Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN. S


DENGAN DIABETES MELITUS
PANTI SOSAL TRESNA WERDHA MARGAGUNA 3
JAKARTA

OLEH:
ARI SUNARI
(11121056)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2016
A. PENDAHULUAN
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya
dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut
dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan
patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir
semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang
sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya
bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang
kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada
usia lanjut.

B. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (
Mary,2009)

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, Yaitu oto antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1) Tipe I: Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2) Tipe II: Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4) Diabetes mellitus gestasional (GDM)
E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia
pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

F. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe
II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
G. PATHWAY

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetic, dll

Sel B Pancreas Hancur Jumlah sel pancreas menurun

DEFISIENSI INSULIN

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB

Viskositas Intake Inadekuat Resiko nutrisi berkurang

meningkat

Poliuria Deficit volume cairan


Pelepasan O2 terganggu

Hipoksia Perifer Perfusi jaringan tidak efektif

Nyeri
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1) Diet
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi (jika diperlukan)
5) Pendidikan Kesehatan kepatuhan konsumsi obat.

I. KOMPLIKASI
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
2) Nefropati diabetic
3) Neuropati
4) Displidemia
5) Hipertensi
6) Kaki diabetic
7) Hipoglikemia

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Diagnostik Test
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan

L. INTERVENSI & RASIONAL

1. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan metabolisme protein, lemak
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2) Berat badan stabil

Intervensi Rasional
Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang
indikasi. adekuat.
Tentukan program diet, pola makan Mengidentifikasikan kekurangan dan
dan bandingkan dengan makanan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
yang dapat dihabiskan klien.
Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan
abdomen atau perut kembung, cairan dan elektrolit menurunkan
mual, muntah dan pertahankan motilitas atau fungsi lambung (distensi
keadaan puasa sesuai indikasi. atau ileus paralitik).
Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih
mengandung nutrisi dan elektrolit. baik diberikan pada klien sadar dan
Selanjutnya memberikan makanan fungsi gastrointestinal baik.
yang lebih padat.
Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,
perencanaan makan. memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
(perubahan tingkat kesadaran, kulit akan berkurang dan sementara tetap
lembap atau dingin, denyut nadi diberikan tetap diberikan insulin, maka
cepat, lapar, peka rangsang, cemas, terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
sakit kepala, pusing). memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis


ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau
hidrasi pasien terpenuh
Kriteria Hasil:
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
Kaji riwayat klien sehubungan Membantu memperkirakan kekurangan
dengan lamanya atau intensitas dari volume total. Adanya proses infeksi
gejala seperti muntah dan mengakibatkan demam dan keadaan
pengeluaran urine yang berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
Pantau tanda-tanda vital, catat Hipovolemi dimanifestasikan oleh
adanya perubahan tekanan darah hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ortostatik. ringannya hipovolemi saat tekanan darah
sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat
pernapasan Kussmaul atau melalui pernapasan yang menghasilkan
pernapasan yang berbau keton. kompensasi alkalosis respiratoris
terhadap keadaan ketoasidosis. Napas
bau aseton disebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi.
Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis
pernapasan, penggunaan otot bantu menyebabkan pola dan frekuensi
napas, adanya periode apnea dan pernapasan normal. Akan tetapi
sianosi. peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan atau kehilangan
kemampuan melalui kompensasi pada
asidosis.`
Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis
kelembapannya. adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit kemerahan,
kering merupakan tanda dehidrasi.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator tingkat dehidrasi
turgor kulit, dan membrane mukosa. atau volume sirkulasi yang adekuat.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status


metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukan peningkatan integritas kulit
2) Menghindari cidera kulit

Intervensi Rasional
Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna, turgor, vaskuler, perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
Ubah posisi setiap 2 jam beri Menurunkan tekanan pada edema dan
bantalan pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan
Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit
penggunaan lotion dan robekan pada kulit
Lakukan perawatan luka dengan Mencegah terjadinya infeksi
teknik aseptik
Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit
kuku tetap pendek oleh karena garukan
Motivasi klien untuk makan Makanan TKTP dapat membantu
makanan TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit
yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
3) Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
4) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.

Intervensi Rasional
Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan motivasi
aktivitas. Buat jadwal perencanaan untuk meningkatkan tingkat aktivitas
dan identifikasi aktivitas yang meskipun klien sangat lemah.
menimbulkan kelelahan.
Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab keletihan,
seperti nyeri sendi, penurunan dapat menyusun jadwal aktivitas.
efisiensi tidur, peningkatan upaya
yang diperlukan untuk ADL.
Bantu mengidentivikasi pola energi Mengidentifikasi waktu puncak energi
dan buat rentang keletihan. Skala 0- dan kelelahan membantu dalam
10 (0=tidak lelah, 10= sangat merencanakan akivitas untuk
kelelahan) memaksimalkan konserfasi energi dan
produktivitas.
Berikan aktivitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang berlebih.
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
Pantau nadi , frekuensi nafas, serta Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
tekanan darah sebelum dan seudah dapat ditoleransi secara fisiologis.
melakukan aktivitas.
Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga
melakukan aktivitas sehari-hari diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
sesuai kebutuhan. yang dapat ditoleransi.
Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang menunjukkan terjadinya keletihan yang berlebihan.
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti
demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.

5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda
infeksi
Kriteria Hasil:
1) Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
2) Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi
peradangan sperti demam, yang biasanya telah mencetuskan
kemerahan, adanya pus pada luka, keadaan ketoasidosis atau dapat
sputum purulen, urine warna keruh mengalami infeksi nosokomial.
atau berkabut.
Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi
dengan melakukan cuci tangan yang nosokomial.
baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
prosedur invasif. akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur dan sungguh-sungguh, menempatkan pasien pada peningkatan
masase daerah tulang yang tertekan, risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
jaga kulit tetap kering, linen kering
dan tetap kencang.
Berikan tisue dan tempat sputum Mengurangi penyebaran infeksi.
pada tempat yang mudah dijangkau
untuk penampungan sputum atau
secret yang lainnya.

6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injury
Kriteria hasil:
1) Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan
factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
2) Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi Rasional
Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko
jatuh pada pasien.
Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan
turun dari tempat tidur.
Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan
agar lansia bisa menyesuaikan diri
terhadap ruangan.
Bantu klien dalam melakukan Lansia sudah mengalami penurunan
aktivitas sehari-hari dalam fisik, sehingga dalam melakukan
aktivitas sehari diperlukan bantuan dari
orang lainsesuai dengan yang dapat
ditoleransi
Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi kondisi lansia.

Anda mungkin juga menyukai