Anda di halaman 1dari 5

Dunia Roh Menurut Perspektif Reformed (Bagain-10):

Perspektif Alkitab Tentang Yoga


Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 29 Januari 2008
Yakub Tri Handoko, Th. M.

Definisi dan sejarah singkat

Bagi sebagian besar masyarakat Barat, yoga seringkali hanya dipahami sebagai salah satu
sistem latihan fisik untuk perenggangan tubuh, peningkatan kelenturan dan penyembuhan
penyakit ringan. Jika kita menyelidiki sejarah dan filosofi di balik yoga, maka kita akan
mengetahui bahwa yoga lebih dari sekedar latihan fisik. Yoga adalah jalan kuno menuju
kerohanian. Jalan ini berasal dari literatur-literatur kuno India.

Konsep ini sudah tersirat dari nama yang dipakai. Istilah “yoga” berasal dari bahasa
Sansekerta. Istilah yang berasal dari akar kata yuj (artinya “mengontrol”, “memasang kuk”
atau “menyatukan”) ini memiliki arti yang beragam. Arti yang paling populer adalah
“penyatuan”. Yang dimaksud penyatuan di sini adalah penyatuan antara jiwa yang terbatas
(diri yang fana) dengan jiwa yang tidak terbatas (Brahma/Diri yang kekal). Brahma adalah
realitas tertinggi, suatu allah yang tidak berpribadi, suatu substansi ilahi yang menyerap,
melingkupi dan melandasi segala sesuatu.

Dalam Larson’s New Book of Cults dijelaskan bahwa yoga terdiri dari beberapa
aliran/bentuk: Karma Yoga (persatuan rohani melalui perbuatan baik), Bhakti Yoga (persatan
dengan Yang Mutlak melalui devosi kepada seorang guru), Juana atau Gyana Yoga (jalan
masuk kepada keilahian melalui pengetahuan mistik) dan Raja Yoga (kesadaran ilahi melalui
kontrol mental). Jenis yoga yang sering diperbincangkan dan dipraktikkan orang termasuk
dalam Raja Yoga.

Dilihat dari sisi historis, perkembangan yoga dapat dibagi dijelaskan sebagai berikut: (1) akar
tertua dapat ditelusuri sampai pada Upanishads (sekitar 1000-500 SM). Dalam buku tua ini
diajarkan “satukan terang di dalam dirimu dengan terang yang ada di dalam Brahma”; (2)
kata “yoga” berikutnya juga ditemukan dalam buku Bhagavad Gita (sekitar abad ke-5 SM).
Di pasal 6 buku ini Krishna berkata, “maka sukacita tertinggi datang kepada Yogi (orang
yang melakukan yoga)...yang menjadi satu dengan Brahma, allah itu”; (3) pada pertengahan
abad ke-2 M, Panjali dalam bukunya Yoga Sutras membagi yoga menjadi 8 cabang seperti
anak tangga, masing-masing: yama (pengendalian diri/asketisisme), niyama (ibadah
keagamaan), asana (posisi tubuh), pranayama (latihan pernafasan), pratyahara
(pengendalian indera), dharana (konsentrasi), dhyana (kontemplasi yang dalam) dan samadhi
(pencerahan).

Filosofi di balik yoga

Sebagai salah satu fenomena keagamaan yang berasal dari Timur, yoga memiliki beberapa
karakteristik yang sama dengan aliran lain dalam Gerakan Jaman Baru. Prinsip dasar yang
ada reatif sama, tetapi beberapa memang sedikit berbeda. Apa saja filosofi di balik praktik
yoga?

1/5
Pertama, dualisme. Dalam agama-agama kuno di India dikenal konsep yang dualistik antara
jiwa (spiritual) dan tubuh (material). Tubuh dianggap sebagai sesuatu yang lebih rendah
daripada jiwa. Tubuh adalah sumber segala kejahatan. Apa yang tampak hanyalah sebuah
ilusi, sedangkan realita sebenarnya terletak pada hal-hal yang spiritual. Tidak heran, para
yogi pada jaman dahulu dikenal sebagai “orang yang telah mengambil sumpah untuk hidup
dalam kemiskinan, kesucian, gaya hidup selibat dan meditasi sepanjang hari”. Para penganut
yoga juga cenderung melihat kehidupan fana di dunia sebagai kehidupan yang rendah dan
tidak layak dihidupi (Moti Lal Pandit).

Kedua, pembebasan (liberation). Dilihat dari sisi istilah “yoga” yang berarti “memasang kuk”
atau “mengontrol”, kita mungkin heran bagaimana pembebasan dapat menjadi filosofi dasar
dalam yoga. Kebingungan ini akan hilang jika kita memahami apa yang dimaksud dengan
pembebasan dalam yoga. Pembebasan bukan berarti bebas mengumbar hawa nafsu.
Sebaliknya, pembebasan di sini berkaitan dengan pembebasan dari diri sendiri. Diri sendiri
bersifat kafir dan menghalangi terjadinya pencerahan. Orang harus mendisiplin pikiran, tubuh
dan jiwanya supaya bisa terfokus pada Allah. Sehubungan dengan prinsip ini, pengosongan
pikiran, posisi tubuh dalam pose tertentu dan meditasi sangat ditekankan dalam yoga. Semua
ini dipercaya akan memberikan kebebasan.

Ketiga, pencapaian pengetahuan/hikmat yang tertinggi. Melalui yoga orang yakin bahwa dia
akan memperoleh pencerahan-pencerahan yang membuat dia menjadi lebih berhikmat.
Meditasi dianggap sebagai instrumen yang efektif untuk menumbuhkan pengetahuan rohani
seseorang. Dia akan semakin mengerti tentang hakekat manusia, alam semesta dan alam. Dia
akan dibebaskan dari kebodohan metafisik yang dia alami selama ini, yaitu ketidaksadaran
bahwa manusia (segala sesuatu) adalah ilahi.

Keempat, spiritisme. Dalam kasus-kasus tertentu, meditasi dalam yoga mencakup


pemanggilan berbagai roh ke dalam diri seseorang maupun upaya seseorang masuk ke dalam
dunia roh tersebut. Keterlibatan yang “paling ringan” dalam hal ini adalah perenungan yang
dalam tentang suatu allah yang berbeda dengan Allah dalam Alkitab.

Kelima, kesatuan dengan allah. Dalam yoga seseorang tidak hanya memikirkan tentang allah,
tetapi dia sendiri juga berusaha menyatu dengan kekuatan ilahi itu. Dia mencoba
membebaskan “dirinya” dan benar-benar menyatu secara hakekat dengan apa yng dia
percayai sebagai allah. Ketika seseorang sudah mencapai tingkatan yoga yang tertinggi, maka
orang itu akan mengalami kesadaran dan pengalaman sebagai allah.

Daya tarik yoga

Salah satu fakta yang tidak disangkal adalah popularitas yoga yang semakin menanjak. Yoga
tidak hanya digemari oleh orang Timur, tetapi juga orang Barat. Yoga bukan lagi monopoli
para penganut agama Hindu dan Budha, tetapi para penganut agama lain juga. Beberapa
penganut agama non-Hindu – termasuk kekristenan - bahkan telah mencoba mengembangkan
sebuah yoga yang disesuaikan dengan agama mereka. Dari perspektif Hindu, sinkretisme
seperti ini sah-sah saja, karena mereka percaya bahwa ada banyak jalan menuju persatuan
dengan Allah.

Mengapa yoga begitu diminati oleh banyak orang, bahkan di dunia Barat sekalipun? Ada
beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut. Faktor utama adalah kehidupan di Barat

2/5
yang serba cepat dan menekan. Kondisi seperti ini membuat manusia cepat lelah, baik secara
fisik maupun mental. Yoga berhasil menawarkan dua macam kelegaan itu sekaligus.

Faktor lain adalah kekecewaan terhadap materialisme. Di dunia Barat kelimpahan secara
materi merupakan sesuat yang sudah biasa. Mereka mudah mendapatkan segala macam
materi yang mereka inginkan. Semua ini ternyata tidak memberikan kepuasan bagi mereka.
Mereka membutuhkan hal-hal lain yang non-material. Mereka menginginkan kepuasan
psikologis, mental dan kerohanian. Semua ini juga ditawarkan oleh yoga.

Faktor lain berkaitan dengan wajah kekristenan yang dianggap terlalu kering. Sebagian orang
Kristen yang mempraktikkan yoga mengaku bahwa mereka selama ini merasa kering dengan
kekristenan. Kekristenan hanya diidentikkan dengan liturgi dan dogma. Mereka tidak
mendapatkan sentuhan emosional dalam kehidupan kekristenan mereka. Kekosongan inilah
yang akhirnya dianggap dapat diisi melalui yoga.

Apakah latihan fisik dalam yoga dapat dipisahkan dari filosofi di baliknya?

Beberapa orang Kristen yang mengetahui filosofi di balik yoga mengaku bahwa praktik ini
merupakan pelanggaran terhadap Alkitab. Bagaimanapun, sebagian dari mereka tetap
bersikeras bahwa tidak semua yoga adalah salah. Menurut mereka, yoga yang hanya
berhubungan dengan latihan fisik boleh diikuti oleh orang-orang Kristen.

Apakah pandangan di atas dapat diterima? Untuk menjawabnya, mari kita memfokuskan
pembahasan pada salah satu jenis yoga yang dianggap “paling aman” karena hanya
mengajarkan latihan-latihan fisik. Yoga ini disebut Hatha Yoga. Yoga jenis ini hanya terdiri
dari asana (posisi tubuh) dan pranayama (latihan pernafasan).

Dua hal di atas ternyata tidak terpisahkan dari filosofi di baliknya. David Fetcho, seorang
peneliti terkenal dalam bidang yoga, menyatakan bahwa latihan fisik yoga tidak mungkin
dipisahkan dari metafisika Timur yang melandasinya. Para ahli yoga yang lain juga sepakat
bahwa asana dan pranayama merupakan bagian integral dari keseluruhan yoga. Tujuan dari
Hatha Yoga adalah menghilangkan halangan-halangan fisik untuk menuju pada tingkatan
yang lebih tinggi. Pranayama merupakan cara untuk mengontrol energi mistis/vital dalam
tubuh. Energi ini dipercayai sebagai energi ilahi yang universal, tidak terbatas dan mahahadir,
yang berada di balik dunia materi (akasa). Jika seseorang mampu mengontrol energi secara
sempurna, maka dia akan menjadi mahahadir dan mahakuasa. Jiwanya dapat berada di mana
saja dan melakukan apa saja.

Posisi tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa (asana) juga bertujuan untuk memanipulasi
kesadaran. Masing-masing posisi tubuh memiliki filosofi dan tujuan tersendiri. Tujuan ini
lebih ke arah psikologis atau spiritual daripada fisik (somatis). Dengan demikian Hatha Yoga
bukan sekedar latihan fisik, tetapi latihan psikosomatis yang melibatkan tubuh dan jiwa.

Bagaimana dengan latihan perenggangan tubuh yang ditemukan juga dalam berbagai latihan
pemanasan di olah raga? Untuk hal ini kita sebaiknya mengakui bahwa jika latihan itu benar-
benar dipisahkan dari konteks yoga, maka latihan tersebut dapat dibenarkan. Bagaimanapun,
jika latihan ini dilakukan sebagai latihan yoga, maka hal ini harus dihindari. Orang yang
sudah merasakan manfaat dari latihan yoga yang paling dasar sangat mungkin akan tergoda
untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Kalau sekedar ingin mendapatkan manfaat fisik dari

3/5
beberapa latihan perenggangan di dalam yoga, kita dapat menggantinya dengan beberapa
olah raga lain yang menfaatnya sama atau bahkan lebih besar daripada beberapa gerakan
yoga, misalnya aerobik, senam di dalam air dan latihan pemanasan yang lain.

Bahaya-bahaya yoga

Terlepas dari keuntungan fisik yang didapat dari latihan yoga, yoga ternyata dapat
menyebabkan berbagai masalah yang serius. Para ahli yoga sudah lama memahami
kemungkinan terjadinya bahaya-bahaya tersebut. Dari segi fisik, latihan pernafasan yang
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Swami Prabhavananda mengatakan,
“kecuali dilakukan dengan tepat, ada sebuah kemungkinan besar untuk membahayakan otak.
Mereka yang melakukan latihan pernafasan tanpa pengawasan yang memadai dapat
menderita sebuah penyakit yang ilmu pengetahuan maupun dokter tidak dapat mengobatinya.

Dari segi kejiwaan, yoga tidak kalah berbahaya. Gopi Krishna, salah seorang ahli dalam
kundalini, mengungkapkan pengalamannya bahwa selama bertahun-tahun dia mengalami
berbagai macam bentuk kejiwaan. Dia pernah merasa begitu terobsesi, sakit, gila sampai
dijadikan medium dari berbagai roh. Ia mengakuinya bahwa hidupnya kadangkaa berpindah-
pindah dari keadaan gila ke normal, begitu sebaliknya.

Dari segi spiritual, yoga jelas sangat berbahaya. Salah satunya adalah pengalaman spiritual
dalam yoga yang disebut dengan istilah “kundalini” (kekuatan ular). Swami Vivekananda
menjelaskan pengalaman ini sebagai berikut: jika dibangkitkan melalui latihan disiplin-
disiplin rohani, maka [kekuatan] ini naik melalui tulang belakang, melewati berbagai pusat
saraf dan akhirnya mencapai otak, di mana yogi mengalami samadhi atau penyerapan total
dalam keilahian”. Pengalaman ini jelas merupakan penyembahan berhala, karena allah yang
dalam yoga bukanlah Allah yang benar (Kel 20:3-6; Gal 5:19-21).

Perspektif Alkitab tentang yoga

Beberapa orang Kristen melihat ada kesamaan antara yoga dan Alkitab. Dalam yoga
diajarkan tentang kesatuan dengan allah, natur manusia yang ilahi dan perlunya menguasai
keinginan tubuh yang jahat. Berdasarkan kesamaan ini, mereka kemudian berusaha untuk
mengembangkan sebuah yoga yang bernuansa Kristen. Usaha ini hanyalah sebuah utopia atau
bahkan tipu daya iblis atas orang-orang percaya.

Pertama, para ahli yoga berpendapat bahwa yoga bukanlah prinsip yang diadopsi oleh agama
Hindu. Yoga adalah prinsip yang berasal dari agama Hindu. Selain itu, beberapa elemen
dalam yoga jelas tidak dapat diganti dengan yang lain, misalnya yama dan niyamas. Hal lain
yang tidak boleh dilupakan adalah tujuan akhir dari yoga. Jika yoga tidak berujung pada
kesadaran bahwa manusia adalah ilahi, maka yoga tersebut tidak bisa disebut yoga, karena
tidak memenuhi tujuan utama yoga. Berdasarkan tujuan inilah, semua elemen yoga telah
diatur sedemikian rupa.

Kedua, beberapa kesamaan antara yoga dan kekristenan hanya terbatas pada kesamaan secara
umum. Kebenaran Allah memang terletak di mana-mana dan segala kebenaran adalah
kebenaran Allah. Allah memberikan wahyu umum kepada seluruh umat manusia. Walaupun
demikian, jika diselidiki lebih mendalam, maka di balik kesamaan-kesamaan yang ada kita
justru akan menemukan perbedaan-perbedaan yang jauh lebih fundamental.

4/5
• Pentingnya kesatuan dengan Allah.
Yesus berdoa agar semua orang percaya bersatu dan berada di dalam Allah (Yoh 17:21).
Dia juga mengajarkan bahwa orang percaya harus terus-menerus berada di dalam Dia
(Yoh 15:4). Perbedaan kesatuan ini dengan kesatuan versi yoga terletak pada jenis
kesatuan dan cara untuk mencapai kesatan. Alkitab tidak pernah mengajarkan kesatuan
dalam arti penyatuan hakekat. Cara yang dipakai pun bukan melalui disiplin mental
seperti di dalam yoga, tetapi melalui ketaatan kepada firman Tuhan (Yoh 15:10).

• Natur ilahi dalam diri manusia.


Dalam salah satu suratnya Petrus pernah berkata bahwa orang percaya “mengambil
bagian dalam kodrat ilahi” (2Pet 1:4). Dari konteks yang ada terlihat bahwa partisipasi
dalam kodrat ilahi ini tidak berarti bahwa orang percaya menjadi allah atau mewarisi
natur keilahian. Partisipasi ini sangat berhubungan dengan kehidupan kekal yang akan
diterima oleh orang percaya. Makna inilah yang sering dijumpai dalam literatur Yahudi
tentang partisipasi dalam kodrat ilahi (4Mak 18:3; Keb Sal 2:23).

• Perlunya menguasai keinginan tubuh.


Yakobus mengingatkan bahwa dalam diri manusia ada hawa nafsu yang terus berjuang
untuk menguasai (4:1). Petrus juga mengakui adanya keinginan daging yang terus
berjuang melawan keinginan jiwa (1Pet 2:11). Karena itu, orang percaya harus berusaha
mematikan keinginan-keinginan tersebut. Perbedaan dengan yoga, penguasaan atas tubuh
manusia yang berdosa ini dilakukan melalui kekuatan Roh (Rom 8:13 “oleh Roh kamu
mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu”).

Ketiga, Alkitab secara tegas menentang beberapa konsep yang salah dalam yoga.
• Tubuh bukanlah jahat. Tubuh ditebus oleh Tuhan Yesus (1Kor 6:19-20) dan harus
dipersembahkan kepada Tuhan (Rom 12:1).
• Masalah utama bukan terletak pada tubuh itu sendiri, tetapi pada dosa yang telah merusak
natur manusia (Rom 7:19-20).
• Jalan keluar bagi masalah ini bukanlah disiplin rohani yang bersifat anthroposentris,
tetapi melalui kasih karunia Allah di dalam Kristus (Rom 7:24-25) dan pertolongan Roh
Kudus (Rom 8:8-9).
• Hidup di dalam daging tetap merupakan hidup yang bermakna, sejauh hal itu dihidupi di
dalam iman di dalam Kristus (Gal 2:20).
• Segala bentuk asketisisme adalah tindakan yang salah. Kolose 2:23 “peraturan-peraturan
ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti
merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup
duniawi”.
• Manusia sangat terbatas dan sangat bergatung pada kehendak Allah (Yak 4:15).
• Penyamaan diri dengan Allah adalah cara yang dipakai iblis untuk menjatuhkan Adam
dan Hawa (Kej 3:1-5).
• Penyamaan diri dengan Allah pasti diberi hukuman yang sangat berat (Yes 14:4-20; Kis
12:22-23). #

5/5

Anda mungkin juga menyukai