Anda di halaman 1dari 4

VIBRIO EL TOR

El Tor adalah nama yang diberikan untuk suatu strain tertentu dari bakteri Vibrio
cholerae, agen penyebab kolera. Juga dikenal sebagai eltor biotipe kolera V., telah
strain dominan dalam pandemi global ketujuh. Hal ini dibedakan dari strain klasik
pada tingkat genetik, meskipun keduanya dalam serogrup O1 dan keduanya
mengandung Inaba, Ogawa dan serotipe Hikojima. Hal ini juga dibedakan dari
biotipe klasik oleh produksi hemolysins.

Sejarah
Ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1905 di sebuah kamp karantina di
Semenanjung Siniai di El-Tor, Mesir oleh seorang dokter Jerman, E. Gotschlich.
Para Vibrio ditemukan di nyali dari 6 jamaah haji kembali dari Mekkah. Meskipun
para peziarah gagal untuk menunjukkan ante atau bukti post mortem kolera, yang
Vibrio terisolasi dari keberanian itu agglutinable dalam serum anti-kolera. Kemudian
pada tahun 1905, Kraus dan Pribram menemukan bahwa bakteri, yang menghasilkan
hemolisin larut, lebih berhubungan dengan Vibrio non-kolera, sehingga disebut
semua Vibrio hemolitik sebagai Vibrio El Tor. Pada awal 1930-an, A. Shousha, A.
Gardner dan K. Venkatraman, semua peneliti, menyarankan agar Vibrio hemolitik
hanya agglutinated dengan serum anti-kolera harus dirujuk sebagai Vibrio El Tor.
Pada tahun 1959, R. Pollitzer El Tor ditunjuk sebagai spesies sendiri eltor terpisah
dari kolera V. V., tetapi enam tahun kemudian, pada tahun 1965, Hugh R.
menemukan bahwa V. cholerae dan eltor V. adalah serupa dalam 30 positif dan 20
negatif karakteristik. Dengan demikian, mereka diklasifikasikan sebagai kolera V.
spesies tunggal: Namun, Hugh percaya fitur-fitur yang berbeda antara dua bisa
penting epidmiological, jadi El Tor Vibrio yang lebih diklasifikasikan sebagai eltor
biotipe V. cholerae (serogrup O1) [1].

El Tor diidentifikasi lagi dalam wabah tahun 1937, namun pandemi tidak muncul
sampai 1961 di Sulawesi. El Tor menyebar melalui Asia (Bangladesh pada tahun
1963, India pada 1964) dan kemudian ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Dari
Afrika Utara menyebar ke Italia oleh 1973. Luasnya pandemi telah karena
kelembutan relatif (tingkat ekspresi yang lebih rendah) dari El Tor, penyakit ini telah
pembawa asimtomatik lebih banyak daripada yang biasa, outnumbering kasus aktif
hingga 50:1. Wabah selama waktu tersebut diyakini karena perkembangan
transportasi dan komunikasi di tingkat internasional, serta penurunan tingkat sanitasi
di wilayah dengan populasi meningkat [2] Pada akhir 1970-an. Ada wabah kecil di
Jepang dan di Pasifik Selatan.
bukti molekuler, yaitu, berdenyut-bidang tertentu gel profil elektroforesis,
menunjukkan bahwa genotipe yang berbeda strain El Tor yang muncul di Calcutta
pada tahun 1993, mungkin telah menyebar ke benua Afrika. Di negara Guinea-
Bissau, mereka bertanggung jawab untuk sebuah epidemi yang dimulai pada bulan
Oktober 1994 dan berlanjut sampai 1996.

EPIDEMIOLOGI
El Tor infeksi relatif ringan, atau setidaknya jarang fatal, dan pasien tidak
menunjukkan gejala selama sekitar seminggu. El Tor mampu bertahan dalam tubuh
lebih lama dari Vibrio kolera klasik. Karakteristik ini memungkinkan operator untuk
menginfeksi populasi besar orang. Bahkan, V. cholerae biotipe eltor dapat diisolasi
dari sumber air dalam ketiadaan wabah kasus. Dalam kasus ekstrim, orang bisa
menjadi pembawa jangka panjang, misalnya, Kolera Dolores, yang diuji Vibrio
positif sembilan tahun setelah infeksi primer nya. El Tor ditularkan melalui rute
fecal-oral. Rute ini merupakan konsekuensi dari orang yang terinfeksi buang air
besar di dekat sumber air, dan orang-orang yang tidak terinfeksi mengkonsumsi air
yang terkontaminasi. Selain itu, bakteri dapat ditularkan oleh makanan mentah
mengkonsumsi dipupuk dengan kotoran manusia. Pengobatan infeksi kolera terdiri
dari pengisian cairan dan elektrolit yang hilang dengan infus atau lisan, dan dengan
antibiotik [4] El Tor wabah dapat dicegah dengan standar sanitasi yang lebih baik,
penyaringan dan air mendidih. [5], benar-benar memasak makanan laut, dan mencuci
sayur dan buah-buahan sebelum dikonsumsi.

TRANSMISI
Bisa berupa air/makanan yang terkontaminasi tinja atau air yang mengandungVibrio
cholerae, termasuk kerang dari air yang tercemar. Bakteri ini dapat bertahan dalam
air selama 3 minggu.

PATOGENISIS
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Jika Vibrio berhasil melalu asam lambung
dengan selamat (dosis infektif tinggi sekitar 107 jika asam lambung normal), ia akan
berkembang pada usus halus. Langkah awal kolera berupa penempelan pada mukosa
karena membrane protein terluar dan adhesin flagela yang dimilikinya.
       Vibrio cholerae bersifat non invasif, tetapi menghasilkan enterotoksin, yaitu
suatu protein dengan BM 84.000 Dalton, tahan panas dan tidak tahan asam, resisten
terhadap tripsin dan dirusak oleh protease. Toksin kolera mengandung 2 subunit,
yaitu B (binding) dan A (active). Subunit B berikatan dengan Gm1, suatu reseptor
glikolipid pada permukaan sel epitel jejunum, dan kemudian mengirimkan subunit A
ke target sitosiliknya. Sub unit A aktif (A1) memindahkan secara ireversibel ribose
ADP dari nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) ke sebuah guanosin tripospat
(GTP) yang mengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan peningkatan
produksi cAMP, yang menghambat absorbsi natrium dan dan merangsang sekresi
klorida sehingga menimbulkan akumulasi NaCl dalam lumen usus. Sejak air
bergerak pasif untuk mempertahankan osmolaritas, cairan isotonic terakumulasi
dalam lumen. Ketika volume cairan melebihi kapasitas penyerapan usus, terjadi diare
cair, yang terdiri dari air, NaCl, kalium, dan bikarbonat. Jika cairan dan elektrolit
yang keluar tidak digantikan secara adekuat, dapat terjadi syok dan asidosis.
       Imunitas terhadap toksik kolera dan antigen permukaan bakteri sama dengan
respon imun alami. Proteksi in vivo kemungkinan besar dimediasi oleh IgA
sekretorik, sedangkan antibodi serum sebagai tanda untuk pajanan sebelumnya tidak
melindungi.

MANIFESTASI KLINIK 
Gejala khas berupa diare encer seperti air cucian beras, tidak berbau busuk maupun
amis, vormitus setelah diare tanpa nausea, dan kejang otot perut. Gejala klinis sesuai
dengan penurunan volume. Pada kehilangan 3 – 5 % dari berat badan normal, timbul
rasa haus. Kehilangan 5 – 8 %, timbul hipotensi postural, kelemahan, takikardi, dan
penurunan turgor kulit. Penurunan di atas 10 % mengakibatkan oliguria, denyut nadi
lemah atau tidak ada, mata cekung dan pada bayi ubun-ubun cekung, kulit keriput,
somnolen, dan koma. Komplikasi disebabkan oleh kehilangan air dan elektrolit.

       Penyakit kolera dapat berakhir dengan penyembuhan ad integrum (sehat utuh)
atau kematian. Penyulit biasanya adalah keterlambatan pertolongan atau pertolongan
yang tidak adekuat.

DIAGNOSIS 
Mudah ditentukan pada daerah endemik. Ciri khasnya berupa vormitus tanpa nausea,
diare cair seperti iar cucian beras, dan tanpa demam. Untuk pemeriksaan biakan, cara
pengambilan bahan pemeriksaan tinja yang tepat adalah apus rektal (rectal swab)
yang diawetkan dalam media transfor carry-blair atau pepton alkali, atau langsung
ditanam dalam agar TCBS, akan memberikan persentase hasil positif yang
tinggi. Vibrio cholerae O1 menghasilkan koloni oksidase-positif berwarna
kuning. Vibrio cholerae dapat dibedakan dengan Vibrio mimicus dari kemampuannya
meragi sukrosa. Selain itu, untuk pemeriksaan laboratorium juga bisa dilakukan
dengan muntahan.

TERAPI 
Paling penting adalah rehidrasi. Untuk dehidrasi ringan, berikan oral rehydration
solution (ORS) 50 ml/kgBB (maksimal 750 ml/jam) selama 3 – 4 jam. Pada dehidrasi
sedang, berikan ORS 100 ml/kgBB (maksimal 750 ml/jam) selama 3 jam. Kemudian
untuk dehidrasi berat, berikan RL intravena 110/ml/kgBB, 3 jam pertama guyur
sampai nadi teraba kuat sisanya dibagi dalam 2 jam berikutnya.
       Tetrasiklin mempersingkat rehidrasi hingga 50 %, dosis pada dewasa per oral
dalah 4 kali 250 – 500  mg/hari. Untuk parenteralnya adalah intramuskular, namun
cara ini tidak dinjurkan. 
       Kemudian untuk anak per oral, 25-50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis,
parenteral IM dosis tunggal 15 – 25  mg/kgBB/hari atau dibagi 2 – 3 dosis, parenteral
IV 20 – 30 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2 – 3 dosis.http://www.blogger.com/post-
create.g?blogID=1253079893985449294

PENCEGAHAN
Perbaikan sanitasi lingkungan, peningkatan gizi, dan perhatian pada persiapan
makanan dapat menurunkan insidensi kolera secara bermakna. Penggunaan vaksin
mempunyai banyak kerugian.

Anda mungkin juga menyukai