Anda di halaman 1dari 6

PENGUATAN ASPEK PSIKOLOGIS PEREMPUAN

DALAM PENINGKATAN STATUS KESEHATAN REPRODUKSI

Pengantar

Setiap harinya banyak sekali headline yang membahas terkait dengan kesehatan. Diantaranya
kita diberikan informasi tentang penemuan treatment yang baru untuk mengatasi masalah
kesehatan. Kita pun mulai memahami keyakinan yang optimis (optimistic belief) dapat menjaga
kesehatan seseorang dan membantu individu untuk sembuh dengan cepat. Selain itu, Banyak
istilah yang mengkaitkan antara psikologi dan kesehatan. Beberapa diantaranya perilaku medis
(behavioral medicine), psikologi kesehatan (health psychology), dan psikologi perawatan
kesehatan (health care psychology). Setiap istilah memiliki spesifikasinya tersendiri. Hanya saja
concern psikologi pada masalah-masalah kesehatan sudah dimulai cukup lama dan kajiannya pun
sudah banyak (Faturochman, 1998).

Salah satu masalah kesehatan yang juga dikaji dalam psikologi adalah hal-hal yang berkaitan
dengan dengan masalah reproduksi. Ilmu psikologi memang lebih banyak mengkaji perilaku
manusia. Misalnya, psikologi dapat berperan dalam menjelaskan perilaku yang berkaitan dengan
reproduksi seperti (Shanton, dkk. 2002) :

1. Sexually Transmitted Disease (STD) yang meliputi berbagai penyakit menular seksual
termasuk AIDS.
2. Masalah gender yang spesifik seperti sindrom menjelang menstruasi. Hal ini meliputi
sikap ataupun ekspektasi tentang menstruasi. Bisa juga dianggap saat wanita menjelang
atau sedang menstruasi dianggap sebagai self-reinforcing untuk perilaku yang negative.
Misalnya, ia tidak akan mendapatkan konsekuensi yang negatif bila ia memuncul perilaku
yang tidak tapt saat mengalami menstruasi karena dianggap karena faktor hormonal
(diberikan penguat atas perilaku yang tidak tepat).
3. Kelainan yang terkait dengan organ seks, diantaranya impotensi, ejakulasi premature
pada pria dan vaginismus wanita. Umumnya stress dan masalah yang membebani pikiran
akan memperburuk kinerja seks. Sebagai informasi faktor psikologi bertanggungjwab
terhadap 10% hingga 20% dari semua kasus gangguan eeksi (impotensi). Kebanyakan
kasus impotensi yang disebabkan oleh faktor psiklogi dapat terjadi karena adanya
pengalaman seksual yang buruk dimasa lalu.

Pengertian Kesehatan Reproduksi

Menurut WHO kesehatan reproduksi merujuk pada suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental,
dan sosial secara utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi. Jadi sehat berarti bukan sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga
kondisi psikis dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi baik
perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya,
karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh dunia internasional.

Aspek Psikologis yang terlibat dalam Kesehatan Reproduksi

1. Kognitif
Pendekatan kognitif dianggap yang yang paling mendominasi unsur psikologis manusia yang
pada akhirnya akan mengendalikan perilaku manusia. Salah satu konsep dalam pendekatan
ini adalah Reasoned-Action Theory yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). Secara
sederhana teori ini menyebutkan bahwa perilaku tertentu manusia dilandasi oleh intensi atau
niat seseorang. Intensi itu sendiri merupakan fungsi dari sikap dan norma subjektif orang yang
bersangkutan. Masing-masing fungsi itu dipengaruhi oleh nilai-nilai atau pengetahuan
tentang masalah yang dimaksud (lihat skema)
Dalam skema dijelaskan hal yang penting berperan dalam teori ini adalah pengetahuan.
Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo, 2010) menyebutkan bahwa sebelum seseorang
memunculkan perilaku yang baru, didalam diri individu tersebut terjadi proses untuk
mengembangkan pengetahuan, diantaranya:

a. Awareness. Individu tersebut menyadari objek atau stimulus terlebih dahulu


b. Interest. Individu kemudian mulai tertarik dengan stimulus tersebut
c. Evaluation. Individu menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d. Trial. Individu merubah perilaku baru
e. Adoption. Individu telah beperilaku sesuai dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap
stimulusnya.

2. Sikap
Sikap atau attitude berupakan bentuk tindakan yang memiliki nilai positif dan negatif
(Senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb) terhadap suatu hal yang
disertai dengan emosi (Maramis, 2006). Sikap akan terbentuk setelah individu mendapatkan
pengetahuan yang baru. Seperti halnya dengan pengetahuan sikap juga memiliki tingkatan
bedasarkan intensitasnya, diantaranya (Notoatmodjo, 2010):
a. Receiving. Individu mau menerima stimulus yang diberikan
b. Responding. Individu memberikan tanggapan terhadap objek yang dihadapi
c. Valuing. Individu memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus
d. Responsible. Individu bertanggung jawab terhadap hal yang diyakini
3. Kontrol dan coping
Beberapa ahli berpendapat bahwa kontrol dan coping merupakan faktor psikologis yang juga
penting dalam mempengaruhi perilaku reproduksi yang sehat. Adapun pengertian coping
yaitu cara-cara seseorang menanggapi dan menyesuaikan dengan masalah. Orang-orang
yang memiliki kontrol diri yang kuat secara umum akan lebih sehat. Orang dengan pusat
kendali (locus of control) tinggi secara rasional dapat memahami kapan harus bertindak dan
kapan harus menghindar. Diyakini individu dengan pusat kendali internal yang tinggi dapat
mencegah diri dari penyakit menular yang intended seperti penyait kelamin dan AIDS
(Faturochman, 1998).
Konsep coping juga sangat berperan dalam peningkatan kesehatan reproduksi. Telah diyakini
betul bahwa kesembuhan dari suatu penyakit akan ditunjang oleh kemampuan seseorang
dalam menghadapi masalah. faktor lingkungan memiliki peran besar dalam proses coping
seseorang. Dukungan sosial bagi orang dengan HIV/AIDS dapat mengajarkan agar orang yang
bersangkutan tetap merasa dicintai, dihargai, dan dapat merasa normal. Hal ini diharapkan
dapat menurunkan tingkat stess ataupun depresi yang dapat berakibat pada perilaku negatif
(misalnya menularkan pada orang lain).

Penguatan aspek psikologis dalam meningkatkan status kesehatan reproduksi Perempuan

Pendekatan dari Rutter, dkk (1993) cukup komprehensif untuk menjelaskan penguatan aspek
psikologis guna meningkatkan status kesehatan reproduksi. Perilaku reproduksi sehat atau
sebaliknya akan membawa dampak pada status kesehatan seseorang. Terdapat dua jalur yang
mempengaruhi status kesehatan seseorang yaitu

1. Melalui pengalaman dan dukungan sosial. Jalur ini akan banyak mempengaruhi emosi
individu.
2. Informasi dan pengetahuan. Jalur ini akan mempengaruhi faktor kognisi individu.

Kedua faktor ini (emosi dan kognisi) akan menentukan coping yang selanjutnya tercermin dalam
perilaku kesehatan reproduksi (lihat skema)
Misalnya: ada seorang wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Keluarganya
berada di kampong sedangkan ia berada di kota. Ia pun tidak memiliki teman terdekat kecuali
seorang pacar yang juga seorang pengguna narkoba. Penggunaan narkoba melalui jarum suntik
membuat pacarnya mengidap HIV/AIDS. Kurangnya infromasi yang diperoleh wanita tersebut
membuat ia kurang mengetahui penularan penyakit ini, sehingga ia pun tertular AIDS (cognitive
disposition). Dukungan sosial yang tidak diperoleh oleh wanita ini membuatnya sangat bersedih
setiap hari (emotion). Akhirnya ia lebih memilih untuk berada dirumah karena malu dengan
penyakitnya dan tidak ingin memeriksakan kondisinya ke dokter (coping menghindar). Kondisi
seperti ini lama kelamaan akan semakin mengembangkan perilaku yang tidak sehat
(inappropriate behavior), sehingga dapat mempengaruhi tingkat kesehatan reproduksi wanita
tersebut.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan reproduksi yaitu:

1. Meningkatkan pengetahuan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan


pengetahuan agar individu dapat menyadari (awareness) tentang kesehatan reproduksi
seperti:
a. Melakukan penyuluhan atau psikoedukasi
b. Memberikan pelatihan
c. Melakukan pembimbingan
2. Membentuk sikap yang positif dengan memberikan dukungan sosial. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara:
a. Perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka cita atau empati. Misalnya:
saat ada perempuan yang terganggu kesehatan reproduksi, ekpresi perhatian dari orang
sekitar akan sangat membantu.
b. Bantuan intrumenal, seperti penyedia barang dan jasa selama masa stress akibat
masalah kesehatan reproduksi.
c. Memberikan informasi tentang situasi yang menekan. Misalnya dapat diberikan
informasi alternatif pemecahan masalah yang lebih efektif.
Refferensi:

Faturochman. 1992. Sexual and Contracepitve Knowledge, Attitude, and Behaviour Among Never
Married Young Adult in Yogyakarta. MA Thesis. Flinders University Adelaide, Australia.

Fisher, W.A., Fisher, J.D., Rye, B. J. Understanding and Promoting AIDS-Preventive Behavior:
Insight from the theory of reasoned action. Health psychology, 14,3 255-264.

Rutter, D., Quine, L. & Chesham, D.J. 1993. Social Psychological Approach to Health. Harvester
Wheatsheaf, Singapore.

Shanton, L.A., Sears, S., Lobel, M., & DeLuca, S. R. 2002. Psychosocial aspect of Selected Issue in
Women’s Reproductive Health: Current Status and Current Directions. Journal of Consulting
and Clinical Psychology. Vol 70, No. 3 751-770.

Taylor, E. S. 2015. Health Psychology, Ninth Edition. New York: McGraww-Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai