Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi

perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga

faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor

eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perubahan

perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan

perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana

dia hidup dan beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena

memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change),

ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-

program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami

perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap

orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda seseorang

itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :

11
Universitas Sumatera Utara
12

a. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan,

sikap dan lain-lain.

b. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan

lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap

kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.

c. Sumber-sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya

waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber

daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

d. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di

dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut

kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari

kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang

dalam terhadap perilaku.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku manusia secara

operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu perilaku dalam

bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan bentuk tindakan nyata atau perbuatan.

Ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan berdasarkan tahapan tertentu yang

dimulai dari pembentukan pengetahuan (ranah kognitif), sikap (ranah afektif),

dan ketrampilan (ranah psikomotor), yang dalam proses pendidikan kesehatan

menjadi pola perilaku baru.

Universitas Sumatera Utara


13

Perilaku sehat dapat dibentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan

yang berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya,

sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal, dan

diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu

faktor predisposisi (predispossing factors), faktor pemungkin (enabling factors),

dan faktor pendorong (reinforcement factors). Faktor predisposisi merupakan

faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat

yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai,

persepsi, dan keyakinan

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu

berperilaku, karena tersedianya sumberdaya, keterjangkauan, rujukan dan

keterampilan.Faktor penguat perilaku, seperti sikap dan keterampilan petugas

kesehatan, teman sebaya, orang tua. Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2010)

mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan

dengan faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Perilaku dapat dibatasi

sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo,

2010). Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon

ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa bentuk operasional dari perilaku

dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

Universitas Sumatera Utara


14

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan

atau rangsangan dari luar diri si subyek, sehingga alam itu sendiri akan

mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat

keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial

budaya yang bersifat non fisik, tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap

pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan

keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan

mengembangkan perilakunya.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar

2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya

datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan

orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Ever

Behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan

masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahaun dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik

Universitas Sumatera Utara


15

secara individu maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan

yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 (enam)

tingkatan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

mendefinisikan dan mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap

objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode,

prinsip dalam konteks atau situasi lain. Misalnya adalah dapat

Universitas Sumatera Utara


16

menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil

penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti : dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-

bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan

Justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Universitas Sumatera Utara


17

2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk

merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.

Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan

sebagainya). Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebaginya). Sikap ini tidaklah

sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencermikan sikap seseorang,

sebab seringkali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi

serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulas atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,

tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954)

dalam Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga)

komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara


18

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap

lingkungan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap

ceramah-ceramah tentang lingkungan.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang

menerima ide tersebut

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu

yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke

posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu

tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara


19

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis, seperti

lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu

pula sikap dapat berubah-ubah pada orang, bila terdapat keadaan-keadaan

dari syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek, dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau

berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut

5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang

membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-

pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 2009).

Fungsi sikap dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengukur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak

kecil atau binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan

terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan,

Universitas Sumatera Utara


20

tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu

pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat

adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi,

antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu

sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-

penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri

sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita

orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam

bendera, keinginan- keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman

dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif artinya

semua pengalaman yang berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani

oleh manusia tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana-

mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi

penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai penyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi

yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada

objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang

tersebut. Jadi, sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan

mengubah sikap seseorang, maka kita harus mengetahui keadaan

sesungguhnya dari sikap orang tersebut dan dengan mengetahui keadaan

Universitas Sumatera Utara


21

sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut

diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto,

2009).

2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perubahan nyata diperlukan faktor

pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmojo, 2010). Tindakan

terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sesudah berkembang dengan

baik, artinya tindakan itu sudah di modifikasikan tanpa mengurangi

kebenaran tingkat tersebut.

Universitas Sumatera Utara


22

2.2. Keluarga

2.2.1. Pengertian Keluarga

1. Salvion G Balyomn dan Areelis Maglaya (1989).

Keluarga merupakan dua atau lebih dari dua individu yang bergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di

dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan

suatu kebudayaan. (Setiawati, 2008).

2. Friedman, 1998

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam

perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu

rumah. (Setiawati, 2008)

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa

keluarga merupakan suatu ikatan dasar perkawinan, tinggal dalam satu atap, dan

mempunyai hubungan darah atau adopsi. Keluarga mempunyai keterikatan

interaksi dan komunikasi satu sama lain dan mempunyai peran masing-masing

serta mempertahankan suatu budaya.

2.2.2. Fungsi Keluarga

1. Fungsi biologis

Fungsi biologis tidak ditujukan untuk meneruskan kelangsungan

keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan anak dengan gizi

yang seimbang, memelihara dan merawat anggota keluarga juga bagian

dari fungsi biologis keluarga.

Universitas Sumatera Utara


23

2. Fungsi psikologis

Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk memberikan

kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara para anggota

keluarga membina kedewasaan keperibadian anggota keluarga memberi

identitas keluarga.

3. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak

membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan-

batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-

nilai budaya

4. Fungsi ekonomi

Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-sumber

penghasilan guna memenuhi kabutuhan keluarga, pengaturan penghasilan

keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang akan

datang misal pendidikan anak-anak dan hari tua.

5. Fungsi pendidikan

Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak

dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, membentuk

perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik

anak sesuai dengan tingkat perkembangannya (Setiawati, 2008). .

6. Tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:

Universitas Sumatera Utara


24

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga

(Suprajitno, 2010)

2.3. Keberadaan Jentik

2.3.1. Pengertian Keberadaan Jentik

Keberadaan larva merupakan faktor yang penting terhadap kejadian DBD.

Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan oleh masyarakat jika tidak

diperhatikan dengan baik maka akan menjadi tempat yang potensial bagi nyamuk

untuk berkembangbiak

Dengue Haemmoragic Fever atau yang biasa disebut Demam Berdarah

Dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis lingkungan yang banyak ditemukan

di daerah tropis dan sub tropis yang penularannya melalui gigitan nyamuk spesies

Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Faktor lingkungan yang memberi pengaruh

terhadap kejadian DBD adalah lingkungan fisik seperti tempat perkembangbiakan

nyamuk, iklim, dan kondisi rumah. Sanitasi lingkungan yang baik serta upaya

untuk memanipulasi lingkungan merupakan cara untuk mencegah terjadinya

kejadian DBD. Upaya sanitasi lingkungan yang dapat dilakukan untuk mencegah

kejadian DBD adalah melakukan pemberantasan tempat perkembangbiakan larva

Universitas Sumatera Utara


25

Aedes aegypti melalui tindakan menutup, menguras dan mengubur (3M) tempat

penampungan air dan menghilangkan kebiasaan menggantung pakaian

Masyarakat sebaiknya selalu memperhatikan kondisi Tempat

Penampungan Air (TPA) yang digunakan untuk menampung air sehari-hari

apakah sudah memiliki penutup atau jika sudah memiliki penutup agar

memperhatikan kondisi penutup berada dalam kondisi yang baik. Selain itu,

masyarakat juga harus selalu memperhatikan kebersihan Tempat Penampungan

Air (TPA) dan rutin (seminggu sekali) melakukan 3M walaupun Tempat

Penampungan Air (TPA) sudah berada dalam kondisi tertutup (Erniwati, 2014)

Tempat Penampungan Air (TPA) terdiri dari tempat penampungan air

dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat penampungan air

dalam rumah yaitu ember/baskom, gentong, tempayan dan bak mandi/wc.

Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu kaleng vas bunga, kolam

ikan, dan lain-lain. Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar

rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan

tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi

nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD. Salah satu tempat

penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak mandi/wc.

Menguras tempat penampungan air tersebut minimal sekali dalam seminggu dapat

mengurangi tempat berkembagbiaknya larva Aedes aegytpi (Bustan, 2007)

Nyamuk aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat

penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti

bak mandi/WC, minuman burung, air tandon, air tempayan atau gentong, kaleng,

Universitas Sumatera Utara


26

ban dan lain-lain. Sejak pertama kali ditemukan sampai saat ini demam berdarah

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderung meningkat

jumlah penderitanya serta semakin luas penyebarannya (Chaturvedi, 2008)

Dengan adanya jentik menunjukkan di rumah tersebut terdapat nyamuk

aedes agypti karena nyamuk tersebut bersifat domestik sehingga untuk

meletakkan telur akan mencari tempat perindukan terdekat yaitu yang terdapat di

dalam rumah itu sendiri. Tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti

berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. Tempat

penampungan air untuk keperluan sehari-hari termasuk bak mandi (Depkes RI,

2010b)

2.3.2. Tempat Keberadaan Jentik

Tempat keberadaan jentik dibedakan atas :

1. Tempat Penampungan Air (TPA) yang bersifat tetap merupakan

penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-

hari, pada umumnya keadaan air jernih, tenang dan tidak mengalir seperti

bak mandi, bak WC, ember dan lain-lain.

2. Bukan Tempat Penampungan Air (TPA) merupakan kontainer atau wadah

yang bisa menampung air tetapi bukan untuk sehari-hari seperti tempat

minum hewan piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol, pecahan

piring/gelas), vas atau tempat pot tanaman.

3. Tempat penampungan air alami merupakan wadah atau tempat yang tidak

berfungsi sebagai tempat penampungan air tetapi secara alami dapat

Universitas Sumatera Utara


27

menampung air seperti potongan bambu, lubang pagar, pelepah daun dan

bekas tempurung kelapa yang berisi air (Soegijanto, 2006).

2.4. Nyamuk Aedes aegypti

2.4.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Seogijanto (2006), kedudukan

nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006)

2.4.2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) disebut

black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih

keperakan di atas dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan

bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih

pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang

khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya.

Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci

yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh

nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005).

Universitas Sumatera Utara


28

2.4.3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan perkembangan

nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa,

dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau

holometabola.

1. Stadium Telur

Menurut Herms (2006), telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau

oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat

pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada

permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih

dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat

menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur

pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini

kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air.

2. Stadium Larva (Jentik)

Jentik atau larva adalah tahap larva dari nyamuk. Jentik hidup di air dan

memiliki perilaku mendekat atau "menggantung" pada permukaan air untuk

bernapas. Nama "jentik" berasal dari gerakannya ketika bergerak di air. Larva

nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana

yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang

terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I,

tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada

Universitas Sumatera Utara


29

dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum

menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum

jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap

struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal),

dada (thorax) dan perut (abdomen)

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna

tanpa duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak

paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas

perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong

pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam dan ada seberkas bulu-bulu (tuft).

Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian

ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam

1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini

tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan

waktu istirahat membentuk sudut hamper tegak lurus dengan bidang permukaan

air. Selama jentik-jentik yang ada di tempat-tempat perindukan tidak diberantas

setiap hari, akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang menetas dan penularan akan

terulang kembali. Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi atau

wilayah dapat dilakukan dengan cara :

a. Cara single larva adalah survei ini dilakukan dengan mengambil ratio

jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk

diidentifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

Universitas Sumatera Utara


30

b. Cara Visual adalah survey ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau

tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya

(Soegijanto, 2006)

4. Stadium Pupa

Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk

tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila

dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca

„koma‟. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-

4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang

pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air

untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa

5. Nyamuk dewasa

Dewasa adalah nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian,

yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk

dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap

(piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus),

sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu

menembus kulit manusia karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan

(phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose sedangkan

nyamuk jantan tipe plumose.

Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax dan

metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha),

tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih,

Universitas Sumatera Utara


31

tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada

juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung

(mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk

membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. aegypti berupa

sepasang garis lengkung putih (bentuk lyre) pada tepinya dan sepasang garis

submedian tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut

terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Ae. aegypti ini

tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya (Anies, 2013)

2.4.4. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

1. Tempat Perindukan atau Berkembang biak

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun

2005 bahwa tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah

tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa

genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi,

tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang

sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat

berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Menurut Soegijanto (2006) bahwa Tempat Penampungan Air (TPA) dapat

dikelompokkan menjadi :

a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti

drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya,

Universitas Sumatera Utara


32

b. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari

seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga,

perangkap semut dan sebagainya

c. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon

pisang dan lain-lain

2. Perilaku Menghisap Darah

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk betina membutuhkan

protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk

betina memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk

betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap

darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00

WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit

lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar

dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100

meter

3. Perilaku Istirahat

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap darah,

nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya.

Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam

rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini

adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur

dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung,

Universitas Sumatera Utara


33

kelambu dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada

tanaman-tanaman yang ada di luar rumah

4. Penyebaran

Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah

tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah

maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak

sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian

1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak karena pada ketinggian tersebut

suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan nyamuk

tersebut

5. Variasi Musim

Menurut Depkes RI (2005), pada saat musim hujan tiba, tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi

air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan

menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air

alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi

nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit

dengue

2.4.5. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Telur nyamuk Ae. aegypti berwarna hitam, oval dan diletakkan di dinding

wadah air, biasanya di bagian atas permukaan air. Apabila wadah ini mengering,

Universitas Sumatera Utara


34

telur bisa tahan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Ketika

wadah air itu berisi air lagi dan menutupi seluruh bagian telur, telur itu akan

menetas menjadi jentik. Wadah air seperti bak mandi jangan hanya dikeringkan

airnya saja, tetapi di dindingnya pun haus digosok sampai bersih

Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari

dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). Stadium pupa ini adalah

stadium tak makan. Jika terganggu, dia akan bergerak naik turun di dalam wadah

air. Dalam waktu lebih kurang dua hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa.

Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari. Nyamuk setelah

muncul dari kepompong akan mencari pasangan untuk mengadakan perkawinan.

Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi

keturunannya (Anies, 2013)

2.5. Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.5.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam dengue adalah penyakit swasirna, akut dan klasik (biasanya

berlangsung 5 hingga 7 hari), yang ditandai dengan demam, lesu, nyeri kepala,

mialgia, ruam, limfadenopati dan leukopenia, yang disebabkan oleh empat jenis

virus dengue yang secara antigen berbeda. Demam berdarah dengue atau dengue

hemorrhagic fever (DHF) adalah suatu sindrom yang mengenai terutama anak-

anak di Asia Tenggara, dibedakan dari dengue klasik dengan manifestasi

perdarahan seperti trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta disebabkan

keempat virus dengue yang sama (Dorland, 2006)

Universitas Sumatera Utara


35

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010), penyakit demam berdarah

dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah virus penyebab

Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock

Syndrome (DSS), yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus

(Arbovirosis), yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride,

dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. DBD

ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus

dengue. (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Menurut Soedarto (2009), virus penyebab demam berdarah dengue (DBD)

yaitu virus dengue mempunyai ukuran virion virus 40 nm dan terbungkus oleh

kapsid. Virus ini dapat berkembang biak pada berbagai macam kultur jaringan,

misalnya sel mamalia dan sel artropoda seperti Aedes aegypti cell

Infeksi virus dengue hanya dapat ditularkan oleh Aedes aegypty atau Aedes

albopictus, sebagai vektornya. Ketika nyamuk menggigit orang yang terinfeksi

virus dengue, maka virus tersebut akan terbawa oleh nyamuk. Kemudian apabila

nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat, maka virus yang terbawa oleh

nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat. (Suroso, 2012)

2.5.2. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), tanda-tanda dan gejala penyakit

demam berdarah dengue (DBD) antara lain:

1. Demam

Penyakit DBD didahului terjadinya demam tinggi mendadak secara terus-

menerus yang berlangsung selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari

Universitas Sumatera Utara


36

ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas

mendadak turun.

2. Manifestasi Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi pada semua organ tubuh dan umumnya terjadi

pada 2-3 hari setelah demam. Bentuk-bentuk perdarahan yang terjadi dapat

berupa:

a. Ptechiae (bintik-bintik darah pada permukaan kulit)

b. Purpura

c. Ecchymosis (bintik-bintik darah di bawah kulit)

d. Perdarahan konjungtiva

e. Perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaksis)

f. Perdarahan gusi

g. Hematenesis (muntah darah)

h. Melena (buang air besar berdarah)

i. Hematuria (buang air kecil berdarah)

3. Hepatomegaly atau Pembesaran Hati

Sifat pembesaran hati antara lain ditemukan pada permulaan penyakit dan

nyeri saat ditekan dan pembesaran hati tidak sejajar beratnya penyakit

4. Shock atau Renjatan

Shock dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari ke- 3-7

setelah terjadinya demam. Shock terjadi karena perdarahan atau kebocoran

plasma darah ke daerah ekstravaskuler melalui pembuluh kapiler yang

rusak. Tanda-tanda terjadinya shock antara lain:

Universitas Sumatera Utara


37

a. Kulit terasa dingin pada ujung hidung, jari, dan kaki

b. Perasaan gelisah

c. Nadi cepat dan lemah

d. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang)

e. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang)

(Depkes RI, 2005)

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi

demam dengue. Perjalanannya khas pada anak yang sangat sakit. Fase pertama

yang relative ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri

kepala, anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi klinis cepat

dan kollaps. Fase kedua ini penderita biasanya menderita ekstremitas dingin,

lembab, badan panas, muka merah, muka merah, keringat banyak, gelisah,

irritable, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petikie tersebar pada dahi dan

tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak dan mudah memar serta berdarah

pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopapular

mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer.

Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara jantung

halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan biasanya

keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau perdarahan

saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.

Sesudah 24-36 jam masa krisis, konvalense cukup cepat pada anak yang

sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardia

dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa

Universitas Sumatera Utara


38

yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang arena perdarahan

intrakranial. Strain virus dengue 3 yang bersikulasi di daerah utama Asia

Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang

ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan

kadang-kadang ikterus (Nelson, 2010)

2.5.3. Mekanisme Penularan DBD

Menurut Soedarto (2009), demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia

endemis baik di daerah perkotaan (urban) maupun di daerah pedesaan (rural). Di

daerah perkotaan vektor penular utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti

sedangkan di daerah pedesaan oleh nyamuk Aedes albopictus. Namun sering

terjadi bahwa kedua spesies nyamuk tersebut terdapat bersama-sama pada satu

daerah, misalnya di daerah yang bersifat semi-urban (Soedarto, 2009).

Menurut Yatim (2007), penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk

lebih banyak terjadi di tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan

pedesaan di pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit demam berdarah dengue

(DBD) ini lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan (Yatim, 2007).

Menurut Soegijanto (2006), tahap-tahap replikasi dan penularan virus

dengue terdiri dari:

1. Virus ditularkan ke manusia melalui saliva nyamuk

2. Virus bereplikasi dalam organ target

3. Virus menginfeksi sel darah putih dan jaringan limfatik

4. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah

5. Virus yang ada dalam darah terhisap nyamuk yang lain

Universitas Sumatera Utara


39

6. Virus bereplikasi atau melipatgandakan diri dalam tubuh nyamuk, lalu

menginfeksi kelenjar saliva

7. Virus bereplikasi dalam kelenjar saliva nyamuk Aedes aegypti untuk

kemudian akan ditularkan kembali ke manusia

2.5.4. Upaya Penanggulangan DBD

1. Penemuan Penderita

Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengan

demam, pilek atau diare. Penyakit ini dianggap sebagai penyesuaian diri

seseorang terhadap iklim tropis. Tetapi, hal ini berubah sejak timbulnya wabah

demam dengue di Manila pada tahun 1953-1954, yang disertai renjatan (shock)

dan perdarahan gastrointestinal yang berakhir dengan kematian penderita,

menyebabkan pandangan ini berubah. Pada awal perjalanan penyakit DBD

tanda/gejalanya tidak spesifik. Oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan

waspada jika terdapat tanda/gejala yang mungkin merupakan awal perjalanan

penyakit DBD.

Apabila keluarga/masyarakat menemukan tanda/gejala di atas, maka

penderita segera diberi obat penurun panas golongan parasetamol. Beri kompres

hangat dan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit dan lain-lain. Jika

dalam dua hari panas tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti perdarahan

kulit (seperti gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan

segera di bawa berobat ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan (Puskesmas,

RS) atau sarana pelayanan kesehatan lain untuk segera mendapat pemeriksaan dan

pertolongan. Dokter atau petugas kesehatan yang menentukan penderita demam

Universitas Sumatera Utara


40

berdarah maka wajib dilaporkan dalam 1 kali 24 jam ke Puskesmas sesuai dengan

tempat tinggal penderita. Pelaporan resmi dilakukan dengan jalan mengirim

formulir pemeriksaan spesimen demam berdarah atau tanpa spesimennya kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Hal ini sesuai dengan Undang-

Undang No. 4 Tahun1984 (Depkes RI, 2010b).

Penanggulangan seperlunya adalah kegiatan untuk mencegah atau

membatasi penularan penyakit demam berdarah di rumah penderita/tersangka

demam berdarah dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan dapat menjadi sumber

penularan lebih lanjut. Jenis kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil

penyelidikan epidemiologi sebagai berikut (Depkes RI, 2010b):

a. Bila ditemukan penderita/tersangka demam berdarah lainnya atau

ditemukan satu atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan

ditemukan jentik, dilakukan penyemprotan (fogging focus) di rumah

penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter, 2 siklus dengan interval

1 minggu (siklus 1 untuk mematikan nyamuk Ae. aegypti yang ada dan

siklus II untuk mematikan nyamuk Ae.aegypti pada siklus 1 belum

menjadi nyamuk atau masih berstadium pupa), penyuluhan dan

penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk.

b. Bila ditemukan penderita tetapi tidak ditemukan jentik, dilakukan

penggerakan masyarakat dan penyuluhan.

c. Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik dilakukan

penyuluhan terhadap masyarakat. Penanggulangan lain yang dilakukan di

desa/kelurahan rawan dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu

Universitas Sumatera Utara


41

masyarakat untuk mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) dan

membatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain. Jenis kegiatan

disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut (Soegijanto,

2006).

1) Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir

setiap tahun terjangkit DBD maka dilakukan

a) Penyemprotan massal sebelum musim penularan yaitu penyemprotan yang

dilakukan di sebagian atau di seluruh wilayah Desa/Kelurahan rawan I

sebelum masa penularan untuk membatasi penularan dan mencegah KLB.

b) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan di tempat umum yaitu

pemeriksaan tempat-tempat penampungan air dan tempat

perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti yang dilakukan di rumah dan

tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiga bulan sekali untuk

mengetahui populasi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan

menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ).

c) Penyuluhan pada masyarakat.

2) Desa/kelurahan rawan II (sporadis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir

terjangkit demam berdarah tetapi tidak setiap tahun maka dilakukan

pemeriksaan jentik berkala dan penyuluhan pada masyarakat.

3) Desa/Kelurahan rawan III (potensial) yaitu apabila dalam tiga tahun

terakhir tidak pernah terjangkit penyakit demam berdarah tetapi

penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan

Universitas Sumatera Utara


42

wilayah lain dan persentase ditemukan jentik lebih dari 5%, maka

dilakukan:

a) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat umum akan tetapi

pemeriksaan di rumah di lakukan jika ada Desa/Kelurahan rawan I atau II

di kecamatan yang sama.

b) Penyuluhan kepada masyarakat

4) Desa/Kelurahan bebas yaitu desa/kelurahan yang tidak pernah terjangkit

demam berdarah dan ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut

atau yangketinggiannya kurang dari 1000 meter tetapi persentase rumah

yang ditemukan jentik kurang dari 5% maka dilakukan pemeriksaan jentik

berkala di tempat umum dan penyuluhan kepada masyarakat (Depkes RI,

2010b)

2.5.5. Pengendalian Demam Berdarah

1. Pengendalian Vektor DBD

Program pengendalian penyakit DBD dititik beratkan pada pengendalian

vektor demam berdarah (aedes aegypti) disamping itu kewaspadaan dini terdapat

kasus DBD perlu diakukan sedini mungkin untuk membatasi angka kematian.

Pengendalian vektor DBD yang tepat saat ini adalah dengan memutuskan mata

rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obatnya

masih dalam proses penelitian. Penyebaran vektor DBD sudah sangat luas

diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keadaan iklim, kemajuan

teknologi transportasi, mobilitas penduduk, urbanisasi dan perubahan iklim global

Universitas Sumatera Utara


43

dan infrastruktur penyediaan air bersih yang kondusif untuk perkembangbiakan

vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung pengendalian.

DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu

pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan

peran serta masyarakat termasuk lintas sektoral, lintas program, LSM, tokoh

masyarakat, pendidikan dan penyandang dana. Pegendalian vektor penyakit

menular termasuk vektor DBD. Harus berdasarkan pada data dan informasi

tentang bioekologi vektor situasi daerah termasuk sosial budaya setempat.

Beberapa pengendalian vektor antara lain dengan :

a. Kimiawi dengan insektisida dan larvasida

b. Biologi dengan menggunakan musuh alami seperti predator, bakteri dan

lain-lain.

c. Manipulasi lingkungan seperti pengelola atau meniadakan sumber nyamuk

yang terkenal dengan 3M plus atau gerakan PSN (pengendalian sarang

jentik nyamuk DBD)

d. Penerapan peraturan perundangan

e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektordan

f. Menerapkan prinsip pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai

Integrated Vektor Management (IVM).

2. Tatalaksana Kasus Demam Berdarah Dengue

Penderita yang datang dengan gejala atau tanda DBD maka dilakukan

pmeriksaan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


44

a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang

keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD.

b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan.

Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, perut dan paha.

c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan

darah, nadi, dan suhu)

d. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit atau nyeri pada

ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan dilambung.

e. Perabaan hati.

f. Uji torniquet (Rumple Lede).

g. Pemeriksaan laboratorium.

1) Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara semi

kuantitatif (tidak langsung), langsung (Rees-Ecker) dan cara lainnya sesuai

dengan kemajuan teknologi.

2) Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro hematokrit centrifuge.

Nilai normal hematokrit:

a) Anak-anak : 33-38 vol%

b) Dewasa laki laki : 40-48 vol%

c) Dewasa perempuan : 37-43 vol %

Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan estimasi nilai HT= 3 x kadar Hb. Diagnosis kerja DBD

ditegakkan bila dari hasil pemeriksaan didapatkan : dua kriteria klinis

Universitas Sumatera Utara


45

ditambah satu kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit)

(Setiawati, 2008)

2.5.6. Penataan Lingkungan

Penataan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya

pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi

kontak antara vektor dengan manusia adalah dengan melakukan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat

perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain rumah. Pencegahan

perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah adalah dengan cara

modifikasi lingkungan yaitu (Depkes RI, 2010b).

1. Perbaikan saluran air: apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanya

tersedia sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air tersebut

pada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkan

perkembangbiakan Ae.aegypti.

2. Talang air/tangki air bawah tanah atau sumber air bawah tanah anti

nyamuk: perindukan jentik Ae.aegypti termasuk di talang air/tangki air

bawah tanah bangunan dari batu (masonary), saluran pipa air, maka

strukturnya harus dibuat anti nyamuk. Pengelolaan lingkungan dapat

dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2004).

a. Mengeringkan instalasi penampungan air yaitu genangan air/kebocoran di

ruang berdinding batu, pipa penyaluran, katup, katup pintu air, kotak keran

hidran, meteran air dan lain-lain, akan dapat menampung air dan menjadi

tempat perindukan jentik Ae.aegyptibila tidak dirawat.

Universitas Sumatera Utara


46

b. Tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga yaitu sumber utama

perkembangbiakan Ae. Aegypti sebagian besar adalah wadah-wadah

penampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari

keramik, tanah liat dan bak semen, galon dan wadah-wadah yang lebih

kecil sebagai penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air

harus ditutup dengan penutup rapat atau kasa.

c. Vas bunga dan perangkap semut merupakan sumber perkembangbiakan

Ae.aegypti yang banyak dijumpai. Semua harus dilubangi sebagai lubang

pengeringan. Untuk vas bunga dapat diberi campuran pasir dan air.

Jambangan bunga dari kuningan, bukan merupakan tempat

perindukanlarva yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti

wadah dari kaca. Perangkap semut dapat dibubuhi garam atau minyak.

d. Diwadah tertentu lainnya yaitu alat pendingin air, wadah kondensasi air di

bawah kulkas dan pendingin ruangan harus secara teratur diperiksa,

dikeringkan dan dibersihkan

e. Pembuangan sampah padat: sampah padat seperti kaleng, botol, ember

atau sejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan

dikubur di dalam tanah.

f. Pembuangan ban merupakan ban bekas merupakan tempat

perkembangbiakan utama Aedes. Ban dapat didaur ulang untuk

menghasilkan barang-barang.

g. Mengisi lubang pagar: pagar atau pembatas pagar yang terbuat dari

tanaman berlubang seperti bambu harus dipotong pada ruasnya dan pagar

Universitas Sumatera Utara


47

beton harus dipenuhi dengan pasir, pecahan gelas, atau semen untuk

mengurangiperindukan Aedes.

Botol, kaca dan kaleng merupakan wadah penampung air yang harus

dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur-ulang untuk keperluan

industri. Pengawasan kualitas lingkungan adalah cara pemberantasan vektor DBD

melalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuan

untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.aegypti dari daerah

pemukiman penduduk. Kegiatan yang dilakukan adalah pengawasan kebersihan

lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan

tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali, penyuluhan

kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam kebersihan lingkungan

dan melalui gotong royong secara berkala, pemantauan kualitas menggunakan

indikator kebersihan dan indeks vektor DBD (Chandra, 2007)

2.5.7. Pencegahan Penularan DBD

Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat

dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dewasa merupakan cara terbaik mencegah

penyebaran virus dengue. Selain itu, repellen dapat digunakan untuk mencegah

gigitan nyamuk

1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), pemberantasan nyamuk dewasa

dapat dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan atau pengabutan,

yang sering disebut dengan istilah fogging) dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


48

insektisida. Insektisida yang dapat digunakan antara lain insektisida

golongan:

a. Organophospate, misalnya malathion

b. Pyretroid sintetic, misalnya lamda sihalotrin, cypermetrin, dan alfametrin

c. Carbamat

Alat yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin

ULV. Untuk membatasi penularan virus dengue, penyemprotan dilakukan

dua siklus dengan interval 1 minggu. Dalam waktu singkat, tindakan

penyemprotan dapat membatasi penularan virus dengue, akan tetapi

tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar

populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya (Depkes RI,

2005).

2. Pemberantasan Larva atau Jentik

Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti

yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

a. Fisik

Pemberantasan jentik secara fisik dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu:

1) Menguras (dan menyikat) Tempat Penampungan Air (TPA) seperti bak

mandi, bak WC dan lain-lain seminggu sekali secara teratur untuk

mencegah perkembangbiakan nyamuk di tempat tersebut. Pengurasan

Tempat Penampungan Air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-

Universitas Sumatera Utara


49

kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di

tempat tersebut.

2) Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, ember,

dan lain-lain)

3) Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas

(kaleng, ban dan lain-lain) yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, ditambah dengan cara lain seperti:

a) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnya yang sejenis seminggu sekali

b) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

c) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah

d) Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat penampungan air yang sulit

dikuras atau dibersihkan dan di daerah yang sulit air

e) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air

f) Memasang kawat kasa

g) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

h) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

i) Menggunakan kelambu

j) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

k) Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M Plus

b. Kimia

Menurut Widyastuti (2007), pengendalian jentik Aedes aegypti secara

kimia adalah dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik.

Universitas Sumatera Utara


50

Insektisida pembasmi jentik ini dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida

yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang

digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan adalah

1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) temephos untuk setiap 100

liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan

c. Biologi

Menurut Gandahusada (2008), pengendalian jentik secara biologi adalah

dengan menggunakan ikan pemangsa sebagai musuh alami bagi jentik.

Beberapa jenis ikan sebagai pemangsa untuk pengendalian jentik Aedes

aegypti adalah Gambusia affinis (ikan gabus), Poecilia reticulata (ikan

guppy), Aplocheilus panchax (ikan kepala timah), Oreochromis

mossambicus (ikan mujair) dan Oreochromis niloticus (ikan nila).

Penggunaan ikan pemakan larva ini umumnya digunakan untuk

mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti pada kumpulan air yang

banyak seperti kolam atau di kontainer air yang besar. Sedangkan untuk

kontainer air yang lebih kecil dapat menggunakan Bacillus thuringlensis

var. Israeliensis sebagai pemakan jentik.

2.6. Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Penular

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui kepadatan

populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di

beberapa rumah, seperti:

Universitas Sumatera Utara


51

1. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan

umpan manusia di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per

rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang

sama. Penangkapan nyamuk biasanya menggunakan alat yang bernama aspirator.

Setelah nyamuk ditangkap dan terkumpul, kemudian nyamuk dihitung dengan

menggunakan indeks biting/landing rate dan resting per rumah. Apabila ingin

diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan pembedahan perut

nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan ovariumnya dengan

menggunakan mikroskop.

2. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk

mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak

mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan

pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama ½-1 menit

untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil seperti vas

bunga, pot tanaman dan botol yang airnya keruh, maka airnya perlu

dipindahkan ke tempat lain

Universitas Sumatera Utara


52

d. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh,

maka digunakan senter.

Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes

aegypti adalah:

a. Angka Bebas Jentik (ABJ)

ABJ = Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik x 100%

Jumlah rumah yang diperiksa

b. House Index (HI)

HI = Jumlah rumah yang ditemukan jentik x 100%

Jumlah rumah yang diperiksa

c. Container Index (CI)

CI = Jumlah kountainer yang ditemukan jentik x 100%

Jumlah kountainer yang diperiksa

d. Breteau Index (BI)

Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam 100

rumah atau bangunan.

3. Survei Perangkap Telur (ovitrap)

Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana

misalnya potongan bambu, kaleng (seperti kaleng susu atau gelas plastik) yang

dinding bagian dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Masukkan

padel berupa potongan bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna

gelap sebagai tempat meletakkan telur nyamuk. Ovitrap diletakkan di dalam dan

Universitas Sumatera Utara


53

di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab. Setelah 1 minggu dilakukan

pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel (Depkes RI, 2010b)

4. Pencegahan dan Pengendalian Vektor Demam Berdarah

Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu

infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (Chayatin,

2009).

Pencegahan penyakit demam berdarah dapat dilakukan dengan cara

mengendalikan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama demam berdarah.

Pencegahan yang efektif seharusnya dilaksanakan secara integral bersama-sama

antara masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan. Hingga saat ini

pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan

untuk memberantas demam berdarah karena vaksin untuk mencegah dan obat

untuk membasmi virusnya belum tersedia. Sasaran pemberantasan demam

berdarah dapat dilakukan pada nyamuk dewasa dan jentik. Upaya pemberantasan

meliputi:

a. Pencegahan dengan cara menguras, menutup, dan mengubur atau dikenal

dengan gerakan 3 M

b. Pemberantasan vektor/nyamuk, penyemprotan/fogging fokus pada lokasi

yang ditemui kasus

c. Kunjungan ke rumah-rumah untuk pemantauan jentik dan abatisasi

d. Penyuluhan dan kerja bakti melakukan 3 M

Universitas Sumatera Utara


54

Kegiatan PSN DBD selain dilakukan dengan cara 3 M, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia juga mencanangkan 3 M plus yaitu 3 M

ditambah dengan:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnya yang sejenis seminggu sekali

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

3) Menutup lubang-lubang atau potongan bambu/pohon dengan tanah atau

yang lain

4) Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras

5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air

6) Memasang kawat kasa

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar

8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

9) Menggunakan kelambu

10) Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk (Depkes

RI, 2010b)

5. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh

petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) (Depkes RI,

2010b). Program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk

penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan

Universitas Sumatera Utara


55

memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat

perkembangbiakannya.

Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa

jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi

masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulang-

ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD diharapkan

masyarakat dapat melaksanakan PSN DBD secara teratur dan terus-menerus. Tata

cara pelaksanaan PJB yaitu:

a. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-tempat

umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), bukan Tempat

Penampungan Air (TPA) dan tempat penampungan air alamiah di dalam

dan di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan tentang

PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat

b. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat-tempat

umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian lanjutkan

dengan PSN DBD (3 M atau 3 M plus)

c. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan

petugas kebersihan tempat-tempat umum

d. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah/Bangunan yang

ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta pada Formulir Juru Pemantau

Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke puskesmas dan dinas yang terkait

lainnya (Depkes RI, 2010b)

6. Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara


56

Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau

meningkatkan kemandirian masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat hal

yang terutama adalah adanya partisipasi masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat

dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan

(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam

masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan

pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota

masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang

dilaksanakan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangatlah penting untuk

mencegah penyakit, meningkatkan usia hidup dan meningkatkan kesehatan

masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya upaya pengorganisasian

masyarakat yang pada hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau

sumber daya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri melalui upaya preventif,

kuratif, promotif dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010).

Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi

yang bersifat persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam

menemukan, merencanakan, serta memecahkan masalah dengan menggunakan

sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan

tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

antara lain menumbuhkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan

Universitas Sumatera Utara


57

kesehatan individu, kelompok dan masyarakat, meningkatkan kemauan yang

merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap untuk

meningkatkan kesehatan mereka dan menimbulkan kemampuan masyarakat untuk

mendukung terwujudnya perilaku sehat. Salah satu bentuk pemberdayaan

masyarakat adalah pembentukan jumantik. Jumantik merupakan warga

masyarakat setempat yang telah dilatih oleh petugas kesehatan mengenai penyakit

DBD dan upaya pencegahannya sehingga mereka dapat mengajak masyarakat

seluruhnya untuk berpartisipasi aktif mencegah penyakit DBD (Bencoolen, 2011).

2.7. Landasan Teori

Kerangka teori pada penelitian ini merupakan hubungan antara

pengetahuan, sikap, perilaku keluarga dengan upaya pengendalian penyakit

demam berdarah. Sebagai bagian dari tugasnya untuk menjaga kesehatan anggota

keluarganya agar tidak terinfeksi penyakit DBD, oleh karena itu keluarga perlu

menyusun dan menjalankan aktivitas-aktivitas dalam pengendalian penyakit DBD

pemeliharaan kesehatan. Semakin terdidiknya keluarga maka semakin baik

pengetahuan keluarga tentang pengendalian penyakit DBD. Keluarga dalam

mengadopsi perilaku harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku

tersebut bagi keluarganya. Keluarga akan melakukan pengendalian vektor DBD

dan melakukan tatalaksana kasus DBD dengan baik apabila keluarga tahu tujuan

dan manfaat bagi kesehatan keluarganya serta apa bahayanya bila tidak

melakukan dengan baik. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran

terhadap pengendalian penyakit DBD melalui pengetahuan tentang pengendalian

vektor DBD yang meliputi kimiawi, biologi, manajemen lingkungan,

Universitas Sumatera Utara


58

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pengendalian vektor terpadu (Integtated

Vektor Management /IVM). Oleh sebab itu upaya pengendalian penyakit demam

berdarah berhasil apabila adanya upaya pengendalian penyakit demam berdarah

atau tidak akan berhasil apabila tidak adanya keikut sertaan keluarga dalam upaya

pengendalian penyakit demam berdarah

Masyarakat sebaiknya selalu memperhatikan kondisi Tempat

Penampungan Air (TPA) yang digunakan untuk menampung air sehari-hari

apakah sudah memiliki penutup atau jika sudah memiliki penutup agar

memperhatikan kondisi penutup berada dalam kondisi yang baik. Selain itu,

masyarakat juga harus selalu memperhatikan kebersihan TPA dan rutin (seminggu

sekali) melakukan 3M walaupun Tempat Penampungan Air (TPA) sudah berada

dalam kondisi tertutup (Erniwati, 2014)

Tempat Penampungan Air (TPA) terdiri dari tempat penampungan air

dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat penampungan air

dalam rumah yaitu ember/baskom, gentong, tempayan dan bak mandi/wc.

Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu kaleng vas bunga, kolam

ikan, dan lain-lain. Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar

rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan

tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi

nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD. Salah satu tempat

penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak mandi/wc.

Menguras tempat penampungan air tersebut minimal sekali dalam seminggu dapat

mengurangi tempat berkembagbiaknya larva Aedes aegytpi (Bustan, 2007)

Universitas Sumatera Utara


59

2.8. Kerangka Teori

Pemberantasan DBD

Nyamuk dewasa Jentik

Dengan insektisida Fisik Kimiawi Biologi

Surveilans: Preventif: Promotif:


1. Identifikasi sarang Pemberantasan Mengajarkan
nyamuk Sarang Nyamuk kepada masyarakat
2. Menghitung (PSN) dengan 3M tentang Perilaku
kepadatan jentik plus Hidup Bersih dan
dengan rumus ABJ Sehat (PHBS)

Peningkatan Angka Bebas


Jentik (ABJ)

Jentik Nyamuk
1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari (misalnya
bak mandi, bak WC, drum, bak penampungan air, ember)
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
(misalnya tempat minum hewan, barang-barang bekas, vas
bunga, penampungan dispenser, penampungan kulkas)
3. Tempat penampungan air alamiah (misalnya lubang pohon,
pelepah daun/pohon, tempurung kelapa, potongan bambu)

Perilaku dalam Kejadian Demam Berdarah (+)


Pemberantasan Demam
Berdarah Kejadian Demam Berdarah (-)

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2010b; Soegijanto, 2006; Notoatmodjo,

2010.

Universitas Sumatera Utara


60

2.9. Kerangka Konsep

Dari hasil tinjauan teoritis dan tinjauan kepustakaan maka disimpulkan

kerangka konsep adalah analisis perilaku keluarga dan keberadaan jentik pada

rumah dengan kejadian demam berdarah di Lingkungan XX Kelurahan Helvetia

Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 sebagai berikut:

Perilaku Keluarga
1. Pengetahuan
2. Sikap Demam Berdarah
3. Tindakan (+)

Keberadaan Jentik Pada Rumah Demam Berdarah


1. Tempat penampungan air untuk
(-)
keperluan sehari-hari
2. Tempat penampungan air bukan
untuk keperluan sehari-hari
3. Tempat penampungan air alamiah

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai