Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

APPENDICITIS AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah RSUD Langsa

Oleh:
Yoga Al Fajri
NIM. 17174029

Pembimbing:
dr. Furqan, Sp.B

ILMU BEDAH RSUD LANGSA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
2017
BAB I
IDENTITAS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Darmiati
Nomor Rekam Medis : 0-61-75-25
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Usia : 06-08-1977 / 40 tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat : Gampong Jawa
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Aceh
Tanggal Masuk RS : 05-11-2017

1.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Resume
Pasien datang ke poli bedah RSUD Langsa dengan keluhan nyeri pada
perut kanan bawah. Nyeri sudah dirasakan semenjak ± 6 bulan yang lalu dan
terasa memberat 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit, nyeri dirasakan terus
menerus dan tidak menjalar, pasien juga mengeluhkan nyeri semakin
memberat saat sedang batuk dan beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan
demam (+) saat masuk ke rumah sakit disertai dengan mual tapi tidak muntah.
Pasien mengatakan sudah tidak BAB selama 1 hari dari sebelum masuk ke
rumah sakit. Saat ditanyakan pola makan pasien mengaku jarang memakan
makanan berserat dan suka memakan makanan pedas. Riwayat mestruasi
teratur, BAK lancar tidak tersendat dan tidak dirasakan nyeri.
Riwayat penyakit dahulu : disangkal
Riwayat penyakit keluarga : disangkal
Riwayat Penggunaan obat : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmhg
Temperatur : 37,8°C
Pernafasan : 16x/menit
Nadi : 72x/menit

Kepala : Normocephali
Mata : Anemis (-), Ikterik (-)
Hidung : Normal, deviasi septum (-)
Telinga : Simetris
Mulut : Sianosis (-)
Leher : KGB (-)

1.4 Status Generalisata


Kepala : DBN
Mata : Conjungtiva
Anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Oedema Palpebra (-/-)
Hidung : DBN
Telinga : DBN
Mulut : DBN
Leher : DBN
Dada
Inspeksi : Simetris (+/+), Retraksi Iga (-)
Palpasi : Stem Fremitus (Ka=Ki)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Perut
Inspeksi : Datar, asites (-), distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan titik mcburney (+), nyeri lepas (+), Rovsing sign
(+), devans muscular (-), psoas sign (-), abturator sign (+)
Auskultasi : DBN
Ekstremitas : Oedema (-/-), sianosis (-/-)

1.5 Status Lokalisata


Regio : Inguinalis Dextra
Inspeksi : Datar, Distensi (-), Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), rovsing sign (+), defans
muskuler (-), psoas sign (-), Obturator sign (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normal
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi

Hasil Nilai Satuan


Rujukan
Hemoglobin 12.1 12-16 g/dl
Hematokrit 37.5 35-47 %
Eritrosit 4.19 4-5 10^6/ul
Leukosit 7.82 4-20 10^3/ul
Trombosit 254 150-350 10^3/ul

Urinalisa

Hasil Nilai
Rujukan
Kejernihan Keruh Jernih
Warna Kuning Kuning
Jernih
Ph 6.5 5.0 – 6.5
Protein (-) Negatif
Glukosa (-) Negatif
Bilirubin (-) Negatif
Tes (-) Negatif
Kehamilan
Urinalisa (Sedimen)
Hasil Nilai
Rujukan
Kejernihan Keruh Jernih

Warna Kuning Kuning


Jernih
Ph 6.5 5.0 – 6.5

Protein (-) Negative

Glukosa (-) Negative

Bilirubin (-) Negative

Radiologi : Foto BNO Abdomen

1.7 Diagnosa
Diagnosa Kerja : Appendicitis akut
Diagnosa Banding : mittleschmerz, gastritis, limfadenitis mesentrika

1.8 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Operatif : Apendektomi
BAB II
PENDAHULUAN

Definisi
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis
akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat
juga menimbulkan penyumbatan. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara
maju dibandingkan dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat
dasawarsa terakhir menurunsecara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
mejadi 52 tiap 100.000 populasi.Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola
makan.Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
sedangkanmeningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan
awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden
apendisitis memilikirasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas.
Sedangkan padamasa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian
proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek
dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak,
pertumbuhannya biasanya berotasike dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum
dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi
apendiksterbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),
paracaecal (2%),subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat
vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri
ileocolica. Arteri apendiks termasuk endarteri. Apendiks memiliki lebih dari 6
saluran limfe melintangi mesoapendiks menujuke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.
Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
Namun jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlahnya yang sedikit sekali.

3.2 Etiologi
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing
dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes
fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang
herediterdari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang
tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

 Faktor ras dan diet


Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

3.3 Patofisiologi
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat.
Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi
semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai factor pencetus
setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu
motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu
tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut
lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
3.4 Manifestasi Klinis
- Nyeri Viseral di daerah epigastrium disekitar umbilical
- Nyeri di titik mcburney
- Mual & Muntah
- Nafsu makan menurun
- Konstipasi

3.5 Pemeriksaan Fisik


 Inspeksi
-Tidak ditemukan gambaran spesifik.
-Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
-peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
Generalisata akibat apendisitis perforate
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggulkanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bilaapendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan
tersebut akanmenimbulkan nyeri.
 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi danendorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri padaapendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakanpemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.
3.6 Alvarado Score

Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke 1
fossa iliaka kanan
Anoreksia 1
Mual & Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1
Peningkatan jumlah leukosit >10 x 10⁹/L 2
Neutrofilia dari >75% 1
3.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis
a. Foto BNO abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi- komplikasi
dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapatmenunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).

3.8 Diagnosa Banding


Gastroenteritis
Demam Dengue
Limfadenitis mesentrika
Kelainan Ovulasi
Infeksi Panggul
Kehamilan diluar kandungan
Kista Ovarium Terpuntir
3.9 Penatalaksanaan
Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui
mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan
pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan
Anaerob diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya
pembedahan.
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan
Garam fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika
IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
Drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
3.10 Komplikasi
Abses
Perforasi
Peritonitis

3.11 Prognosis
• Pembedahan yang dilakukan sebelum perforsi, prognosisnya baik.
• Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus
kegawatdaruratan.
2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen
yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan.
3. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10
cm dan berpangkal pada seikum
4. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan
cabang dari arteri ileocolica.
5. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus dan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
6. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
7. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
8. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri,
kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.
9. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
10.Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada
penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008

Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi


Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004

Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern


Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002

Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill


companies.2005

R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai