Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Sebagai makhluk sosial
hendaknya kita harus peka terhadap segala kejadian yang terjadi di
lingkungan sekitar kita. Pada dasarnya kita sebagai manusia merupakan
sebagian besar dari masyarakat. Oleh karena itu kita harus bisa menjaga
kerukunan dan kebersamaan kita dengan warga masyarakat bukan hanya itu
saja, sikap kepedulian sosial kita juga harus tertanam dalam diri kita.

Dengan adanya kepedulian sosial kita dapat menumbuhkan jiwa saling


peduli terhadap sesama dan rasa tanggung jawab dalam diri seseorang.
Dengan memiliki rasa tanggung jawab diharapkan kita dapat membekali diri
sendiri dalam menjalani hidup bermasyarakat. Karna sehebat apapun diri
seseorang tetaplah meraka memerlukan bantuan dari orang lain. Saling
membantu terhadap sesama dan mengembangkan sikap toleransi dapat
menjadikan kerukunan di dalam kehidupan masyarakat. Hal hal yang
berkaitan dengan kepentingan bersama, maka sebagai masyarakat yang baik
kita harus memiliki jiwa gotong royong demi terciptanya rasa solidaritas
dalam kehidupan bermasyarakat. Gotong royong merupakan hal yang penting
dalam bermasyarakat. Dengan gotong royong suatu kegiatan atau pekerjaan
akan menjadi lebih ringan ibarat Pribahasa mengatakan “ berat sama dipikul
ringan sama dijinjing”

1
1.2 Rumusan Masalah

 Apa definisi gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat ?

 Bagaimana sikap gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat ?

 Bagaimana prinsip gotong royong dalam mengaplikasikan nilai


pancasila ?

 Bagaimana upaya melestarikan gotong royong ?

 Apa yang dimaksud dengan karakteristik gotong royong ?

 Bagaimana cara menerapkan sikap gotong royong berdasarkan pada


nilai pancasila ?

1.3 Tujuan

 Mengetahui definisi gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

 Mengetahui sikap gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

 Mengetahui prinsip gotong royong dalam mengaplikasikan nilai


pancasila.

 Mengetahui cara melestarikan gotong royong.

 Mengetahui definisi dari karakteristik gotong royong.

 Mengetahui cara penerapan sikap gotong royong berdasarkan nilai


pancasila.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Gotong royong

Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat


bersama, perjuangan bantu membantu bersama. Amal buat kepentingan semua,
keringat buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan
bersama!

- Ir. Soekarno-

Ada satu budaya khas Indonesia, satu kegiatan yang menjadi kunci dalam
kondisi sosial dan politik dan budaya Indonesia. Hal itu kita kenal dengan gotong
royong, suatu frase yang berasal dari bahasa Jawa yaitu ngotong yang dalam
bahasa Sunda berarti membawa sesuatu secara bersama-sama dan royong. Konsep
ini menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Indonesia, diawali dari
masyarakat pedesaan di Jawa sebagai bentuk hubungan sosial yang membawa
masyarakat dalam sistem timbal balik dan digerakkan oleh etos umum yang ada
dalam masyarakat dan kepedulian terhadap kepentingan bersama (Bowen, 1986).
Bowen lebih umum menjelaskan bahwa gotong royong merupakan sebuah tradisi
yang secara terus menerus dikonstruksi baik negara dan warga lokal. Untuk
menjadi suatu proses yang mempengaruhi sistem politik dan budaya Indonesia
secara dominan, Bowen mengajukan tiga proses yang berkesinambungan. Proses
pertama adalah perjanjian budaya lokal yang salah dimengerti dan berlanjut pada
proses kedua yaitu munculnya konstruksi akan tradisi nasional. Proses ketiga
adalah pencantuman budaya sebagai strategi intervensi di daerah pedesaan dan
mobilisasi tenaga kerja pedesaan.

Gotong Royong menggambarkan perilaku-perilaku masyarakat pertanian


desa yang bekerja untuk yang lainnya tanpa menerima upah, dan lebih luas,
sebagai suatu tradisi yang mengakar, meliputi aspek-aspek dominan lain dalam
kehidupan sosial. Gotong royong dapat diartikan sebagai aktivitas sosial, namun

3
yang paling penting dalam memaknainya adalah menjadikannya filosofi dalam
hidup yang menjadikan kehidupan bersama sebagai aspek yang paling penting.
Gotong royong adalah filosofi yang menjadi bagian dari budaya Indonesia, bukan
hanya menjadi filosofi beberapa kelompok tertentu (Bowen, 1986). Namun
generalisasi mengenai bentuk-bentuk sosial semacam ini menimbulkan pertanyaan
antara sifat alamiah timbal balik dan pekerja untuk kepentingan bersama di
wilayah pedesaan di Indonesia, karena pengabaian perbedaannya cukup berrisiko.
Karena itu terdapat 3 perbedaan yang ditawarkan Bowen sebagai instrumen yang
dirasa tepat untuk menjelaskan generalisasi tersebut, yang kita sebut dengan
tolong menolong.

Bentuk tolong menolong pertama disebut Labor Exchange, suatu bentuk


yang mengkalkulasi jumlah pekerjaan-pekerjaan yang harus dipenuhi oleh tiap
orang yang berpartisipasi, baik itu individu maupun kelompok-kelompok yang
bekerja secara bergiliran, dan keseimbangan labor exchange secara normatif.
Dalam antropologi ini dikenal sebagai balanced reprocity. Bentuk kedua adalah
Generalized Recipritory, tolong menolong yang didasari oleh rasa timbal balik
secara yang digeneralisasikan. Penduduk desa sebagai bagian dari komunitas
memenuhi norma menolong yang lain saat ada kegiatan-kegiatan mulai dari yang
sederhana seperti membetulkan atap hingga kegiatan besar seperti pernikahan.
Hal ini menimbulkan perasaan yang bukan berupa kewajiban sebagai tetangga
atau orang dekat melainkan perasaan tentang bagaimana orang yang akan ditolong
telah membantu kita di masa lalu. Setiap orang dalam komunitas diharapkan
untuk berkontribusi sebaik-baiknya. Konstribusi yang mereka lakukan akan
dicatat dan diingat oleh mereka yang dibantu dan pihak yang dibantu memiliki
tanggung jawab untuk membalasnya di masa depan Bentuk ketiga adalah Labor
Mobilized on the Basis of Political Status, sebagai bentuk yang menekankan
bahwa gotong royong terdiri dari beberapa ‘pekerja’ yang dimobilisasi untuk
menjadi dasar status politik tertentu. Di sebagian besar wilayah Jawa status
sebagai pemilik modal akan secara tradisi membawa para pemilik modal tersebut

4
kepada hak-hak langsung untuk memberi perintah-perintah seperti menjaga desa
di malam hari; membetulkan kanal, dam, dan jalan

Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja
bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Katanya berasal dari
gotong = bekerja, royong = bersama. Bersama-sama dengan musyawarah,
Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi
dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen. Gotong-
royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena adanya bantuan dari
pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompok, sehingga di
dalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai satu kesatuan.1

Berdasarkan Sila V: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

a. Memelihara kehidupan yang adil di segala bidang kehidupan: politik,


ekonomi, sosial-budaya, dan lain-lain bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Menumbuhkan hidup tolong-menolong, kekeluargaan dan gotong royong.
c. Memelihara kehidupan sebagai makhluk sosial dan memperlakukan hak
miliknya sehingga mempunyai fungsi sosial.2

Berdasarkan Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh Rakyat Indonesia berarti
setiap orang yang menjadi Rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di
luar negeri. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa
setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum,
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945 makna
keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan makmur. Sila “Keadilan
Sosial” adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan tujuan

1
Srikandi Rahayu, Seputar Pengertian Gotong Royong, http://
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-gotong-royong.html, diakses
pada 7 September 2015, jam 20.00 WIB.
2
Prof. Darji Darmodiharjo, SH, Pancasila Suatu Orientasi Singkat, Aries Lima, Jakarta, 1983, hlm.
92.

5
bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata-masyarakat
adil-makmur berdasarkan Pancasila.3

Gotong royong berhubungan dengan sila kelima Pancasila maka


berdasarkan uraian sila kelima diatas, gotong royong adalah istilah asli Indonesia
yang meiliki arti kerja sama sebagai makhluk sosial demi menumbuhkan pola
hidup saling tolong-menolong, kekeluargaan dan demi mencapai keadilan sosial
serta persatuan bangsa.

3
Prof. Darji Darmodiharjo, SH, Pancasila Suatu Orientasi Singkat, Aries Lima, Jakarta, 1983, hlm.
61.

6
2.2 Gotong Royong Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan


memerlukan orang lain dalam berbagai hal, seperti bergaul, bekerja, tolong
menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain. Seperti halnya yang dikemukakan
oleh Kayam1) sebagai berikut,

Sejak manusia bergabung dalam suatu masyarakat, agaknya, keselarasan


menjadi suatu kebutuhan. Betapa tidak! Pada waktu pengalaman mengajari
manusia hidup bermasyarakat jauh lebih menguntungkan, efisien dan
efektif daripada hidup soliter, sendirian, pada waktu itu pula manusia
belajar untuk menenggang dan bersikap toleran terhadap yang lain. Pada
waktu dia tahu bahwa untuk menjaga kelangsungan hidupnya dia
membutuhkan bekerja bersama orang yang kemudian mengikat diri dalam
suatu masyarakat, manusia juga belajar memahami suatu pola kerjasama
yang terdapat dalam hubungan antara anggota masyarakat tersebut.

Kerjasama yang dilakukan secara bersama-sama disebut sebagai gotong-


royong, akhirnya menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling
meringankan beban masing-masing pekerjaan. Adanya kerjasama semacam ini
merupakan suatu bukti adanya keselarasan hidup antar sesama bagi komunitas,
terutama yang masih menghormati dan menjalankan nilai-nilai kehidupan, yang
biasanya dilakukan oleh komunitas perdesaan atau komunitas tradisional. Tetapi
tidak menuntup kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang berada di
perkotaan juga dalam beberapa hal tertentu memerlukan semangat gotong-royong.

Gotong-royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena adanya


bantuan dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan
kelompok, sehingga di dalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai
satu kesatuan. Dalam hal ini, Parson (1951 : 97 – 98) mengemukakan,

Loyalty is, as it were, the uninstitutonalized precusor of solidarity, it is the


“spilling over” of motivation to conform with the interests or expectations
of alter beyond the boundaries of any institutionalized or agreed
7
obligation. Collectivity-orientation on the other hand converts this
“propensity” into an institutionalized obligation of the role-expectation.
Then whether the actor “feel like it” or not, he is obligated to act in certain
ways and risks the application of negative sanctions if he does not.

Kehidupan warga suatu komunitas yang terintegrasi dapat dilihat dari


adanya solidaritas di antara mereka melalui tolong-menolong tanpa keharusan
untuk membalasnya, seperti adanya musibah atau membantu warga lain yang
dalam kesusahan. Tetapi tolong menolong seperti ini menjadi suatu kewajiban,
untuk saling membalas terutama dalam hal pekerjaan yang berhubungan dengan
pertanian atau di saat salah satu warga melakukan perayaan. Begitu pula, apabila
terdapat pekerjaan yang hasilnya untuk kepentingan bersama, maka diperlukan
pengerahan tenaga dari setiap warga melalui kerjabakti.

Kegiatan gotong-royong dilakukan warga komunitas, baik yang berada di


perdesaan maupun di perkotaan, yang penting mereka dalam kehidupannya
senantiasa memerlukan orang lain. Di perkotaan nilai gotong-royong ini sangat
berbeda dengan gotong-royong di pedesaan, karena di perkotaan segala sesuatu
sudah banyak dipengaruhi oleh materi dan sistem upah, sehingga akan
diperhitungkan untung-ruginya dalam melakukan gotong-royong, sedangkan di
perdesaan gotong-royong belum banyak dipengaruhi oleh materi dan sistem upah
sehingga kegiatan gotong-royong diperlukan sebagai suatu solidaritas antar
sesama dalam satu kesatuan wilayah atau kekerabatan. Dalam hal ini
Koentjaraningrat (1984 : 7) mengemukakan kegiatan gotong-royong di pedesaan
sebagai berikut,

1) Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan, di mana keluarga yang


sedang menderita itu mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda
dari tetanggatetangganya dan orang lain sedesa;
2) Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga, misalnya memperbaiki atap
rumah, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah dari hama
tikus, menggali sumur, dsb., untuk mana pemilik rumah dapat minta

8
bantuan tetangga-tetangganya yang dekat dengan memberi bantuan
makanan;
3) Dalam hal pesta-pesta, misalnya pada waktu mengawinkan anaknya,
bantuan tidak hanya dapat diminta dari kaum kerabatnya, tetapi juga
dari tetangga-tetangganya, untuk mempersiapkan dan penyelenggaraan
pestanya;
4) Dalam mengerjakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum
dalam masyarakat desa, seperti memperbaiki jalan, jembatan,
bendungan irigasi, bangunan umum dsb., untuk mana penduduk desa
dapat tergerak untuk bekerja bakti atas perintah dari kepala desa.

Gotong-royong semacam itu sulit dibedakan antara gotong-royong sebagai


bentuk tolong menolong dan gotong royong sebagai kerjabakti. Walaupun
demikian, yang penting dalam hal ini bahwa pekerjaan atau kesulitan yang
dialami oleh seseorang tidak dapat dilakukan sendiri melainkan perlu adanya
bantuan tenaga dari orang lain.

Gotong-royong dapat dikatakan sebagai ciri dari bangsa Indonesia


terutama mereka yang tinggal di pedesaan yang berlaku secara turun temurun,
sehingga membentuk perilaku sosial yang nyata kemudian membentuk tata nilai
kehidupan sosial. Adanya nilai tersebut menyebabkan gotong-royong selalu
terbina dalam kehidupan komunitas sebagai suatu warisan budaya yang patut
dilestarikan. Hubungannya gotong-royong sebagai nilai budaya, maka Bintarto
(1980 : 24) mengemukakan,

Nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, ialah :

(1) Manusia itu tidak sendiri di dunia ini tetapi dikelilingi oleh masyarakat dan
alam semesta sekitarnya. Di dalam sistem makrokosmos tersebut ia merasakan
dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran
alam semesta yang maha besar itu. (2) Manusia pada hakekatnya tergantung
dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. (3) Karena itu, ia harus
selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan
sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa, dan (4) selalu berusaha

9
untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dengan sesamanya dalam
komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah.

Adanya sistem nilai tersebut membuat gotong-royong senantiasa


dipertahankan dan diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga gotong-
royong akan selalu ada dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan kondisi
budaya komunitas yang bersangkutan berada.

Gotong-royong sebagai bentuk integrasi, banyak dipengaruhi oleh rasa


kebersamaan antar warga komunitas yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya
jaminan berupa upah atau pembayaran dalam bentuk lainnya, sehingga gotong-
royong ini tidak selamanya perlu dibentuk kepanitiaan secara resmi melainkan
cukup adanya pemberitahuan pada warga komunitas mengenai kegiatan dan
waktu pelaksanaannya, kemudian pekerjaan dilaksanakan setelah selesai bubar
dengan sendirinya. Adapun keuntungan adanya gotong-royong ini yaitu pekerjaan
menjadi mudah dan ringan dibandingkan apabila dilakukan secara perorangan;
memperkuat dan mempererat hubungan antar warga komunitas di mana mereka
berada bahkan dengan kerabatnya yang telah bertempat tinggal di tempat lain,
dan; menyatukan seluruh warga komunitas yang terlibat di dalamnya. Dengan
demikian, gotong-royong dapat dilakukan untuk meringankan pekerjaan di lahan
pertanian, meringankan pekerjaan di dalam acara yang berhubungan dengan pesta
yang dilakukan salah satu warga komunitas, ataupun bahu membahu dalam
membuat dan menyediakan kebutuhan bersama.

10
2.3 Prinsip Gotong Royong Dalam Mengaplikasikan Nilai Pancasila

Manusia sebagai makhluk sosialyang tidak bisa hidup sendiri tanpa


bantuan dari individu lain, dan merupakan kesatuan bulat yang harus
dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Kita harus sadar bahwa
sebagai manusia kita hanya mempunyai arti dan dapat hidup di antara manusia
lainnya. Tanpa ada manusia lainnya tanpa hidup bermsyarakat, seseorang tidak
akan bisa berbuat apa-apa. Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar
kehidupan yang lebih baik, maka mustahil hal itu dikerjakan sendiri tanpa bantuan
dan kerja sama dengan orang lain dalam masyarakat.

Kekuatan manusia pada hakikatnya tidak terletak pada kemampuan


fisiknya atau kemampuan jiwanya semata-mata, melainkan kekuatan manusia
terletak dalam kemampuannya untuk bekerja sama dengan manusia lainnya.
Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia menciptakan
kebudayaan, yang pada akhirnya terciptalah bentuk kerjasama seperti gotong
royong yang berprinsipkan dari pengamalan pancasila

Prinsip gotong royong dalam tata kehidupan adalah prinsip kehidupan


bermasyarakat yang berdasarkan azas kerjasama dan usaha bersama. Dikarenakan
tadi sudah disunting bahwa kita sebagai mahasiswa sudah menjadi kodrat
mutlaknya menjadi makhluk sosial, yaitu makhluk atau suatu individu yang tidak
bisa hidup sendiri tanpa mendapat bantuan dari suatu individu atau kelompok lain.

Salah satu prinsip gotong royong dapat kita amalkan dalam bidang
ekonomi. Contoh pengamalan prinsip gotong royong dalam bidang ekonomi yaitu
:

 Koperasi
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
 Usaha Swasta (wiraswasta) seperti CV dan PT.

Hal ini Berarti dalam kegiatan usaha ekonomi adanya prinsip kerjasama,
saling membantu

11
dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama
secara adil, yaitu adil dalam bidang kemakmurah dalam bidang ekonomi sesuai
makna dari isi dari pasal 33 UUD 1945 tentang prinsip kegotong royongan dan
kekeluargaan.

Isi pasal 33 UUD 1945 terdiri dari 3 ayat :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas


kekeluargaan.
2. Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam pasal 33 UUD 1945 tersebut tercantum dasar demokrasi ekonomi


produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau
kepemilikan anggota – anggota masyarakat. Jadi yang di tuju dalam hal ini adalah
kemakmuran setiap masyarakat yang di utamakan , bukannlah kemakmuran suatu
individu.

Bila kita kaitkan dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945 , bahwa bentuk
perusahaan yang paling sesuai ialah koperasi , karena koperasi merupakan suatu
badan usaha yang melaksanakan perekonomian yang didasarkan atas azas
kekeluargaan.

Kebaikan atau kelebihan koperasi antara lain :

1. Adanya dasar persamaan artinya setiap anggota dalam koperasi


mempunyai suara yang sama.
2. Adanya persatuan, artinya dalam koperasi setiap orang dapat diterima
menjadi anggota, tanpa membedakan, agama, suku, ras dan jenis
kelamin.
3. Adanya unsur pendidikan, artinya koperasi mendidik anggotanya
untuk hidup sederhana, tidak boros dan suka menabung

12
4. Adanya demokrasi ekonomi, artinya koperasi dibentuk oleh para
anggota dijalankan oleh anggota dan hasilnya untuk kepentingan
anggota
5. Adanya demokrasi kooperatif, artinya koperasi dibentuk oleh para
anggota dijalankan oleh anggota dan hasilnya untuk kepentingan
anggota.

Berdasarkan kelebihan ini koperasi sangat baik dikembangkan dengan


sungguh – sungguh jujur dan baik, sebagai wahana yang ampuh untuk mencapai
suatu masyarakat yang adil dan makmur.

Dan perlu kita ketahui bahwa pasal 33 ayat (1) UUD 1945 merupakan ikitasan
sistem perekonomian di indonesia.

Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa koperasi merupakan guru


perekonomian berdasarkan pasal 33 ayat (1)UUD 1945, namun dalam kenyataan
keberadaan koperasi belum mampu bersaing dengan lembaga perekonomian yang
lain baik perusahaan swasta maupun BUMN. Semua itu terjadi tidak lepas dari
pemberlakuan liberalisasi perdagangan dunia yang juga masuk ke indonesia. Oleh
karenanya perlu dituntut keseriusan pemerintah dan masyarakat untuk terus
mengembangkan koperasi agar dapat sejajar dengan bentuk perusahaan yang lain
( Swasta dan BUMN ). Namun perlu ditegaskan lagi bahwa koperasi bukanlah
organisasi usaha untuk mencari keuntungan, melainkan bentuk usaha yang
bertujuan untuk mensejahterakan seluruh anggotanya.

13
2.4 Upaya Melestarikan Gotong Royong

Sudah menjadi harapan semua pihak agar semangat gotong royong yang
semakin lama semakin memudar seiring dengan kemajuan dalam dunia digital,
maka setidaknya perlu diperhatikan beberapa hal berikut agar kelestarian perilaku
gotong royong dapat bertahan.
Adapun beberapa upaya yang dimaksudkan tersebut sebagai berikut.
1. Pihak masyarakat
a. Meminimalisir atau bahkan menghilangkan anggapan yang menyatakan
bahwa perilaku gotong royong tidak penting . Dengan cara seperti ini maka dapat
dimungkinkan akan terbangun motivasi internal pada masyarakat lapisan bawah
untuk menanamkan semangat melestarikan perilaku kegotongroyongan.
b. Tidak memanfaatkan berbagai macam kasus tertentu (RAS) sebagai upaya
untuk menunggangi dengan perilaku gotongroyong. Aapabila hal ini dilakukan
akan menciderai nilai dari gotong royong tersebut.
c. Meminimalisir jarak yang jauh antar lapisan masyarakat. Dengan cara ini
maka dimungkinkan apabila ada gotong royong yang dilakukan tidak semakin
canggung dilakukan.
2. Pihak Pemerintah
a. Mampu memberi contoh atau ketedanan bagi masyarakat agar senantiasa
mengaktifkan kebiasaan gotong royong dengan terjun langsung ke lapangan.
b. Memberikan reward bagi pihak tertentu yang senantiasa melestarikan tradisi
gotong royong. Hal ini apabila dilakukan akan memberikan motivasi positif dan
atau rangsangan agar senantiasa memasyarakat.

14
2.5 Karakteristik Gotong Royong
Perilaku gotong royong pada hakikatnya identik dengan kegiatan yang
melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini jelas dinyatakan bahwa gotong
royong tidak mengedepankan aspek individualitas, justru kekompakan dalam
melakukan suatu tindakan atau pekerjaan tertentu yang dilakukan atas inspirasi
positif dari berbagai pihak.
Perilaku gotong royong bukan sesuatu yang terjadi tanpa dapat
diidentifikasi. Dengan adanya perilaku ini, maka secara tidak langsung
masyarakat secara umum diberikan beberapa wacana terkait dengan karakteristik
yang melekat pada perilaku gotong royong tersebut. Berikut penjelasan yang
dimaksudkan.
Gotong-royong sudah tidak dapat dipungkiri lagi sebagai ciri khas bangsa
Indonesia yang turun temurun, sehingga keberadaannya harus dipertahankan. Pola
seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki
hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, dengan kata lain di
dalamnya terdapat azas timbal balik.
Beberapa karakteristik yang dimungkinkan cukup merepresentasikan
perilaku gotong-royong dapat dinyatakan sebagai berikut.
1. Sebagai sifat dasar bangsa Indonesia yang menjadi unggulan bangsa dan tidak
dimiliki bangsa lain.
2. Terdapat rasa kebersamaan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan. Sebagai
bahan pertimbangan bahwa nilai-nilai kebersamaan yang selama ini ada perlu
senantiasa dijunjung tinggi dan dilestarikan agar semakin lama tidak semakin
memudar.
3. Memiliki nilai yang luhur dalam kehidupan.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, karena di dalam kegiatan gotong-
royong, setiap pekerjaan dilakukan secara bersama-sama tanpa memandang
kedudukan seseorang tetapi memandang keterlibatan dalam suatu proses
pekerjaan sampai sesuai dengan yang diharapkan.

15
5. Mengandung arti saling membantu yang dilakukan demi kebahagiaan dan
kerukunan hidup bermasyarakat.
6. Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan sifatnya sukarela
tanpa mengharap imbalan apapun dengan tujuan suatu pekerjaan atau kegiatan
akan berjalan dengan mudah, lancar dan ringan.
Demikian beberapa karakteristik yang cukup representasif terkait dengan
seluk beluk perilaku gotong royong yang ada di masyarakat.

16
2.6 Menerapkan Sikap Gotong Royong Berdasarkan Pada Nilai Pancasila

Melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 secara murni tidak dapat


dipisahkan dari pelaksanaan kemurnian Pancasila seperti yang menjadi tekad Orde
Baru. Dalam hal ini harus jelas pangkal lokal : bahwa pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai dasar Negara Republik Indonesia
tidak perlu dipersoalkan lagi. Mempersoalkan lagi masalah ini sama halnya
dengan usaha yang sia-sia untuk memutar mundur jarum sejarah. Pancasila adalah
milik kita. Kita telah memiliknya, tetapi baru berasa memiliki, belum memahami
atau menghayati apa yang sebenarnya pancasila itu.

Justru karena itulah perlu dipikirkan bersama penghayatan dan penyebaran


Pancasila agar dapat dimengerti, diamalkan dan memberi wujud yang nyata dalam
segala segi kehidupan dan tingkah laku kita sehari-hari. Pancasila bukan hanya
semboyan atau rangkaian kalimat yang kita anggap luhur dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar ’45, tetapi tidak menyentuh kehidupan kita.

Pengamalan Pancasila dan memberi wujud yang nyata dalam kehidupan


sehari-hari yang berdasarkan Pancasila itu bukan hanya masalah kita dimasa
sekarang, melainkan merupakan masalah besarbagi bagi kehidupan bangsa kita di
masa dating. Apanila pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita
rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laut generasi yang
akan dating akan luntur. Mungkin pancasia akan hanya tertinggal dalam buku-
buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi, maka segala dosa dan noda akan
melekat pada kita yang hidup di masa ini, pada generasi yang telah begitu banyak
berkorban untuk menegakkan dan membela Pancassila.

Dapatlah dirumuskan, bahwa sikap hidup manusia Pancasila adalah


kepentingan pribadinya tak dapat dilepaskan dari kewajibannya sebagai makhluk
sosial dalam kehidupan masyarakat, kewajibannya terhadap masyarakat harus
lebih besar dari kepentingan pribadinya, kepentingan oribadi akan berakhir untuk
memulai melaksanakan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Semuanya itu
dituntun oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh rasa oeri kemanusiaan yang adil

17
dan beradab,oleh kesadaran untuk memperkokoh persatuan Indonesia, untuk
menjunjung tinggi sikap kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi bangsa Indonesai.

Ajaran atau pandangan hidup yang merupakan pedoman sikap hidup


manusia Pancasila itu perlu dirumuskan secara sederhana dan jelas, sehingga
dapat menjadi bimbingan bersama dalam segala segi kehidupan yang nyata.
Dengan demikian pancasila akan makin meresap dalam hati setiap orangan hidup.
Makin kuat keyakinan terhadap nilai luhur yang diyakini itu akan makin kuat
tekada untuk mempertahankan dan mewujudkannya. Pada tingkat keyakinan yang
tertinggi, orang akan rela memberikan segala dianggap luhur tadi. Ini merupakan
benteng Pancasila yang tidak mungkin diruntuhkan oleh kekuatan apapun.4

Pancasila sebagai ideology, sejatinya pancasila menjadi pedoman


berperilaku berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, pancasila
sejatinya menjadi pedoman moral kehidupan bebangsa dan bernegara. Singkatnya,
pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun
yand dinamis, mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya
seperti itu, Pancasila merupakan sumber jatidiri, kepribadian, moralitas, dan
haluan keselamatan bangsa. Dengan demikian Pancasila memiliki landasan
ontologis, epsitemologis, dan aksiologis yang kuat. Setiap sila memiliki justifikasi
historis, rasionalitas, dan aktualitasnya, yang jika dipahami, dihayati, dipercayai,
dan diamalkan secara konsisten dapat menopang pencapaian-pencapaian agung
peradaban bangsa.

Dalam hal ini sikap gotong royong yang ditanamkan sesuai dengan nilai-
nilai yang terdapat di sila-sila pancasila dapat menimbulkan jaminan yang sebaik-
baiknya, apabila:

1. Kita mempunyai kesadaran akan wajib kita untuk melaksanakan


pancasila dan kesadaran itu telah melekat pada diri pribadi kita,

4
Drs C.S.T. Kansil S.H, Pancasila dan UUD 45 Dasar Falsafah Negara, Pradnya Paramita, Jakarta,
1977, hlm. 76.

18
menjadi sifat kita, lahir batin, melekat pada rasa kita, melekat pada
akal kita, melekat pada kehendak kita;

2. Kita mempunyai kesadaran akan timbulnya akibat lahir batin apabila


wajib melaksanakan pancasila itu tidak kita penuhi, dan bahwa ini
akan dapat meneruskan hidup kebangsaan seluruhnya, hidup
kenegaraan kita, moril, kultural, religious, sosial-ekonomi, yang akan
tidak terhingga akibat keburukannya bagi bangsa, masyarakat dan
Negara kita.

Apabila keadaan yang demikian it uterus menerus ada pada kita, maka itu
berarti, bahwa kita akan selalu melaksankan pancasila pada diri pribadi kita
sendiri dan hasilnya ialah bahwa pancasila menjadi meresap dalam diri pribadi
kita, meresap didalam hati sanubari kita, meresap dalam diri mendarah daging
pada kita, meresap didalam tulang-sungsum kita. Apakah dengan demikian itu
sebenarnya yang telah dapat terjadi pada kita? Yang terjadi pada kita ialah tidak
lain daripada kita menjadi memounyai kepribadian pancasila. Kepribadain
pancasila adalah kepribadain kebangsaan Indonesia. Mengapa demikian?

Karena, sengaimana kita ketahui, sila-sila daripada pancasila itu bukannya


ciptaan baru yang terjado pada proklamasi kemerdekaan kita, akan tetapi berasal
dari kehidupan bangsa Indonesia sepanjang masa.5

Menerapkan nilai-nilai atau kelima sila pancasila dengan sifat gotong royong:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Dengan adanya dasar Ke-Tuhanan maka Indonesia mengakui dan


percaya kepada adanya Tuhan, Tuhan Yang Mahaesa yang menjadi
sebab adanya manusia dan alam semesta serta segala hidup dan
kehidupan di dalamnya.

5
Prof. Dr. Drs. Notonegoro S.H, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh, Djakarta,
1975, hlm. 167.

19
Dasar ini menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Indonesia
untuk memeluk agamanya masing-maising dan beribadat menurut
agamanya/kepercayaanya, sebagai tercantum dalam pasal 29 UUD-
1945. Hal ini berarti, bahwa Negara Indonesia yang terdiri atas ribuan
pulau dengan lebih kurang 120 juta penduduk yang menganut beberapa
agama(Islam, Kristen-Protestan, Kristen-Katholik dan Hindu-Bali)
mengendaki semua agama itu hidup tentar, rukun dan saling
menghormati, ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran
bukan ketuhanan yang saling merusak dan mengucilkan.

Dengan demikian maka semua agama yang diakui di R.I dapat


bergerak dan berkembang dengan leluasa.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Internasionalisme ataupun perikemanusiaan adalah penting sekali


bagi kehidupan suatu bangsa dalam Negara yang merdeka dalam
hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Prinsip internasionalisme harus
berjiwa gotong royong, yakni berperikemanusiaan dan berperikeadilan
bukan menjajah dan eksploitatif.

Manusia adalah makhluk Tuhan, dan Tuhan tidak mengadakan


perbedaan antara sesame manusia. Pandangan hidup demikian
menimbulkan pandangan yang luas, tak terikat oleh batas-batas Negara
atas bangsa sendiri, melainkan Negara selalu harus membuka pintu
bagi persahabatan dunia atas dasar persamaan derajat. Manusia
mempunyai ha-hak yang sams : oleh karena itu tidaklah dibenarkan
manusia yang satu menguasai manusia yang lain, ataupun bangsa yang
satu menguasai bangsa yang lain. Berhubungan dengan itu maka dasar
itu tidak membenarkan adanya penjajahan di atas bumi, karena hal
yang demikian bertentangan dengan peri-kemanusiaan serta hak setiap
bangsa menentukan nasibnya sendiri.

3. Persatuan Indonesia
20
Dengan dasar kebangsaan (nasionalisme) dimaksudkan bahwa
bangsa indonesai seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat
antara sesama warganegara, tanpa membeda-bedakan suku atau
golongan serta berazaskan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita
bersama. Prinsip kebangsaan itu merupakan iklan yang erat antara
golongan dan suku bangsa. Atas prinsip itu pembinaan bahasa dan
kesenian daerah akan maju, memperkaya hidup kita dan mengisi
perkembangan kebudayaan Indonesia seluruhnya.

Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong royong yakni mampu


mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, “Bhineka tunggal
ika” bukan kebangsaan yang meniadakn perbedaan atau menolak
persatuan.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaran/Perwakilan

Dasar mufakat, kerakyatan atau demokrasi menunjukkan, bahwa


Negara Indonesia menganut faham demokrasi. Faham demokrasi
berarti, bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) untuk mengatur
Negara dan rakyat terletak di tangan seluruh rakyat. Dalam UUD 1945
dinyatakan : kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat.

Prinsip demokrasinya harus berjiwa gotong


royong(mengembangkan musyawarah mufakat), bukan demokrasi
yang didikte oleh suara mayoritas atau minoritas elit penguasa-
pemodal (minoritas).

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesai

Dalam pidato 1 juni 1945 ditegaskan bahwa prinsip kesejahteraan


adalah prinsip tidak adanya kemiskinan di alam Indonesia Merdeka.
Keadilan sosial adalah sifat masyarakat adil dan makmur kebahagiaan

21
buat semua orang, tidak ada penghisapan, tidak ada penindasan dan
penghinaan ; semuanya bahagia, cukup sandang-pangan. Tidak dengan
sendirinya kita dapat mencapai kesejahteraan ini, kalau telah ada
perwakilan Rakyat. Di Negara-negara Eropa dan Amerika telah ada
Badan Perwakilan, Parlementaire Democratie, tetapi justru di sanalah
kapitalis merajalela. Hal ini disebabkan karena yang dinamakan
demokrasi di demokrasi ekonomi. Seorang pemimpin Perancis, Jean
Jaures menggambarkan tentang demokrasi politik itu sebagai berikut :
Di dalam Demokrasi Parlementer tiap orang boleh memilih, boleh
menjadi anggota parlemen.

Prinsip kesejahteraannya harus berjiwa gotong royong


(mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi
dengan semangat kekeluargaan); bukan visi kesejahteraan yang
berbasis individualisme-kapitalisme; bukan pula yang mengekang
kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.

22
BAB III

Penutupan

3.1 Kesimpulan

 Manusia adalah makhluk sosial yang sejatinya tidak dapat hidup


sendiri tanpa memerlukan bantuan dari orang lain.

 Gotong-royong sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang turun


temurun, sehingga keberadaannya harus dipertahankan.

 Kegiatan gotong-royong dilakukan oleh masyarakat, baik yang


berada di perdesaan maupun di perkotaan, yang penting mereka
dalam kehidupannya senantiasa memerlukan orang lain.

 Prinsip gotong royong dalam tata kehidupan adalah prinsip


kehidupan bermasyarakat yang berdasarkan azas kerjasama dan
usaha bersama.

 Sikap gotong royong yang ditanamkan sesuai dengan nilai-nilai


yang terdapat di sila-sila pancasila dapat menimbulkan jaminan
yang sebaik-baiknya

 Gotong royong menjadi harapan semua pihak agar tidak memudar


seiring dengan kemajuan dalam dunia digital.

3.2 Saran

 Masyarakat harus membiasakan diri untuk bergotong royong dalam


pencapaian tujuan bersama.

 Gotong royong dilakukan bersama tanpa pandang bulu.

 Memiliki pemikiran untuk bekerja sama dalam menyelesaikan


masalah.

23
DAFTAR PUSTAKA

Andrain, Harles.1992.Kehidupan Politik dan Perubahan sosial.Yogyakarta: Tiara


Wacana.

Bintarto, R. 1980.Gotong-Royong : Suatu Karakteristik Bangsa


Indonesia.Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Bower, John R.1986.On The Political Construction of Tradition: Gotong Royong


in Indonesia, Journal of Asian Studies.Vol. XLV, No. 3, pp. 546-560 Strategic
Culture

Darmodiharjo, Darji.1983.Pancasila Suatu Orientasi Singkat.Jakarta: Aries Lima.


Hatta,Muhammad.1997.Pengertian Pancasila.Jakarta: Balai Pustaka

Kansil, C.S.T.1977.Pancasila dan UUD 45 Dasar Falsafah Negara.Jakarta:


Pradnya Paramita.

Kayam, Umar. Prisma No.3 Th XVI.1987.Keselarasan dan Kebersamaan : Suatu


Penjelajahan Awal.Jakarta: LP3ES.

Koentjaraningrat.1983. Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Pedesaan di Indonesia.


dalam Sajogyo dan Sajogyo, Pudjiwati. Sosiologi Pedesaan. Jilid 1.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Louer, H.Robert.1993.Perspektif Tentang Perubahan Sosial.Jakarta: Rineka Cipta

Notonegoro.1975.Pancasila Secara Ilmiah Populer.Djakarta: Pantjuran Tudjuh.

Parsons, Talcott.1951. The Social System. New York : Amerind Publishing Co.
Pvt. Ltd. Sajogyo dan Sajogyo, Pudjiwati. 1992. Sosiologi Pedesaan. Jilid 1 dan
2.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Puskur.2009.Pengembangan dan pendidikan Budaya & Karakter Bangsa.Jakarta:


Pedoman

24
Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945 [online]. dalam
http://quoteindonesia.com/ soekarno-31 [diakses pada 22 Mei 2012]

Srikandi Rahayu, Seputar Pengertian Gotong Royong, http://


http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-gotong-
royong.html, diakses pada September 2015, jam 20.00 WIB.

25

Anda mungkin juga menyukai