Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH SUHU AKTIVASI FISIKA TERHADAP

KUALITAS ARANG AKTIF DARI CANGKANG KEMIRI


(Aleurites moluccana)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :

MUHAMMAD RIZKI RAMADHAN

NIM 16614013

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI PETRO OLEO KIMIA
2019
HALAMAN PENGESAHAN CALON PEMBIMBING 1

PENGARUH SUHU AKTIVASI FISIKA TERHADAP


KUALITAS ARANG AKTIF DARI CANGKANG KEMIRI
(Aleurites moluccana)

NAMA : MUHAMMAD RIZKI RAMADHAN

NIM : 16614013

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI : PETRO & OLEO KIMIA

JENJANG STUDI : DIPLOMA III

Proposal Tugas Akhir ini telah disetujui

Pada tanggal , Mei 2019

Menyetujui :

Calon Pembimbing I

Irmawati Syahrir, S.T., M.T

NIP. 19690326 200003 2 001


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5

2.1 Kemiri (Aleurites Moluccana) ......................................................................... 5

2.2 Arang Aktif ...................................................................................................... 7

2.3 Pembuatan Arang Aktif ................................................................................... 8

2.3.1 Karbonisasi ................................................................................................ 8

2.3.2 Aktivasi ................................................................................................... 10

2.3.3 Dehidrasi ................................................................................................. 12

2.4 Natrium Hidroksida (NaOH) ......................................................................... 12

2.5 Analisa Arang Aktif ....................................................................................... 14

2.5.1 Kadar Air ................................................................................................. 14

2.5.2 Kadar Abu ............................................................................................... 15

2.5.3 Volatile Matter ........................................................................................ 15


iv
2.5.4 Daya Jerap I2 ........................................................................................... 16

2.6 Adsorpsi .......................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III ................................................................................................................. 20

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 20

3.2 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 20

3.3 Alat dan bahan............................................................................................ 21

3.3.1 Alat...................................................................................................... 21

3.3.2 Bahan ..................................................................................................... 23

3.4 Prosedur Penelitian.......................................................................................... 23

3.4.1 Prosedur Penelitian ................................................................................... 23

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tanaman Kemiri dan Cangkang Kemiri ............................................ 6

Gambar 2. 2 Natrium Hidroksida .......................................................................... 13

Gambar 2. 3 Mekanisme Adsorpsi ........................................................................ 18

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Syarat Mutu Arang Aktif Menurut SNI No. 06-3730-1995.................. 8

Tabel 2. 2 Sifat Fisik NaOH ................................................................................. 13

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan kemiri hidup di daerah tropis dan subtropis sehingga dapat

ditanam di daerah daratan rendah maupun daratan tinggi, baik di tanah yang

subur maupun tanah yang kurang subur (Aji dkk, 2016). Berdasarkan Statistik

Perkebunan Kalimantan Timur 2017, produksi tanaman kemiri di Provinsi

Kalimantan Timur sebesar 231 ton. Khususnya di Kota Samarinda sebesar 31

ton (Rachmad, 2017). Diketahui bahwa presentase massa buah kemiri menjadi

cangkang sebesar 64,57% (Prabarini dan Okayadnya, 2014). Maka dapat

diperkirakan potensi cangkang kemiri di Kalimantan Timur pada tahun 2017

adalah 150,15 ton.

Umumnya masyarakat menjadikan cangkang kemiri sebagai limbah dan

hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya (Salindeho, 2017). Cangkang

kemiri menjadi limbah organik yang dapat diuraikan namun dengan teksturnya

yang cukup keras membutuhkan waktu untuk mengurainya secara alamiah,

oleh karena itu untuk mengatasi peningkatan limbah dari cangkang kemiri

maka perlu dikembangkan upaya untuk mengolah cangkang kemiri sehingga

memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan menghasilkan produk yang ramah

lingkungan serta memiliki nilai jual (Aji, dkk, 2016).


2

Komposisi kimia utama cangkang kemiri terdiri dari hemiselulosa 48,47%,

selulosa 27,14%, Lignin 13,79%. Cangkang kemiri dikategorikan sebagai

kayu keras karena mempunyai kadar hemiselulosa dan kadar lignin yang

tinggi. Apabila cangkang kemiri dibakar pada suhu tinggi dalam ruangan yang

tidak berhubungan dengan udara, maka akan terjadi rangkaian proses

penguraian penyusun cangkang kemiri menjadi arang, destilat, tar, dan gas.

Adanya produk arang aktif yang terbentuk dapat dimanfaatkan sebagai

adsorben (Salindeho, 2017).

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian yang berkaitan dengan pembuatan arang aktif dari limbah

cangkang kemiri telah di lakukan oleh (Maulana, dkk, 2017) dengan

memvariasikan jenis aktivator dan konsentrasi aktivator. Dari penelitian

tersebut didapatkan hasil terbaik kadar air 5,5%, kadar abu 7,65%, dan daya

jerap iod 663,82 mg/g dengan menggunakan jenis aktivator NaOH 15%. selain

itu, pada penelitian daya serap adsobsi karbon aktif dari cangkang kemiri oleh

(Aritonang dan Hestina, 2018) memvariasiakan konsentrasi aktivator H3PO4

dan sampel kali penggorengan. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil

terbaik kadar air 2,25%, kadar abu 0,55%, dan daya jerap iod 653 mg/g

dengan menggunakan larurutan aktivator H3PO4 5N dan sampel 6 kali

penggorengan dari kadar bilangan peroksida sebesar 9,3762 menjadi 7,3425

meq O2 /kg.
3

Menurut Sudrajat, (2005) dalam Aritonang dan Hestina, (2018) kualitas

arang aktif di tentukan berdasarkan SNI (06-3730-1995) antara lain pengujian

kadar air dan daya serap terhadap iodium minimal 750 mg/g. Daya serap

iodium pada penelitian (Maulana, dkk, 2017) adalah sebesar 663,82 mg/g .

sedangkan pada penelitian (Aritonang dan Hestina, 2018) adalah sebesar 653

mg/g. Sehingga dapat disimpulkan hasil tersebut belum memenuhi SNI (06-

3730-1995). Berdasarkan referensi yang ada, tetapi masih memiliki peluang

untuk ditingkatkan.

Untuk meningkatkan daya serap iodium pada arang aktif yang sudah

dicapai oleh (Maulana, dkk, 2017) dengan mengamati pengaruh suhu aktivasi.

Pengaruh suhu aktivasi pada arang aktif menyebabkan semakin terbukanya

pori-pori baru dan juga untuk mengembangkan pori-pori yang sudah ada

sehingga dari mikropori berubah menjadi makropori (Gustama, 2012). Hal ini

mengakibatkan semakin banyak permukaan arang aktif yang teraktivasi maka

semakin baik kualitas arang aktif, sehingga kemampuan daya jerap arang aktif

akan cenderung meningkat dengan bertambahnya suhu dan lama aktivasi

(Darmawan, dkk, 2009).


4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu aktivasi

fisika terhadap kualitas arang aktif sehingga sesuai Standar Nasional Indonesia

(SNI 06-3730-1995).

Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis

cangkang kemiri menjadi arang aktif dan digunakan sebagai adsorben.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiri (Aleurites Moluccana)

Tanaman kemiri baik tumbuh di pegunungan pada ketinggian 1.200 meter

dari permukaan laut, berpohon besar dengan tinggi 25-40 meter, beranting

banyak, mempunyai tunas muda yang tertutup rapat oleh bulu yang berwarna

putih keabu-abuan atau coklat, daun muda berlekuk tiga atau lima, sedangkan

daun tua berbentuk bulat dengan ujung meruncing. Daun tersebut mempunyai

kelenjar berwarna hijau kekuningan.

Bunga kemiri merupakan bunga majemuk yang berumah satu, berwarna putih

dan bertangkai pendek. Buah kemiri berkulit keras berdiameter 5 cm di dalamnya

terdapat satu atau dua biji yang diselubungi kulit biji yang keras dengan

permukaan kasar dan beralur (Susilowati dan Primaswari, 2012). Pada usia 3,5-4

tahun tanaman kemiri sudah mulai berbuah dan pada saat usia 5 tahun, produksi

kemiri rata-rata tiap pohonnya sebesar 400 kg/pohon tahun (Anonim,2012 dalam

Prabarini dan Okayadnya, 2014).


6

Sumber: kotamobagu, 2018 dan padangkita.com


Gambar 2.1 Tanaman Kemiri dan Cangkang Kemiri

Cangkang kemiri (Aleurites moluccana) di indonesia, merupakan hasil

samping pengolahan biji kemiri. Kemiri dengan beragam kegunaan diantaranya

yang belum banyak disentuh adalah pemanfaatan cangkang kemiri. Pada

umumnya masyarakat menjadikan cangkang kemiri sebagai limbah dan hanya

sebagian kecil yang memanfaatkannya. Limbah pangan ini belum dimanfaatkan

secara optimal. Melihat kesamaan terhadap cangkang pala, cangkang kemiri di

perkirakan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang, arang aktif,

serta bahan pengasap. Limbah ini tentunya sangat berpotensi bagi masyarakat

apabila dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai jual (Salindeho,

2017).

Kandungan yang dimiliki oleh tempurung kemiri yakni berupa selulosa,

hemiselulosa, dan lignin mendorong upaya untuk pemanfaatan tempurung kemiri

sebagai bahan baku pembuatan arang aktif. Komposisi kimia utama cangkang

kemiri terdiri dari hemiselulosa 48,47%, selulosa 27,14%, lignin 13,79%, serat

kasar 41,07%, abu 5,34% (Salindeho, 2017). Limbah cangkang kemiri sangat baik

digunakan sebagai arang aktif karena cangkang kemiri memiliki sifat keras

dengan nilai kalor 4164 kal/g (Aritonang dan Hestina, 2018). Diketahui bahwa
7

presentase massa buah kemiri menjadi tempurungnya sebesar 64,57% dan

tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan tempurung kelapa dan

tempurung kelapa sawit yang tidak lebih 30% (Prabarini dan Okayadnya, 2014)

2.2 Arang Aktif

Arang aktif merupakan suatu bahan berupa karbon amorf yang sebagian besar

terdiri atas atom karbon bebas dan mempunyai permukaan dalam sehingga

mempunyai kemampuan daya serap yang baik. Bahan ini mampu mengadsorpsi

anion, kation dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik, baik

berupa larutan maupun gas (Aji, dkk., 2016). Bahan-bahan yang mengandung

unsur karbon dapat menghasilkan karbon aktif dengan cara memanaskannya pada

suhu tinggi. Pori-pori tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agen penyerap

(adsorben). Karbon aktif dengan luas permukaan yang besar dapat digunakan

untuk berbagai aplikasi yaitu sebagai penghilang warna, penghilang rasa,

penghilang bau dan agen pemurni dalam industri makanan. Selain itu juga banyak

digunakan dalam proses pemurnian air baik dalam proses produksi air minum

maupun dalam penanganan limbah (Idrus, dkk., 2013). Arang aktif dapat

dibedakan dari arang berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada

arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang dapat menghambat

keaktifannya, sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari

deposit sehingga mampu mengabsorpsi karena permukaannya luas dan pori-

porinya telah terbuka (Aji, dkk., 2016).


8

Standar Nasional Indonesia (SNI No.06-3730-1995) menetapkan syarat

mutu arang aktif adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Syarat Mutu Arang Aktif Menurut SNI No.06-3730-1995

Persyaratan Kualitas
Uraian Granular
Serbuk
(Butiran)
Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC , % Maks. 15 Maks. 25
Kadar Air, % Maks. 4,5 Maks. 15
Kadar Abu, % Maks. 2,5 Maks. 10
Daya serap terhadap I2, mg/g Min. 750 Min. 750
Sumber: (Sudrajat dan Pari, 2011)

2.3 Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif adalah karbon tak berbentuk yang diolah secara khusus untuk

menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar antara 300-2000 m3/gr.

Luas permukaan yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat

dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap

(adsorb) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquid

(Kurniati, 2008). Secara garis besar ada 3 tahapan pembuatan arang aktif, yaitu:

2.3.1 Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan adalah suatu proses mengubah bahan baku

asal menjadi arang berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup

dengan udara yang terbatas atau semaksimal mungkin. Proses karbonisasi adalah

penguraian selulosa organik menjadi unsur arang dan unsur- unsur non karbon
9

yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-700oC selama 4-5 jam.

Proses karbonisasi biasanya dilakukan dengan cara memasukkan bahan organik ke

lubang atau ruangan yang dindingnya tertutup, seperti dalam tanah atau tangki

yang terbuat dari plat baja. Setelah dimasukkan, bahan disulut api yang hingga

terbakar. Nyala api tersebut dikontrol, dengan tujuan agar bahan terbakar yang

dibakar tidak menjadi abu, tetapi menjadi arang yang masih terdapat energi

didalamnya. Lamanya pengarangan ditentukan oleh jumlah atau volume bahan

organik, ukuran partikel bahan, kerapatan bahan, tingkat kekeringan bahan,

jumlah oksigen yang masuk dan asap yang keluar dari ruang pembakaran

(Kurniawan dan Marsoni, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi, yaitu:

a. Waktu karbonisasi

Bila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi pirolisis semakin

sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan dan gas makin

meningkat. Waktu karbonisasi berbeda beda tergantung pada jenis-jenis dan

jumlah bahan yang diolah. Misalnya : tempurung kelapa memerlukan waktu 3

jam, sekam padi kira-kira 2 jam, dan cangkang kemiri 1 jam (Kurniati, 2008).

b. Suhu Karbonisasi

Suhu karbonisasi yang berpengaruh terhadap hasil arang karena semakin

tinggi suhu, arang yang diperoleh makin berkurang tapi hasil cairan dan gas

semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya zat-zat terurai dan
10

yang teruapkan. Untuk tempurung kemiri suhu karbonisasi 400oC, dan tempurung

kelapa suhu karbonisasi 600oC (Kurniati, 2008).

2.3.2 Aktivasi

Aktivasi adalah proses pengubahan karbon dari daya serap rendah menjadi

karbon yang mempunyai daya serap tinggi. Proses aktivasi dilakukan untuk

memperbesar luas permukaan total karbon hasil dari pemanasan karbonisasi

dengan melakukan pelepasan hidrokarbon yang melekat pada arang sehingga daya

serapnya bertambah. Pada proses aktivasi terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas

dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada

permukaannya. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori baru karena adanya

pengikisan atom karbon melalui oksidasi ataupun pemanasan. Massa arang aktif

dipengaruhi oleh suhu aktivasi. Semakin tinggi suhu aktivasi maka massa arang

aktif semakin berkurang. Selain itu, semakin tinggi suhu aktivasi arang aktif akan

semakin banyak kadar air yang menguap sehingga mempengaruhi kualitas arang

aktif (Darmawan, dkk., 2009). Proses aktivasi bertujuan untuk meningkatkan

volume dan memperbesar luas permukaan atau diameter pori-pori, sesudah proses

karbonasi berakhir. Dengan demikian, proses ini akan meningkatkan kemampuan

karbon aktif dalam melakukan penyerapan komponen kimia melalui pori-pori

tersebut. Pada umumnya, karbon dapat diaktifkan dengan dua cara, yaitu aktivasi

kimia dan aktivasi fisika.


11

a. Aktivasi kimia

Aktivasi kimia merupakan suatu proses aktivasi yang menggunakan

bahan-bahan kimia yang telah ada dalam karbon ataupun sengaja ditambahkan

untuk menguraikan material selulosa secara kimia. Beberapa bahan kimia yang

paling umum digunakan sebagai aktivator yaitu CaCl2, MnCl2, ZnCl2, Ca(OH)2,

H2SO4, H3PO4, NaOH dan lain-lain (Azhary, dkk., 2008). Berikut ini adalah

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivasi kimia:

1. Waktu aktivasi : Semakin lama waktu aktivasi maka daya jerap arang aktif

akan meningkat, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu aktivasi

semakin banyak zat inert di permukaan partikel arang aktif yang terlepas

dari permukaan arang sehingga pori-pori permukaan partikel arang aktif

semakin banyak menyebabkan luas permukaan arang semakin besar dan

kemampuan daya jerap meningkat (Utomo, 2014).

2. Konsentrasi aktivator: Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi

maka semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa

tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon

sehingga permukaan karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin

besar daya adsorpsi karbon aktif tersebut (Kurniati, 2008).

b. Aktivasi fisika

Proses aktivasi yang melibatkan adanya gas pengoksidasi seperti udara pada

temperatur rendah, uap, CO2, atau atau aliran gas pada temperatur tinggi. Proses

aktivasi fisika melibatkan gas pengoksidasi seperti pembakaran menggunakan


12

suhu yang rendah dan uap CO2 atau pengaliran gas pada suhu yang tinggi

(Azhary, dkk., 2008).

2.3.3 Dehidrasi

Proses penghilangan air pada pasta karbon, melalui pemanasan dengan oven

dengan suhu dan waktu tertentu, sehingga didapatkan karbon aktif kering yang

siap digunakan (Azhary, dkk., 2008). Tahapan pengaktifan atau pengeluaran

senyawa yang menutupi rongga dan pori-pori arang dapat dilakukan dengan cara

dehidrasi menggunakan garam jenuh seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2 dan asam atau

basa H3PO4, H2SO4, NaOH (Kurniati, 2008).

2.4 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH) salah satu bahan kimia yang dapat digunkan

sebagai aktivator yang memiliki sifat higroskopis yang tinggi. Natium hidroksida

adalah basa kuat yang paling banyak digunakan dalam industri kimia. Bentuk

natrium hidroksida adalah warna putih,tdak berbau, kristal padat pada suhu kamar.

Natrium hidroksida adalah zat yang sangat korosif dan beracun dan disebut soda

kaustik atau alkali. Natrium hidroksida digunakan sebagai alkali dalam produksi

berbagai produk termasuk deterjen, kertas, kain sintetis, komestik, dan obat-

obatan serta paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.


13

Sumber : Myers, 2007


Gambar 2.2 Natrium Hidroksida

Natrium Hidroksida digunakan untuk mengontrol pH dan menetralisir

asam dalam proses kimia dan dalam proses pulping berfungsi untuk memisahkan

serat dengan melarutkan lignin penghubung (Myers, 2007). Keuntungan

menggunakan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif adalah waktu yang realtif

pendek,karbon aktif yang dihasilkan lebih banyak dan daya adsorbsi lebih baik.

Tabel 2.2 Sifat Fisik NaOH


Sifat Fisik
Rumus Molekul NaOH
Massa Molar 40 g/mol
Penampilan Berwarna Putih
Densitas 2,1 g/cm3
Titik Didih 1390oC
Bentuk Padatan
Sumber: Myers, 2007
14

2.5 Analisa Arang Aktif

Karakterisasi arang aktif bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat arang aktif

yang berpengaruh terhadap kualitas arang aktif yang dihasilkan. Arang aktif yang

dihasilkan diuji kualitasnya berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-

3730-1995) yang meliputi penetapan kadar air, kadar abu, zat terbang, karbon

terikat dan daya jerap iodnya.

2.5.1 Kadar Air

Kandungan air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam arang aktif

setelah bahan baku berkarbon melalui tahapan karbonisasi dan aktivasi kimia,

baik yang terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi luar seperti

iklim, ukuran butiran maupun proses penyaringan. Penetapan ini bertujuan untuk

mengetahui sifat higroskopis arang aktif.

Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang tersisa

pada arang aktif setelah melalui proses pengaktifan dengan zat aktivator.

Keberadaan air di dalam karbon berkaitan dengan sifat higroskopis dari arang

aktif, dimana umumnya arang aktif memiliki sifat afinitas yang besar terhadap air.

Arang aktif mampu menyerap uap air dalam jumlah yang sangat besar. Dari sifat

yang sangat higroskopis inilah, sehingga arang aktif digunakan sebagai adsorbent.

(Ikawati dan Melati, 2009).


15

2.5.2 Kadar Abu

Abu di dalam arang aktif merupakan kadar mineral yang memang

terkandung di dalamnya yang tidak terbakar pada proses karbonisasi dan tidak

terpisah pada proses aktivasi. Kandungan abu sangat berpengaruh pada kualitas

arang aktif. Keberadaan abu yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

penyumbatan pori-pori arang aktif sehingga luas permukaan arang aktif menjadi

berkurang. Selain itu juga menyebabkan korosi di mana arang aktif yang telah

terbentuk menjadi rusak (Ikawati dan Melati, 2009).

2.5.3 Volatile Matter

Penetapan kadar zat terbang bertujuan untuk mengetahui kandungan

senyawa yang belum menguap pada proses karbonasi dan aktivasi, tetapi menguap

pada suhu 950°C sehingga mempengaruhi daya jerapnya. Komponen yang

terdapat dalam arang aktif adalah air, abu, karbon terikat, nitrogen dan sulfur.

Kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi kemampuan arang aktif dalam

menyerap gas dan larutan. Sehingga peningkatan suhu aktivasi cenderung

menurunkan kadar zat mudah menguap (Sudradjat dkk., 2005). Penentuan zat

mudah menguap dapat ditentukan dengan cara memanaskan sampel di dalam

furnace hingga suhu 950oC.


16

2.5.4 Daya Jerap I2

Adsorpsi iodin telah banyak dilakukan untuk menentukan kapasitas adsorbs

arang aktif. Angka iodin didefinisikan sebagai jumlah milligram iodin yang

diadsorbsi oleh satu gram arang aktif. Daya jerap arang aktif terhadap iodin

mengindikasikan kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi komponen dengan

berat molekul rendah. Penentuan angka iodin pada arang aktif menggunakan

reaksi redoks dalam penentuannya. Reaksi redoks yaitu istilah oksidasi mengacu

pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi yang

disertai kenaikan elektron, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan

bilangan oksidasi yang disertai dengan memperoleh elektron. Oksidator adalah

senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi

dan sebaliknya untuk reduksi (Aji, dkk., 2016).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juli 2018 di

Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda. Lokasi pengambilan

sampel bahan baku berupa cangkang kemiri di peroleh dari Desa Berambai, Kota

Samarinda. Untuk analisa kadar air, kadar abu, dan daya serap terhadap I2 serta

pengaplikasian karbon aktif dari cangkang kemiri dilakukan di Laboratorium

Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda.

3.2 Rancangan Penelitian

1. Variabel Berubah
Variabel yang di variasikan pada penelitian ini adalah :
- Suhu aktivasi Fisika : 600oC, 650oC, 700oC, 750oC, 800oC

2. Variabel Tetap
Variabel tetap yang digunakan adalah :
- Massa bahan Arang : 50 gr

- Jenis aktivator : NaOH

- Konsentrasi aktivator : 15%

- Volume aktivator : 100 mL

- Ukuran partikel : 100 mesh


21

- Suhu karbonasi : 500oC

- Waktu Karbonisasi : 2 Jam

- Waktu Aktivasi Fisika : 2 jam

- Suhu Dehidrasi : 110oC

- Waktu Dehidrasi : 3 jam

- Waktu Perendaman : 24 jam

3. Variabel Respon
- Daya serap terhadap iod (SNI No. 06-3730-1995)

- Kadar air (ASTM D-3173)

- Kadar abu (ASTM 3174-77)

- Volatile Matter (ASTM D-3175)

3.3 Alat dan bahan

3.3.1 Alat

- Ayakan ukuran 100 mesh

- Cawan petridish dan crucible

- Gelas kimia 250 mL, 500 mL

- Kertas saring whatman no. 42

- Disk mill crusher

- Pipet volume 25 mL, 10 mL,

- Gelas ukur 500 ml

- Erlenmeyer 250 mL
22

- Magnetic stirrer

- Sarung tangan furnace

- Penggerus

- Neraca analitik

- Furnace

- Desikator

- Spatula

- Botol aquadest

- Pipet tetes

- Gegep

- Hot plate

- Buret 50 mL

- Statif

- Bulp

- Corong

- Alu dan Lumpang

- Oven
23

3.3.2 Bahan

- Cangkang kemiri

- Aquadest

- Larutan I2 0,1 N

- Larutan NaOH 15%,

- Na2S2O3 0,1 N

- Indikator kanji 1%

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Diagram Alir

3.4.2 Prosedur Penelitian

A. Preparasi Bahan Baku


1. Cangkang kemiri yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dijemur

dibawah sinar matahari sampai beratnya konstan

2. Mengecilkan ukuran cangkang kemiri

B. Pembuatan Arang Cangkang Kemiri

1. Memasukkan cangkang kemiri ke dalam tabung pirolisis

2. Menaikkan suhu pirolisis sampai 500oC

3. Memasukkan tabung pirolisis ke dalam pirolisis selama 120 menit

4. Mendinginkan cangkang kemiri dalam desikator dan membiarkannya

sampai dingin hingga temperatur ruangan


24

5. Menggerus arang dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh

C. Pembuatan Arang Aktif Cangkang Kemiri

1. Menimbang 50 gr arang cangkang kemiri yang telah diayak

2. Merendam arang dalam 100 mL NaOH 15% selama 24 jam

3. Mencuci arang yang telah diaktivasi dengan menggunakan aquadest

hingga pH arang sama dengan pH aquadest dan disaring

menggunakan kertas saring Whatman No. 42

4. Mengeringkan arang aktif dengan menggunakan oven pada suhu

110oC selama 180 menit

5. Mengaktivasi fisika arang aktif menggunakan furnace dengan variasi

suhu 600 oC, 650 oC, 700 oC, 750 oC 800 oC selama 120 menit

6. Mendinginkan karbon aktif dalam desikator dan membiarkannya

sampai dingin hingga temperatur ruangan

7. Melakukan analisa kadar air, kadar abu, zat terbang dan daya jerap iod

D. Prosedur Analisa

a. Analisa Kadar Air (ASTM D-3173)

1. Menaikkan temperatur oven hingga 110 oC

2. Menimbang cawan petridish kosong beserta tutupnya dan mencatat

datanya
25

3. Menambahkan sampel sebanyak ± 1 gram ke dalam cawan petridish,

meratakan sampel dan menutup kembali cawan petridish

4. Menempatkan tutup petridish dalam desikator dan memasukan cawan

petridish tanpa tutup (menggunakan metal tray) ke dalam oven

5. Memanaskan selama 1 jam

6. Mengeluarkan tray dari oven, menutup cawan petridish dengan segera

lalu memasukan ke dalam desikator sampai mencapai temperatur

ruangan (10-15 menit)

7. Menimbang cawan petridish, tutup petridish dan sampel kemudian

mencatat datanya

8. Melakukan perhitungan dengan rumus :


𝑚 −𝑚
kadar air (% ) = 𝑚2 −𝑚3 x 100%................................................(1)
2 1

Keterangan:

m1 = massa cawan kosong (gram)

m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)

m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

9. Menurunkan suhu oven sampai 40oC kemudian mematikan dan

memutuskan arus listrik pada oven.

b. Analisa Kadar Abu (ASTM 3174-77)

1. Menimbang cawan crucible bersih dan mencatat datanya


26

2. Menambahkan ± 1 gram sampel ke dalam cawan crucible dan

mencatat datanya. Mengetuk pelan-pelan untuk meratakan sampel

3. Meletakkan cawan berisi sampel ke dalam furnace pada temperatur

ruangan

4. Mengatur temperatur hingga 500 oC membiarkan selama 60 menit

5. Mengeluarkan cawan dari dalam furnace kemudian memasukannya ke

dalam desikator dan membiarkan sampai dingin hingga mencapai

temperatur ruangan

6. Menimbang cawan crucible dan abu

7. Membersihkan cawan crucible dengan menggunakan kuas kering dan

menimbang kembali cawan crucible

8. Melakukan perhitungan dengan rumus :


𝑚 −𝑚
kadar abu (%) = 𝑚3 −𝑚4 𝑥 100%..................................................... (2)
2 1

Keterangan:

m1 = massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)

m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)

m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

m4 = massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)

9. Menurunkan suhu furnace sampai 70oC kemudian mematikan dan

memutuskan arus listrik pada oven


27

c. Analisa Volatile Matter (ASTM D-3175)

1. Menaikkan temperatur furnace hingga 950°C

2. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian

mencatatnya pada lembar kerja analisa

3. Menimbang secara merata sampel ± 1 gram ke dalam cawan crucible,

lalu menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan

4. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi sampel ke dalam

furnace beserta tutupnya dan memijarkan selama 7 menit.

5. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya

pada desikator selama 7 menit.

6. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut

beserta tutupnya dan mencatat hasil timbangan.

7. Melakukan perhitungan menggunakan rumus :


𝑚 −𝑚
Volatile Matter (%) = (𝑚2 −𝑚3 𝑥 100% ) − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟.................... (3)
2 1

Keterangan:

m1 = massa cawan kosong (gram)

m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)

m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

8. Menurunkan suhu furnace sampai 70oC kemudian mematikan

dan memutuskan arus listrik pada furnace


28

d. Analisa Daya Serap Terhadap I2 (SNI No. 06-3730-1995)

1. Menimbang karbon aktif sebanyak 0,5 gram dan mencampurkan

karbon aktif yang telah ditimbang dengan 50 mL larutan iodin 0,1 N.

2. Mengaduk larutan yang telah di beri arang aktif dengan stirrer selama

± 15 menit.

3. Menyaring larutan menggunakan kertas saring Whatman No. 42.

4. Memipet 10 mL larutan sampel dan menitrasi dengan larutan Natrium

Thiosulfat 0,1 N hingga larutan berubah menjadi kuning minyak.

5. Menambahkan larutan kanji ke dalam larutan sampel sebagai indikator

hingga larutan sampel berwarna hitam.

6. Menitrasi kembali larutan sampel hingga berubah warna menjadi

bening

7. Menghitung daya jerap karbon aktif tehadap iodin menggunakan

rumus berikut:
𝑉𝑇ℎ𝑖𝑜×𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜
(10− )×12,69×𝑓𝑝
𝑁 𝐼𝑜𝑑
Daya serap Iod = .......................................(4)
𝑊

Keterangan :

V = Larutan Natrium Thiosulfat yang diperlukan (mL)

N = Normalitas larutan Natrium Thiosulfat (N)

W = Massa sampel karbon aktif awal (gram)


29

DAFTAR RUJUKAN

Aji, M. P., Laos, L. E., & Sulhadi. (2016). Pengaruh konsentrasi karbon aktif

kulit kemiri dan aplikasinya terhadap penjernihan limbah cair methylene

blue. Universitas Semarang.

Aritonang, B., & Hestina. (2018). Daya Adsorpsi Karbon Aktif dari Cangkang

Kemiri terhadap Kadar Bilangan Peroksida pada Minyak Goreng Bekas.

Kimia Saintek Dan Pendidikan, II(1), 21–30.

Azhary, H. . S., Kasih, J. . A. . F., & Wisanti, A. (2008). Pengaruh Suhu,

Konsentrasi Zat Aktivator Dan waktu Aktivasi Terhadap Daya Serap Karbon

Aktif Dari Tepurung Kemiri. Teknik Kimia, 15(2), 17–22.

Darmawan, S., Pari, G., & Sofyan, K. (2009). OPTIMASI SUHU DAN LAMA

AKTIVASI DENGAN ASAM PHOSFAT DALAM PRODUKSI ARANG

AKTIF TEMPURUNG KEMIRI Optimation on Temperature and time

activation with Phosporic Acid to Produce Candlenut shell Activated

Charcoal. Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 2(2), 51–56.

Gustama, A. (2012). Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai

Adsorben dalam Pemurnian Biodiesel. Institut Pertanian Bogor.

Idrus, R., Lapanporo, B. P., & Putr, Y. S. (2013). pengaruh suhu aktivasi terhadap

kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa. Prisma Fisika, I(1),

50–55.
30

Ikawati, & Melati. (2009). KULIT SINGKONG UKM TAPIOKA KABUPATEN

PATI. Universitas Diponegoro.

Kurniati, E. (2008). PEMANFAATAN CANGKANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI ARANG AKTIF. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, 8(2), 96–103.

Kurniawan, O., & Marsoni, I. (2011). Super Karbon “ bahan bakar alternatif

pengganti minyak tanah dan gas.” Jakarta: Penebar Swadaya.

Maulana, G. G. R., Agustina, L., & Susi. (2017). Proses Aktivasi Arang Aktif dari

Cangkang Kemiri dengan Variasi Jenis dan Konsentrasi Aktivator Kimia.

Ziraa’ah, 42(3), 247–256.

Myers, R. . (2007). 100 Most Important Chemical Compounds. London:

Greenwood Press.

Prabarini, N., & Okayadnya, D. (2014). PENYISIHAN LOGAM BESI ( Fe )

PADA AIR SUMUR DENGAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG

KEMIRI. Ilmiah Teknik Lingkungan, 5(2), 33–41.

Rachmad, U. (2017). Statistik Perkebunan Kalimantan Timur 2017. Samarinda.

Salindeho, D. I. N. (2017). Asap Cair Hasil Pirolisis Cangkang Pala dan

Cangkang Kemiri. Manado: Unstrat Press.

Sudrajat, prof. D. I. ., & Pari, G. (2011). Arang Aktif Teknologi pengolahan dan

Masa Depannya.pdf. (A. Suryani & D. Tinambunan, Eds.). Bogor: Badab


31

Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan.

Susilowati, N., & Primaswari, R. (2012). Pengambilan Minyak Biji Kemiri

melalui Ekstraksi dengan menggunkan Soxhlet. Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Utomo, S. (2014). DAYA SERAP KARBON AKTIF DARI KULIT SINGKONG

DENGAN ABSTRAK Indonesia merupakan Negara agraris dan berpotensi

sebagai penghasil singkong . Dalam pemanfaatan singkong akan selalu

disertai adanya limbah yaitu kulit singkong yang belum diberdayakan secara

mak. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, (November).

Anda mungkin juga menyukai