Abstrak
Penurunan kesadaran pada pasien cedera kepala berat akan menimbulkan risiko gangguan jalan napas sehingga perlu
dilakukan intubasi endotrakeal untuk mempertahankan perfusi otak. Suctioning diperlukan untuk mempertahankan
oksigenasi tetapi dapat menimbulkan penurunan saturasi oskigen, peningkatan TIK dan trauma jalan nafas. Tekanan
suction yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi penurunan saturasi oksigen pada klien cedera kepala berat.
Penelitian Quasi experiment ini bertujuan mengetahui perbedaan saturasi oksigen pada pasien cedera kepala setelah
dilakukan suctioning pada tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg. Desain penelitian menggunakan one group
pre test and post test without control, yang dilakukan pengukuran berulang. Hasil penelitian didapatkan semakin tinggi
penggunaan tekanan suction maka akan semakin terjadi penurunan saturasi oksigen. Hasil penelitian ini diharapkan
menjadi panduan dalam melakukan suction pada pasien cedera kepala berat dengan memerhatikan saturasi oksigen.
Kata kunci: Cedera kepala berat, hiperoksigenasi, suctioning, saturasi oksigen, & tekanan suction.
Abstract
Rather maintaining adequate airway patency, suctioning may pose risk of developing diminished oxygen
saturation among patient with severe head injury. Patients may also experience intra cranial pressure (ICP)
and airway trauma. Therefore, providing appropriate pressure of suction machine is needed to overcome those
problems particularly to reduce risk of diminished oxygen saturation. This quasi-experimental study aimed to
determine differences in oxygen saturation among patients with head injury after suctioning with three different
pressures: 100 mmHg, 120 mmHg and 150 mmHg. The study design used one group pretest and post-test
without control that performed with repeated measurements. Findings suggest higher pressure of suctioning
tends to decrease their oxygen saturation. Results are expected to provide best practice to conduct suctioning
for patients with severe head injury and maintaining oxygen saturation after hyper oxygenation action.
Key words: Hyperventilation, oxygen saturation, severe head injury, suctioning, and suction pressure.
Tekanan suction
Post test 1 :
Hiperoksi Pre test 1 : 100 mmHg
saturasi oksigen
generasi saturasi oksigen selama 15 detik
Tekanan suction
Hiperoksi Pre test 2 : Post test 2 :
120 mmHg
generasi saturasi oksigen saturasi oksigen
selama 15 detik
Tabel 1 Nilai Saturasi Oksigen Sebelum Suctioning dengan Tekanan 100 mmHg, 120 mmHg
dan 150 mmHg di Ruang NCCU 2013
Saturasi Oksigen (%)
Tekanan
Suction Min Max Rata-Rata SD p Value
Tabel 2 Nilai Saturasi Oksigen Sebelum dan Setelah Suctioning dengan Tekanan 100 mmHg,
120 mmHg dan 150 mmHg di Ruang NCCU 2013
Tindakan dan tekanan Saturasi Oksigen (%)
suction
Mean + SD pre Mean + SD post p value
Pre & Post pd tekanan 99.90 + 0.301 98.71 + 0.463 0,0001
100 mmHg
Pre & Post pd tekanan 99,95 + 0.218 97.33 + 0.577 0,0001
120 mmHg
Pre & Post pd tekanan 99,95 + 0.218 96.05 + 0.669 0,0001
150 mmHg
Tabel 3 Nilai Saturasi Oksigen Setelah Suctioning dengan Tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan
150 mmHg di Ruang NCCU 2013
Tekanan Saturasi Oksigen (%)
Suction Min Max Rata-Rata SD p Value
100 mmHg 98 99 98.71 0.463
120 mmHg 96 98 97.33 0.577 0.0001
150 mmHg 95 97 96.05 0.669
mencegah terjadinya hipoksia otak yang akan suctioning (setelah tindakan hiperoksigenasi)
menyebabkan kematian neuron yang dapat pada tekanan 100 mmHg, tekanan 120
terjadi 5 menit awitan hipoksemia. Semua mmHg dan tekanan 150 mmHg tidak
responden mendapatkan terapi oksigen, tetapi menunjukkan perbedaan yang bermakna,
terdapat dua metode pemberian oksigen yang hal ini terbukti setelah dilakukan levene test
berbeda pada 21 responden tersebut, yaitu yang menunjukkan nilai p= 0, 367. Penelitian
16 responden mendapatkan terapi oksigen T yang dilakukan oleh Smith et al. (1987) yang
Piece dengan aliran 5 L/menit dan responden menyatakan tidak terdapat perbedaan yang
mendapatkan terapi oksigen menggunakan bermakna pada dua protokol hiperoksigenasi
ventilator mode pressure support dengan sebelum dilakukan suction antara pemberian
FiO2 : 35 % –75 %, PEEP : 5–8 cmH2O FiO2 100 % pada ventilator dan pemberian
dan IPL : 6–10 cmH2O. Peneliti sulit untuk 10 liter/menit dengan menggunakan bag
mendapatkan ketiga komponen tersebut valve mask dengan reservoir (p > 0,05) pada
dalam keadaan sama, sehingga ini merupakan pasien yang terpasang ventilator, dimana
suatu keterbatasan penelitian, walaupun kedua protokol tersebut dapat meningkatkan
setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis pada saturasi hingga 100 % yang dapat mencegah
dua metode pemberian oksigen tersebut hipoksemia pasca suctioning (Hahn. , 2010;
(ventilator dan T Piece) terhadap saturasi American Association for Respiratory Care,
oksigen setelah suctioning, didapatkan p> 2010).
0,05 dimana tidak terdapat perbedaan yang Penelitian yang dilakukan oleh Oh
bermakna saturasi oksigen setelah suctioning dan Seo (2003), tindakan hiperoksigenasi
pada pasien yang mendapatkan terapi oksigen sebelum suctioning dapat menurunkan angka
T Piece dan Ventilator dengan penggunaan kejadian hipoksemia akibat suction sebesar
tekanan suction 100 mmHg, 120 mmHg dan 32 %, sedangkan tindakan hiperoksigenasi
150 mmHg. yang dilakukan sebelum dan setelah
Teknik suction yang digunakan pada suctioning dapat menurunkan angka kejadian
penelitian ini adalah open suction, dimana hipoksemia akibat dari suctioning sebesar 49
teknik open suction pada pasien yang %. Prosedur hiperoksigenasi pada penelitian
terpasang ventilator ketika sambungan ini dilakukan sebelum dan setelah suctioning
antara ETT dengan selang Y pada ventilator guna mencegah terjadinya hipoksemia akibat
terputus, menyebabkan tekanan jalan nafas dari suctioning tersebut.
menurun mendekati tekanan atmosfir Ukuran kateter suction yang digunakan
sebelum suctioning berlangsung sehingga pada penelitian ini berdasarkan pada rumus :
tidak terdapat perbedaan tekanan jalan nafas Fr=(Ukuran ETT – 1) x 2, hal ini berdasarkan
pada pasien yang terpasang ventilator dan pada penelitian Hahn (2010), dimana rumus
tidak terpasang ventilator bila menggunakan yang digunakan tersebut menghasilkan
teknik open suction (Almgren, Wickerts, ukuran kateter suction kurang dari setengah
Heinonen, & Hogman, 2003). diameter ETT dan mempunyai kemampuan
Nilai saturasi oksigen sebelum dilakukan evakuasi sekresi lebih baik bila dibandingkan
suction (setelah tindakan hiperoksigenasi) dengan penerapan rumus yang lain (Fr=
pada tekanan 100 mmHg, tekanan 120 mmHg <Ukuran ETT–2> x 2).
dan tekanan 150 mmHg terbanyak pada nilai Nilai saturasi oksigen setelah suctioning
100 %, hal ini disebabkan karena adanya pada tekanan 100 mmHg menunjukkan nilai
tindakan hiperoksigenasi yang dilakukan minimal 98 %, pada tekanan 120 mmHg
selama 2 menit. Tindakan hiperoksigenasi dengan nilai minimal 96 % dan pada tekanan
dilakukan dengan cara memberikan oksigen 150 mmHg menunjukkan nilai minimal 95 %.
100 % melalui pemberian FiO2 100 % Terlihat perbedaan nilai saturasi oksigen pada
(pada pasien yang terpasang ventilator) atau penggunaan ketiga tekanan suction tersebut,
dengan pemberian oksigen menggunakan hal ini hal ini didukung dengan hasil uji
bag valve mask dengan reservoir pada aliran Friedman p = 0,0001. Selain itu pula terlihat
10 liter/menit (pada pasien yang terpasang T semakin besar penggunaan tekanan suction
Piece). Saturasi oksigen sebelum dilakukan yang digunakan pada saat suctioning maka
akan semakin besar terjadi penurunan nilai oksigen hingga 5 %. Bila terdapat pasien
saturasi oksigen, hal ini tergambar pada nilai cedera kepala yang mempunyai nilai saturasi
rata-rata saturasi oksigen setelah suctioning oksigen < 95 % walaupun telah dilakukan
pada masing-masing tekanan suction yg tindakan hiperoksigenasi dan harus dilakukan
digunakan. suctioning karena terdapat mukus pada
Nilai saturasi oksigen sebelum dan saluran nafas, maka dapat digunakan tekanan
setelah suctioning pada tekanan 100 mmHg suction 100 mmHg guna mengevakuasi
mengalami penurunan hingga 2 %, pada sekret yang ada di saluran nafas juga risiko
tekanan 120 mmHg mengalami penurunan penurunan saturasi oksigen yang terjadi
hingga 4% dan pada penggunaan tekanan akibat suctioning dapat seminimal mungkin.
150 mmHg mengalami penurunan hingga Penggunaan tekanan suction 100 mmHg,
5 %. Secara keseluruhan dapat disimpulkan 120 mmHg dan 150 mmHg, berdampak
bahwa terdapat perbedaan nilai saturasi pula pada kemampuan evakuasi mukus pada
oksigen sebelum dan setelah suctioning pada jalan nafas. Hal ini terlihat pada jumlah fase
penggunaan tekanan 100 mmHg, 120 mmHg suction yang dilakukan dalam satu periode
dan 150 mmHg, hal ini didukung dengan hasil suction. Penggunaan tekanan suction 100
uji Wilcoxon untuk ketiga tekanan adalah p mmHg, jumlah fase suction yang terbanyak
= 0,0001. Secara umum penggunaan ketiga adalah 3–4 kali (66,7 %) dalam satu periode
tekanan tersebut tidak menyebabkan nilai evakuasi mukus. Pada penggunaan tekanan
saturasi jatuh di bawah normal (SaO2 ≥ 95 suction 120 mmHg, jumlah fase suction yang
%). terbanyak adalah 3–4 kali (61,9 %) dalam satu
Penelitian yang dilakukan oleh Cereda et periode evakuasi mukus. Penggunaan tekanan
al. (2001), pada penggunaan tekanan suction suction 150 mmHg, jumlah fase suction yang
100 mmHg akan menyebabkan kehilangan terbanyak adalah 1–2 kali (90,5 %) dalam
volume udara pada paru hingga 1200 ml satu periode evakuasi mukus. Disini terlihat
terutama dengan menggunakan teknik open bahwa semakin besar tekanan suction yang
suction, demikian pula dengan penelitian digunakan maka semakin rendah jumlah fase
yang dilakukan oleh Fernandez et al. (2004), suction yang dibutuhkan dalam satu periode
bahwa penggunaan tekanan suction 150 evakuasi mukus. Hal ini didukung dengan
mmHg dapat menyebabkan kehilangan udara hasil penelitian yang dilakukan oleh Lasocki
paru sebesar 1,281 + 656 ml. Semakin besar et al. (2006), yang mana penggunaan tekanan
tekanan suction maka semakin besar jumlah negatif suction yang semakin besar akan
udara yang terisap dari paru-paru, hal ini akan meningkatkan kemampuan pengangkutan
berdampak pada penurunan jumlah oksigen (removal) mukus dari jalan nafas tetapi
yang akan berdifusi dari alveoli ke kapiler terjadi juga peningkatan kehilangan volume
paru dan berikatan dengan hemoglobin yang paru terutama pada teknik open suction (p =
kemudian akan terlihat pada penurunan nilai 0,02).
saturasi oksigen. Penelitian yang dilakukan oleh Day,
Penerapan tekanan suction 100 mmHg Farnell, Haynes, Wainwright, dan Bernett
dapat dilakukan pada setiap suctioning (2002), memberikan rekomendasi sebaiknya
terutama pada pasien cedera kepala berat yang jumlah fase dalam satu periode evakuasi
nilai saturasinya 97–100 %, karena tekanan mukus adalah tidak lebih dari 3 kali karena
suction 100 mmHg hanya dapat menurunkan akan potensial meningkatkan terjadi
saturasi oksigen sebanyak 2 %. Penerapan komplikasi dari suction diantaranya trauma
tekanan suction 120 mmHg dapat digunakan pada mukosa jalan nafas. Demikian pula
pada pasien cedera kepala dengan saturasi dengan Glass dan Grap (1995), menganjurkan
oksigen 99–100 %, karena pada penggunaan untuk tidak melakukan lebih dari tiga fase
tekanan ini dapat menurunkan saturasi suction dalam satu episode suctioning karena
oksigen hingga 4 % dan tekanan suction dapat menyebabkan cedera pada saluran
150 mmHg dapat diterapkan pada saturasi nafas.
oksigen 100 %, karena pada penggunaan Perubahan tanda-tanda vital sebelum
tekanan ini dapat menurunkan saturasi suctioning merupakan salah satu indikasi dari
adanya mukus pada saluran nafas, dimana dari meningkatnya tekanan intratorakal yang
saat mukus menutup sebagian saluran nafas menyebabkan hambatan pada fase pengisian
maka terjadi penurunan tidal volume yang atrium (peningkatan tekanan intraatrium),
berdampak pada penurunan saturasi oksigen, sehingga terjadi peningkatan tekanan
sehingga tubuh melakukan kompensasi preload. Peningkatan tekanan darah sistolik
dengan peningkatan frekuensi pernafasan dan diastolik mengakibatkan meningkatnya
dan peningkatan denyut jantung (Schell tekanan arteri rata-rata (MAP) (Guyton &
& Puntilo, 2006; Potter & Perry, 2010). Hall, 2010; Almgren, Wickerts, Heinonen, &
Responden pada penelitian ini menunjukkan Hogman, 2003).
tanda-tanda vital dalam batas normal, tetapi Peningkatan tanda-tanda vital ini telah
pencatatan menunjukkan peningkatan diidetifikasi pada penelitian yang dilakukan
tanda-tanda vital (terutama denyut jantung oleh lucchini et al. (2012), setelah suctioning
dan frekuensi pernafasan) akibat adanya terjadi peningkatan denyut jantung sebanyak
sekresi pada saluran nafas (indikasi suction) 2,93 % (p = 0,02). Demikian pula dengan
yang menyebabkan rangsangan batuk dan penelitian yang dilakukan oleh Stone et al.
penurunan saturasi oksigen. (1998), dimana terjadi peningkatan tekanan
Penelitian ini, yang mana pasien cedera arteri rata-rata, cardiac output dan tekanan
kepala yang mendapatkan suctioning pada arteri pulmonal setelah suctioning (p=
tekanan 100 mmHg, 120 mmHg maupun pada 0,0001).
tekanan suction 150 mmHg juga mengalami American Association for Respiratory Care
perubahan pada tanda-tanda vital. Perubahan (2010), menganjurkan untuk selalu melakukan
yang terjadi terutama pada tekanan darah pengaturan tekanan sebelum suctioning
sistolik, peningkatan tekanan darah diastolik, dilakukan dengan cara menutup ujung
peningkatan tekanan arteri rata-rata (Mean selang yang menghubungkan kateter suction
Arterial Pressure) dan peningkatan frekuensi dengan tempat penampung mukus kemudian
denyut jantung dan frekuensi pernafasan. tekanan yang dianjurkan (100 mmHg–150
Perubahan pada tanda-tanda vital ini mmHg) diatur dengan memutar pengatur
disebabkan karena ketika kateter suction tekanan (vacum regulator) yg terdapat pada
yang menyentuh karina (reseptor batuk), alat suction control. Penggunaan tekanan
sehingga menstimulasi pasien untuk suction yang berlebihan (> 150 mmHg)
batuk. Ketika proses batuk terjadi, maka dapat menyebabkan penurunan saturasi
terjadi inspirasi dalam secara cepat dengan oksigen, trauma pada jalan nafas hingga
demikian terjadi peningkatkan tekanan menyebabkan kolaps alveoli. Penelitian yang
intratorakal, otot abdomen kontraksi dilakukan oleh Leur, Zwapeling, Loef, dan
dan kontraksi otot interkostalis internus, Schans (2003), menyatakan penggunaan
menyebabkan diafragma naik dan tekanan tekanan suction 200–400 mmHg dapat
paru-paru meningkat (sampai dengan 100 menyebabkan kerusakan mukosa jalan nafas,
mmHg) dan kemudian terjadi pengeluaran memperpanjang hari rawat hingga berakibat
udara (ekspirasi) yang cepat dan keras fatal yakni menimbulkan kematian.
(kecepatan udara yang diciptakan 16.000–
24.000 cm/menit). Peningkatan frekuensi
pernafasan akibat dari ketidakteraturan pada Simpulan
pola pernafasan (inspirasi dan ekspirasi yg
cepat) karena adanya respon batuk (akibat Terdapat perbedaan yang bermakna nilai
stimulus reseptor batuk oleh kateter suction saturasi oksigen setelah suction dengan
yg menyentuh karina). Peningkatan tekanan tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan 150
darah sistolik akibat dari peningkatan mmHg. Penggunaan tekanan suction 100
afterload yang diakibatkan dari peningkatan mmHg terbukti menyebabkan penurunan
tekanan intraabdomen yang menstimulasi saturasi oskigen yang paling minimal bila
untuk meningkatkan stroke volume guna dibandingkan dengan tekanan 120 mmHg
menjamin cardiac output yang adekuat. dan 150 mmHg.
Peningkatan tekanan darah diastolik akibat Ketiga penggunaan tekanan suction (100
mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg) tidak Basuki, A & Dian, S. (2009). Kedaruratan
menyebabkan penurunan saturasi oksigen Neurologi. Bandung. Ilmu Penyakit Saraf FK
> 5 %, sehingga dapat digunakan pada UNPAD.
pasien cedera kepala yang memiliki nilai
saturasi oksigen 100 % (setelah tindakan Berman, A. Snyder, S. Kozier, B. & Erb,
hiperoksigenasi). Penggunaan ketiga tekanan G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan
tersebut suction memertimbangkan kondisi Klinis, Edisi 5. Terjemahan Eny meiliya, Esty
pasien terutama nilai saturasi oksigen dan Wahyuningsih, Devi Yulianti, & Fruriolina
jumlah produksi mukus. Ariani. Jakarta: PT. EGC.
Penggunaan tekanan suction dilahan
praktik dapat diterapkan berdasarkan hasil Cereda, et al. (2001). Closed System
penelitian yang menunjukkan tekanan suction Endotracheal Suctioning Maintains
100 mmHg dapat menurunkan saturasi Lung Volume During Volume Controlled
oksigen yang minimal, sehingga lebih tepat Mechanical Ventilation. Intensive Care
digunakan pada pasien cedera kepala yang Medicine. Volume 27. Melalui www.ncbi.
membutuhkan suctioning dengan saturasi nlm.nih.gov/pubmed/11398690. Diakses
oksigen setelah hiperoksigenasi < 95 %. pada tanggal 1/02/13.
Sebaiknya lakukan tindakan
hiperoksigenasi selama 1–3 menit sebelum Day, T., Farnell, S., Haynes, S., Wainwright,
dan setelah suctioning guna mencegah S., & Bernett, J.W. (2002). Tracheal
terjadinya penurunan saturasi oksigen Suctioning : an Exploration of Nurses’
kurang dari 95 %. Satu fase suctioning pada Knowledge and Competence In Acute and
pasien dewasa tidak boleh melebihi dari 15 High Depedency Ward Areas. Melalui http://
detik karena akan menyebabkan penurunan web.ebscohost.com/ehost/19. Diakses pada
saturasi pasien kurang dari 95 %. tanggal 1/02/13.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai hubungan PEEP dan tekanan Fernandez, et al. (2004). Changes in Lung
suction pada teknik close suction terhadap Volume With Threesystems of Endotracheal
saturasi oksigen pada pasien yang terpasang Suctioning With and Without Preoxygenation
ventilator. in Patients With Mild to Moderate Lung
Failure. Intensive Care Medicine Volume
30. Melalui www.ncbi.nlm.nih.gov/
Daftar Pustaka pubmed/15480564. Diakses pada tanggal
1/02/13.
Almgren, B., Wickerts, CJ., Heinonen,
E., & Hogman, M. (2004). Side Effects Glass, C.A. & Grap, M.J. (1995). Ten Tips
of Endotracheal Suction in Pressure and for Safer Suctioning. Advanced Journal of
Volume Controlled Ventilation. Chestjournal. Nursing Volume 5. Melalui www.ncbi.nlm.
org. Melalui http://www.google.co.id. nih.gov/pubmed/7733173. Diakses pada
chestjournal.chest diakses pada 1/02/13. tanggal 1/02/13.
American Association for Respiratory Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2010. Buku Ajar
Care. (2010). Endotracheal Suctioning Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati
of Mechanically Ventilated Patients With Setyawan, LMA Ken Ariata Tengadi dan
Artificial Airways 2010. AARC Clinical Alex Santoso, Edisi 9. Jakarta: PT. EGC.
Practice Guidelines. Melalui http://www.
apicwv.org/docs/1.pdf. Diakses pada tanggal Hahn, M. (2010). 10 Consideration for
1/02/13. Endotracheal Suctioning. rtmagazine.com.
Melalui http://web.ebscohost.com/ehost/
Basford, L & Slevin, O. (2006). Teori dan pdfviewer/19. Diakses pada tanggal 1/2/13.
Praktik Keperawatan Pendekatan Integral
Pada Asuhan Pasien. Jakarta: PT. EGC. Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2010).
Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik,