Anda di halaman 1dari 7

Dunia Roh Menurut Perspektif Reformed (Bagian-8):

Saul di En-Dor (1Samuel 28:7-20)


Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 18 Desember 2007
Yakub Tri Handoko, Th. M.

Kisah tentang Saul yang mencari pemanggil arwah di En-Dor merupakan kisah yang sangat
terkenal. Melalui kisah ini nama daerah En-Dor menjadi umum di telinga orang Kristen,
walaupun daerah ini dalam Alkitab hanya muncul tiga kali saja. Selain terkenal, kisah ini juga
menjadi salah satu bagian Alkitab yang paling kontroversial. Sejak abad permulaan sampai
sekarang para penafsir terus berdebat tentang identitas “roh Samuel” dalam kisah ini: apakah
roh ini benar-benar roh Samuel atau sekedar tipu daya setan? Begitu peliknya masalah ini,
sebagian penafsir bahkan tidak berani mengambil sikap.

Bagaimana sikap kita terhadap permasalahan ini? Makalah kali ini akan memaparkan
berbagai argumen dari dua sisi, baik yang mendukung pandangan bahwa roh ini adalah roh
jahat maupun yang mendukung roh dalam kisah ini adalah benar-benar roh Samuel.
Sebelumnya, kita akan menyinggung secara umum tentang praktik pemanggilan arwah.

Pemanggilan arwah

Pemanggilan arwah orang mati disebut nekromensi (necromancy). Istilah ini berasal dari kata
Yunani nekros (“orang mati”) dan manteia (“tindakan mengetahui masa depan secara
ajaib”). Jadi, nekromensi adalah pemanggilan roh orang mati dengan tujuan untuk
menyatakan masa depan secara ajaib atau mempengaruhi peristiwa-peristiwa (Webster’s New
Collegiate Dictionary, 768).

Praktik nekromensi dalam Alkitab tidak terlalu banyak disinggung, apalagi dilakukan. Allah
secara jelas dan keras melarang tindakan ini. Larangan ini merupakan sesuatu yang aneh jika
dilihat dari perspektif bangsa-bangsa kuno waktu itu. Mereka tidak hanya mengijinkan dan
mempraktikkan nekromensi, namun mereka bahkan menganggap praktik ini sebagai bagian
integral dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Para pemimpin bangsa Mesir, Babel, Yunani
dan Romawi bahkan memanfaatkan jasa para pemanggil arwah sebelum mereka mengambil
keputusan yang penting, terutama ketika mereka sedang menghadapi krisis (Yes 19:3).

Bangsa Israel dilarang mempraktikkan atau menggunakan jasa para pemanggil arwah, karena
TUHAN adalah Allah mereka (Im 19:31). Nekromensi dan sejenisnya merpakan hal yang
menjijikkan di mata Allah (Ul 18:10-12). Bangsa Israel seharusnya meminta petunjuk pada
TUHAN, Allah mereka, dan bukan para roh orang mati (Yes 8:18).

Larangan di atas seringkali disertai dengan ancaman hukuman yang sangat berat. Mereka
yang terlibat dalam praktik ini akan dilenyapkan dari tengah bangsanya (Im 20:6). Mereka
harus dirajam dengan batu (Im 20:27). Walaupun diancam hukuman mati, tetapi beberapa
raja justru mempraktikkan hal ini, misalnya Manasye (2Raj 21:6). Sebaliknya, beberapa raja
yang mengadakan reformasi rohani menghapuskan praktik ini, misalnya Yosia (2Raj 23:24).

1/7
Roh jahat

Pandangan ini merupakan pandangan yang cukup populer di kalangan orang Kristen awam,
walaupun hanya segelintir penafsir yang memegang pandangan ini. Mereka yang memegang
pandangan ini telah memberikan beberapa argumen yang mereka anggap cukup kuat.
Pertama, praktik nekromensi sangat dilarang oleh Allah, sehingga tidak mungkin Allah
bekerja dengan mengutus Samuel melalui pemanggil arwah. Jika roh yang muncul di En-Dor
benar-benar adalah roh Samuel, maka Allah telah bertindak tidak konsisten. Di satu sisi Allah
melarang nekromensi, tetapi di sisi lain Dia justru menggunakan cara ini untuk
menyampaikan kehendak-Nya.

Kedua, Alkitab mengajarkan bahwa tidak ada hubungan antara orang mati dan orang hidup.
Ketika anaknya mati, Daud berkata, “aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan
kembali kepadaku” (2Sam 12:23b). Dalam sebuah perumpamaan, Yesus mengajarkan bahwa
roh orang yang sudah mati tidak dapat kembali ke dalam dunia orang hidup (Luk 16:27-31).
Ayub 7:9 “orang yang telah turun ke dalam dunia orang mati tidak akan datang kembali”.
Yesaya 26:14a “mereka sudah mati, tidak akan hidup pula, sudah menjadi arwah, tidak akan
bangkit pula”.

Ketiga, Alkitab menegaskan bahwa iblis adalah penipu. Yohanes 8:44 “ia (iblis) adalah
pendusta dan bapa segala dusta”. Iblis penuh dengan tipu muslihat (Kis 13:10). Ia juga licik
(2Kor 11:3) dan dapat menyamar sebagai malaikat terang (2Kor 11:14). Berdasarkan hal ini,
orang Kristen harus menggunakan seluruh senjata Allah supaya dapat bertahan melawan tipu
daya iblis (Ef 6:11).

Keempat, Allah sudah tidak mau lagi menyatakan sesuatu kepada Saul (1Sam 28:6). Jika
memang Allah tidak mau menjawab Saul melalui cara-cara yang ditetapkan Allah – misalnya
melalui mimpi, Urim dan para nabi – mengapa Allah memilih cara yang terlarang
(pemanggilan arwah) untuk berbicara kepada Saul? Dari pertimbangan konteks ini terlihat
bahwa yang berbicara kepada Saul dalam kisah ini bukanlah roh Samuel, hamba-Nya.

Kelima, roh ini muncul dari dalam bumi (1Sam 28:13). Alkitab di tempat lain mengajarkan
bahwa roh orang benar langsung kembali kepada Allah (Pkt 12:7). Penyamun di sebelah
Yesus akan langsung berada di Firdaus setelah dia mati (Luk 23:43; band. 2Kor 12:4; Why
2:7). Paulus menggambarkan kematiannya sebagai keadaan bersama dengan Tuhan (Flp
1:23), padahal Tuhan duduk di sebelah kanan Allah Bapa di surga (Rom 8:34; Kol 3:1; Ibr
1:3). Kitab Wahyu juga beberapa kali mencatat tentang jiwa-jiwa orang benar yang berada di
surga (6:9-10; 20:4).

Keenam, apa yang diucapakan “roh Samuel” ternyata tidak sepenuhnya terjadi. Saul dan
anak-anaknya memang mati (1Sam 28:19; 31:2, 6-7), tetapi peristiwa menyedihkan ini tidak
terjadi sehari sesudah Saul di Endor, padahal “roh Samuel” berkata “besok, engkau dan anak-
anakmu sudah berada bersama dengan daku” (1Sam 28:19). Jika ucapan ini sungguh-sungguh
berasal dari Tuhan melalui Samuel, maka waktu penggenapannya juga pasti tepat.
Ketidaktepatan waktu penggenapan menunjukkan bahwa ucapan ini berasal dari roh setan.

Terakhir, setelah mati Saul akan berada bersama dengan “roh Samuel” (1Sam 28:19).
Mempertimbangkan bahwa Samuel adalah orang benar yang pasti masuk ksurga sedangkan

2/7
Saul adalah orang yang binasa, tidak mungkin keduanya berada di tempat yang sama setelah
kematian. Jadi, “bersama aku” di ayat ini bukan merujuk pada roh Samuel.

Roh Samuel

Para penafsir umumnya memegang pandangan ini. Pertama, yang mengatakan bahwa roh itu
sebagai roh Samuel adalah penulis kitab 1Samuel sendiri. Argumen ini merupakan bukti yang
paling kuat. Jika kita membagi kisah ini menjadi narasi dan percakapan, maka kita akan
menemukan bahwa penyebutan “roh Samuel” dalam kisah ini bukan hanya terletak pada
bagian percakapan (oleh tokoh dalam cerita), tetapi juga dalam bagian narasi (oleh penulis
kisah ini). Di ayat 15b memang Saul yang menebak bahwa roh itu Samuel dan tebakan ini
mungkin saja salah. Bagaimanapun, di dalam bagian narasi, penulis kitab 1Samuel sendiri
menyatakan dengan jelas bahwa roh itu memang roh Samuel. Ayat 12 “ketika perempuan itu
melihat Samuel...”. Ayat 15 “sesudah itu berbicaralah Samuel kepada Saul”. Ayat 6 “lalu
berbicaralah Samuel”. Ayat 20 “...ia sangat ketakutan oleh karena perkataan Samuel itu”.

Jika yang dilihat Saul ternyata hanyalah roh yang menyerupai Samuel, mengapa penulis kitab
1Samuel justru mengatakan “maka tahulah Saul bahwa itulah Samuel”? Bukankah ia
sebaliknya akan menyatakan dengan jelas bahwa Saul telah tertipu? Mengapa dia tidak
mengubah ayat 12 “ketika perempuan itu melihat Samuel” menjadi “ketika perempuan itu
melihat roh yang mirip/menyerupai Samuel” sehingga para pembacanya dengan jelas dapat
melihat bahwa roh ini memang adalah roh setan? Seandainya roh ini adalah setan, bukankah
penulis akan menyatakannya dengan jelas supaya para pembaca tahu bahwa roh orang mati
tidak dapat dipanggil kembali?

Kedua, penyebutan nama TUHAN (yhwh) oleh roh Samuel di ayat 16-19. Penyebutan seperti
ini sangat penting untuk diperhatikan, karena Saul sendiri hanya memakai sebutan “Allah”
(‘elohim) yang lebih umum (ayat 15), walaupun di ayat 10 Saul memakai nama TUHAN.
Pemunculan nama diri “TUHAN” sebanyak 7 kali di ayat 16-19 juga sangat signifikan karena
menekankan kesempurnaan dari apa yang akan Dia lakukan. Jika roh Samuel di sini adalah
roh setan, mungkinkah dia berani menyebut nama TUHAN yang kudus? Argumen ini akan
tampak lebih kuat jika kita menyadari bahwa nama TUHAN yang muncul 5321 kali dalam
PL tidak pernah muncul dari mulut iblis. Iblis hanya menyebut nama “Allah” (‘elohim) yang
umum (Kej 3:1-5).

Ketiga, apa yang diucapkan oleh Samuel di ayat 16-19 sesuai dengan perkataan Samuel
ketika dia masih hidup. Ayat 17 “TUHAN telah mengoyakkan kerajaan dari tanganmu dan
telah memberikannya kepada orang lain, kepada Daud” memiliki kesamaan verbal yang
sangat signifikan dengan pasal 15:28 “TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja
atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari
padamu”. Penghukuman dari Allah yang berupa kekalahan Saul dan rakyatnya (1Sam 28:19)
sesuai dengan peringatan Samuel di pasal 12:25 bahwa jika mereka berbuat jahat maka
Tuhan akan melenyapkan raja dan bangsa Israel. Lebih jauh, kita perlu memperhatikan
bahwa ucapan roh Samuel di ayat 16-19 berisi teguran kepada Saul karena dia tidak taat
kepada Allah (band. 1Sam 15:19, 22). Jika yang sedang berbicara dengan Saul di sini adalah
roh setan, mungkinkah dia justru menegur kesalahan Saul karena tidak menaati Allah?

Dari penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa seandainya roh itu adalah setan, kita sulit
memahami tujuan dia mengatakan hal-hal di ayat 16-19. Bukankah teguran yang keras ini

3/7
justru bisa membuat Saul bertobat dan setan akhirnya kehilangan seorang pengikut? Apakah
keuntungan yang didapat setan dengan menyampaikan hal-hal yang sesuai dengan firman
Tuhan? Apa yang dicatat di ayat 16-19 sangat berbeda dengan kebiasaan iblis di bagian lain
Alkitab. Iblis secara konsisten ditampilkan sebagai pribadi yang suka memutarbalikkan
firman Tuhan (Kej 3:1-5), membuat orang jatuh ke dalam dosa (Ay 1:6-12; 2:1-6),
membinasakan (Mat 17:15, 18; Mar 9:22) dan menipu (Yoh 8:44; 2Kor 11:3, 14; Ef 6:11).

Keempat, jika roh Samuel di kisah ini adalah roh setan, maka dia kemungkinan besar akan
memberitakan berita kedamaian yang palsu, sebagaimana dilakukan oleh para nabi palsu
pada jaman sebelum pembuangan. Salah satu perbedaan antara nabi palsu dan nabi Tuhan
terletak pada isi nubuat mereka terhadap raja yang jahat. Nabi Tuhan tidak menubuatkan
yang enak-enak untuk raja yang jahat (1Raj 22:8), sedangkan nabi palsu melakukan
sebaliknya (1Raj 22:13; Yer 6:13-14; 8:10-11; 14:13-14). Contoh yang paling jelas adalah
pertentangan antara nabi Yeremia dan Hananya (Yer 28:1-17). Jika roh Samuel yang
menemui Saul adalah roh setan, maka dia akan menubuatkan hal yang baik kepada Saul
padahal nubuat itu akan berakhir dengan kebinasaan.

Konklusi

Dari dua pandangan di atas, pandangan terakhir tampaknya memiliki argumen yang sangat
kuat. Sebaliknya, argumen yang dipaparkan oleh mereka yang memegang pandangan pertama
ternyata tidak semuanya memiliki bobot yang meyakinkan. Berikut ini adalah beberapa
jawaban terhadap argumen yang mereka berikan.

Pertama, pemunculan roh Samuel tidak disebabkan oleh aktivitas pemanggilan arwah. Hal ini
terlihat dari kekagetan perempuan ini (ayat 12). Jika roh Samuel ini adalah roh setan dan
muncul karena dia panggil, mengapa perempuan ini justru mengalami kekagetan yang luar
biasa? Dalam praktik nekromensi pada umumnya, sang pemanggil arwah biasanya langsung
mengalami keadaan tidak sadar (trans) ketika roh yang dipanggil datang. Ini tidak terjadi
pada perempuan ini. Dia masih dapat berkomunikasi dengan Saul (ayat 13-14). Perempuan
ini pun mulanya tidak mengetahui bahwa roh ilahi yang dia lihat adalah roh Samuel. Dia
hanya menggambarkan yang dia lihat sebagai sesuatu yang ilahi (ayat 13). Saul sendirilah
yang mengambil kesimpulan bahwa yang dilihat perempuan ini adalah Samuel (ayat 14b).
Setelah Saul mengetahui hal ini, terjadilah percakapan antara Saul dan Samuel tanpa
melibatkan perempuan tersebut. Semua petunjuk ini menyiratkan bahwa pemunculan Samuel
bukan karena aktivitas mistis pemanggilan arwah. Allah dalam kedaulatan-Nya telah
memerintahkan Samuel untuk kembali. Jika pemunculan ini memang atas perintah Allah,
maka tidak ada yang salah dengan tindakan ini.

Sebagian orang beranggapan bahwa “roh Samuel” (yang dipercayai sebagai setan) muncul
selama proses ritual. Beberapa indikasi dalam teks tampaknya mendukung adanya proses
ritual tersebut. Di ayat 15 roh Samuel menegur Saul karena telah memanggil dia muncul
kembali. Di ayat 21 perempuan En-Dor menyatakan bahwa dia telah mempertaruhkan nyawa
untuk mendengarkan Saul. Dua ayat ini menyiratkan bahwa pemunculan Samuel adalah
karena ritual pemanggilan arwah.

Jika diselidiki dengan cermat, ayat 15 tidak secara eksplisit menyatakan bahwa roh Samuel
muncul karena ritual mistis. Kita perlu memahami bahwa meskipun Saul memang memanggil
Samuel (ayat 11, 15b), tetapi yang bertindak secara langsung adalah perempuan En-Dor (ayat

4/7
11 “siapakah yang harus kupanggil supaya datang kepadamu?”). Jika “roh Samuel” merasa
terganggu, dia seharusnya menujukan teguran kepada perempuan itu. Di samping itu, Allah
bisa saja memunculkan roh Samuel karena tindakan Saul yang mencari petunjuk dari arwah
sudah keterlaluan. Dalam hal ini kemunculan roh Samuel tetap bisa dianggap sebagai
gangguan dari Saul. Berkaitan dengan ungkapan “terganggu”, hal ini tidak harus dipahami
sebagai bentuk keterpaksaan roh Samuel akibat ritual pemanggilan arwah. Orang yang sudah
mati di dalam Tuhan berada dalam keadaan istirahat dari segala jerih-lelah selama di dunia
(Dan 12:13; Why 6:11; 14:13), sehingga kehadiran roh Samuel lagi ke bumi – sekalipun ini
adalah perintah Allah untuk menegur Saul - merupakan “gangguan” terhadap istirahat yang
sedang dia nikmati.

Ayat 21 juga tidak secara eksplisit membuktikan bahwa kehadiran roh Samuel adalah karena
proses ritual pemanggilan arwah, walaupun kemungkinan ke arah sana memang ada. Kita
perlu memahami bahwa proses percakapan antara perempuan En-Dor dan Saul di ayat 11
sudah dapat dikategorikan sebagai persetujuan perempuan tersebut untuk mulai memanggil
arwah. Tindakan ini sudah cukup untuk membahayakan nyawa perempuan ini. Sekalipun kita
memahami ayat 21 sebagai bukti bahwa perempuan ini telah mengadakan ritual, hal itu tetap
tidak membuktikan bahwa pemunculan Samuel adalah akibat dari aktivitas ini. Ada
serangkaian tahapan dalam ritual pemanggilan arwah. Roh Samuel bisa saja muncul selama
proses ritual, tetapi bukan karena ritual pemanggilan itu sendiri. Roh Samuel bisa saja
muncul selama persiapan atau pendahuluan ritual.

Seandainya roh Samuel datang ketika proses pemanggilan arwah berlangsung, apakah hal ini
merupakan masalah yang serius? Menurut saya tidak, sejauh pemunculan roh Samuel ini
bukan karena kekuatan gaib perempuan ini, tetapi karena perintah Allah yang khusus.
Perempuan ini mungkin saja sedang membodohi Saul dengan cara memanggil arwah Samuel
(padahal dia memanggil setan), tetapi Allah berintervensi langsung dalam momen ini dan
memunculkan Samuel. Dengan kata lain, sekalipun cara yang dipakai adalah salah, namun
dalam kedaulatan Allah hal itu telah dipakai untuk mendatangkan kebaikan. Hal seperti ini
konsisten dengan banyak contoh Alkitab tentang Allah yang berdaulat yang berkenan
“memakai” hal-hal yang berdosa untuk menggenapi rencana-Nya. Kejahatan saudara-saudara
Yusuf telah dipakai Allah untuk mendatangkan kebaikan (Kej 50:20 “Allah mereka-rekakan
yang baik”; band. 45:5, 7 “Allah menyuruh aku mendahului kamu”). Allah mengijinkan roh
dusta untuk menggenapi rencana-Nya terhadap Ahab (1Raj 22:20-23). Allah memakai bangsa
Babel yang kejam untuk menghukum bangsa Yehuda (Hab 1:6). Herodes, Pontius Pilatus dan
bangsa Yahudi telah menyalibkan Yesus untuk menggenapi rencana kekal Allah (Kis 4:28).
Allah memakai utusan iblis untuk mengajar Paulus supaya rendah hati dan memahami kasih
karunia Allah (2Kor 12:7-9).

Penjelasan di atas tidak berarti bahwa Allah berkompromi dengan dosa maupun tidak
konsisten dengan firman-Nya. Allah tidak pernah terlibat langsung dalam tindakan dosa (Dia
bukan pelaku dan pencipta dosa). Allah tetap menganggap tindakan-tindakan manusia yang
salah yang Dia pakai sebagai tindakan kejahatan (Kej 50:20; Yes 14:22). Penjelasan ini hanya
menunjukkan bahwa Allah berdaulat untuk bekerja melalui keberdosaan manusia tanpa
membuat diri-Nya sendiri berdosa atau melanggar firman-Nya. Dalam kasus pemunculan roh
Samuel di En-Dor, kita sudah membahas bahwa hal ini bukan disebabkan oleh pemanggilan
arwah. Pemunculan ini adalah perintah Allah yang berhak bekerja dalam konteks seperti itu.

5/7
Kedua, Alkitab memberikan beberapa contoh tentang orang mati yang dapat muncul kembali.
Pada saat Yesus mati di kayu salib, kuburan terbuka dan orang-orang kudus menampakkan
diri ke kota Yerusalem (Mat 27:52-53). Yesus pun menampakkan diri kepada murid-murid-
Nya setelah Dia bangkit. Kita mungkin menganggap bahwa peristiwa-peristiwa ini
melibatkan tubuh kebangkitan (Luk 24:49), sedangkan penampakan Samuel di En-Dor agak
berbeda karena hanya rohnya saja yang muncul. Bagaimanapun, pemunculan Musa dan Elia
di gunung di depan Petrus, Yakobus dan Yohanes tampaknya tidak melibatkan tubuh
kebangkitan. Dalam peristiwa ini Musa dan Elia juga bercakap-cakap dengan Yesus (Mat
17:3//Mar 9:4//Luk 9:30).

Penjelasan ini tidak boleh dipahami sebagai dukungan terhadap nekromensi. Apa yang
muncul dari upaya nekromensi bukanlah roh orang mati, tetapi roh jahat yang mengambil
rupa dan suara dari orang mati yang sedang dipanggil. Kita tetap meyakini bahwa tidak ada
hubungan antara orang mati dan orang hidup (Ay 7:9; Yes 26:15a). Walaupun demikian, jika
Tuhan menghendaki, Dia dapat membawa kembali orang yang sudah mati untuk tujuan
tertentu. Manusia atau setan tidak mampu melakukan hal ini. Dalam kasus roh Samuel di En-
Dor, jika pemunculan Samuel memang bukan disebabkan pemanggilan arwah, maka kasus
ini tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab tentang ketidakadaan hubungan antara orang
hidup dan orang mati.

Ketiga, dalam kasus pemunculan Samuel di En-Dor tampaknya tidak ada tipu daya dari iblis.
Apa yang diucapkan oleh roh Samuel sesuai dengan firman Allah. Berkaitan dengan waktu
penggenapan yang sekilas tidak tepat, kita harus memahami bahwa penulisan kisah di dalam
Alkitab memang tidak selalu kronologis seperti peristiwa aslinya. Dalam peristiwa asli,
1Samuel 28 terjadi sebelum 1Samuel 31. Saul dan anak-anaknya memang mati sehari
sesudah peristiwa di En-Dor. Keputusan penulis kitab 1Samuel untuk meletakkan pasal 29-30
di tengah dua peristiwa di atas berguna untuk memberikan gambaran yang kontras antara
nasib Saul dan Daud. Dalam peristiwa aslinya, apa yang dialami Saul dan Daud terjadi pada
waktu yang hampir bersamaan di tempat yang berbeda.

Keempat, sikap Tuhan yang mau menyatakan kehendak-Nya melalui Samuel tidak
bertentangan dengan sikap Tuhan sebelumnya yang tidak mau menjawab Saul. Kita perlu
mengetahui bahwa Saul tidak pernah sungguh-sungguh mencari Tuhan. 1Tawarikh 10:13
menyatakan bahwa Saul tidak mencari Tuhan. Pencarian Saul terhadap Tuhan di 1Samuel
28:6 bukanlah pencarian yang sungguh-sungguh. Saul tidak mencari kehendak Tuhan, tetapi
dia memaksakan rencananya sendiri kepada Tuhan (band. 1Sam 14:36-37). Ketika Saul
semakin berdosa dengan cara mencari pemanggil arwah, Tuhan meresponi ini dengan
memberitakan hukuman melalui roh Samuel.

Kita mungkin bertanya “mengapa Allah tidak menjawab Saul melalui cara-cara yang lebih
lazim?”. Pembacaan yang teliti menunjukkan bahwa cara-cara itu telah menjadi barang
langka bagi Saul. Dia telah membunuh 85 imam di Nob (1Sam 22). Salah satu imam yang
terlepas dari maut – yaitu Abiathar (22:6-23) – membawa baju efod yang berisi Urim dan
Tumim (23:6). Karena Abiathar bersama-sama dengan Daud, maka kepada Daudlah Tuhan
seringkali berbicara melalui Urim (1Sam 22:10; 23:2, 4; 30:7-8; 2 Sam 2:1; 5:23). Di
samping itu, Samuel sudah mati (1Sam 28:3), sehingga tidak ada nabi yang dapat
memberitahukan kehendak Tuhan kepada umat-Nya.

6/7
Kelima, posisi Samuel yang muncul dari dalam bumi merupakan ungkapan yang umum
untuk orang yang sudah mati. Baik orang benar maupun orang fasik akan turun ke dalam
dunia orang mati (Kej 42:38; 44:29, 31; Bil 16:30; Ay 7:9; 17:16; 21:13; Mzm 31:18; Yeh
32:27). Kata “bumi” (eres) sendiri memang kadangkala dipakai untuk menunjuk pada tempat
orang yang sudah mati, baik orang benar maupun tidak benar (Ay 10:21, 22). Kata ini tidak
selalu bermakna negatif (Yes 44:23). Di samping itu, istilah “naik/muncul dari bawah”
merupakan istilah teknis (terminus technicus) dalam konteks nekromensi: semua kata
“muncul” di 1Samuel 28:8, 11, 13, 14 dan 15 mengindikasikan arah dari bawah ke atas
(bringing up someone).

Terakhir, nubuat Samuel bahwa Saul akan bersama dengan dia tidak menunjukkan bahwa
Saul akan bersama dengan dia di surga. Ungkapan ini hanya mengindikasikan bahwa Saul
akan turun ke dalam dunia orang mati, tanpa menyiratkan apakah orang mati tersebut akan
dihukum atau menerima hidup kekal. Jika “bersama Samuel” dipahami “bersama roh jahat di
neraka”, maka hal ini tidak sesuai dengan nasib Yonatan yang tergolong orang baik maupun
penduduk Israel lain yang mati dalam peperangan, karena mereka juga berada di tempat yang
sama dengan Saul (28:19 “engkau dan anak-anakmu sudah bersama dengan aku”; band.
31:2).

Penutup

Roh yang menampakkan kepada Saul memang roh Samuel. Dalam kedaulatan-Nya, Allah
memunculkan Samuel lagi untuk menyatakan peringatan yang terakhir kepada Saul. Samuel
muncul bukan karena dipanggil oleh perempuan pemanggil arwah. Karena itu, kita harus
sangat berhati-hati dengan segala upaya pemanggilan arwah atau pemunculan orang mati.
Semua ini adalah tipu daya setan. Orang mati tidak dapat muncul lagi, kecuali Tuhan yang
melakukan dan dimaksudkan untuk tujuan tertentu yang khusus. Karena kita sudah memiliki
firman Allah yang memadai, yaitu Alkitab, kita dengan yakin dapat mengatakan bahwa Allah
tidak mungkin memakai roh orang mati untuk memberitahu kita sesuatu. Alkitab sudah
cukup untuk membimbing kita ke dalam seluruh kebenaran (2Tim 3:16). #

7/7

Anda mungkin juga menyukai