Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Dasar
2.1.1. Pengertian
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya terjadi akibat
perdarahan yang masif.
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang beredar, akan
menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang. Makin banyak
perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin besar risiko untuk
meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok yang
terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar risiko mati. Satu jam
pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”. Dalam periode ini time
Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni menghentikan
sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume darah. Hipoksia sampai
dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan kematian sel jaringan. Jika
sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of Cell), maka akan terjadi gagal
organ dan kematian.

2.1.2. Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik :
1. Terapi antitrombosis
2. Koagulopati
3. Perdarahan saluran pencernaan

 Varises esofagus

 Ulkus peptikum dan duodenum

 Ca gaster dan esofagus

4. Obstetrik/ginekologi
 Plasenta previa

 Abruptio plasenta

 Ruptur kehamilan ektopik

5. Paru
 Emboli pulmonal

 Ca paru

 Penyakit paru yang berkavitas : TB, aspergillosis

6. Rupturaneurisma

7. Perdarahan retroperitoneal
8. Trauma
 Laserasi

 Luka tembus pada abdomen dan toraks

 Ruptur pembuluh darah besar

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya


akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di
bawah normal dan timbul syok.

2.1.3. Patofisiologi
Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi.
Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan
berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis.
Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan
penurunan distribusi aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran
pencernaan, dan ginjal.
Pada perdaharan, terjadi respon-responhormonal. Corticotropin-
releasinghormone terstimulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pelepasan
glukokortikoid dan beta- endorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas
vasopressin, menyebabkan retensi air pada tubulus distal. Renin dilepaskan oleh
kompleks juxtamedularis sebagai respon dari penurunan MAP
(MeanArerialPressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan berujung resoprsi
natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan akut karena
glukagon dan growthhormone meningkat pada gluconeogenesis dan glikogenosis.
Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan aktivitas insulin secara
relative sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah.
Semakin memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi
peningkatan ventilasi sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis
metabolik dari karbon dioksida yang diproduksi.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan
perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang
luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan
melalui MAP. Ginjal juga mentoleransi penuruunan aliran darah sampai 90%
dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun
karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini
pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh
tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.
2.1.4. Tanda dan Gejala
Gejala klinis tunggal jarang ditemukan saat diagnosis syok ditegakkan.
Pasien bisa mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang
(gejala pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang
tipe, jumlah, dan lama perdarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes
diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan
lamanya perdarahan.
Untuk perdarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah
dari rectum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang
hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari
rectum harus diduga adanya perdarahan hebat sampai dibuktikan sebaliknya.
Syok umumnya memberi gejala klinis seperti turunnya tanda vital tubuh:
hipotensi, takikardi, penurunan urinoutput, dan penurunan kesadaran. Kumpulan
gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Gejala umum lainnya
yang bisa timbul adalah kulit kering, pucat, dan dengan diaphoresis. Pasien
menjadi bingung, agitasi, dan tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan dalam
dibandingkan denyutnya, tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas
normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia
kronik.
Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan
adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi
apakah terdapat gejala hemotoraks, suara nafas akan turun, serta suara perkusi
redup di area dekat perdarahan.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal. Periksa panggul
apakah ada ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Lakukan
pemeriksaan rectum untuk mengetahui asal darah yang keluar dari rectum.
Pasien dengan riwayat perdarahan vagina dilakukan pemeriksaan pelvis
lengkap dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan
ektopik.

2.1.5. Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaan dasar syok hemoragik ialah menghentikan perdarahan dan
menggantikan kehilangan volume darah.

1. Pemeriksaan jasmani
Hal penting yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan pasien yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita memungkinkan.
 Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
 Circulation – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.
 Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motoric dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
 Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki
sebagai bagian dari mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan,
maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat
bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
 Dilatasi lambung – dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang
tak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari stimulasi nervus
vagus yang berlebihan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok
menjadi sulit. Pada pasien tidak sadar, distensi lambung membesarkan
risiko aspirasi isi lambung dan dapat menjadi suatu komplikasi yang bisa
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan NGT.
 Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Darah pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau
tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi
pemasangan kateter uretra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang
uretra yang utuh.
 Pengobatan dengan posisi kepala di bawah. Dengan menempatkan
penderita dengan kepala 5 inci lebih rendah daripada kaki akan sangat
membantu dalam meningkatkan alir balik vena dan dengan demikian
menaikkan curah jantung. Posisi kepala di bawah ini adalah tindakan
pertama dalam pengobatan berbagai macam syok.2

2. Akses pembuluh darah


Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah
lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses
pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis, atau subklavia dengan
kateter besar) dengan menggunakan teknik seldinger atau melakukan vena
seksi pada vena safena di kaki. Pada anak di bawah 6 tahun, teknik
penempatan jarum intra oseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena
sentral.
Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia
atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hematotoraks.3

3. Terapi awal cairan


Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan
patokan berat badan. Volume darah rata-rata pada orang dewasa kira-kira 7%
dari berat badan. Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan
berdasarkan berat badan ideal. Volume darah anak-anak dihitung 8% - 9% dari
berat badan (80-90 ml/kg).
Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita.
Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% -
30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih
dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan
sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada
kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2-4 x volume yang hilang.
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskular dengan cara menggantikan kehilangan cairan ke dalam ruang
interstitial dan intraseluler. Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama.
NaCl fisiologis adalah pilihan kedua karena berpotensi menyebabkan
terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar jika
fungsi ginjal kurang baik.
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak,
diberikan dalam 30-60 menit pertama. Jumlah cairan yang diperlukan untuk
resusitasi sukar diramalkan pada awal evaluasi penderita. Perhitungan kasar
untuk jumlah total volulme kristaloid yang secara akut diperlukan adalah
mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,
sehingga memungkinkan restitusi volume plasma yang hilang ke dalam ruang
interstitial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1
rule”). Namun lebih penting untuk menilai respon penderia kepada resusitasi
cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya
keluar urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.2,3

Table 2.2 Respon terhadap pemberian cairan awal


Respon cepat Respon sementara Tanpa respon
Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan Tetap abnormal
sementara, tekanan
darah dan nadi
kembali turun
Dugaan kehilangan Minimal (10% - Sedang, masih ada Berat (>40%)
darah 11%) (11% - 40%)
Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak
kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera
Persiapan darah Tipe spesifik dan Tipe spesifik Emergensi
crossmatch
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini ahli Perlu Perlu Perlu
bedah

Jumlah produksi urin merupakan indicator yang cukup sensitive untuk


perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran
darah ginjal yang cukup, bila tidak dimodifikasi dengan pemberian obat diuretik.
Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu pemantau utama resusitasi dan
respon penderita.
Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran
urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anakm dan 2
ml/kg/jam pada bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang atau makin turunnya
produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang
tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambah penggantian volume dan usaha
diagnostik.
Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan sistolik ≥100, nadi
≤100, perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan biasanya
transfuse tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem paru, terutama
pasien geriatri. Perhatian harus ditunjukkan agar jangan sampai terjadi kelebihan
cairan. Namun jika hemodinamik memburuk, teruskan cairan (2-4x estimated
blood loss), jika membaik tetapi Hb < 8 gr, Ht < 25%, beri transfusi darah dan
koloid. Bila hemodinamik tetap buruk, segera diberikan transfusi.9

4. Transfusi darah
Indikasi transfusi darah antara lain:
 Perdarahan akut sampai Hb <8 gr/dL atau Ht <30% pada orang tua,
kelainan paru, kelainan jantung, Hb <10 gr/dL.
 Bedah mayor kehilangan darah >11% volume darah.
Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap cairan. Tujuan utama
transfuse darah adalah memperbaiki oxygen-carrying capacity. Perbaikan
volume dapat dicapai dengan pemberian larutan kristaloid, yang sekaligus
akan memperbaiki volume interstitial dan intraseluler.
Darah yang baik digunakan adalah yang sepenuhnya crossmatched.
Namun proses crossmatching lengkap memerlukan sekitar 1 jam. Pengobatan
mencakup transfusi darah lengkap, apabila darah lengkap tidak tersedia,
plasma biasanya dapat menggantikan darah lengkap. Plasma tidak dapat
memulihkan hematokrit normal, tetapi manusia biasanya dapat bertahan pada
penurunan hematokrit sampai kira-kira sepertiga normal sebelum
menimbulkan akibat serius jika curah jantung mencukupi. Karena itu pada
keadaan akut cukup beralasan untuk menggunakan plasma dalam
menggantikan darah lengkap guna mengobati syok hemoragik.
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai
pengganti plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi
hemodinamika hampir tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah larutan
dekstran. Syarat utama suatu pengganti plasma yang benar-benar efektif
adalah yang tetap tinggal di sistem sirkulasi yaitu tidak tersaring melalui pori-
pori kapiler ke dalam ruang jaringan. Selain itu larutan tidak boleh toksik dan
mengandung bahan yang mempunyai ukuran molekul cukup besar untuk
mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut adalah
dekstran, suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran dengan
besar molekul yang sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank arena itu
dapat menggantikan protein plasma sebagai bahan osmotik koloid.3

5. Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ


a. Umum
Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita.
Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan perfusi sedang kembali ke
normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi
tentang perfusi organ. Perbaikan pada sistem saraf pusat dan peredarah
darah kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi
kuantitas sukar ditentukan.8
b. Khusus
 Capillary refill time <2 detik
 MAP 65-70 mmHg
 Saturasi O2 >95%
 Urine output ?0,5 ml/kg/jam (dewasa); >1 ml/kg/jam (anak)
 Syok indeks = HR/SBP (normal 0,5-0,7)

6. Jenis cairan intravena


Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun-tahun menjadi perbantahan sengit,
yaitu:
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi
dengan cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi
mempertahankan hemodinamik dan perfusi yang baik sementara darah
donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan koreksi deficit cairan
ekstraseluler (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat
digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah
(Rh negatif) atau packed red cell-O.9
b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin,
HES) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal elbih lama
di intravaskular. Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi oleh pasma
expander. Dari segi harga juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan
Ringer Laktat. Reaksi anafilaktik dapat terjadi pada pemberian dextran
atau gelatin.9
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik
dari segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan
dengan Ringer Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.9
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian
infus diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga
setelah cairan interstitial penuh. Cairan lain seperti dextrose dan NaCl
0,45% tidak dapat digunakan.
Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrose, tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu
singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume
yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang
hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 11-30 menit.
Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstitial berlangsung selama
30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urin.
Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel
dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.11
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungannya yaitu mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan
kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh
sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis
metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan
cairan eksraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besasr
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis
metabolik, kombusio, dan sindrom syok. NaCl 0,45% dalam larutan
Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensible.9
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolism laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sedangkan asetat dimetabolisme pada hamper seluruh jaringan tubuh
dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai
cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fugsi hati
berat seperti sirosis hepatis dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam
larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat.

2.1.6. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

2.1.7. Algoritme Penanganan


Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Kelas I : - Takikardia Tidak perlu penggantian


kehilangan volume minimal, volume
darah < 15% <100 x/menit

Kelas II : - Takikardia
kehilangan volume (100-120 Penggantian volume darah
darah 15-30% x/menit) yang hilang dengan cairan
- Penurunan kristaloid sejumlah 2-4 kali
pulse pressure volume darah yang hilang.
- Penurunan
produksi urine
(20-30 cc/jam)

Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah


kehilangan volume (30-40 yang hilang dengan cairan
x/menit) kristaloid dan darah.
darah 30-40%
- Penurunan
produksi urine
(5-15 cc/jam)

Kelas IV : - Tachypnea Penggantian volume darah


Kehilangan volume (>35 x/menit) yang hilang dengan cairan
darah - Takikardia kristaloid dan darah.
(>140x/menit)
>40%
- Perfusi pucat,
dingin, basah
- Perubahan
mental

2.2. Asuhan Keperawatan


2.2.1. Web Of Caution (WOC)
(terlampir)
2.2.2. Pengkajian
1. Pengkjian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding
dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar
dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat
dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala,
leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen
pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini
tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat
membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak

2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui
kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien datang keadaan lemas dan mengeluarkan banyak darah
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi
meningkat jika kondisi menjelek)

5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan


orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
(pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak
diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran
pintas di paru)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG

2.2.3. Dx.Keperawatan
1. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan(darah)
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
2. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load
dan afterload, kontraktilitas jantung.
2.2.4. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


o
1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
 Fluid balance Fluid management
(darah)  Hydration  Pertahankan catatan intake
 Nutritional Status : dan output yang akurat
Food and Fluid  Monitor status hidrasi
Intake ( kelembaban membran
Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat,
 Mempertahankan tekanan darah ortostatik ),
urine output sesuai jika diperlukan
dengan usia dan  Monitor hasil lAb yang
BB, BJ urine sesuai dengan retensi cairan
normal, HT normal (BUN , Hmt , osmolalitas
 Tekanan darah, urin )
nadi, suhu tubuh  Monitor vital sign
dalam batas normal  Monitor masukan
 Tidak ada tanda makanan / cairan dan
tanda dehidrasi, hitung intake kalori harian
Elastisitas turgor  Kolaborasi pemberian
kulit baik, membran cairan IV
mukosa lembab,
 Monitor status nutrisi
tidak ada rasa haus
 Berikan cairan
yang berlebihan
 Berikan diuretik sesuai
interuksi
 Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

2 Penurunan kardiak output NOC: Cardiac care: akut


Setelah dilakukan - Evaluasi adanya
intervensi keperawatan nyeri dada
pada klien selama 5x24 - Auskultasi suara
jam jantung
- Klien - Evaluasi adanya
dapat memiliki pompa krackels
jantung efektif, - Monitor status
- status neurology
sirkulasi, perfusi - Monitor
jaringan & status tanda intake/output, urine output
vital yang normal. - Ciptakan
Kriteria Hasil: lingkungan yang kondusif
- menunjuk untuk istirahat
kan kardiak output
adekuat yang Cirkulatory care;
ditunjukkan dg TD, - evaluasi nadi
nadi, ritme normal, dan edema perifer
nadi perifer kuat, - monitor kulit
melakukan aktivitas dan ekstrimitas
tanpa dipsnea dan - monitor tanda-
nyeri tanda vital
- bebas - pindah posisi
dari efek samping obat klien setiap 2 jam jika
yang digunakan diperlukan
- ajarkan ROM
selama bedrest
- monitor
pemenuhan cairan
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Simpulan
Syok hemoragik adalah suatu kondisi saat perfusi jaringan menurun dan
menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Yang
ditandai dengan penurunan volume darah, akral dingin, pucat, takikardi, hipotensi, dan
penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan syok hemoragik meliputi pemeriksaan jasmani, akses pembuluh
darah, terapi cairan, transfusi darah, dan terapi lain.
Komplikasi yang paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume
yang tidak adekuat. Terapi yang segera, tepat, dan agresif untuk memulihkan perfusi
organ akan memperkecil kejadian yang tidak dikehendaki sedikitpun. Terdapat beberapa
penyulit pula dalam pemberian cairan resusitasi, sehingga harus berhati-hati terdapat
pemberian cairan.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA
NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.
https://www.academia.edu/9746397/Syok. syifana.aqullia.2010.laporanpendahuluan syok.

Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif. FKUI; 1104.

American College of Surgeons Committeeon Trauma.Advanced Trauma Life Supports for

Doctors. United States of America; 1104.

Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid


I. 4th ed. Jakarta: 1106

Anda mungkin juga menyukai