Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FOOD AND NUTRITION

HASIL PERIKANAN

Disusun Oleh :

Kezia Elian Devina

472016031

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim sehingga Indonesia memiliki hasil kekayaan laut
yang sangat luar biasa. Potensi sumber daya perikanan laut Indonesia menghasilkan sekitar 65
juta ton per tahun. Ikan pada hakekatnya adalah semua bahan makanan yang berasal dari hewan
yang hidup dalam air. Ikan yang diambil dari laut, empang, rawa, kali, atau segala macam
perairan yang terdapat di daratan. Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein,
lemak, vitamin, dan mineral. Keunggulan utama protein ikan terletak pada kelengkapan
komposisi asam aminonya dan kemudahan untuk di cerna. Banyak jenis ikan dan dapat diolah
menjadi berbagai masakan maupun produk yang diawetkan.
Sifat hasil perikanan adalah cepat menjadi rusak dan busuk karena dagingnya merupakan
substrat kehidupan bagi pertumbuhan mikroba pembusuk terutama bakteri. Kandungan air
yang cukup tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme mudah untuk tumbuh dan berkembang
biak. Cara penanganan yang tidak tepat terhadap hasil perikanan dapat menyebabkan proses
pembusukan oleh bakteri-bakteri menjadi meningkat. Sebagai komsumen kita harus dapat
mengetahui perbedaan antara ikan yang masih segar, ikan beku, dan ikan yang sudah busuk.
Oleh karena itu dalam praktikum ini akan dilakukan identifikasi sifat fisik pada hasil perikanan
dan uji H2S pada hasil perikanan.

1.2. Tujuan
Tujuan dalam pratikum ini adalah agar praktikan mampu mengetahui bentuk dan struktur
fisik hasil pertanian serta mengetahui ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk secara subjektif dan
objektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah bertulang belakang, insang dan
sirip. Ikan mengandung enzim yang dapat menguraikan protein yang menyebabkan timbulnya
bau tidak sedap. Lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah
mengalami proses oksidasi atau hidrolisis yang menghasilkan bau tengik. Mengkonsumsi
protein pada ikan sangat bermanfaat bagi tubuh sebagai zat pembangun jaringan sel, pengatur
system metabolisme, dan bahan bakar di dalam tubuh (Dika, F, dkk. 2017).
Ikan merupakan hasil perairaran yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena
beberapa kandungan dalam ikan yang sangat berguna bagi tubuh manusia. Ikan merupakan
salah satu hasil perikanan yang dibutuhkan oleh manusia karena kandungan yang ada dalam
ikan tersebut. Pada daging ikan terdapat senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kandungan air dalam ikan
cukup tinggi yaitu 76%. Selain itu, kandungan protein dalam ikan juga tinggi namun tidak
setinggi kandungan air yaitu 24%. Kandungan air yang cukup tinggi dalam ikan dapat
menyebabkan ikan mudah mengalami pembusukan. Air merupakan media yang cocok untuk
kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami
proses pembusukan. Selain itu suhu dan kelembaban udara serta lingkungan yang kotor dapat
mempercepat proses pembusukan. Hal ini sangat merugikan karena dengan kondisi yang
demikian banyak ikan yang tidak dimanfaatkan (Tamuu, H, dkk. 2014).
Kesegaran ikan merupakan faktor yang sangat penting dan erat hubungannya dengan
mutu ikan. Ikan dalam keadaan masih segar memiliki mutu yang baik sehingga nilai jualnya
tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memiliki mutu yang rendah sehingga harganya
rendah. Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan melainkan dipertahankan sehingga tingkat
kesegaran ikan dapat dipertahankan maka diperlukan penanganan yang tepat agar ikan bisa
sampai ke tangan konsumen atau pabrik pengolahan dalam keadaan segar (Tamuu, H, dkk.
2014).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 27 Juli 2018 pada pukul 15.00-17.00 WIB
di Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen
Satya Wacana.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, neraca analitik, cawan petri, pipet
tetes, dan kertas saring. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan kembung
segar, ikan kembung beku, ikan kembung busuk 1 hari, dan Pb-asetat.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Kesegaran Ikan
Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sampel ikan diamati bentuk dan struktur
fisiknya seperti mata, kulit, tekstur, insang, dan aroma. Hasil pengamatan dicatat dalam
laporan sementara.
3.3.2. Uji H2S
Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sampel ikan diiris sebesar kacang tanah
dan diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutupi dengan menggunakan kertas
saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat. Cawan petri ditutup dengan sedikit terbuka.
Warna yang terbentuk diamati, jika terdapat warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
menunjukkan adanya gas H2S hasil pembusukan ikan.
BAB IV
HASIL

4.1. Hasil Uji Kesegaran Ikan


Mutu Ikan Segar Ikan Beku Ikan Busuk 1 Hari
Ikan 1 2 1 2 1 2
Kuning
Warna Putih Pucat Putih Segar Pucat
keabuan
Mata Merah Merah (bagus) Merah Merah Merah Merah
Tidak Abu-abu, Bersisik,
Kulit Lembek Kencang/keras Lembek
bersisik tidak bersisik berulat
Tekstur Kenyal Segar Kenyal Keras Lembek Lembek
Merah
Insang Merah Merah Merah Hitam Merah pucat
kecoklatan
Busuk
Aroma Amis Amis Amis Amis Busuk
menyengat

4.2. Hasil Uji H2S


Jenis Ikan Uji H2S Keterangan
Ikan segar 1 − Tidak terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
Ikan segar 2 − Tidak terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
Ikan beku 1 − Tidak terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
Ikan beku 2 − Tidak terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
Ikan busuk 1 + Terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
Ikan busuk 2 + Terbentuk warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, pengamatan terhadap hasil perikanan


menggunakan sampel ikan kembung. Sampel ikan yang digunakan terdapat sampel ikan segar,
ikan beku, dan ikan busuk 1 hari. Sampel ikan segar pertama diamati sifat fisiknya dan hasilnya
yaitu ikan segar pertama memiliki warna putih, memiliki mata berwarna merah, kulit ikan
terasa lembek, tekstur ikan masih kenyal, insang masih berwarna merah, dan ikan berbau amis.
Ikan tersebut kemudian dipotong dan diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutupi
dengan menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat. Pada bekas tetesan
Pb-asetat tidak terbentuk warna coklat, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada gas H2S hasil
pembusukan pada ikan segar pertama. Sampel ikan segar kedua diamati sifat fisiknya dan
hasilnya yaitu ikan segar kedua memiliki warna pucat, memiliki mata berwarna merah dan
masih bagus, kulit ikan terasa kencang/keras, tekstur ikan masih segar, insang masih berwarna
merah, dan ikan berbau amis. Ikan tersebut kemudian dipotong dan diletakkan dalam cawan
petri. Daging ikan ditutupi dengan menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-
asetat. Pada bekas tetesan Pb-asetat tidak terbentuk warna coklat, hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada gas H2S hasil pembusukan pada ikan segar kedua. Sampel ikan beku pertama diamati
sifat fisiknya dan hasilnya yaitu ikan beku pertama memiliki warna putih, memiliki mata
berwarna merah, kulit ikan terasa lembek, tekstur ikan masih kenyal, insang masih berwarna
merah, dan ikan berbau amis. Ikan tersebut kemudian dipotong dan diletakkan dalam cawan
petri. Daging ikan ditutupi dengan menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-
asetat. Pada bekas tetesan Pb-asetat tidak terbentuk warna coklat, hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada gas H2S hasil pembusukan pada ikan beku pertama. Sampel ikan beku kedua diamati
sifat fisiknya dan hasilnya yaitu ikan beku kedua memiliki warna putih dan masih segar,
memiliki mata berwarna merah, kulit ikan tidak bersisik, tekstur ikan masih keras, insang masih
berwarna merah kecoklatan, dan ikan berbau amis. Ikan tersebut kemudian dipotong dan
diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutupi dengan menggunakan kertas saring dan
ditetesi dengan larutan Pb-asetat. Pada bekas tetesan Pb-asetat tidak terbentuk warna coklat,
hal ini menunjukkan bahwa tidak ada gas H2S hasil pembusukan pada ikan beku kedua. Sampel
ikan busuk 1 hari yang pertama diamati sifat fisiknya dan hasilnya yaitu ikan busuk pertama
memiliki warna pucat, memiliki mata berwarna merah, kulit ikan berwarna abu-abu dan tidak
bersisik, tekstur ikan lembek, insang sudah berwarna hitam, dan ikan berbau busuk. Ikan
tersebut kemudian dipotong dan diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutupi dengan
menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat. Pada bekas tetesan Pb-asetat
terbentuk warna coklat, hal ini menunjukkan bahwa ada gas H2S hasil pembusukan pada ikan
busuk pertama. Sampel ikan busuk 1 hari yang kedua diamati sifat fisiknya dan hasilnya yaitu
ikan busuk kedua memiliki warna kuning keabuan, memiliki mata berwarna merah, kulit ikan
bersisik dan berulat, tekstur ikan lembek, insang berwarna merah pucat, dan ikan berbau busuk.
Ikan tersebut kemudian dipotong dan diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutupi
dengan menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat. Pada bekas tetesan
Pb-asetat terbentuk warna coklat, hal ini menunjukkan bahwa ada gas H2S hasil pembusukan
pada ikan busuk kedua.
Kandungan protein pada ikan segar yaitu 16,0 %. Kandungan lemak ikan 1-20 %, lemak
ikan sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolestrol darah. Ikan mengandung jumlah lemak yang bervariasi, ada yang
memiliki jumlah lemak yang tinggi dan ada juga yang memiliki kandungan lemak yang rendah.
Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, juga berperan sebagai pelarut vitamin
yang tidak larut dalam air, serta sebagai sumber asam lemak esensial. Ikan kembung
(Rastrelliger kanagurta L.) merupakan ikan air laut yang banyak pada musim puncak yaitu
bulan Maret sampai bulan Juni. Pemanfaatan ikan kembung banyak digunakan oleh masyarakat
luas karena ikan kembung banyak mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang baik bagi
pencegahan penyakit dan kecerdasan otak. Omega 3 dan Omega 6 termasuk dalam asam lemak
tak jenuh jamak esensial yang berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung,
meningkatkan kecerdasan otak, menurunkan kadar trigliserida dan mencegah penggumpalan
darah. Ikan kembung sebagai salah satu bahan pangan memiliki kandungan gizi yang
memenuhi sejumlah besar unsur kesehatan. Kandungan gizi ikan kembung yaitu terdapat air
sebanyak 76 gram, proyein sebanyak 22 gram, energi sebanyak 103 kalori, lemak 1,0 gram,
kalsium 20 miligram, besi 1,5 miligram, fosfor 200 miligram, vitamin A 30 gram, dan vitamin
B1 0,05 gram (Irmawan, S. 2009).
Kemunduran mutu ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre-
rigormortis, rigormortis dan post-rigormortis. Tahap pre-rigormortis merupakan perubahan
yang pertama kali terjadi setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair,
bening, atau transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia
yang berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein
dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. Tahap pre-rigormortis
terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak. Perubahan awal yang terjadi ketika ikan
mati adalah peredaran darah berhenti sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme
berhenti. Di dalam daging ikan mulai terjadi aktivitas penurunan mutu dalam kondisi
anaerobik. Pada fase ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif
glikolisis. Proses glikolisis mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan
terjadinya penurunan pH (Liviawaty, dkk. 2010).
Fase rigormortis adalah tahap yang terjadi ketika ikan mengalami kekakuan
(kekejangan). Fase ini ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat akumulasi asam laktat.
Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu penanganan
sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan
prerigor. Nilai pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7-6,5. Fase rigormortis sangat
penting dalam industri perikanan karena fase ini merupakan tahapan sebelum terjadinya
kebusukan olehmikroba. Selama berada dalam tahap ini, ikan masih memiliki kualitas yang
baik dan diterima oleh konsumen. Fase ini dihindari oleh industri fillet karena daging ikan yang
kaku sulit untuk diproses (Liviawaty, dkk. 2010).
Fase post-rigormortis merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi ketika daging
dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Hal ini disebabkan terjadinya degradasi
enzimatik di dalam daging ikan. Pada awalnya fase ini akan meningkatkan derajat penerimaan
konsumen. Proses autolisis berlangsung pada tahap post-rigormortis. Autolisis terjadi
disebabkan adanya enzim-enzimim endogenous yang ada di dalam otot ikan. Penurunan nilai
pH menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan otot menjadiaktif. Katepsin yaitu enzim
proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak
struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan bakteri.
Hal ini mengakibatkan daging ikan menjadi lunak kembali (Liviawaty, dkk. 2010).
Faktor yang mempengaruhi mutu ikan tangkapan dibagi menjadi 2 yaitu faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Mutu intrinsik adalah sejumlah parameter yang melekat atau dibawa
secara alami dan genetik pada ikan yang baru ditangkap (segar). Faktor instrinsik terdiri dari
lokasi tangkapan, jenis kelamin, tingkat kedewasaan ikan, spesies ikan, ukuran, komposisi,
kondisi dan musim pada saat penangkapan, serta kontaminasi polutan. Mutu ekstrinsik adalah
mutu ikan yang dihasilkan akibat pengaruh faktor luar, baik secara alami maupun karena
campur tangan manusia, setelah ikan ditangkap/dipanen. Faktor ekstrinsik terdiri dari jenis alat
yang digunakan untuk menangkap ikan, keadaan cuaca, letak geografi, cara penanganan ikan
setelah ditangkap, musim saat penangkapan ikan, metode penangkapan, penanganan ikan
diatas kapal, kondisi kebersihan kapan penangkapan ikan, pemrosesan dan kondisi
penyimpanan (Jica. 2008).
Cara penanganan ikan segar merupakan bagian penting karena ikan mempunyai
kepekaan yang sangat tinggi terhadap pembusukan setelah panen dan untuk mencegah kerugian
ekonomi. Jika ikan tidak dijual dalam keadaan segar maka cara pengawetan harus dilakukan.
Proses pengawetan meliputi pembekuan, pengasapan, dan pemanasan seperti sterilisasi dan
pasteurisasi. Teknik penanganan ikan yang paling umum digunakan untuk menjaga kesegaran
ikan adalah penggunaan suhu rendah. Pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri,
pembusukan, dan proses-proses biokimia yang berlangsung pada ikan dapat menyebabkan
kemunduran mutu menjadi lebih lamban. Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan
suatu proses pengambilan atau pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Ada pula yang
mengatakan bahwa pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang
terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu suhu di ruangan tersebut bersama isinya
agar selalu lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan. Kelebihan pengawetan ikan dengan
pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau
(Munandar, A, dkk. 2009).
Cara penanganan ikan di atas kapal yaitu ikan yang ditangkap dan sudah diangkat dari
air segera dicuci bersih dari kotoran dan lumpur yang melekat, kemudian disortir menurut jenis
dan ukurannya. Ikan disimpan dalam palka atau wadah lain dan didinginkan. Pendinginan di
kapal atau perahu dapat mempergunakan es atau cara lain seperti cool room atau langsung
dibekukan. Saat sampai di darat ikan dimasukkan dalam keranjang, yang sebelumnya telah
disortasi menurut jenis, ukuran dan kualitas ikan. Lalu dicuci dengan air laut, setelah itu ikan
diberi es dengan perbandingan 1:3. Lalu setelah proses pelelangan, ikan dimasukkan ke dalam
coolbox atau palka yang telah diberi es, sebelum didistribusikan ke tempat pengolahan dan
pabrik-pabrik serta daerah-daerah lain (Munandar, A, dkk. 2009).
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa ikan


merupakan hewan berdarah dingin dan memiliki ciri khas yaitu bertulang belakang, insang dan
sirip. Ikan memiliki banyak manfaat bagi tubuh karena ikan mengandung protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Ikan juga mengandung air dalam jumlah yang cukup tinggi
sehingga ikan mudah mengalami pembusukan. Pembusukan ikan dapat diamati dari sifat fisik
ikan dan dengan dilakukan uji H2S. Pada praktikum ini ikan yang masih segar ditandai dengan
sifat fisik yang masih baik dan tidak adanya warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat,
sedangkan ikan yang sudah busuk ditandai dengan sifat fisik yang sudah mulai berubah dan
terdapat warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat.
DAFTAR PUSTAKA

Dika, F, dkk. 2017. Uji Kandungan Protein dan Lemak Pada Ikan Bada (Pisces : Rasbora Spp.)
di Sungai Kumu Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FKIP Prodi Biologi, 3(1).
Irmawan, S. 2009. Status Ikan Kembung di Kabupaten Barru. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Brawijaya : Malang.
Jica. 2008. Bantuan Teknik untuk Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah
Indonesia. Japan International Cooperation Agency : Jakarta.
Liviawaty, dkk. 2010. Penanganan Ikan Segar. Widya Padjajaran : Bandung.
Munandar, A, dkk. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila Pada Penyimpan Suhu Rendah dengan
Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan Indonesia,
12(2).
Tamuu, H, dkk. 2014. Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan
Penggunaan Larutan Lengkuas Merah. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 11(4) :
164-168.
LAMPIRAN FOTO

Ikan sebelum dan


Ikan Kembung Segar Penetesan Pb-asetat
sesudah ditetesi Pb-asetat

Anda mungkin juga menyukai