Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KONSEP EVALUASI PROGRAM

A. Pengertian Konsep Evaluasi Program


Evaluasi berasal dari kata evaluation (Bahasa inggris). Kata tersebut diserap ke dalam
perbendaharaan istilah Bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata slinya dengan
sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Istilah “penilaian” merupakan kata
benda dari “nilai”. Pengertian “pengukuran” mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu
hal dengan satuan ukuran tertentu, sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (AS Hornby, 186)
evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk
menentukan nilai atau jumlah. Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung
jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan.
Suchman (1961, dalam anderson 1975) memandang evaluasi sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan Sanders (1973, dalam
anderson 1971). Dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu
yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari
informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta
alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Seorang ahli
yang sangat terkenal dalam evaluasi program bernama Stufflebeam (1971), dalam Fernandes
1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian
informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Sampai kira-kira tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi pendidikan
terbatas pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah
bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan satu perlakuan pembelajaran kepada peserta
didik. Kesuksesan hasil belajar mereka dapat diketahui melalui kegiatan penilaian. Dibalik
dasar pemikiran tersebut terdapat pula anggapan bahwa upaya pendidik dalam
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran adalah kunci keberhasilan untuk mencapai hasil
belajar merupakan hubungan lurus atau linier.
Setelah para pendidik merasakan, mencermati keadaan, dan tidak henti-hentinya
mengadakan penelitian, diketahui bahwa pembelajaran bukanlah satu-satunya penentu
keberhasilan dalam mencapai prestasi belajar. Ada hal lain yang juga berpengaruh dan
menetukan tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik, yaitu :
1. Keadaan fisik dan psikis siswa, yang ditunjukkan oleh IQ (Kecerdasan Intelektual), EQ
(Kecerdasan emosi), kesehatan, motivasi, ketekunan, ketelitian, keuletan, dan minat.
2. Kapasitas guru yang mengajar dan membimbing siswa, seperti latar belakang
pendidikan, penguasaan keilmuan, baik konten maupun metodologis, dan kemampuan
mengajar.
3. Sarana pendidikan, yaitu ruang tempat belajar,alat-alat belajar, media yang digunakan
guru, dan buku sumber belajar.
Dari tiga contoh faktor yang sudah dikemukakan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa
hubungan antara pembelajaran dengan hasil prestasi siswa bukan hanya bersifat garis lurus,
tetapi bisa bercabang dari faktor-faktor lain. Misalnya faktor siswa, guru dan sarana belajar
yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hubungan ini digambarkan seperti berikut :
Ada dua pengertian untuk istilah “Program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum.
Menurut pengertian secara umum, “Program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Apabila
program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai
suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu
organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu
ditekankan dalam menentukan program yaitu: (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan,
(2) terjadi dalam waktu relatif lama- bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan,
dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu
singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu
kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif
lama. Pengertian program adalah suatu unit atau kesatua kegiatan maka program merupakan
sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi
berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi didalam sebuah organisasi yangartinya
harus melibatkan sekelompok orang. Pengertian program yang di kemukakan diatas adalah
pengertian secara umum.
Selain mengandung tiga pengertian, ada pula program-program tertentu yang menunjukkan
ciri lain, yaitu adanya kegiatan jamak yang merupakan rangkaian. Untuk memperjelas
pengertian “jamak berangkai”, coba bandingkan beberapa kegiatan tunggal dan jamak berikut.
Kegiatan menulis, berjalan, tidur, adalah sekali dilakukan selesai, dan tidak berada dalam uruan
proses. Bandingkan dengan memasak, memasak adalah kegiatan jamak, karena untuk dapat
memasak harus ada yang dibeli dan dimasak. Sesudah memasak hasil masakannya dimakan.
Pembelajaran adalah kegiatan jamak karena melalui urutan dari penyusunan kurikulum di
pusat, pembuatan Analisis Materi Pelajaran (AMP), pembuatan rencana mengajar, pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran dan evaluasi prestasi belajar. Di dalam proses
tersebut kegiatan awal yang mendahului merupakan faktor penentu keberhasilan kegiatan
berikutnya.
Apa alasan melakukan evaluasi program dan sejak kapankah evaluasi program mulai
populer? Menurut Fernandes (1984), pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai
sekitar tahun delapan puluhan. Sejak tahun 1979-an telah terjadi perkembangan sehubungan
dengan konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program, sebagai contoh teori yang
dikemukakan oleh Cronbach (1982, dalam Fernandes 1984) tentang pentingnya sebuah
rangcangan dalam kegiatan evaluasi program.
Makna dari evaluasi program itu sendiri mengalami proses pemantapan. Defenisi yang
terkenal untuk evaluasi program dikemukakan oleh Ralp Tyler, yang mengatakan
bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
dapat terealisasikan (Tyler, 1950). Defenisi yang lebih diterima masyarakat luas dikemukakan
oleh dua orang ahli evaluasi, yaitu Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971). Mereka
mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan kepada pengambil keputusan. Sehubungan dengan defenisi tersebut The
Standford Evaluation Consorsium Group menegaskan bahwa meskipun evaluator
menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program
(Cronbach, 1982).
Ronal G. Schnee (1977, dalam Gilbert Sax 1975) mengatakan bahwa karena alasan politik
dan sosial evaluator program sering dihadapkan pada sebuah dilema pertimbangan etis. Dari
hasil penelitian schnee menyimpulkan adanya sebelas isu, yaitu:
1. Otonomi
Isu ini terkait dengan sikap personel yang terlibat dalam program, misalnya guru dan
kepala sekolah. Bagaimana mereka tidak terpengaruh dengan keinginan menyanjung
program ketika diminta untuk mengevaluasi?

2. Hubungan dengan klien


Isu ini menyangkut evaluator ketika melaksanakan evaluasi harus bekerja sama dengan
klien, yaitu orang –orang yang ada di dalam program.
3. Kenyataan politik dan konteks social
Dalam mengevaluasi program evaluator tidak boleh mengabaikan kejadian politik dan
sosial, agar hasil kerja evaluasi dapat bermanfaat.
4. Nilai yang dimilki evaluator
Dalam melaksanakan evaluasi tidak mungkin evaluator dapat melepaskan diri dari
nilai-nilai yang dianut dan dijadikan pedoman hidupnya.
5. Pemilihan rancangan dan metodologi
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari kerja evaluasi, seyogjanya evaluator dapat
mempertimbangkan berbagai unsur dan mengadakan kompromi.
6. Memberikan kesempatan kepadaorang lain untuk menelaah (review) rancangan. Alasan
untuk mengadakan titik ulang adalah mengurangi adanya bias dan pemborosan.
7. Kejujuran mengakui keterbatasan dan hambatan
Laporan evaluasi harus mencantumkan penjelasan tentang hal-hal yang dihadapi
evaluator sebagai akibat adanya keterbatasan dan hambatan.
8. Hasil negative
Evaluator perlu menyertakan hasil negatif agar data yang dilaporkan lengkap dan
berguna untuk meningkatkan program.
9. Penyebaran hasil
Mengingat tujuan evaluasi program adalah mengumpulkan informasi bagi tindak lanjut
program maka hasil evaluasi sangat perlu untuk disebar luaskan.
10. Program merupakan hasil kebijakan yang diatur oleh peraturan. Oleh karena itu,
evaluasi tidak boleh melanggar hal yang dilindungi.
11. Penolakan terhadap kontrak
Meskipun evaluasi ini penting namun pelaksana program berhak menolak evaluator
dengan alasan yang tepat.

B. Komponen dan Indikator Program


Program merupakan sistem. dengan begitu, program terdiri dari komponen-komponen
yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan. Komponen
program adalah bagian-bagian program yang saling terkait dan merupakan faktor-faktor
penentu keberhasilan program. komponen-komponen program dapat dipandang sebagai bagian
sistem dan dikenal dengan istilah “subsistem”.
sebuah sistem, subsistem yang ada saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sistem itu
sendiri berada di dalam sebuah naungan yang lebih besar yang dikenal dengan istilah
“suprasistem”. Dalam suprasistem, sistem-sistem yang ada di bawah naungannya saling
berkaitan dan bekerja sama menuju pencapaian tujuan suprasistem dimaksud. Sebagai contoh
kaitan antara suprasistem, sistem, dan subsistem dalam dunia pendidikan adalah Departemen
Pendidikan Nasional, sekolah, dan pembelajaran di kelas.
Evaluasi hasil belajar merupakan salah satu di antara beberapa komponen program
pembelajaran. Dengan bertitik tolak pada komponen tersebut maka evaluasi basil belajar hanya
merupakan bagian dari evaluasi program pembelajaran.
Indikator berasal dari kata dasar bahasa Inggris to indicate, artinya menunjukkan. Dengan
demikian maka indikator berarti alat penunjuk atau “sesuatu yang menunjukkan kualitas
sesuatu”. Maka nilai prestasi belajar merupakan indikator dari kualitas kecerdasan
Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam
mendukung pencapaian tujuan program. Untuk mengetahui seberapa jauh dan bagian mana
dari tujuan yang sudah tercapai, dan bagian mana yang belum tercapai serta apa penyebabnya,
perlu adanya evaluasi program. Tanpa ada evaluasi, keberhasilan dan kegagalan program tidak
dapat diketahui. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing
komponennya.

C. Manfaat Evaluasi Program


Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan
supervisi. Secara singkat, supervisi diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk
memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat
pula.
Jika supervisi di lembaga pendidikan dilakukan dengan objek buku-buku dan
pekerjaan clerical work maka evaluasi program dilakukan dengan objek lembaga pendidikan
secara keseluruhan. Kebijakan supervisi yang berlangsung saat ini dapat dikatakan sama
dengan evaluasi program, tetapi sasarannya ditekankan pada kegiatan pembelajaran/
Berdasarkan pengertian tadi, supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi program,
dapat disamaartikan dengan validasi lembaga dan akreditasi. Evaluasi program merupakan
langkah awal dari proses akreditasi dan validasi lembaga. Evaluasi program pendidikan tidak
lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara
keseluruhan.
Kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari
program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan
menentukan tidak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari basil
evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision
maker). Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam
pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan
(terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit)
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala
sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau
mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan balk
maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

D. Evaluator Program
Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah
bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang
didukung oleh teori dan keterampilan praktik
2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang
akan dievaluasi.
3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan
data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana
diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
4. Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan
kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data,
dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesagesa,
5. Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh
pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani
menanggung risiko atas segala kesalahannya.

Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluator program
ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Evaluator dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
1. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
Evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah
seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari evaluator dalam, yaitu

Kelebihan :
 Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran
untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain,
evaluasi tepat pada sasaran.
 Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak
mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.
Kekurangan :
 Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek
positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut
dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal
dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif
 Karena sudah memahami seluk-beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang
sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang
cermat

2. Evaluator Luar (External Evaluator)


Yang dimaksud dengan evaluator luar adalah orang-orang yang tidak terkait dengan
kebijakan dan implementasi program. Mereka berada di luar dan diminta oleh
pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan
kebijakan yang sudah diputuskan. Tim evaluator luar ini biasa dikenal dengan nama
tim bebas atau independent team.
Kelebihan :
 Oleh karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program maka evaluator luar
dapat bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil
kesimpulan
 Seorang ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas
kemampuannya. Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.
Kekurangan :
 Evaluator luar adalah orang baru, yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan
tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan
mempelajari seluk-beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk
mengevaluasi. Mungkin sekali pada waktu mendapat penjelasan atau mempelajari
isi kebijakan, ada hal-hal yang kurang jelas. Hal itu wajar karena evaluator tidak
ikut dalam proses kegiatannya. Dampak dari ketidakjelasan pemahaman tersebut
memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.
 Pemborosan, pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak
untuk membayar evaluator bebas.

E. Tujuan dan sasaran Evaluasi Program


Pada kajian lalu sudah disimpulkan bahwa program adalah sebuah kegiatan sebagai
implementasi kebijakan. Setiap kegiatan tertentu mempunyai tujuan, demikian juga dengan
evaluasi program. Pada bagian ini, akan dipaparkan mengenai tujuan program dan tujuan
evaluasi program yang juga disertai beberapa contoh soal.
1) Kaitan Antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi Program
Secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk mengukur ketercapaian
program, yaitu mengukur sejauh mana sebuah kebijakan dapat terimplementasikan.
a. Kegiatan membaca
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menangkap isi bacaan. Sedangkan tujuan evaluasi
kegiatan adalah untuk mengetahui apakah pembaca dapat menangkap isi bacaan yang
dibaca.
b. Program seminar
Tujuan program ini adalah untuk membahas sesuatu topic di dalam forum peserta
seminar. Sedangkan tujuan evaluasi program ini adalah untuk mengetahui (melalui
pengumpulan data) apakah topic yang diajukan dalam seminar sempat dibahas, dan
apakah peserta seminar mempunyai kesempatan untuk membahas topic yang diajukan
dalam forum seminar.
c. Program usaha kesehatan sekolah (UKS)
Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kesehatan siswa dan personil lain
di sekolah yang bersangkutan. Sedangkan tujuan evaluasi programnya adalah untuk
mengumpulkan informasi tentang tertanganinya masalah kesehatan di sekolah, antara
lain untuk mengetahui apakah layanan yang diberikan oleh UKS memuaskan bagi para
siswa dan personel sekolah lainnya.

Dari ketiga contoh di atas, dapat ditentukan mana kegiatan yang merupakan penelitian
dan mana penelitian tetapi juga sekaligus evaluasi program. Evaluasi program dilakukan
dengan cara yang sama dengan penelitian. Jadi, evaluasi program adalah penelitian yang
mempunyai ciri khusus, yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai realisasi kebijakan,
utnuk menentukan tindak lanjut dari program tersebut.
Terdapat banyak persamaan antara penelitian dengan evaluasi. pendekatan, instrument,
dan langkah-langkah yang digunakan pun bisa sama. Keduanya dimulai dari menentukan
sasaran (variable), membuat kisi-kisi, menyusun instrument, mengumpulkan data, analisis
data, dan mengambil kesimpulan. Jika kesimpulan peneliti diikuti dengan saran maka
evaluasi program harus selalu mengarah pada pengambilan keputusan, sehingga harus
diakhiri dengan rekomendasi kepada pengambil keputusan. Secara singkat dapat dibuat
sebuah ketentuan bahwa : tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak
tujuan program yang dievaluasi.
Ada dua macam tujuan evaluasi , yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada
masing-masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya maka seorang evaluator
program dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program.
Dalam menentukan tujuan program, evaluator program harus dapat menangkap harapan
dari penentu kebijakan yang mungkin bertindak sebagai pengelola atau mengkin juga tidak.
Untuk mempermudah mengidentifikasikan tujuan evaluasi program, kita harus
memperhatikan unsure-unsur dalam kegiatan atau penggarapannya. Ada tiga unsur penting
dalam kegiatan atau penggarapan suatu kegiatan, yaitu :
a. What = apa yang digarap,
b. Who = siapa yang menggarap, dan
c. How = bagaimana menggarapnya.
Dengan memfokuskan perhatian pada tiga unsur kegiatan tersebut, paling sedikit dapat
diidentifikasi adanya 3 (tiga) komponen kegiatan, yaitu tujuan, pelaksana kegiatan, dan
prosedur/teknik pelaksanaan.
2) Sasaran Evaluasi Program
Untuk menentukan sasaran evalusi, evaluator perlu mengenali program dengan baik,
terutama komponen-komponennya. Karena yang menjadi sasaran evaluasi bukan program
secara keseluruhan tetapi komponen atau bagian program.
Mengapa sasaran evaluasi tertuju pada komponen? Seperti alasan mengapa tujuan
umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka sasaran evaluator diarahkan pada
komponen agar pengamatannya dapat lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih
lengkap. Untuk itulah maka evaluator harus memiliki kemampuan mengidentifikasikan
komponen program yang akan di evaluasi.
F. Kriteria Evaluasi Program
1. Pengertian Kriteria
Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau
“standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut dapat segera dipahami bahwa kriteria,
tolok ukur, atau standar, adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal
untuk sesuatu yang diukur. Kriteria atau standar dapat disamakan dengan “takaran”. Jika
untuk mengetahui berat beras digunakan timbangan, panjangnya benda digunakan meteran
maka kriteria atau tolok ukur digunakan untuk menakar kondisi objek yang dinilai.
Tentang batas yang ditunjuk oleh kriteria, sebagian orang mengatakan bahwa tolok
ukur adalah “batas atas”, artinya batas maksimal yang harus dicapai. Sementara sebagian
orang yang lainnya mengatakan bahwa tolok ukur atau kriteria adalah “batas bawah”, yaitu
batas minimal yang harus dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kriteria atau tolok ukur itu
bersifat jamak karena menunjukkan batas atas dan batas bawah, sekaligus batas-batas di
antaranya. Dengan demikian kriteria menunjukkan gradasi atau tingkatan, dan ditunjukkan
dalam bentuk kata keadaan atau predikat.
Permasalahan di dalam kriteria evaluasi program adalah aturan tentang bagaimana
menentukan peringkat-peringkat kondisi sesuatu atau rentangan-rentangan nilai, agar data
yang diperoleh dapat dipahami orang lain dan bermakna bagi pengambil keputusan dalam
rangka menentukan kebijakan lebih lanjut. Jika evaluator tidak berniat membuat kriteria
khusus, sebaiknya menggunakan kriteria yang sudah lazim digunakan dan dikenal oleh
umum misalnya skala 1 – 10 atau skala 1 – 100.
2 . Mengapa Perlu ada Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator karena evaluator terdiri dari
beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di dalam menilai. Selain alasan sederhana
tersebut, ada beberapa alasan lain yang lebih luas dan dapat dipertanggungjawabkan, yaitu:
a. Dengan adanya kriteria atau tolok ukur, evaluator akan lebih mantap dalam melakukan
penilaian terhadap objek yang akan dinilai karena ada patokan yang diikuti.
b. Kriteria atau tolok ukur yang sudah dibuat dapat digunakan untuk menjawab atau
mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan, jika ada orang yang
ingin menelusuri lebih jauh atau ingin mengkaji ulang.
c. Kriteria atau tolok ukur digunakan untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang
ada pada diri penilai. Dengan adanya criteria maka dalam melakukan evaluasi,
evaluator dituntun oleh kriteria, mengikuti butir demi butir, tidak mendasarkan diri atas
pendapat sendiri (yang mungkin sekali”dikotori” oleh seleranya)
d. Dengan adanya kriteria atau tolok ukur maka hasil evaluasi akan sama meskipun
dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula.
Misalnya penilai sedang dalam kondisi badan yang masih segar atau dalam keadaan
lelah hasilnya akan sama.
e. Kriteria atau tolok ukur memberikan arahan kepada evaluator apabila banyaknya
evaluator lebih dari satu orang. Kriteria atau tolok ukur yang baik akan ditafsirkan sama
oleh siapa saja yang menggunakannya.

Anda mungkin juga menyukai