Makalah Tatalaksna Pemberian Arv Pada Penderita Hiv/Aids: Dosen Pembingbing Iva Gamar DP, SST.,M, KES
Makalah Tatalaksna Pemberian Arv Pada Penderita Hiv/Aids: Dosen Pembingbing Iva Gamar DP, SST.,M, KES
Dosen pembingbing
Iva gamar DP,SST.,M,KES
DISUSUN OLEH:
Kutsiyah 717620934
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan HidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tatalaksana pemberian ARV pada penderita HIV/AIDS”.
Penulis merasa yakin dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kekeliruan, hal ini dikarenakan pengalaman yang kurang memadai.
Dari pengumpulan materi sampai tersusunnya makalah ini penulis berusaha sebaik-
baiknya untuk mendapatkan petunjuk, bantuan, serta bimbingan yang lebih dari
cukup. Maka dari itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Iva gamar DP,SST.,M.Kes selaku Dosen Keperawatan HIV/AIDS Universitas
Wiraraja.
2. Bapak dan Ibu, selaku orang tua saya yang selalu mendoakan dan memberikan
bimbingan kepada saya.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang
membangun demi menyempurnakan makalah ini dan berharap semoga dapat
memenuhi harapan serta dapat diterima sebagai tugas akhir perkuliahan.
DAFTAR IS
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................6
1.3 Tujuan.............................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..........................................................................................................................7
2.1 Antiretroviral (ARV)........................................................................................................7
2.2 Saat memulai terapi ARV................................................................................................7
2.3 Memulai terapi ARV pada keadaan infeksi oportunistik (IO) yang aktif..........................8
2.4 Panduan ARV lini pertama..............................................................................................9
2.5 Pertimbangan dalam pemiihan terapi ARV...................................................................11
2.6 Sindrom Pulih Imun (SPI - immune reconstitution syndrome = IRIS)............................16
2.7 Kepatuhan dalam pemberian ARV................................................................................19
2.7.1 Tujuan pemberian ARV..........................................................................................25
2.7.1 Cara kerja ARV.......................................................................................................25
2.7.3 Jenis obat-obatan ARV...........................................................................................26
BAB III.....................................................................................................................................28
JURNAL PENELITIAN ARV........................................................................................................28
3.1 Hubungan Antara Pengetahuan, Motivasi, Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Terapi ARV ODHA...............................................................................................................28
BAB IV....................................................................................................................................32
PENUTUP................................................................................................................................32
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................32
4.2 Saran......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk memulai antri retroviral therapy (ARV), ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh penderita. Adapun syarat ini harus dipenuhi untuk mencegah putus obat
dan menjamin efektivitas pengobatan antara lain adalah infeksi HIV telah
dikonfirmasikan dengan hasil tes (positif) yang tercatat memiliki indikasi medis, dan
tidak memulai ART jika tidak memenuhi indikasi klinis, mengulangi pemeriksaan
CD4 dalam 4 bulan jika memungkingkan, pasien yang memenuhi kriteria dapat
memulai di pelayanan kesehatan, jika infeksi oportunistik telah diobati dan sudah
stabil, maka pasien telah siap untuk pengobatan ART, adanya tim medis AIDS yang
mampu memberikan perawatan kronis dan menjamin persediaan obat yang cukup.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam hal tdak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan terapi ARV adalah
didasarkan pada pemeriksaan klinis.
Rekomendasi
1. Memulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4<350 sel/mm3
tanpa memandang stadium klinisnya.
2. Terapi ARV dianjurkan dengan semua pasien TB aktif, ibu hamil dan
koinfeksi hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
2.3 Memulai terapi ARV pada keadaan infeksi oportunistik (IO) yang aktif
Infek opertunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan
sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam table di bawah ini.
2 NRTI + 1 NNRTI
Dosis awal tersebut juga mengurangi risiko terjadinya ruam dan hepatitis oleh karena
NVP yang muncul dini. Bila NVP perlu dimulai lagi setelah pengobatan dihentikan
selama lebih dari 14 hari, maka diperlukan kembali pemberian dosis awal yang
rendah tersebut.
Regimen triple NRTI digunakan hanya jika pasien tidak dapat menggunakan
obat ARV berbasis NNRTI, seperti dalam keadaan berikut:
AZT+3TC +TDF
Penggunaan Triple NRTI dibatasi hanya untuk 3 bulan lamanya, setelah itu pasien
perlu di kembalikan pada penggunaan lini pertama karena supresi virologisnya
kurang kuat.
Stavudin (d4T) merupakan ARV dari golongan NRTI yang poten dan telah
digunakan terutama oleh negara yang sedang berkembang dalam kurun waktu yang
cukup lama. Keuntungan dari d4T adalah tidak membutuhkan data laboratorium awal
untuk memulai serta harganya yang relatif sangat terjangkau dibandingkan dengan
NRTI yang lain seperti Zidovudin (terapi ARV), Tenofovir (TDF) maupun Abacavir
(ABC).
Namun dari hasil studi didapat data bahwa penggunaan d4T, mempunyai efek
samping permanen yang bermakna, antara lain lipodistrofi dan neuropati perifer yang
menyebabkan cacat serta laktat asidosis yang menyebabkan kematian.
• Menggunakan AZT atau TDF pada pasien yang baru memulai terapi dan belum
pernah mendapat terapi ARV sebelumnya
• Pada pasien yang sejak awal menggunakan d4T dan tidak dijumpai efek samping
dan/atau toksisitas maka direkomendasikan untuk diganti setelah 6 bulan
• Jika terjadi efek samping akibat penggunaan AZT (anemia), maka sebagai obat
substitusi gunakan TDF.
• Pada saat sekarang penggunaan Stavudin (d4T) dianjurkan untuk dikurangi karena
banyaknya efek samping. Secara nasional dilakukan penarikan secara bertahap
(phasing out) dan mendatang tidak menyediakan lagi d4T setelah stok nasional habis.
Obat ARV golongan Protease Inhibitor (PI) TIDAK dianjurkan untuk terapi Lini
Pertama, hanya digunakan sebagai Lini Kedua.Penggunaan pada Lini Pertama hanya
bila pasien benar-benar mengalami Intoleransi terhadap golongan NNRTI (Efavirenz
atau Nevirapine). Hal ini dimaksudkan untuk tidak menghilangkan kesempatan
pilihan untuk Lini Kedua. mengingat sumber daya yang masih terbatas.
Mekanisme SPI belum diketahui dengan jelas, diperkirakan hal ini merupakan
respon imun berlebihan dari pulihnya sistem imun terhadap rangsangan antigen
tertentu setelah pemberian ARV.
Insidens sindrom pulih imun secara keseluruhan berdasarkan meta analisis
adalah 16.1%. Namun, insidens ini juga berbeda pada tiap tempat, tergantung pada
rendahnya derajat sistem imun dan prevalensi infeksi oportunistik dan koinfeksi
dengan patogen lain.
Pada saat ini dikenal dua jenis SPI yang sering tumpang tindih, yaitu sindrom pulih
imun unmasking (unmasking IRD) dan sindrom pulih imun paradoksikal. Jenis
unmasking terjadi pada pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat terapi
untuk infeksi oportunistiknya dan langsung mendapatkan terapi ARV-nya. Pada jenis
paradoksikal, pasien telah mendapatkan pengobatan untuk infeksi oportunistiknya.
Setelah mendapatkan ARV, terjadi perburukan klinis dari penyakit infeksinya
tersebut.
Manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi dan tergantung dari bahan
infeksi atau non-infeksi yang terlibat, sehingga diagnosis menjadi tidak mudah. Pada
waktu menegakkan diagnosis SPI perlu dicantumkan penyakit infeksi atau non
infeksi yang menjadi penyebabnya (misal IRIS TB, IRIS Toxoplasmosis).
membuat konsensus untuk kriteria diagnosis sindrom pulih imun sebagai berikut.
2. Perburukan gejala klinis infeksi atau timbul reaksi inflamasi yang terkait dengan
inisiasi terapi ARV
a. Gejala klinis dari infeksi yang diketahui sebelumnya yang telah berhasil
disembuhkan (Expected clinical course of a previously recognized and successfully
treated infection)
b. Efek samping obat atau toksisitas
c. Kegagalan terapi
Beberapa faktor risiko terjadinya SPI adalah jumlah CD4 yang rendah saat
memulai terapi ARV, jumlah virus RNA HIV yang tinggi saat memulai terapi ARV,
banyak dan beratnya infeksi oportunistik, penurunan jumlah virus RNA HIV yang
cepat selama terapi ARV, belum pernah mendapat ARV saat diagnosis infeksi
oportunistik, dan pendeknya jarak waktu antara memulai terapi infeksi oportunistik
dan memulai terapi ARV.
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien
mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi
perintah dokter. Hal ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat
kepatuhan minum obat. Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan
dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering
diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV. .Untuk mencapai
supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat
tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang
optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan
terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga
kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif
akan membantu pasien untuk patuh minum obat.
Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi ARV beserta
konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan kepatuhan
harus dilakukan oleh petugas (konselor dan/atau pendukung sebaya/ODHA).
Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada orang lain. Hal
ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV, sehingga sering menjadi hambatan
dalam menjaga kepatuhan. Ketidak siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak
memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan
dan menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan dengan diskusi
untuk mencari penyelesaian masalah tersebut secara bersama dan membuat
perencanaan praktis. Hal-hal praktis yang perlu didiskusikan antara lain:
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien untuk memulai
terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien takut minum obat
dengan semua kemunginan efek samping dan kegagalan pengobatan.
Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu kalau dikatakan
dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12 jam.
Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan kondisi pasien
baik kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya jika perlu disertai dengan banyak
minum wajib menanyakan sumber air, dll).
Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa membuat pasien
takut terhadap pasien, ingatkan bahwa semua obat mempunyai efek samping untuk
menetralkan ketakutan terhadap ARV.
Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap menggunakan
kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan alat suntik steril bagi
para penasun.
Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan obat ARV
yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk komunikasi dengan dokter untuk
diskusi dengan dokter tentang obat-obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat memenuhi
janji/jadwal berkunjung.
Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat postif dari ARV
Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai dengan gaya hidup
sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat digunakan sebagai pengingat minum
obat.
Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang harus
diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau dua kali sehari), dan
meminimalkan efek samping obat.
Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah tergantung dari faktor
penyebabnya.
Semakin sederhana paduan obat ARV semakin tinggi angka kepatuhan minum obat.
Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan menghitung sisa
obat yang ada dan laporan dari keluarga atau pendamping yang membantu
pengobatan. Konseling kepatuhan dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan
secara terus menerus dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien
merasa bosan.
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse
trancrittase inhibitors, non-nokleoside reverse transciptase inhibitors, protease
inhibitors dan vussion inhibitor.
1. Nucleoside reverse transciptse inhibiotor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nokliosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjdi DNA
Jenis obat-obatan ARV
Pendahuluan:
Jenis dan rancangan penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan
belah lintang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, motivasi,
dukungan keluarga. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kepatuhan terapi ARV.
Variabel perancu ini dikendalikan dengan cara disamakan dengan alasan sebagai
berikut:
Variabel n %
Pengetahuan:
Kurang 3 13,6
Cukup 5 22,7
Baik 14 63,6
Motivasi:
Rendah 3 13,6
Sedang 4 18,2
Tinggi 15 68,2
Dukungan Keluarga:
Rendah 5 22,7
Sedang 1 4,5
Tinggi 16 72,7
Patuh 13 59,1
Dari hasil penelitian, dapat ditarik simpulan berupa tiga variabel yang diteliti yaitu
pengetahuan, motivasi, dan dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan terapi
ARV. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0,026; CC=0,464 untuk variabel
pengetahuan; nilai p=0,007; CC=0,528 untuk variabel motivasi; nilai p=0,023;
CC=0,467 untuk variabel dukungan keluarga. Berdasarkan simpulan dari hasil
penelitian ini, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: bagi ODHA (orang
dengan HIV/ AIDS) agar lebih patuh dalam menjalankan terapi ARV dan tetap aktif
dalam Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) guna berbagi pengalaman dan informasi.
Bagi keluarga, perlu memberikan dukungan dan motivasi yang kuat agar ODHA
dapat patuh untuk selalu meminum ARV secara teratur sesuai dengan anjuran dari
dokter. Bagi LSM Graha Mitra, perlu selalu memberikan dukungan kepada ODHA
untuk tetap termotivasi menjalankan terapi ARV serta meningkatkan pemantauan
perkembangan terapi yang dijalankan oleh ODHA. Bagi tenaga kesehatan perlu
pemantauan terhadap ODHA dalam menjalankan terapi ARV yang meliputi
monitoring kepatuhan, monitoring efek samping, dan monitoring keberhasilan terapi
ARV serta perlu pengawasan untuk meminimalkan terjadinya drop out terapi ARV
agar dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Bagi Masyarakat
3. Masyarakat diharapkan memiliki perilaku hidup yang baik, saling percaya kepada
pasangan masing-masing, tidak melakukan seks bebas, minum-minum, tato, dan
penggunaan jarum suntik bersama.
4. Pasien ODHA diharapkan selalu melaporkan kepada fasilitas kesehatan jika akan
melakukan perjalanan ke luar kota sehingga dapat dilakukan rujukan sementara ke
fasilitas kesehatan lainnya.
3. Legih giatnya dilakukan penyuluhan tentang bahaya HIV dan perlunya pengobatan
seumur hidup jika terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan Republic Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan.Pedomn Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV Dan
Terapi Antriretroviral;Pada Orang Dewasa.2011.Jakarta