D. Evaluator Program
Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah
bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang
didukung oleh teori dan keterampilan praktik
2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang
akan dievaluasi.
3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan
data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana
diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
4. Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan
kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data,
dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesagesa,
5. Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh
pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani
menanggung risiko atas segala kesalahannya.
Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluator program
ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Evaluator dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
1. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
Evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah
seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari evaluator dalam, yaitu
Kelebihan :
Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran
untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain,
evaluasi tepat pada sasaran.
Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak
mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.
Kekurangan :
Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek
positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut
dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal
dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif
Karena sudah memahami seluk-beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang
sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang
cermat
Dari ketiga contoh di atas, dapat ditentukan mana kegiatan yang merupakan penelitian
dan mana penelitian tetapi juga sekaligus evaluasi program. Evaluasi program dilakukan
dengan cara yang sama dengan penelitian. Jadi, evaluasi program adalah penelitian yang
mempunyai ciri khusus, yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai realisasi kebijakan,
utnuk menentukan tindak lanjut dari program tersebut.
Terdapat banyak persamaan antara penelitian dengan evaluasi. pendekatan, instrument,
dan langkah-langkah yang digunakan pun bisa sama. Keduanya dimulai dari menentukan
sasaran (variable), membuat kisi-kisi, menyusun instrument, mengumpulkan data, analisis
data, dan mengambil kesimpulan. Jika kesimpulan peneliti diikuti dengan saran maka
evaluasi program harus selalu mengarah pada pengambilan keputusan, sehingga harus
diakhiri dengan rekomendasi kepada pengambil keputusan. Secara singkat dapat dibuat
sebuah ketentuan bahwa : tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak
tujuan program yang dievaluasi.
Ada dua macam tujuan evaluasi , yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada
masing-masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya maka seorang evaluator
program dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program.
Dalam menentukan tujuan program, evaluator program harus dapat menangkap harapan
dari penentu kebijakan yang mungkin bertindak sebagai pengelola atau mengkin juga tidak.
Untuk mempermudah mengidentifikasikan tujuan evaluasi program, kita harus
memperhatikan unsure-unsur dalam kegiatan atau penggarapannya. Ada tiga unsur penting
dalam kegiatan atau penggarapan suatu kegiatan, yaitu :
a. What = apa yang digarap,
b. Who = siapa yang menggarap, dan
c. How = bagaimana menggarapnya.
Dengan memfokuskan perhatian pada tiga unsur kegiatan tersebut, paling sedikit dapat
diidentifikasi adanya 3 (tiga) komponen kegiatan, yaitu tujuan, pelaksana kegiatan, dan
prosedur/teknik pelaksanaan.
2) Sasaran Evaluasi Program
Untuk menentukan sasaran evalusi, evaluator perlu mengenali program dengan baik,
terutama komponen-komponennya. Karena yang menjadi sasaran evaluasi bukan program
secara keseluruhan tetapi komponen atau bagian program.
Mengapa sasaran evaluasi tertuju pada komponen? Seperti alasan mengapa tujuan
umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka sasaran evaluator diarahkan pada
komponen agar pengamatannya dapat lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih
lengkap. Untuk itulah maka evaluator harus memiliki kemampuan mengidentifikasikan
komponen program yang akan di evaluasi.
F. Kriteria Evaluasi Program
1. Pengertian Kriteria
Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau
“standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut dapat segera dipahami bahwa kriteria,
tolok ukur, atau standar, adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal
untuk sesuatu yang diukur. Kriteria atau standar dapat disamakan dengan “takaran”. Jika
untuk mengetahui berat beras digunakan timbangan, panjangnya benda digunakan meteran
maka kriteria atau tolok ukur digunakan untuk menakar kondisi objek yang dinilai.
Tentang batas yang ditunjuk oleh kriteria, sebagian orang mengatakan bahwa tolok
ukur adalah “batas atas”, artinya batas maksimal yang harus dicapai. Sementara sebagian
orang yang lainnya mengatakan bahwa tolok ukur atau kriteria adalah “batas bawah”, yaitu
batas minimal yang harus dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kriteria atau tolok ukur itu
bersifat jamak karena menunjukkan batas atas dan batas bawah, sekaligus batas-batas di
antaranya. Dengan demikian kriteria menunjukkan gradasi atau tingkatan, dan ditunjukkan
dalam bentuk kata keadaan atau predikat.
Permasalahan di dalam kriteria evaluasi program adalah aturan tentang bagaimana
menentukan peringkat-peringkat kondisi sesuatu atau rentangan-rentangan nilai, agar data
yang diperoleh dapat dipahami orang lain dan bermakna bagi pengambil keputusan dalam
rangka menentukan kebijakan lebih lanjut. Jika evaluator tidak berniat membuat kriteria
khusus, sebaiknya menggunakan kriteria yang sudah lazim digunakan dan dikenal oleh
umum misalnya skala 1 – 10 atau skala 1 – 100.
2 . Mengapa Perlu ada Kriteria?
Kriteria atau tolok ukur perlu dibuat oleh evaluator karena evaluator terdiri dari
beberapa orang yang memerlukan kesepakatan di dalam menilai. Selain alasan sederhana
tersebut, ada beberapa alasan lain yang lebih luas dan dapat dipertanggungjawabkan, yaitu:
a. Dengan adanya kriteria atau tolok ukur, evaluator akan lebih mantap dalam melakukan
penilaian terhadap objek yang akan dinilai karena ada patokan yang diikuti.
b. Kriteria atau tolok ukur yang sudah dibuat dapat digunakan untuk menjawab atau
mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan, jika ada orang yang
ingin menelusuri lebih jauh atau ingin mengkaji ulang.
c. Kriteria atau tolok ukur digunakan untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang
ada pada diri penilai. Dengan adanya criteria maka dalam melakukan evaluasi,
evaluator dituntun oleh kriteria, mengikuti butir demi butir, tidak mendasarkan diri atas
pendapat sendiri (yang mungkin sekali”dikotori” oleh seleranya)
d. Dengan adanya kriteria atau tolok ukur maka hasil evaluasi akan sama meskipun
dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula.
Misalnya penilai sedang dalam kondisi badan yang masih segar atau dalam keadaan
lelah hasilnya akan sama.
e. Kriteria atau tolok ukur memberikan arahan kepada evaluator apabila banyaknya
evaluator lebih dari satu orang. Kriteria atau tolok ukur yang baik akan ditafsirkan sama
oleh siapa saja yang menggunakannya.