Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


PRE EKLAMPSIA
I. KONSEP DASAR TEORI
A. Pengertian
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
akibat kelainan neurologi (Mansjoer A, 2001).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Mochtar R,
1998).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan (Wiknjosastro H, 2005). Preeklampsia
adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan
proteinuria (Dorland, 2002). Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan
darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema
(penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setelah persalinan (Manuaba, 2001).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau
disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Wiknjosastro H, 2005).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.
5. Edema paru dan sianosis.

Diagnosis Tekanan darah Tanda lain


Pre eklampsia Kenaikan TD diastolik 15 Protein urin +1
ringan mmHg/79 mmHg dengan 2x
pengamatan berjarak 1
jam/tekanan diastolik
mencapai 110 mmHg
Pre eklampsi sedang Pre eklampsia sedang Protein urin +2 oedem
Kenaikan TD systolik 30 umum, kaki, jari
mmHg/lebih atau mencapai tangan dan muka,
140 mmHg. kenaikan BB 1kg tiap

B. Klasifikasi
minggu.
Pre eklampsi berat Tekanan diastolik >110 Protein urine +3 atau
mmHg +4 oliguria (urine 5
gr/L) hiperefleksia,
gangguan penglihatan,
nyeri epigastrik, terdapat
oedem paru dan sinosis.

C. Etiologi
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia masih merupakan
sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu
diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori
yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-
teori tersebut antara lain :
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan
pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2)
yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan
serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal
ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan pre eklampsia
mempunyai kompleks imun dalam serum.
3. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-
eklampsi/eklampsia.
4. Peran faktor genetik /familial:
a. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
b. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.
c. Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).
Teori yang dewasa ini banyak diterima sebagai penyebab preeklampsia
adalah iskemia plasenta. Faktor predisposisi antara lain:
1. Diabetes melitus
2. Mola hidatidosa
3. Kehamilan ganda
4. Hidrops fetalis
5. Umur di atas 35 tahun dan obesitas.
D. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam
tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerulus.
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus
dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan
nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya
kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta
dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan
kematian janin dalam rahim.
Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik /
kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam
ekstravaskuler terutama paru.
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita
dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya
dalam batas normal.
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain
itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler
dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada
eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan
dikorteks serebri atau didalam retina.
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan
pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
6. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
aspirasi pnemonia atau abses paru. Pada preeklampsia terdapat penurunan
aliran darah akibat spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam
dan air. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan
mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang
pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan
renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis yang
menyebabkan pelepasan Tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tromboksan dan aktivasi/agregasi trombosit deposisi
fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme,
sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan
koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan
konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit
dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal
hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai
organ hati dan bersama-sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan
selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan
akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan
lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan
perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ. Gangguan
multiorgan terjadi pada organ- organ tubuh diantaranya otak, darah, paru-paru,
hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya
edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral, menimbulkan diagnosa keperawatan risiko kejang dan nyeri akut. Pada
darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh
darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan
terjadinya anemia hemolitik. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume
cairan. Selain itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan
GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada
mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko
cedera pada janin.
E. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
1. Edema
2. Hipertensi
3. Proteinuria : Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Disebut preeklamsia berat bila
ditemukan gejala :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
- Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
- Nyeri epigastrum dan icterus.
- Trombositopenia.
- Pertumbuhan janin terhambat.
- Mual muntah.
- Nyeri epigastrium.
- Pusing.
- Penurunan visus.
F. Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antara lain :
a. ) Pada Ibu
1. Eklampsia
2. Solusio plasenta
3. Pendarahan subkapsula hepar
4. Kelainan pembekuan darah (DIC).
5. Sindrom HELPP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes dan Low Platelet
Count).
6. Ablasio retina
7. Gagal jantung hingga syok dan kematian.
a.) Pada Janin
1. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2. Prematur
3. Asfiksia neonatorum
4. Kematian dalam uterus
5. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

G. Pencegahan
Pre eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau
diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian. Untuk mencegah kejadian Pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat
tentang dan berkaitan dengan:
1. Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan
rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan
jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
2. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti
bekerja seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk
atau berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke
tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
a.) Uji kemungkinan Pre eklampsia:
1.) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya.
2.) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
3.) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
4.) Pemeriksaan protein dalam urin
5.) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum dan pemeriksaan retina mata.
b) Penilaian kondisi janin dalam rahim.
1.) Pemantauan tinggi fundus uteri
2.) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,
pemantauan air ketuban.

H. Penatalaksanaan
Penderita diusahakan agar :
1. Dipasang infus glukosa 5%
2. Pemeriksaan umum: pemeriksaan tiap jam; tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan.
3. Pemeriksaan kebidanan: pemeriksaan denyut jantung janin tiap 3 menit,
pemeriksaan dalam (evaluasi pembukaan dan keadaan janin dalam rahim).
4. Pemasangan dower kateter.
5. Evaluasi keseimbangan cairan.
6. Pemberian MgsO4 dosis awal 4 gr IV selama 4 menit.
7. Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a.) Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
- Ibu Usia kehamilan 37 minggu atau lebih. Adanya tanda-tanda atau gejala
impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan medisional terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisional, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
- Janin Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG). Adanya tanda IUGR (janin
terhambat).
- Laboratorium. Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan
fungsi hepar, trombositopenia).
b.) Pengobatan mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
- Segera masuk rumah sakit.
- Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
- Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL ( 60 - 125
cc/jam) 500 cc.
- Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
- Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). Dosis awal sekitar 4
gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25
cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4
gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm.
Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40%
setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap
6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10
cc) diberikan IV dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/KgBB/jam).
- MgSO4 dihentikan bila :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-
15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 : hentikan pemberian MgSO4,
berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu
3 menit, berikan oksigen, lakukan pernapasan buatan.
- MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi
perbaikan (normotensi).
- Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg
IM.
- Anti hipertensi diberikan bila : Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik
> 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta.
- Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral.
c. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
Indikasi : bila kehamilan aterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda- tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik. Pengobatan medisinal : sama
dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose
MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana 4 gram pada pantat
kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
d. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal
gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu
MgSO4 20% 2 gr IV.
- Penderita dipulangkan bila : Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda
preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari. Bila selama 3 hari
tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah.
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urin.
3. Pemeriksaan Fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl).
- LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
- Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
- Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml).
- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31u/l).
- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl).
4. Tes kimia darah
- Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl).
5. Radiologi
- Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
- Kardiotografi : Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
- Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan
kardiomegali.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas umum klien : Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, < 20
tahun atau > 35 tahun.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : Kemungkinan klien mempunyai riwayat pre-
eklamsia pada kehamilan terdahulu. Biasanya mudah terjadi pada klien yang
obesitas. Klien mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis, anemia,
hipertensi kronis, diabetes mellitus. Tekanan darah klien sebelum hamil
normotensif.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Klien merasa sakit kepala didaerah frontal. Terasa
sakit diulu hari/nyeri epigastrium. Gangguan visus : Penglihatan kabur, skotoma,
diplopia. Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan. Gangguan serebral lainnya:
reflek tinggi, tidak tenang. Oedema pada ekstremitas. Tengkuk terasa berat.
Kenaikan berat badan 1 kg seminggu. Biasanya terjadi preeklamsi pada usia
kehamilan 20 minggu atau lebih.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsia
dan eklampsia dalam keluarga.
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola
hidatidosa,hidroamnion serta riwayat kehamilan dengan preeklamsi atau
eklamsia sebelumnya.
e. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia
20 tahun atau di atas 35 tahun.
3. Pemeriksaan fisik / biologis
Keadaan Umum : Lemah
Kepala : Sakit kepala, wajah oedema
Mata : Konjungiva agak anemis oedema pada retin.
Leher : Kuduk terasa berat
Kardiovaskuler : Hipertensi, mudah terkejut.
Pencernaan/abdomen : Nyeri daerah epigastrium,anoreksia, mual dan muntah.
Ekstremitas : Oedema pada kaki dan tangan serta jari-jari.
Sistem persyarafan : Hiperrefleksi, klonus pada kaki
Genito urinaria : Oliguria, proteinuria
Pemeriksaan janin : Bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin melemah.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah : Penurunan hemoglobin
(nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah
12-14 gr%). Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%). Trombosit
menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).
- Urinalisis: ditemukan protein dalam urin.
- Pemeriksaan Fungsi hati : Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl). LDH (laktat
dehidrogenase) meningkat. Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15- 45 u/ml).
- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l)
- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl).
- Tes kimia darah: Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl).
- Radiologi : Ultrasonografi: ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit. Kardiotografi: diketahui denyut jantung janin bayi
lemah. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran
ventrikel dan kardiomegali.
5. Data Sosial Ekonomi : Pre eklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dari
golongan ekonomi rendah dimana mereka kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal yang
teratur.
6. Data Psikologis : Biasanya klien preeklampsia ini berada dalm kondisi yang labil
dan mudah marah, klien merasa khawatir akan keadaan dirinya dan
keadaan janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat atau
meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan tekanan osmotik, perubahan
permeabilitas kapiler, retensi garam dan air.
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan darah (hipertensi).
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d vasospasme arteriola.
4. Gangguan eliminasi (urin) b.d sindroma nefrotik (penurunan filtrasi).
5. Risiko kejang. Faktor risiko: Penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).
6. Resiko cedera pada janin (fetal distress). Faktor risiko: Perubahan perfusi jaringan
utero-plasenta, peningkatan tonus uterus.
7. Resiko cedera pada ibu. Faktor risiko: gangguan penglihatan (mata kabur,
diplopia).

DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Doengoes ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

Mansjoer A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Manuaba IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


Dan KB. Jakarta: EGC.

Mochtar R. 1998. Synopsis Obstetri Jilid I Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification


2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Prawirohardjo S. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Smeltzer SC, Brenda BG. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai