Kategori Klinis A
(1) Infeksi HIV asimtomatis
(2) Limfadenopati generalisata yang menetap
(3) Infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi
HIV akut.
Kategori Klinis B
Terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja atau orang dewasa yang
terinfeksi HIV yang tidaktermasuk dalam kategori C dan memenuhi paling
kurang satu dari keadaan:
(1) Angiomatosis
(2) Kandidiasis orofarengal
(3) Kandidiasis vulvovaginal
(4) Displasia servikal
(5) Demam 38,5 °C atau diare lebih dari 1 bulan
(6) Herpes zoster
(7) ITP
(8) Penyakit radang panggul
(9) Nuropati perifer.
Kategori Klinis C
(1) Kandidiasis pada bronkus, trachea dan paru
(2) Kandidiasis esofagus
(3) Kanker leher rahim
(4) Coccidioidoinycosis 3'ang menyebar atau di paru
(5) Kriptokokosis ekstrapulmoner
(6) Retinitis virus sitomegalo
(7) Ensefalopati HIV
(8) Herpes simpleks, ulkus kronis lebih 1 bulan
(9) Histoplamosis sistemik atau ekstrapulmoner
(10) Sarkoma Kaposi o
(11) Linifoma imunoblastik
(12) Limfoma primer di otak
(13) TB di berbagai tempat
(14) PCP
(15) Pneumonia berulang
(16) Septicemia Salmonela berulang
(17) Toksoplasmosis ensefalitis
(18) HIV wasting syndrome (penurunan berat badan lebih 10% disertai diare
kronis lebih 1 bulan atau demam lebih 1 bulan yang bukan disebabkan
penyakit lain).
2.1.9.1 Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
a) Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh
aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
c) Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
d) Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
a) Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
b) ·Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada:
pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang,
perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
c) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
d) Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
e) Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai
dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres,
aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13%
untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.
b) Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan
ginjal dan hati.
c) Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak
disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,
digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain
Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama
minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
d) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi
yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium,
Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa
suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan
tubuh.
e) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
f) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan
fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap
dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental
(thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
g) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti
(natrium, kalium dan klorida).
h) Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini
sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat
kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang
cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai
makanan utama atau makanan selingan.
i) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
j) Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik,
maupun kimia.
d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada
pasien dengan:
a) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan
menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c) Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d) Infeksi HIV dengan TBC.
e) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
e. Rute memberian makanan
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral (sonde) dan parental (infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
f. Macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas
tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran
menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa
cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan
pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan
diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan
makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan
makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup
energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy
dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut
teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam.
Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi
kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada
pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa,
diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin
dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih
terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde
sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
2.1.11 H.Pencegahan
KEPUSTAKAAN
1. Abbas A, Lichtman A, Pober J. Cellular and Molecular Immunology.
Philadelphia : WB Saunders Co 1994; 418-25.
2. Stites D, Terr A, Parslow T. Medical Immunology. Ninth ed. London Prentice Hall
Int Inc 1997; 748-55.
3. Kuby J. Immunology. Second Ed. New York : Freeman and Co. 1996; 523-56.
4. Whittle H, Ariyoshi K, Rowland-Jones S. HIV-2 and T Cell Recognition. Current
Op in Immunol 1998; 10 : 383.
5. Wolther K, Schuitmaker H, Miedema F. Rapid CD4+ T-Cell Turnover HIV 1
Infection: Paradigm Revisited. J Immunol Today 1998; 19 : 44-7.
6. Benjamini E, Lekowitz S. Immunology : A Short Course. Second ed. New York:
Wiley and Sons 1991; 226-9.
7. Roit I, Brostoff J, Male D. Immunology, Fourth ed. London: Mosby 1996; 16.7-
16.8, 21.7.
8. Lane C. Immunophatogenesis of HIV Infection. Medscape HIV/AIDS. Annual
Update. Norhwestern Univ Med School 1999.
9. Siti Budina K. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Ed ketiga.
1996; 134.
10. O' Brien S, Dean M. In Search of AIDS-Resistance Genes. J Scient Am 1997; Sept
: 28-33. Cermin Dunia Kedokteran No. 130, 2001