Anda di halaman 1dari 6

I ngin berobat dengan BPJS Kesehatan? Peserta BPJS?

Baiknya Anda tahu sistem dan

prosedur rujukan. Ini adalah proses yang wajib diikuti oleh semua peserta BPJS. Karena
sistemnya sangat berbeda dengan yang kita biasa jalani dengan asuransi kesehatan.

Ada yang membuat saya kaget, meskipun sudah diingatkan oleh teman, ketika menggunakan
fasilitas BPJS Kesehatan. Sistem berobatnya sangat berbeda dengan pengalaman selama ini
menggunakan fasilitas asuransi kesehatan.

BPJS menerapkan apa yang disebut Sistem Rujukan.

Terus terang karena tidak antisipasi, banyak kesulitan yang saya alami ketika mengikuti sistem
yang berbeda ini dalam berobat menggunakan BPJS. Ternyata pengalaman ini, tidak hanya saya
alami sendiri, banyak peserta lain menghadapi hal sama.

Setelah mengkaji dan mendengar pengalaman teman-teman, termasuk pembaca blog ini, saya
melihat kesulitan tersebut sebenarnya bisa diatasi seandainya sejak awal kita tahu bagaimana
sistem rujukan bekerja.

Niscaya, jika peserta mengerti ketentuan dan syarat berobat dengan rujukan, banyak masalah
yang bisa dihindari sedari awal.

Tulisan ini ingin sedikit membantu. Supaya Anda bisa memanfaatkan jaminan kesehatan BPJS
dengan lebih baik. A dibahas apa dan bagaimana sistem serta prosedur rujukan.

Pola Pelayanan BPJS


Selama ini, jika sakit, Anda bisa bebas datang ke semua rumah sakit, semua klinik atau semua
dokter. Dalam asuransi kesehatan tidak dikenal rujukan. Peserta bebas pergi ke layanan
kesehatan sesuai kemauannya.

BPJS Kesehatan menggunakan sistem yang berbeda.

Sebelumnya, kita lihat dulu bagaimana peraturan mengenai pelayanan kesehatan di BPJS, yang
membagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu:

 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes I): pelayanan kesehatan dasar yang diberikan
oleh puskesmas, klinik atau dokter umum. Disebut juga Faskes Primer.
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua (Faskes II): pelayanan kesehatan spesialistik oleh
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis.
 Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL): 1. Klinik utama atau yang setara, 2. Rumah
Sakit Umum, 3. Rumah Sakit Khusus.

Sistem Rujukan BPJS Kesehatan


Apa gunanya membagi pelayanan kesehatan tersebut?

Tujuannya supaya pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama.

Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:

1. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;


2. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.

Kasus medis yang menjadi kompetensi fasilitas kesehatan tingkat pertama harus
diselesaikan secara tuntas di tingkat pertama, kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan
prasarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama


Singkat kata, dengan sistem ini, jika ingin berobat menggunakan BPJS, pasien harus pergi ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes I) terlebih dahulu. Dicek disana, dan jika diperlukan
baru bisa dirujuk ke dokter spesialis atau rumahs akit.

Faskes I itu adalah puskesmas, klinik umum atau dokter keluarga. Siapa yang memilihnya?

Anda sendiri sebagai peserta BPJS yang memilih Faskes I pilihan Anda. Saat mendaftar secara
online, dalam situs BPJS terdapat daftar seluruh Faskes I, yang bisa dipilih oleh calon peserta.

Yang penting, Anda tidak bisa menggunakan sembarang Faskes I. Hanya bisa berobat ke Faskes
I yang sudah Anda pilih.

Untuk mudahnya, Faskes I masing masing peserta tercantum di kartu BPJS . Itu yang harus
didatangi ketika sakit atau berobat dengan BPJS.

Bagaimana jika sedang keluar kota sehingga jauh dari Faskes I pilihan Anda ? Bisa
menggunakan Faskes I lain dengan prosedur lihat disini.

Kondisi Gawat Darurat


Bagaimana pula jika kondisi emergency yang membutuhkan pelayanan kesehatan segera ? Apa
masih perlu ke fasilitas kesehatan pertama dulu untuk minta rujukan?
Menurut ketentuan BPJS Kesehatan, dalam keadaan gawat darurat, maka Peserta dapat dilayani
di Faskes tingkat pertama maupun Faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Artinya apa ketentuan ini?

Pertama, peserta diperbolehkan tidak ke Faskes I dalam kondisi gawat darurat, bisa langsung ke
rumah sakit. Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.

Bahkan bisa dirujuk ke rumah sakit yang tidak kerjasama dengan BPJS dalam kondisi gawat
darurat.

Kedua, peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan.

Ketiga, pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria
gawat darurat dilakukan oleh Fasilitas kesehatan.

Poin ketiga penting digarisbawahi bahwa kriteria gawat darurat ditentukan oleh Fasilitas
Kesehatan. Bukan oleh peserta.

Jadi, sangat bisa terjadi, peserta menganggap kondisinya gawat darurat, tetapi menurut kriteria
BPJS kondisi tersebut tidak masuk kriteria sehingga tetap harus dirujuk dulu ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.

Selengkapnya lihat disini Kriteria Gawat Darurat.

Salah satunya yang saya perhatikan adalah anak panas tinggi diatas 40 derajat. Jadi sepertinya
jika anak menderita panas masih atau dibawah 40 derajat belum masuk kriteria ini dan harus
dirujuk dulu ke Puskemas atau klinik. Sementara, orang tua biasanya sudah panik ketika anaknya
panas mendekati 38 – 39 derajat.

Buat orang tua yang ingin menggunakan BPJS perlu paham ketentuan ini supaya tidak panik
ketika, misalnya petugas fasilitas kesehatan mewajibkan surat rujukan.

Ada Sanksi
Sesuai peraturan BPJS, melanggar rujukan ada sanksinya. Baik untuk peserta maupun fasilitas
kesehatan.

Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan
melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak
pada kelanjutan kerjasama

Faskes tingkat 1 sebenarnya kepanjangan dari fasilitas kesehatan tingkat satu atau bisa juga
disebut sebagai PPK 1 (pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama) , yaitu tempat
pertama yang harus anda datangi ketika anda ingin berobat menggunakan kartu BPJS.

Misal jika kebetulan faskes tingkat 1yang tertera pada kartu BPJS anda adalah poliklinik A,
maka ketika anda sakit dan anda ingin berobat dengan menggunakan BPJS maka fasilitas
kesehatan yang harus anda datangi pertama kali adalah poliklinik A.
(http://www.pasienbpjs.com/2015/11/faskes-tk1-bpjs.html)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menargetkan seluruh fasilitas


kesehatan tingkat pertama di Indonesia sudah bisa melakukan sistem rujukan secara daring
pada akhir bulan ini.

Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaifuddin
menjabarkan, dari total fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebanyak 22.443 unit,
yang sudah bisa menggunakan sistem rujukan daring baru mencapai 19.937 unit atau
sebesar 88,8%.

Itu berarti, masih ada 22.467 atau 11,2% FKTP lagi yang belum bisa menggunakan sistem
rujukan secara digital.

“Sisanya faskes ini belum bisa mengakses aplikasi Primary Care [Pcare] secara real time
dan online, karena terkendala ketersediaan jaringan komunikasi dan data [jarkomdat] yang
merupakan syarat utama rujukan daring,” ujarnya, Senin (9/3/2018).

Dia menjelaskan, sistem rujukan daring diluncurkan dalam tiga fase sepanjang 15
Agustus—30 September 2018. Pertama, untuk sosialisasi. Kedua, untuk penerapan rujukan
daring secara luas. Ketiga, untuk pengaturan rumah sakit rujukan dari para peserta nantinya.

“Kalau bisa dirujuk ke rumah sakit tipe C, mengapa harus ke A, makin tinggi tipe tentu
akan semakin mahal,” ucap Arief.

Menurutnya, FKTP yang sistem rujukannya belum bisa diakses secara daring ditargetkan
dapat go online paling lambat akhir bulan ini.

Untuk itu, sebutnya, BPJS Kesehatan akan terus mengupayakan agar 2.506 fasilitas
kesehatan tersebut bisa segera siap mengikuti rujukan daring pada fase kedua dan ketiga.
Namun, FKTP yang belum bisa dijangkau internet masih bisa menggunakan sistem rujukan
secara manual.
“Ini belum berhasil lantaran adanya masalah atau tidak tersedianya jaringan internet yang
cukup dan stabil. Misalnya, di Jabodetabek masih 0,1% itu di Kepulauan Seribu. Kami terus
komunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ucap Arief.

Untuk diketahui, sistem rujukan daring tersebut ditampung dalam platform Primary Care
BPJS Kesehatan dan akan dijalankan penuh pada 1 Oktober 2018.

Pcare memungkinkan pembaruan langsung data pasien dan sarana pada tiap FKTP peserta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Saat ini, Pcare menggunakan versi 1.4.6 yang sudah
bisa diakses sejak Mei 2018.

Sementara itu, rumah sakit yang masuk dalam daftar FKTP diminta melengkapi data pada
aplikasi Health Facilities Information System (HFIS). Data tersebut meliputi ketersediaan
dokter spesialis/subspesialis beserta jadwal praktik dan sarana prasarana penunjang seperti
pelayanan obat-obatan, penunjang diagnosa, dan rujukan.

Adapun, radius rujukan antara faskes tingkat I (puskesmas, klinik, dokter perorangan)
dengan fasilitas kesehatan tingkat rujukan lanjut (FKTRL) yang ditetapkan adalah 15 km.

“Tapi untuk di daerah yang jarak rumah sakitnya jauh, rujukan bisa dilakukan lebih dari
jarak 15 km. Yang terpenting dokter spesialisnya tersedia, sarananya ada, dan kapasitasnya
masih tersedia pula,” terangnya.

LEBIH TERUKUR

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi
Mohamad Arief menuturkan, sistem rujukan secara daring membuat pengelolaan klaim
kesehatan bisa lebih terukur.

Terlebih, BPJS ditargetkan oleh pemerintah untuk menggaet 261 juta penduduk menjadi
peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hingga 2019.

Saat ini, baru 201,66 juta jiwa penduduk Indonesia atau sebesar 77% dari total penduduk
Indonesia yang telah menjadi peserta layanan JKN KIS.

“Sistem daring ini poinnya ada pada data sehingga bisa dimonitor,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, sistem rujukan daring merupakan salah satu upaya untuk menekan
defisit keuangan dan mengurangi angka kecurangan peserta BPJS Kesehatan.

Sepanjang tahun lalu, BPJS Kesehatan mencatatkan defisit keuangan hingga Rp9,75 triliun
lantaran jumlah klaim tembus melampaui pendapatan dari iuran peserta.
Terkait dengan defisit yang terjadi, Budi berharap bantuan pemerintah cepat tersalurkan
setelah selesainya audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pasalnya, BPJS Kesehatan tengah melakukan efisiensi dan tidak akan menaikkan iuran
BPJS bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Hasil audit telah diterima oleh Kemenkeu. Kami harapkan ke depan BPJS dapat segera
mendapatkan bantuan sehingga dapat menyelesaikan kewajiban kepada rumah sakit.”

Terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar berpendapat, sistem rujukan
daring merupakan bagian dari proses perbaikan pelayanan JKN. Dengan demikian, FKTP
dapat merujuk ke RS terdekat dengan pasien dan RS yang dituju dapat menangani penyakit
yang diderita pasien.

“Saya menilai sistem rujukan daring ini juga bisa menekan biaya Indonesia Case-Based
Group [INA-CBGs] sehingga defisit bisa diturunkan,” ujarnya.

Sekadar catatan, hingga akhir Mei 2018, rerata rujukan nasional berjumlah 17%, naik dari
tahun 2017 yg sekitar 12,5%. (https://ekonomi.bisnis.com/read/20180904/12/834848/akhir-
september-seluruh-faskes-tingkat-pertama-harus-sudah-go-online)

Anda mungkin juga menyukai