis atau spinal
cord berperan penting mengendalikan aktivitas yang berhubungan dengan
saraf. Secara lebih spesifik, medulla spinalis berperan dalam mengendalikan
berbagai aktivitas refleks di dalam tubuh dan proses transmisi impuls dari dan
ke otak melalui saraf sensorik dan motorik (ETD, 2014).

Gambar 3: 31 pasang saraf spinal (Wendy, 2013)


2. Sistem saraf tepi
Sistem saraf tepi meliputi semua jaringan saraf di luar SSP. Sistem saraf perifer
terdiri dari saraf sensorik dan saraf motorik yang bekerja secara sadar (saraf
somatis) maupun yang bekerja secara tidak sadar (saraf otonom) (ETD, 2014).
Sistem saraf ini berfungsi untuk menerima rangsang, menghantarkan informasi
sensorik, dan membawa perintah motorik ke jaringan dan sistem perifer. Berkas
akson (serat saraf) berfungsi untuk membawa informasi sensorik dan perintah
motorik. Setiap berkas saraf berhubungan dengan pembuluh darah & jaringan Ikat
menuju saraf tepi (nerves). Nerves yang keluar dari otak menuju saraf kranial.
Nerves yang keluar dari medula spinalis menuju saraf spinal (Kuntarti, 2015).
Sistem saraf tepi dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:
a. Saraf kranial dan spinal
Saraf ini terbentuk dari berkas serabut saraf (neurofibra) yang disokong oleh
jaringan penunjang. Terdapat 12 pasang saraf kranial yang meninggalkan
otak melalui foramen di tengkorak.
Gambar 4: 12 pasang saraf kranial (Ekasari, 2013)
b. Ganglia
1) Ganglia Sensorik
Ganglia ini merupakan benjolan fusimorfis yang terletak di radix posterior
pada masing-masing saraf spinal tepat di bagian proksimal pertemuan
dengan radix anterior yang sesuai. Ganglia ini disebut ganglia radix
posterior. Ganglia serupa juga ditemukan di sepanjang perjalanan nervus
cranialis V, VII, VIII, IX dan X yang disebut ganglion sensorik
2) Ganglia otonom
Ganglia ini biasanya berbentuk iregular yang terletak di sepanjang
perjalanan serabut saraf eferen susunan saraf otonom. Ganglia ini
ditemukan di rantai simpatis paravertebra di sekitar pangkal arteri-arteri
visera besar intraabdomen dan di dekat atau menempel di dinding berbagai
organ visera (Snell, 2007).
3. Divisi aferen
Divisi aferen merupakan saraf tepi yang menghantarkan informasi sensorik dari
reseptor (somatik & viseral) di jaringan/organ perifer ke SSP menuju neuron
sensorik. Reseptornya ialah struktur sensorik yang mendeteksi adanya perubahan
lingkungan internal atau yang menerima rangsang tertentu. Reseptor dapat berupa
neuron (biasanya berupa dendrit) atau sel khusus dari jaringan lain (mis. sel
Merkel di epidermis)
4. Divisi Eferen
Pada divisi ini membawa perintah motorik ke otot & kelenjar menuju neuron
motorik. Divisi ini dibagi menjadi: (1) sistem saraf motorik somatik mengontrol
kontraksi otot rangka secara volunter (sadar) dan involunter berupa respons yg
sederhana & otomatis, atau gerakan kompleks yg di luar kesadaran (refleks) (2)
sistem saraf motorik otonom/ sistem saraf motorik viseral mengontrol kontraksi
otomatis otot polos, otot jantung, & sekresi kelenjar tanpa disadari, dan terdiri dari
saraf simpatis & parasimpatis yang berefek antagonis (Kuntarti, 2015).

Gambar 5: Diagram sistem saraf (Supriyatna, 2015)


C. Perjalanan Syaraf
Saraf keluar dari otak menuju organ-organ tubuh seperti mata, telinga,
wajah, hidung, dan medulla spinalis. Dari medulla spinalis saraf diteruskan
menuju bagian tubuh yang lebih rendah seperti tangan dan kaki. Neuron sensoris
menerima rangsangan dari lingkungan diteruskan ke medulla spinalis dan secara
cepat diteruskan ke otak. Otak mengolah pesan dan memberikan respon. Respon
diteruskan oleh neuron motoris ke bagian tubuh yang lain (Chamidah, 2013).

D. Penyakit pada sistem persarafan


Penentuan diagnosa adanya keabnormalitasan atau penyakit pada sistem saraf
diperlukan anamnesa, dan pemeriksaan fisik khusus, namun pada beberapa kasus
diperlukan data penunjang untuk penegakan diagnosa. Indikator riwayat penyakit
pada gangguan neurologis adalah, nyeri, parestesia, sakit kepala, perubahan
kesadaran, serangan kejang, gangguan fungsi atau defisit fisik dan mental
(Burnside, 1995). Penyakit atau gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf
diantaranya: cerebral palsy, erb palsy, muscular distrophy, contracture, club foot,
polio, rickets, spina bifida, artrogriposis, hidrocephalus, mikrocephaly
(Chamidah, 2013)

E. Patofisiologi Polio
Penyebab penyakit polio adalah poliovirus (PV). Virus masuk tubuh klien
melalui mulut dan hidung, kemudian berkembang biak di saluran napas, dan
saluran cerna (Muttaqin, 2008). Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis). Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf
tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan
bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu
sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah medula
spinalis terutama kornu anterior, batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-
inti saraf kranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
serebelum terutama inti-inti vermis, otak tengah “midbrain” terutama gray matter
substansi nigra dan kadang-kadang nukleus rubra (Huldani, 2012).
Resiko terjadinya poliomyelitis:
1. Belum mendapat imunisasi polio
2. Bepergian ke daerah yang masih banyak terjangkit polio
3. Usia yang sangat lanjut atau sangat muda
4. Luka di mulut, hidung, atau tenggorokan
5. Stres dan kelelahan fisik yang luar biasa sehingga melemahkan sistem kekebalan
tubuh

Masa inkubasi virus polio biasanya bekisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya
adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam
selama 2-5 hari. Penyakit polio dibedakan menjadi 3 jenis yang masing-masing
memiliki gejala atau tanda-tanda sendiri.

1. Polio non-paralisis: polio ini menyebabkan


demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif.
Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot
terasa lembek jika disentuh
2. Polio paralisis spinal: strain polioviru ini
menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang
mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan
otot tungkai. Pada penderita yang tidak
memiliki kekebalan atau belum divaksinasi,
virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang
dan batang otak. Namun penderita yang sudah memiliki kekebalan biasanya
terjadi kelumpuhan pada kaki.
3. Polio bulbar: polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung saraf motorik
yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai
saraf yang mengontrol pergerakan bola mata, saraf trigeminal dan saraf muka
yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf
auditori; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan,; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher. Sudah bisa dibayangkan jenis polio ini menyebabkan kematian
(Andareto, 2015).

Gambar 6: Pasien polio yang tidak terawat. Sumber: (clinic)


Daftar Pustaka

Andareto, O. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.

Burnside, J. W. (1995). Diagnosis Fisik Edisi 17. Jakarta: EGC.

Chamidah. (2013). http://staff.uny.ac.id. Retrieved March 18, 2017, from


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr.%20Atien%20Nur%20Cha
midah,%20M.Dist.St/materi%20kuliah%20neurologi%202013

clinic, a. c. (n.d.). Poliomyelitis. Retrieved March 18, 2017, from


https://sites.google.com/site/activecarephysiotherapyclinic/poliomyelitis

ETD. (2014). Retrieved March 18, 2017, from


http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67762/potongan/S1-2014-286347-
chapter1

Feriyawati, L. (2007). library.usu.ac.id/. Retrieved March 18, 2017

Gibson, J. (2003). Fisiologi & Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Huldani. (2012). Retrieved March 18, 2017, from eprints.unlam.ac.id/:


eprints.unlam.ac.id/208/1/HULDANI%20-%20MYELITIS

Kuntarti. (2015). staff.ui.ac.id/. Retrieved March 18, 2017

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika.

Snell. (2007). Neuroanatomi Klinik : Pendahuluan dan Susunan Saraf Pusat. Jakarta:
EGC.

Supriyatna. (2015). Fitoterapi sistem organ. Yogyakarta: Deepublish.

Wendy. (2013). Retrieved March 18, 2017, from


http://yuhardika.blogspot.co.id/2013/03/trauma-vertebra-dan-medula-
spinalis.html

Anda mungkin juga menyukai