Anda di halaman 1dari 247

MATERI INTI 1

PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG USIA SEKOLAH DAN REMAJA

I. Deskripsi Singkat

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik anak; seperti pertambahan panjang


badan, berat badan dan lingkar kepala. Yang mana hal ini erat kaitannya dengan status gizi
anak tersebut. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi-fungsi
individu antara lain: kemampuan gerak kasar dan halus, pendengaran, penglihatan,
komunikasi, bicara, emosi-sosial, kemandirian, intelegensia bahkan perkembangan moral.
Usia sekolah dan remaja adalah periode pertumbuhan pesat kedua setelah golden period,
yang mana bila ditemukan permasalahan didalamnya dapat berdampak pada prestasi
belajar anak disekolah.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
pasal 28 ayat 1 dikatakan “setiap anak usia sekolah dan remaja harus diberikan pelayanan
kesehatan” sedangkan di ayat 2 dikatakan “pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan
remaja sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan paling sedikit melalui Usaha Kesehatan
Sekolah dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja”.

Selain itu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas menyatakan bahwa pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
merupakan upaya kesehatan masyarakat esensial. Peraturan tersebut menyatakan bahwa
upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk
mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.

Pada materi inti 1 ini, ruang lingkup materi pemantauan tumbuh kembang anak usia
sekolahdan remaja yang akan dibahas meliputi perubahan fisik, perkembangan jiwa pada
remaja, masalah terkait tumbuh kembang remaja, melakukan pemeriksaan kesehatan dan
tindak lanjut penjaringan kesehatan.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, peserta mampu melakukan pemantauan
tumbuh kembang anak usia sekolah dan remaja dan tindak lanjutnya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan penilaian perubahan fisik pada anak usia sekolah dan remaja
2. Melakukan penilaian perkembangan jiwa pada anak usia sekolah dan remaja
3. Melakukan penilaian kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah dan remaja
4. Melakukan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala
5. Melakukan tindak lanjut pemantauan tumbuh kembang anak usia sekolah dan
remaja.

1
III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:

Pokok bahasan 1. Penilaian perubahan fisik pada anak usia sekolah dan remaja
Sub pokok bahasan:
a. Pertumbuhan fisik anak usia sekolah dan remaja
b. Penilaian pertumbuhan fisik remaja

Pokok bahasan 2. Penilaian perkembangan jiwa pada anak usia sekolah dan remaja.
Sub pokok bahasan:
a. Perkembangan jiwa
b. Permasalahan remaja
c. Penilaian kesehatan jiwa

Pokok bahasan 3. Penilaian kesehatan reproduksi


Sub pokok bahasan:
a. Organ reproduksi
b. Konsepsi dan kehamilan remaja
c. Kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab

Pokok bahasan 4. Penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala


Sub pokok bahasan:
a. Persiapan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala
b. Informed consent
c. Pemeriksaan menggunakan kuesioner
d. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala
e. Jenis-jenis alat bantu dasar pada anak usia sekolah dan remaja dengan disabilitas

Pokok bahasan 5. Tindak lanjut pemantauan tumbuh kembang


Sub pokok bahasan:
a. Pencatatan pelaporan pemantauan tumbuh kembang
b. Tindak lanjut hasil pemantauan tumbuh kembang

IV. Bahan Belajar

Dalam proses pembelajaran modul ini, peserta dapat menggunakan bahan belajar berikut:
▪ Kementerian Kesehatan RI, 2015, Buku Petunjuk Teknis Penggunaan Buku Rapor
Kesehatanku
▪ Kementerian Kesehatan RI, 2015, Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan dan
Pemeriksaan Berkala Di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
▪ Kementerian Kesehatan RI, 2014, Modul Pelatihan Penjaringan Kesehatan.
▪ Bahan Presentasi

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 33 jam pelajaran (T=4, P=9, PL=20)
@45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.

2
Langkah 1.
Pengkondisian

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan judul materi yang akan
disampaikan.
2. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran
umum, tujuan pembelajaran khusus, pokok bahasan dan sub pokok bahasan pada sesi
ini.

Langkah 2.
A. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 1. Penilaian Perubahan Fisik Pada
Usia Sekolah dan Remaja.

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi penilaian perubahan fisik pada usia sekolah dan remaja
dengan menggunakan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman peserta mengenai perubahan fisik pada usia
sekolah dan remaja dengan memberikan pertanyaan, yaitu :1) percepatan pertumbuhan
(growth spurt) pada anak laki-laki usia sekolah dan remaja, 2) percepatan pertumbuhan
(growth spurt) pada anak perempuan usia sekolah dan remaja
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai
4. Fasilitator mengajak peserta untuk memulai diskusi kelompok untuk membahas materi
perubahan fisik pada remaja dengan langkah kegiatan sebagai berikut:
Langkah kegiatan diskusi kelompok :
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 2 kelompok yaitu “Kelompok Laki-laki” dan
“Kelompok Perempuan”.
b. Fasilitator membagikan kertas metaplan yang berbeda warna kepada masing masing
kelompok.
c. Fasilitator meminta kepada peserta untuk menuliskan perubahan fisik usia sekolah
dan remaja laki-laki dan perempuan dan menempelkan kertas metaplan pada papan
flip chart.
d. Masing-masing kelompok mempesentasikan hasil tempelan metaplan tentang
perubahan fisik usia sekolah dan remaja laki-laki dan perempuan.
5. Fasilitator memberikan kasus kepada kelompok untuk didiskusikan (Lampiran 1)
6. Fasilitator mengajak peserta menilai perubahan fisik dan skala tanner
a. Fasilitator membagikan contoh kasus laki dan perempuan, lembar kurva pertumbuhan
dan lembar skala Tanner
b. Fasilitator meminta peserta mengisi kurva pertumbuhan dan skala Tanner sesuai
dengan gambaran kasus
c. Fasilitator meminta peserta mempresentasikan hasil penilaian dan merencanakan
tindak lanjut
d. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.
e. Fasilitator memberikan tips mengenali masalah pertumbuhan pada remaja

B. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 2. Penilaian Perkembangan Jiwa


Pada Usia Sekolah dan Remaja.

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi penilaian perkembangan jiwa pada anak usia sekolah
dan remaja dengan bahan tayang.

3
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai perkembangan jiwa pada anak usia sekolah dan remaja dengan pertanyaan,
yaitu : 1) pengelompokkan remaja berdasarkan karateristik perubahan psikososial; 2)
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah perkembangan jiwa remaja
3. Fasilitator mengajak peserta untuk memulai diskusi kelompok untuk membahas materi
penilaian perkembangan jiwa pada usia sekolah dan remaja dengan langkah kegiatan
sebagai berikut:
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok (Lampiran 2)
b. Fasilitator memberikan masing-masing kelompok contoh pengisian kuesioner SDQ
kelompok umur 4-10 tahun, SDQ 11-18 tahun, kuesioner modalitas belajar dan
kuesioner dominasi otak
c. Fasilitator meminta kepada kelompok untuk mempresentasikan hasil penilaian dan
merencanakan tindak lanjutnya
d. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau
tanggapan yang sesuai
e. Fasilitator memberikan tips mengenali remaja yang memiliki masalah mental
emosional, kesulitan bersosialisasi, kesulitan belajar atau tidak nyaman di sekolah.

C. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3. Penilaian Kesehatan Reproduksi


Pada Usia Sekolah dan Remaja

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi penilaian kesehatan reproduksi dengan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai kesehatan reproduksi, yaitu : 1) organ dan fungsi organ reproduksi laki-laki
dan perempuan, 2) penjelasan mengenai konsepsi dan kehamilan, 3) Maksud dari
kesehatan reproduksi yang bertanggungjawab.
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai
4. Fasilitator meminta peserta untuk praktek penggunaan celemek dan phantom dengan
langkah langkah sebagai berikut :
Langkah praktek perubahan organ reproduksi dan penggunaan celemek dan
phantom :
a. Fasilitator meminta 4 orang peserta latih yang terdiri dari 2 orang laki laki dan 2 orang
perempuan sebagai relawan untuk berdiri di depan kelas
b. Fasilitator meminta untuk memakai celemek kepada salah satu dari relawan laki laki
dan salah satu dari relawan perempuan, dan membawa phantom kesehatan
reproduksi pada relawan lainnya, phantom laki laki untuk laki laki dan perempuan
untuk perempuan.
c. Relawan yang memegang phantom, meletakkan phantom dimeja, kemudian
menerangkan gambar pada celemek kepada seluruh peserta latih, bergantian antara
laki laki dan perempuan, fasilitator mengklarifikasi apabila ada informasi yang tidak
sesuai.
d. Relawan yang memakai celemek menerangkan cara menggunakan phantom yang
dipegang relawan kedua kepada peserta latih, fasilitator mengklarifikasi apabila ada
informasi yang tidak sesuai.
e. Fasilitator menyampaikan informasi bahwa perkembangan organ reproduksi sangat
mempengaruhi kehidupan remaja
f. Fasilitator juga menerangkan materi tentang konsepsi dan kehamilan dengan alat
bantu celemek dan phantom yang dipegang relawan
5. Fasilitator menjelaskan penjaringan kesehatan untuk menilai kesehatan reproduksi
dengan meminta peserta melakukan simulasi:
a. Fasilitator memberikan contoh pengisian kuesioner kespro berdasarkan jawaban
remaja perempuan (2 jenis) dan remaja laki-lak (2 jenis)

4
b. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok
c. Fasilitator meminta kepada kelompok untuk mempresentasikan hasil penilaian dan
merencanakan tindak lanjutnya
d. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau taggapan
yang sesuai
e. Fasilitator memberikan tips mengenali remaja yang memliki masalah kesehatan
reproduksi: kehamilan/ IMS/ kekerasan seksual.

D. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 4. Penjaringan Kesehatan dan


Pemeriksaan Berkala.
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi penjaringan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
berkala dengan bahan tayang
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai penjaringan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu1) jenis-jenis
pemeriksaan yang terdapat dalam penjaringan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
berkala, 2) tehnik menentukan status gizi remaja, 3) hubungan status gizi remaja putri
dengan resiko tinggi komplikasi persalinan, 4) macam-macam perilaku beresiko pada
remaja, 5) dampak gangguan kesehatan mata, telinga, gigi dan mulut dan kebugaran
jasmani dengan prestasi belajar
3. Fasilitator menayangkan video tentang pemeriksaan fisik
4. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai
5. Fasilitator mengajak kelompok-kelompok diskusi untuk melakukan roleplay dengan
kasus-kasus yang diberikan pada diskusi kelompok dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Langkah-langkah role play/bermain peran :
a. Fasilitator meminta tiap kelompok melakukan role play berdasarkan 1 (satu) soal
kasus yang telah dikerjakan dan membuat rencana tindak lanjut berdasarkan
kesimpulan (Lampiran 4)
b. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

Jenis – Jenis Alat Bantu Dasar pada Usia Sekolah dan Remaja dengan Disabilitas
Langkah kegiatan :
1. Fasilitator menyampaikan materi jenis – jenis alat bantu dasar pada anak usia sekolah
dan remaja dengan disabilitas dengan menggunakan bahan tayang
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai kesehatan reproduksi, yaitu :1) jenis-jenis disabilitas, 2) macam-macam alat
bantu dasar disabilitas dan manfaatnya ; 3) kapan harus merujuk anak disabilitas ke
tenaga profesional (Lampiran 5)
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

E. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 5. Tindak Lanjut Pemantauan


Tumbuh Kembang.
Langkah kegiatan role play/bermain peran:
1. Fasilitator menyampaikan materi tindak lanjut pemantauan tumbuh kembang usia
sekolah dan remaja dengan bahan tayang
2. Fasilitator meminta tiap kelompok melakukan role play dan membuat rencana tindak
lanjut berdasarkan kuesioner hasil pemeriksaan individu dan rekapitulasi hasil (masalah)
penjaringan kesehatan (Lampiran 6)

5
3. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala, yaitu : 1) alur pencatatan
dan pelaporan, 2) apa manfaat dari data yang terkumpul dari kegiatan pencatatan dan
pelaporan bagi Pusat, bagi pemerintah provinsi, bagi pemerintah kabupaten/kota dan
bagi remaja, 3) identifikasi penanggung jawab kegiatan pencatatan dan pelaporan
disetiap level berjenjang, 4) apa saja cakupan yang berhubungan dengan remaja di
SPM, Renstra dan RPJMN, 5) surat pengantar rujukan, 6) informed consent
4. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

Langkah 3 Praktik Lapangan Pemeriksaan Kesehatan


1. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan praktik lapangan pemeriksaan kesehatan
di sekolah/madrasah, SLB dan Panti
2. Fasilitator membagi kelompok sesuai kebutuhan
3. Fasilitator menjelaskan tujuan dan mekanisme praktik sesuai dengan panduan praktik
lapangan (Lampiran 7)
4. Fasilitator dan peserta berangkat menuju tempat praktik lapangan
5. Fasilitator meminta peserta untuk melakukan praktik lapangan penjaringan kesehatan
dan pemeriksaan berkala
6. Setelah selesai praktik lapangan, fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan hasil
praktek lapangan dan membuat laporan hasil
7. Fasilitator meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil praktik lapangan
dari masing-masing kelompok
8. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
pendapat, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

Langkah 4.
Penutup
Langkah kegiatan:
1. Setelah semua pokok bahasan diberikan, fasilitator memberikan poin–poin penting terkait
materi pemantauan tumbuh kembang usia sekolah dan remaja.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
klarifikasi
3. Fasilitator menjawab pertanyaan atau klarifikasi
4. Fasilitator membuat simpulan materi dan menutup sesi materi ini dengan mengucapkan
terima kasih.

VI. Uraian Materi

Pokok Bahasan 1. Penilaian Perubahan Fisik Pada Usia Sekolah dan Remaja

A. Pertumbuhan Fisik Usia Sekolah dan Remaja


Siklus hidup manusia dimulai dari bayi, anak, remaja, dewasa hingga orangtua melalui
tahapan-tahapan spesifik. Pertumbuhan fisik dapat dilihat secara sederhana dengan cara
mengukur tinggi dan berat badan. Diperlukan gizi yang sesuai dengan kebutuhan,
sehingga tercapai kesehatan fisik serta pertumbuhan yang optimal.
Masa remaja dibedakan dalam:
✓ Masa remaja awal : 10 – 13 tahun
✓ Masa remaja tengah : 14 – 16 tahun
✓ Masa remaja akhir : 17 – 19 tahun

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam hidup manusia, karena pada masa
tersebut terjadi proses kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

6
masa pubertas. Masa remaja juga merupakan masa peralihan dari masa anak-anak
menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan tersebut dapat mengganggu psikis remaja. Kondisi ini
menyebabkan remaja dalam kondisi rawan dalam menjalani proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Kondisi ini juga diperberat dengan adanya globalisasi yang ditandai
dengan derasnya arus informasi.

Pertumbuhan fisik remaja yang spesifik baik laki-laki maupun perempuan adalah
ketepatan tumbuhnya (growth spurt). Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan (linier)
terjadi amat cepat. Perbedaan pertumbuhan fisik laki-laki dan perempuan adalah pada
pertumbuhan organ reproduksi dan penampilan yang berbeda, serta bentuk tubuh yang
berbeda akibat berkembangnya tanda seks sekunder.

Pertumbuhan fisik anak perempuan paling pesat pada usia 10 tahun, dan paling cepat
terjadi pada usia 12 tahun. Sedang pada laki-laki, 2 tahun lebih lambat mulainya, namun
setelah itu bertambah tinggi 12 – 15 cm dalam tempo 1 tahun pada usia 13 tahun sampai
menjelang 14 tahun. Pertumbuhan fisik anak perempuan dan laki-laki tidak sejalan
dengan perkembangan emosionalnya. Seorang remaja yang badannya tinggi besar
belum tentu mempunyai emosi yang matang, sebaliknya bertubuh biasa saja bisa
mempunyai emosi yang lebih matang.

Pertumbuhan tinggi remaja dipengaruhi 3 faktor, yaitu: faktor genetik (keturunan), gizi
dan variasi individu. Secara genetik orangtua yang tubuhnya tinggi, punya anak remaja
yang juga tinggi. Faktor gizi juga sangat berpengaruh, remaja dengan status gizi yang
baik akan tumbuh lebih tinggi dibanding dengan remaja yang dengan status gizi kurang.
Untuk memantau perkembangan fisik remaja dapat dilakukan dengan mengukur Indeks
Masa Tubuh (IMT) secara berkala.

Perbedaan perubahan fisik antara perempuan dan laki-laki, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Remaja Perempuan
Pertumbuhan pesat umumnya pada usia 10 – 11 tahun. Perkembangan payudara
merupakan tanda awal dari pubertas, dimana daerah puting susu dan sekitarnya mulai
membesar, kemudian rambut pubis muncul. Pada sepertiga anak remaja,
pertumbuhan rambut pubis terjadi sebelum tumbuhnya payudara, rambut ketiak dan
badan mulai tumbuh pada usia 12 – 13 tahun, tumbuhnya rambut badan bervariasi.
Pengeluaran sekret vagina terjadi pada usia 10 – 13 tahun. Keringat ketiak mulai
diproduksi pada usia 12 – 13 tahun, karena berkembangnya kelenjar apokrin yang
juga menyebabkan keringat ketiak mempunyai bau yang khas. Menstruasi terjadi pada
usia 11 – 14 tahun. Pematangan seksual penuh pada remaja perempuan terjadi ketika
usia 16 tahun, sedang pada laki-laki pematangan seksual terjadi pada usia 17 – 18
tahun.

Pada saat pubertas, buah dada berkembang. Pertumbuhan buah dada dapat dipakai
sebagai salah satu indikator maturitas perempuan. Pertumbuhan payudara dapat
diurutkan sebagai berikut:
• Stadium 1
Hanya berupa penonjolan puting dan sedikit pembengkakan jejaring dibawahnya,
stadium ini terjadi pada usia 10 – 12 tahun
• Stadium 2
Payudara mulai sedikit membesar di sekitar puting dan areola (daerah hitam di
seputar puting), disertai perluasan areola.
• Stadium 3
Areola, puting susu dan jejaring payudara semakin menonjol dan membesar, tetapi
areola dan puting masih belum tampak terpisah dari jejaring sekitarnya.

7
• Stadium 4
Puting susu dan areola tampak menonjol dari jejaring sekitarnya.
• Stadium 5
Stadium matang, papila menonjol, areola melebar, jejaring payudara membesar
dan menonjol membentuk payudara dewasa.

Salah satu buah dada dapat tumbuh lebih besar dari yang lain, namun perbedaannya
tidak terlalu mencolok. Besar kecilnya payudara dipengaruhi faktor keturunan, dan
dapat berbeda dari generasi ke generasi dalam keluarga. Daerah puting susu
merupakan daerah seksual yang sensitif. Pada perempuan yang sudah mempunyai
anak, buah dada memproduksi dan menyimpan air susu (ASI), yaitu makanan bayi
yang paling utama dan seharusnya diberikan pertama kali ke bayi. Kemampuan
memproduksi ASI tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya payudara.

Problem lain yang mungkin terjadi pada pubertas adalah pertumbuhan rambut.
Beberapa anak perempuan dapat tumbuh rambut atau tumbuh kumis yang tipis, hal ini
adalah variasi normal. Rambut yang lepas secara berlebihan dapat terjadi dan akan
hilang dengan sendirinya. Namun apabila terjadi dalam jangka waktu lama atau
beberapa anak tidak menginginkan tumbuh rambut yang berlebihan, dapat
menghubungi dokter. Yang harus dinilai sebenarnya adalah pertumbuhan rambut
pubis yang dapat dibedakan sebagai berikut:
• Stadium 1
Bulu halus pubis, tetapi tidak mencapai dinding abdomen
• Stadium 2
Pertumbuhan rambut tipis panjang, halus agak kehitaman atau sedikit keriting,
tampak sepanjang labia.
• Stadium 3
Rambut lebih gelap, lebih kasar, keriting dan meluas sampai batas pubis.
• Stadium 4
Rambut sudah semakin dewasa, tetapi tak ada pertumbuhan ke arah permukaan
medial paha
• Stadium 5
Rambut pubis dewasa, terdistribusi dalam bentuk segitiga terbalik, penyebaran
mencapai bagian medial paha.

2) Remaja Laki-laki
Pertumbuhan pesat umumnya terjadi pada usia 12 – 13 tahun, dimana penis mulai
membesar. Pada usia 11 – 12 tahun, testis dan skrotum membesar, kulit skrotum
menjadi gelap, dan rambut pubis mulai tumbuh. Ejakulasi mulai terjadi pada usia 13 –
14 tahun, ditandai dengan keluarnya mukus cair dari lubang penis setelah penis
memanjang. Rambut ketiak, rambut badan, kumis, jambang dan jenggot tumbuh pada
usia 13 – 15 tahun dan pertumbuhannya pada badan sangat bervariasi, mulai dari
perut hingga ke dada. Perkembangan kelenjar keringat ketiak yaitu kelenjar apokrin
meningkatkan produksi keringat di ketiak dan menimbulkan bau badan dewasa. Suara
parau timbul saat usia 14 – 15 tahun. Setahun sebelum suara pecah, jakun mulai
tumbuh.

Selama masa pubertas, testis menjadi lebih besar, spermatozoa mulai terbentuk dan
pada prinsipnya pada saat tersebut sistem reproduksi telah matang dan mulai
berfungsi. Remaja laki-laki mulai mengalami mimpi erotis yang mengakibatkan
keluarnya spermatozoa (mimpi basah). Peristiwa inilah yang dipakai sebagai tanda
pubertas. Awal pubertas pada remaja laki-laki biasanya dimulai pada usia 10 – 13
tahun. Saat mulai pubertas sampai dewasa, biasanya memerlukan waktu sekitar 4
tahun, yang stadiumnya dilihat dari alat kelamin dan rambut pubisnya.

8
Stadium pubertas pada laki-laki sebagai berikut:

Stadium I Umur 10 –11 Ukuran penis testis dan skrotum masih sama
tahun dengan anak
Stadium II Umur 12 – 13 Skrotum dan testis membesar, perubahan
tahun permukaan kulit skrotum menjadi berwarna lebih
gelap
Stadium III Umur 13 – 14 Penis tumbuh menjadi panjang dan testis
tahun semakin besar, kepala penis menjadi lebih besar
dan berwarna semakin gelap. Rambut pubis dan
sekitar penis menjadi lebih banyak dan lebih
tebal. Kadang mulai timbul kumis
Stadium Umur 14 – 15 Penis terus makin panjang dan mulai semakin
IV tahun tebal. Pembesaran testis terus berlanjut. Rambut
pubis menjadi lebih mendekati rambut dewasa,
tebal, kasar dan keriting. Mulai terjadi ejakulasi
pertama kali, mimpi basah. Rambut di lengan
bawah dan daerah muka mulai tumbuh. Suara
menjadi lebih dalam.
Stadium V Umur 16 tahun Pada saat ini tinggi badan, besaran penis dan
testis remaja mencapai ukuran dewasa. Rambut
mulai tumbuh dibadan dan makin lama makin
banyak, disamping juga rambut pubis dan lengan
bawah. Rambut pubis terdistribusi berbentuk
segitiga terbalik. Rambut daerah muka sudah
mulai berhenti pertumbuhannya. Perubahan
hormon juga menyebabkan perubahan tingkah
laku anak dan pembesaran payudara untuk
sementara. Hal ini tidak perlu dicemaskan, karena
akan hilang sendiri setelah dua tahun. Anak laki-
laki akan sering mengalami ereksi tidak terkendali
dan mimpi basah.

Bila pubertas terjadi sebelum usia 9 tahun atau belum juga terjadi sampai usia 13 – 15
tahun, konsultasikan dengan dokter untuk memastikan ada tidaknya kelainan.

Pada saat pubertas terjadi perubahan fisik yang bermakna sampai pubertas berakhir
dan berhenti ketika dewasa, keadaan ini terjadi pada semua remaja normal. Yang
berbeda adalah awal mulainya. Mungkin ada remaja laki-laki yang sudah tumbuh
kumis tipis, sementara yang lainnya belum. Seringkali perkembangan yang berbeda
dengan sebaya dapat membuat remaja risau akan tetapi bila perbedaannya tidak
terlalu jauh, masih bisa dianggap normal dan akan mengejar ketinggalan pertumbuhan
tersebut. Harus diingat bahwa seorang anak berkembang pada saat yang berbeda
dan dengan kecepatan yang berbeda pula.

9
Perubahan Fisik Remaja
Laki-laki Perempuan
Otot dada, bahu dan lengan melebar Pinggul melebar
Kening menonjol, rahang dan dagu -
melebar
Perubahan suara -
Pertumbuhan penis Pertumbuhan rahim dan vagina
Pertumbuhan kumis dan jambang -
Ejakulasi awal/mimpi basah Menstruasi awal
Pertumbuhan rambut kelamin, ketiak, Pertumbuhan rambut kelamin dan
dada dan lain-lain ketiak
Pertumbuhan lemak dan keringat Payudara membesar
(jerawat)
Pertambahan berat badan dan tinggi Pertumbuhan lemak dan keringat
badan (jerawat), pertambahan berat badan
dan tinggi badan

B. Penilaian Pertumbuhan Fisik Remaja

Penggunaan Skala Tanner


Deteksi dini masalah reproduksi remaja adalah suatu upaya agar peserta didik dapat
mengenal dan memahami organ reproduksinya sendiri sebagai langkah awal bila
ditemukan kelainan. Pengenalan organ reproduksi bagi remaja berkaitan dengan proses
tumbuh kembang peserta didik di masa pubertas. Pemahaman organ reproduksi ini
menggunakan skala Tanner yang mudah dimengerti dan dijawab oleh siswa.

Gambar Perkembangan pubertas


Puteri
A. B

10
Keterangan gambar kesehatan reproduksi puteri:
Gambar Karakteristik
I A. Prepubertas, tak terdapat jaringan payudara
B. Rambut pubis tidak ada
II A. Pembesaran areola dan timbulnya breast-bud
B. Timbul rambut halus di pubis
III A. Pembesaran areola dan payudara sebagai satu gunung
B. Rambut pubis menjadi ikal disekitar pubis
IV A. Timbul tonjolan ke 2 diatas bukit pertama
B. Rambut pubis menyebar ke lateral dan atas
V A. Payudara dewasa dengan single-contour
B. Distribusi rambut pubis dewasa

11
Putera

Keterangan gambar kesehatan reproduksi putera :


Gambar Karakteristik
I Prepubertas, panjang testis < 2.5 cm
Tidak ada rambut pubis
II Diameter testis > 2.5 cm, skrotum menipis dan berwarna merah
Timbul rambut pubis terutama di pangkal penis
III Terjadi pembesaran penis, testis lebih besar
Rambut pubis lebih tebal, jadi ikal dan terutama di mons pubis
IV Penis dan testis menjadi lebih besar, skrotum menjadi lebih hitam
Rambut pubis dewasa tetapi belum sampai ke paha
V Genitalia ukuran dan bentuk dewasa
Rambut pubis sampai ke medial paha

Pokok Bahasan 2. Penilaian Perkembangan Jiwa Pada Usia Sekolah dan Remaja
A. Perkembangan Jiwa
Menurut Erickson (1963), pencarian identitas diri mulai dirintis seseorang pada usia yang
sangat muda, yaitu sekitar usia remaja muda. Pencarian identitias diri berarti pencarian
jati diri, dimana remaja ingin tahu tentang siapa dia, apa kedudukan dan perannya dalam
lingkungan termasuk semua hal yang berhubungan dengan äku yang ingin diselidiki dan
dikenalnya.

Pada usia 12 – 15 tahun, pencarian identitas diri masih berada pada tahap permulaan.
Dimulai dari pengukuhan kemampuan yang sering diungkapkan dalam bentuk kemauan
yang tidak dapat dikompromikan sehingga mungkin berlawanan dengan kemauan orang
lain. Bila kemauan itu ditentang, mereka akan memaksa sehingga dapat menjadi
masalah bagi lingkungannya. Gejala lain yang memperkuat dugaan bahwa remaja
sedang mencari identitas diri adalah perilaku yang cenderung untuk melepaskan diri dari
ikatan orangtua. Mereka lebih suka melakukan kegiatan pribadi atau berkumpul dengan
teman-temannya diluar dibandingkan bersama orangtua.

Psikososial merupakan manifestasi perubahan faktor-faktor emosi, sosial, dan intelektual.


Karakteristik psikososial remaja dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1) Remaja Awal (10 – 13 tahun)
a) Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya
kesadaran diri (self consciousness)
b) Perubahan hormonal, menyebabkan emosi mudah berubah-ubah seperti mudah
marah, mudah tersinggung atau agresif
c) Menyatakan kebebasan terlihat bereksperimen dalam berpakaian, berdandan trendi
dan lain-lain
d) Kecenderungan memberontak membuat remaja sering konflik dengan
lingkungannya

12
e) Teman sebaya sangat penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan
mode teman sebayanya
f) Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya gang/kelompok
sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman sebayanya
g) Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangnya sendiri dengan membandingkan
segala sesuatunya sebagai buruk/hitam atau baik/putih sehingga kurang toleran
dan sulit diajak kompromi

2) Remaja Pertengahan (14 – 16 tahun)


a) Lebih mampu untuk berkompromi, sehingga mereka lebih tenang, sabar dan lebih
toleran untuk menerima pendapat orang lain
b) Belajar berpikir independen dan memutuskan sendiri serta menolak campur tangan
orang lain termasuk orang tua
c) Bereksprimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman, sehingga gaya
berpakaian, gaya rambut, sikap dan pendapat berubah-ubah
d) Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun berisiko, akibatnya
mereka mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin
NAPZA
e) Tidak lagi fokus pada diri sendiri sehingga lebih bersosialisasi dan tidak lagi
pemalu
f) Membangun nilai, norma dan moralitas sehingga akan mempertanyakan
kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.
g) Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas, sehingga ingin
menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman
h) Mulai membina hubungan dengan lawan jenis dan berpacaran, namun belum
menjurus serius
i) Mampu berpikir secara abstrak dan mulai berhipotesa sehingga mulai peduli
terhadap hal yang sebelumnya tidak menarik dan ingin mendiskusikan atau
berdebat
j) Keterampilan intelektual khusus menyebabkan adanya mata pelajaran sekolah
yang mulai menonjol sehingga perlu mediasi
k) Minat yang besar dalam seni, olahraga, berorganisasi dan lain-lain sehingga
mungkin mengabaikan pekerjaan sekolah.
l) Senang berpetualang sehingga ingin mandiri, tapi belum memikirkan keselamatan
diri yang dianjurkan.

3) Remaja Akhir (17 – 19 tahun)


a) Ideal, sehingga cenderung menggeluti masalah sosial politik termasuk agama
b) Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan di luar keluarga dari mulai
belajar mengatasi stres yang dihadapi dan sulit diajak berkumpul dengan keluarga
c) Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional, mengakibatkan
kecemasan dan ketidakpastian masa depan yang dapat merusak keyakinan diri
d) Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis sehingga
mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menyita waktu
e) Merasa sebagai orang dewasa dan cenderung mengemukakan pengalaman yang
berbeda dengan orang tuanya
f) Hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri dan mulai nampak ingin
meninggalkan rumah untuk hidup sendiri

Penyesuaian terhadap lingkungan baru akan dapat menjadi masalah bagi remaja karena
meninggalkan dunia anak-anak berarti memasuki dunia baru yang belum dikenalnya
betul dan penuh dengan tuntutan-tuntutan baru, padahal ia sudah meninggalkan dunia
lama. Bila tidak mampu memenuhi tuntutan dunia barunya sering timbul perasaan-
perasaan tidak mampu yang mendalam.

13
Pergaulan dengan lawan jenisnya juga dapat menjadi sesuatu yang mengesankan bagi
remaja. Bila mengalami hambatan, remaja akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Masalah lain yang dihadapi remaja adalah dengan lingkungan, masalah-masalah
disekolah yang membutuhkan penyesuaian dalam belajar, membagi waktu luang dan
penyesuaian yang berbeda dengan teman-temannya. Penyesuaian diri terhadap situasi
baru selalu menimbulkan ketegangan, untuk itu remaja dituntut selalu mampu
menyesuaikan diri dengan cepat.

Perkembangan kelenjar kelamin remaja, menyebabkan remaja mulai memberi perhatian


terhadap lawan jenisnya, bahkan hal ini merupakan tanda yang khas bahwa masa remaja
sudah dimulai. Proses percintaan remaja dimulai dari :
1) Crush : ditandai oleh adanya saling membenci antara anak laki-laki dan perempuan.
Penyaluran cinta pada saat ini adalah memuja orang yang lebih tua dan sejenis,
bentuknya misalnya memuja pahlawan dalam cerita film.
2) Hero-worshiping : mempunyai persamaan dengan crush, yaitu pemujaan terhadap
orang yang lebih tua tetapi yang berlawanan. Kadang yang dikagumi tidak juga
dikenal.
3) Boy Crazy dan Girl Crazy : pada masa ini kasih sayang remaja ditujukan kepada
teman-teman sebaya, kadang saling perhatian antara anak laki-laki dengan anak
perempuan
4) Puppy Love (cinta monyet) : Cinta remaja sudah mulai tertuju pada satu orang, tetapi
sifatnya belum stabil sehingga kadang-kadang masih ganti-ganti pasangan
5) Romantic love : cinta remaja menemukan sasarannya dan percintaannya sudah stabil
dan tidak jarang berakhir dengan perkawinan.

B. Permasalahan Remaja
Berbagai kesulitan yang dihadapi remaja sangatlah kompleks. Kebutuhan remaja di desa
dan di kota sangat berbeda. Seorang remaja di desa, bila sudah akil balik kemungkinan
akan dinikahkan oleh orangtuanya, keadaan ini menjadi masalah kesehatan bila
mempunyai masalah gizi seperti menderita anemia, kurus, bahkan sangat kurus.
Sebaliknya berbeda dengan para remaja yang hidup dikota, kehidupan dan kebutuhan
remaja semakin menuntut mengikuti kemajuan teknologi. Gaya hidup diperkotaan dapat
menyebabkan berbagai masalah psikososial seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan
NAPZA, seks tidak aman. Menu makanan siap saji (fast food) merupakan salah satu hal
yang menyebabkan kelebihan berat badan bahkan kegemukan. Demikian pula latar
belakang sosial budaya dan prioritas kebutuhan yang berbeda, menyebabkan
problematika berbeda pula.
Masalah remaja berasal dari:
1) Dalam individu :
• Emosi
Umumnya remaja malu mengemukakan pendapat, tidak mau dicela dan mau
benar sendiri
• Perubahan pribadi
Umumnya remaja tidak menyukai sikap sombong, sulit berbaur dengan orang yang
asing, malu tampil di muka umum dan lain-lain. Perlu dipersiapkan, kalau tidak
mereka akan menarik diri, melamun ha-hal yang menyebabkan pikiran kacau.
• Kesehatan
• Kebutuhan keuangan
• Perilaku seks
Secara fisik remaja sudah dapat melakukan hubungan seks, namun kesiapan fisik
yang sehat dan sosial ekonomi belum bisa memenuhi persyaratan nikah yang
ideal. Problem inilah yang menjadi sumber konflik dalam diri, dilain pihak
pengetahuan tentang seks yang bertanggung jawab tidak di dapatkan.

14
• Persiapan berkeluarga
Dibanding laki-laki, remaja perempuan lebih besar perhatiannya terhadap
persiapan berkeluarga, antara lain: memilih jodoh yang tepat, apa fungsi suami
atau istri, dan lain-lain, umumnya mereka belum banyak mengetahui hal tersebut
• Pemilihan pekerjaan dan kesempatan belajar
Banyak remaja yang kurang menyadari dengan sepenuhnya tentang pilihan
pekerjaan dan belajar yang tepat bagi dirinya.
• Agama dan akhlak
2) Lingkungan sosial sekitar
• Keluarga
Sering terjadi pertentangan antara remaja dan orang tuanya, dimana orang tua
terlalu otoriter dan belum banyak mengetahui dan memperhatikan tentang
perkembangan remaja.
• Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan sekolah sangat berperan dalam memberikan dan
menanamkan nilai kepribadian selain ilmu pengetahuan. Namun banyak persoalan
yang terjadi seperti pelajaran teori yang membosankan lebih banyak dibandingkan
dengan praktek, perubahan pola belajar karena kurikulum yang berubah dan lain-
lain.
• Penyediaan sarana hiburan dan olahraga
3) Faktor lain di luar lingkungan dekat remaja
• Mitos
Banyak mitos yang berkembang di masyarakat belum terbukti kebenarannya, tetap
dipercaya dapat berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku reproduksi remaja
• Kehidupan sosial
Budaya, sosial dan adat istiadat sangat berpengaruh pada kehidupan remaja.
Remaja sering suka terhadap hal yang baru dan terutama berbau asing.
• Politik
Dapat mempengaruhi remaja, dalam keadaan wajar bisa secara bebas dipakai
untuk mengembangkan diri tanpa tekanan-tekanan politik dari luar.

Demikian banyaknya problem seringkali membuat remaja menarik diri atau melarikan diri
ke hal-hal negatif. Stres yang terlalu berat, berlarut-larut dan tidak terselesaikan dapat
menimbulkan gangguan jiwa yaitu depresi. Gejala depresi adalah perasaan sedih dan
tertekan yang menetap, putus asa dan tidak dapat menikmati kegiatan yang biasa
dilakukan. Manifestasi depresi pada remaja adalah gangguan perilaku misalnya
menentang guru/orang tua, sulit belajar, kenakalan remaja, kebut-kebutan,
berkelahi/tawuran, perilaku seks berisiko dan lain-lain. Jenis gangguan cemas, gangguan
psikosomatik (somatoform) dan gangguan psikotik. Pencegahan agar gangguan tersebut
tidak terjadi, memerlukan pengertian dari orangtua, guru dan kerabatnya untuk
memberikan bimbingan supaya remaja mampu melewati masa transisinya dengan baik.

Masalah kesehatan mental meliputi beberapa domain, yaitu:


1) Domain Masalah Perilaku dan Agresifitas
a) Masalah perilaku bisa merupakan bagian dari pertumbuhan normal, sifat:
➢ Tidak patuh, ingin bebas, nakal
➢ Hal diatas dapat merupakan cikal bakal keuletan / keteguhan di kemudian hari
b) Merupakan reaksi segera terhadap lingkungan sosial
Merupakan reaksi remaja terhadap lingkungan sosial yang tidak kondusif untuk
perkembangannya, contohnya perilaku agresif pada remaja yang tinggal di
lingkungan dengan kriminalitas tinggi, suasana perang, dll.
c) Merupakan gejala dari gangguan mental, contohnya yaitu:
➢ Gangguan perilaku
Gangguan ini ditandai oleh 4 (empat) gejala umum, yaitu:

15
• Agresif terhadap orang dan binatang
• Merusak benda
• Bohong dan mencuri
• Pelanggaran terhadap aturan
➢ Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Gangguan ini berdampak pada prestasi sekolah karena siswa dapat mengalami
gangguan belajar bahkan dapat sampai tidak naik kelas dan terancam drop out
sehingga pada akhirnya siswa mengalami masalah perilaku dan emosi.
Gangguan ini memiliki 3 (tiga) gejala utama yaitu:
• Inatensi
Tanda – tanda anak dengan gejala ini yaitu tidak rapi, sulit mempertahankan
konsentrasi, gagal menyelesaikan tugas, menghindari usaha yang
berkepanjangan, kehilangan, pelupa, tampak seperti tidak mendengarkan,
tidak teliti dan perhatian mudah beralih.
• Hiperaktivitas
Tanda – tanda anak dengan gejala hiperaktivitas antara lain gelisah,
meninggalkan kursi dikelas atau tidak bisa duduk tenang dalam kelas, berlari
secara berlebihan, selalu dalam keadaaan tergesa-gesa, tidak dapat diam
dalam bermain atau bekerja dan berbicara terlalu banyak.
• Impulsivitas
Tanda – tanda anak dengan gejala impulsivitas yaitu tergesa-gesa menjawab,
tidak bisa menunggu giliran, menginterupsi orang lain dan sering
mengganggu orang lain.
➢ Gangguan menentang
➢ Penyalahgunaan zat
➢ Dll

2) Domain Masalah Emosional


Contoh perilaku yang termasuk dalam domain masalah emosional yaitu:
➢ Cemas
➢ Sedih
➢ Frustasi
➢ Rasa bersalah
➢ Mudah tersingung
➢ Fobia
➢ Ide bunuh diri
➢ Psikosomatis

Masalah emosional yang sering dialami anak adalah cemas yang bermanifestasi:
➢ Psikologi
➢ Psikomotor
➢ Saraf otonom
➢ Gangguan kognitif

Contoh gangguan emosional:


a) Gangguan Cemas Perpisahan
Cemas perpisahan merupakan bagian normal dari perkembangan anak. Apabila
cemas perpisahan menetap dan berat menimbulkan distress dan hendaknya
dipikirkan adanya gangguan cemas perpisahan. Gejala utama cemas perpisahan
adalah cemas yang berlebihan tentang perpisahan dengan rumah atau seseorang
yang bermakna.
Tanda-tanda anak yang mengalami gangguan cemas perpisahan anatara lain:
• Penderitaan berlebihan bila berpisah dengan orang tua atau meninggalkan
rumah

16
• Khawatir berlebihan pada hal buruk yang akan terjadi
• Menolak sekolah
• Takut sendirian dirumah
• Takut tidur sendirian
• Mimpi buruk
• Mengeluh sakit ketika harus meninggalkan rumah.
b) Gangguan Mood (Suasana Perasaan)
Gejala utama gangguan ini adalah:
• Mood depresi dapat berupa sedih, murung dan seperti awan gelap, kehilangan
minat dan kehilangan energi
• Gejala lainnya adalah kepercayaan diri rendah, menyalahkan diri sendiri, merasa
berdosa, negative thinking dan kadang – kadang disertai ide bunuh diri.
• Gejala biologis yang umum menyertai adalah gangguan tidur (bisa sulit tidur
maupun tidur berlebihan) lemas, perubahan nafsu makan dan sulit konsentrasi.

3) Domain masalah dengan teman sebaya


Contoh perilaku yang termasuk dalam domain masalah dengan teman sebaya, antara
lain:
➢ Mau menang sendiri
➢ Diintimidasi oleh anak lain
➢ Cenderung menyendiri
➢ Terisolir
➢ Diskomunikasi

4) Domain masalah intrapersonal


➢ Citra diri
➢ Percaya diri

5) Domain masalah dengan zat (Napza)


➢ Merokok
➢ Alkohol
➢ Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

Apabila masalah kesehatan mental terlambat dideteksi akan menimbulkan gangguan jiwa
yang lebih berat sehingga intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh
pada tumbuh kembang remaja. Dampak gangguan kesehatan mental terhadap
perkembangan remaja, diantaranya sebagai berikut:
a. Prestasi akademik buruk
b. Masalah sosialisasi
c. Rendah diri
d. Merokok
e. Kecelakaan
f. Masalah kenakalan remaja

Gangguan kesehatan mental merupakan gangguan yang meliputi berbagai aspek


perkembangan anak yang perlu penanggulangan secara terpadu dan sedini mungkin
oleh orang tua, guru dan petugas kesehatan secara bersama-sama.

C. Penilaian Kesehatan Jiwa


Pemeriksaan kesehatan emosional bertujuan untuk :
a. Untuk mendeteksi secara dini adanya masalah mental emosional pada peserta didik
b. Membantu guru dalam mengenal tingkat kesulitan dan kekuatan pada anak peserta
didik

17
c. Membantu guru dalam mengenal permasalahan emosi yang dihadapi oleh peserta
didik sehingga guru dapat lebih dini memberikan intervensi positif dan dapat
membantu guru dalam memberikan metode pengajaran. Sebagai bahan tindak lanjut
bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas peserta didik. Sehingga diharapkan
prestasi siswa di sekolah dapat meningkat.

Jenis masalah mental emosional yang dideteksi dalam pemeriksaan ini antara lain :
Masalah hiperaktifitas, masalah emosi, masalah teman sebaya, masalah perilaku.

Pokok Bahasan 3. Penilaian Kesehatan Reproduksi pada Usia Sekolah dan Remaja
A. Organ reproduksi
Masa remaja merupakan pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis dan sosial.
Masuknya berbagai informasi yang bebas tidak melalui saringan yang benar menurut
etika dan moral, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh yang merugikan.
Keadaan ini diperberat dengan kurang pedulinya keluarga dan masyarakat, bahkan
menganggap tabu membicarakan masalah reproduksi. Inilah sebabnya remaja perlu
dibekali pengetahuan dan keterampilan kesehatan reproduksi agar peduli serta dapat
menentukan sikap dan bertanggung jawab. Kesehatan reproduksi merupakan keadaan
sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit
atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-
laki dan perempuan.

Reproduksi sendiri merupakan proses alami untuk melanjutkan keturunan. Reproduksi


sehat berkaitan dengan sikap dan perilaku sehat yang bertanggung jawab dari seseorang
berkaitan dengan alat reproduksi dan fungsi-fungsinya serta pencegahan terhadap
gangguan yang mungkin timbul.

Pendidikan kesehatan reproduksi pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan


pengetahuan tentang fungsi, sistem dan proses reproduksi sebagai akibat pertumbuhan
dan perkembangan manusia, sekaligus memantapkan moral, etika serta membangun
komitmen agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut. Perbedaan yang
unik dari anatomi organ reproduksi berdasarkan jenis kelamin adalah:

Anatomi dan fungsi:


a) Organ Reproduksi Perempuan

18
• Ovarium (Indung Telur)
Terdapat pada kiri dan kanan ujung tuba (fimbria/umbai-umbai) dan terletak di
rongga panggul, merupakan kelenjar yang memproduksi hormon estrogen dan
progesterone. Ukurannya 3x3x2 cm, tiap ovarium mengandung 150.000 - 200.000
folikel primordial. Sejak pubertas, setiap bulan secara bergantian ovarium melepas
satu ovum dari folikel degraaf (folikel yang telah matang), peristiwa ini disebut
ovulasi.
• Tuba Fallopii (Saluran Telur)
Merupakan dua saluran pada kanan dan kiri rahim sepanjang ±10 cm yang
menghubungkan uterus dengan ovarium melalui fimbria.
• Fimbrae (Umbai-Umbai)
Dapat di analogikan dengan jari-jari tangan, umbai-umbai ini berfungsi untuk
menangkap sel telur yang dikeluarkan indung telur.
• Uterus (Rahim)
Uterus (rahim) bentuknya seperti buah pear, berongga dan berotot. Sebelum hamil
beratnya 30-50 gram, kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Tetapi saat hamil
mampu membesar dan beratnya mencapai 1000 gram.
Setelah menstruasi permukaan dalam uterus menjadi tebal karena pengaruh
hormon estrogen. Kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan keluarnya cairan karena
pengaruh hormon progesteron. Bila tidak terjadi pembuahan maka lapisan tadi
bersama sel terluar akan terlepas (meluruh) dan keluar melalui vagina yang
disebut sebagai menstruasi. Waktu antara dua menstruasi disebut siklus
menstruasi. Walaupun rata-rata periodenya datang setiap 28 hari, hal ini dapat
bervariasi pada setiap perempuan. Periode ini juga sangat tidak teratur pada 2-3
tahun pertama mulai menstruasi.
• Serviks (Leher Rahim)
Merupakan daerah bagian bawah rahim yang berhubungan dengan bagian atas
vagina. Serviks memproduksi cairan berlendir (mucus). Pada sekitar waktu ovulasi,
mucus ini menjadi banyak, elastis dan licin sehingga membantu spermatozoa
untuk mencapai uterus.
• Vagina (Liang Kemaluan)
Merupakan saluran yang elastis, panjang sekitar 8-10 cm dan berakhir pada rahim.
Vagina dilalui oleh darah pada saat menstruasi dan merupakan jalan lahir.
• Klitoris (Kelentit)
Merupakan organ kecil yang berada di atas uretra dan dilindungi oleh lipatan
labium minora. Ukurannya sebesar kacang polong, penuh dengan sel syarat
sensorik dan pembuluh darah.
• Labia (Bibir Kemaluan)
Terdiri dari dua bibir, yaitu labium mayora (bibir luar) merupakan bibir yang tebal
dan besar dan labium minora (bibir dalam), merupakan bibir yang tipis yang
menjaga jalan masuk ke vagina.

19
Hormon estrogen dan hormon progesterone pada perempuan
Tubuh mengalami perubahan fisik disebabkan berfungsinya hormon yang terjadi
karena hipotalamus (pusat pengendali utama otak) bekerjasama dengan hipofisa
(kelenjar bawah otak) yang dimulai saat remaja. Hormon-hormon yang berfungsi pada
perempuan, antara lain hormon estrogen dan progesteron.

Hormon estrogen membuat seorang anak perempuan memiliki sifat kewanitaan


setelah remaja. Perubahan yang disebabkan estrogen adalah sebagai berikut:
• Merangsang pertumbuhan saluran telur, rongga rahim dan vagina
• Membuat dinding rahim makin tebal dan produksi cairan vagina bertambah banyak
• Mengakibatkan tertimbunnya leak di daerah panggul wanita
• Memperlambat pertumbuhan tubuh yang semula sudah dirangsang oleh kelenjar
bawah otak (itulah sebabnya mengapa perempuan dewasa tidak setinggi anak laki-
laki sebayanya).

Hormon Progesteron berefek untuk melemaskan otot-otot halus, meningkatkan


produksi zat lemak di kulit dan meningkatkan suhu badan, pada rahim progesterone
merangsang sekresi kelenjar-kelenjar. Perubahan fisik lainnya:
• Kulit dan rambut mulai berminyak (wajah menjadi berjerawat), keringat bertambah
banyak
• Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan dan kaki bertambah besar
• Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar (sehingga tidak terlihat
seperti anak kecil lagi)
• Pantat berkembang lebih besar, vagina mulai mengeluarkan cairan
• Folikel di dalam indung telur mulai membesar, ditandai dengan menstruasi (haid).

Mekanisme Fungsi Organ Reproduksi Perempuan


Lendir Vagina
Secara alamiah vagina akan mengeluarkan lendir yang berfungsi untuk melindungi
alat kelamin dalam, lendir ini pada 2/3 bagian luar vagina bersifat asam yang
dihasilkan oleh bakteri komensal (Doderlein). Ekosistem vagina dipengaruhi oleh 2
faktor utama, yaitu: estrogen dan laktobasilus (Doderlein). Jika keseimbangan ini
terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga
vagina akan rentan terhadap infeksi. Untuk menghindari kerusakan koloni bakteri
Doderlein tersebut, dianjurkan untuk tidak menggunakan cairan pembersih yang
bersifat antiseptik, sabun mandi (bersifat basa). Kelembaban dan kebersihan vagina
harus selalu dijaga, apalagi pada mereka yang tinggal di daerah tropis yang panas
sehingga membuat tubuh kita sering berkeringat. Keringat akan membuat tubuh kita
lembab termasuk vagina sehingga perlu menghindari pemakaian penutup vagina
/pantyliner, celana terlalu ketat dan tidak menyerap keringat.

20
Vagina yang mengeluarkan cairan yang banyak dan atau gatal dan atau berbau
menunjukkan adanya infeksi, misalnya cairan yang banyak dan berwarna putih kuning
seperti keju, berbau seperti jamur, ini merupakan tanda dari infeksi jamur (Candida
Albicans), tetapi penyakit lain misalnya penyakit menular seksual juga dapat
menyebabkan cairan vagina yang berlebihan. Jadi, apabila ada cairan vagina yang
berlebihan di luar dari biasanya, segera konsultasi dokter.

b) Organ Reproduksi Laki-Laki

Organ reproduksi laki-laki yang penting dalam proses reproduksi adalah:


• Testis (Buah Pelir)
Merupakan organ (2 buah) penghasil hormon testosteron dan spermatozoa.
Spermatozoa dihasilkan terus menerus selama hidup. Bentuknya sangat kecil dan
hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Berbentuk seperti berudu (kecebong), dapat
bergerak sendiri dengan ekornya. Cairan putih dan kental yang diproduksi oleh
vesikula seminalis dan kelenjar prostat bercampur dengan spermatozoa
membentuk campuran yang disebut semen. Pada saat puncak rangsang seksual
terjadi orgasme atau ejakulasi, yaitu semen dipancarkan keluar dari ujung penis
yang ereksi.
Testis membutuhkan suhu sedikit lebih rendah dari suhu badan (36-37ºC) agar
dapat berfungsi secara optimal. Hal inilah yang menyebabkan mengapa testis
terletak di luar tubuh yaitu di dalam suatu kantong yang disebut skrotum. Pada laki-
laki ukuran dan posisi testis agak sedikit berbeda antara kanan dan kiri, hal ini
masih normal.
• Skrotum
Kantong kulit yang melindungi testis, berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum
adalah tempat bergantungnya testis. Skrotum mengandung otot polos yang
mengatur jarak testis ke dinding perut dengan maksud mengatur suhu testis agar
relatif tetap.
• Vas Deferens (Saluran Sperma)
Saluran yang menyalurkan sperma dari testis-epididimis menuju ke uretra/saluran
kencing pars prostatika. Vas deferens panjangnya ±4,5 cm dengan diameter ±2,5
mm. saluran ini muara dari epididimis yaitu saluran yang lebih kecil dari vas
deferens. Bentuknya berkelok-kelok dan membentuk bangunan seperti topi.
• Prostat, vesikula seminalis dan beberapa kelenjar lainnya,
Merupakan kelenjar yang menghasilkan cairan sperma (ejakulat/semen) yang
berguna untuk memberikan makanan pada sperma.
• Penis
Berfungsi sebagai alat sanggama dan sebagai saluran untuk pengeluaran sperma
dan air seni. Banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Dapat berubah dari
yang semula kecil dan lemas menjadi besar dan tegang saat ereksi. Hal ini terjadi

21
karena penis terisi darah saat terangsang. Penis tidak mengandung tulang dan
tidak terbentuk dari otot. Ukuran dan bentuk penis bervariasi, namun umumnya bila
penis ereksi ukurannya hampir sama.
• Preputium
Lekukan kulit yang melindungi glans penis (kepala penis). Yang terpenting adalah
menjaga kebersihan daerah ini dan dianjurkan preputium diambil secara operatif,
hal ini disebut sirkumsisi/sunat.

Hormon Testosteron pada Laki-Laki


Tubuh mengalami perubahan fisik disebabkan berfungsinya hormon yang terjadi
karena hypothalamus (pusat pengendali utama otak) bekerja sama dengan hipofisa
(kelenjar bawah otak). Hormon-hormon yang berfungsi pada laki-laki antara lain
hormon testosteron. Hormon testosteron dihasilkan oleh sel Leydig dalam testis dan
kelenjar anak ginjal (suprarenal). Hormon ini ada di dalam darah dan mempengaruhi
alat-alat dalam tubuh serta menyebabkan terjadinya beberapa pertumbuhan seks
primer dan sekunder. Selama masa puber hormon-hormon seksual berkembang
dengan pesat dan remaja sangat mudah terangsang secara seksual. Pada laki-laki,
reaksi dorongan seks adalah mengerasnya penis (ereksi). Karena belum stabilnya
hormon di dalam tubuh, ereksi bisa muncul tanpa adanya rangsangan seksual. Kondisi
yang sering kali muncul secara tak terduga ini bisa membuat remaja laki-laki salah
tingkah (kebingungan, menyembunyikan tonjolan di celana gara-gara ereksi).

Perubahan fisik yang terjadi antara lain:


• Tubuh bertambah berat dan tinggi, pundak dan dada bertambah besar dan
bidang.
• Keringat bertambah banyak, kulit dan rambut mulai berminyak (berjerawat),
tumbuh bulu-bulu halus di sekitar ketiak, kemaluan dan wajah (janggut dan
kumis).
• Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan dan kaki bertambah besar.
• Tulang wajah mulai memanjang dan membesar (sehingga tidak seperti anak kecil
lagi).
• Tumbuh jakun, suara berubah menjadi berat.
• Penis dan buah zakar membesar, diikuti dengan mimpi basah.

Menjaga kebersihan organ reproduksi


Cara menjaga kebersihan dan kesehatan organ reproduksi antara lain :
a Sebaiknya, pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
b Pakailah handuk yang bersih, kering, tidak lembab/bau.
c Perangkat sholat (mukena, sarung, sajadah, peci, baju sholat, kerudung) harus
secara rutin dicuci dan dijemur supaya tidak berjamur dan berbau.
d Membersihkan organ reproduksi luar dari depan ke belakang menggunakan air
bersih dan dikeringkan menggunakan handuk atau tissue.
e Khusus untuk perempuan :
• Tidak boleh terlalu sering menggunakan cairan pembilas vagina
• Menggunakan pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan tidak berbahan sintetik
• Jangan memakai panty liner dalam waktu lama.
• Pergunakan pembalut ketika menstruasi, dan diganti paling lama setiap 4 jam
atau setelah buang air
• Bagi perempuan yang sering keputihan, berbau dan berwarna harap
memeriksakan diri ke petugas kesehatan
f Bagi laki-laki dianjurkan disunat

22
Menghindarkan Diri dari Kekerasan Seksual
Banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual saat ini mendorong tenaga kesehatan
untuk aktif mengajarkan cara menghindarkan diri dari kekerasan bagi anak usia
sekolah dan remaja
1. Tidak ada satu orang pun yang boleh melihat atau menyentuh anggota tubuhmu
yang bersifat ‘pribadi’ seperti bibir dan area yang tertutup oleh pakaian dalam
seperti payudara, alat kelamin (vagina, penis, bokong)
2. Teriak dan katakan tidak mau apabila ada seseorang yang ingin
melihat/menyentuh di area pribadimu
3. Lari dan teriak minta tolong apabila ada seseorang yang ingin melihat/menyentuh
area pribadimu
4. Laporkan pada orang tua / orang dewasa yang kamu percayai apabila ada orang
yang selalu memberimu hadiah, memintamu menyimpan rahasia dan berusaha
berduaan saja dengan mu. Tidak boleh dirahasiakan
5. Pastikan orang tua atau orang dewasa yang kamu percayai mengambil tindakan
untuk membantumu
6. Simpan nomor telepon orang tua dan orang dewasa yang kamu percayai untuk
dihubungi apabila ada keadaan darurat

B. Konsepsi dan Kehamilan Remaja


Konsepsi adalah peristiwa terjadinya pembuahan (masuknya spermatozoa ke dalam sel
telur/ovum). Konsepsi terjadi di Ampula Tuba Falopii, hasil konsepsi disebut zigot yang
akan berjalan kearah uterus sambil membelah yang membutuhkan waktu kurang lebih 5-
7 hari sampai tertanam dirahim (nidasi) dalam stadium blastula (64 sel), yang akan
membentuk embrio yang menjadi cikal bakal janin dan berkembang di dalam rahim
sampai akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Kondisi yang menyebabkan kehamilan:
a) Usia subur dimana seorang individu secara seksual sudah matang. Usia pria sejak
terjadinya mimpi basah hingga usia tua, sedangkan pada wanita sejak mendapatkan
menstruasi hingga menopause atau peristiwa berhentinya menstruasi yaitu pada usia
40 sampai 50 tahun.
b) Melakukan hubungan seksual/ teknologi reproduksi
c) Masa subur perempuan, saat dimana sel telur yang telah matang potensial untuk
dibuahi sperma. Terjadi pada hari ke 14 untuk periode haid 28 hari, bila lebih dari 28
hari perlu perhitungannya 2 minggu/14 hari sebelum masa haid yang akan datang
d) Pertemuan sperma dan ovum dalam tuba/saluran telur merupakan awal dari peritiwa
kehamilan.

Untuk mengetahui seorang wanita mengalami hamil dapat dilihat dari tanda-tanda secara
fisik (berupa dugaan) dan dilakukan pemeriksaan (berupa kepastian). Dugaan hamil
ditunjukan dengan tidak datang haid, pusing, mual/muntah pada pagi hari, buah dada
membesar/mengeras, daerah sekitar putting agak gelap dan perut mulai membesar.
Kepastian hamil saat pemeriksaan medis ditunjukan dengan cara adanya detak jantung
janin, teraba bagian janin, dengan USG tampak janin dan gerakannya.

Keadaan ideal untuk hamil menghasilkan reproduksi yang sempurna adalah:


• Kesiapan fisik, bila sudah menyelesaikan pertumbuhan yaitu sekitar usia 20 tahun
• Kesiapan mental/emosional/psikologis yang stabil untuk menjadi orang tua pada usia
biasanya di atas 20 tahun.
• Kesiapan sosial ekonomi, yaitu secara berkesinambungan dapat membiayai
kehidupan anak yang lahir.

Remaja perempuan menikah atau hamil sebelum usia 20 tahun akan berisiko pada
kehamilan dan janin/bayi, karena kebutuhan zat gizi pada masa tumbuh kembang remaja

23
sangat dibutuhkan oleh tubuhnya sendiri, selain itu perkembangan fisik juga belum
sempurna termasuk organ reproduksi.

Risiko kehamilan remaja bagi ibu (remaja) sebagai berikut :


• Meningkatkan kehamilan berisiko tinggi 4-5 kali
• Meningkatkan risiko pre eklampsia dalam kehamilan 2-5 kali
• Meningkatkan risiko partus macet (obstructed labor)
• Meningkatkan risiko CPD (Cephalo Pelvic Disproportion)
• Meningkatkan malposisi janin
• Risiko konstruksi rahim tidak optimal
• Meningkatkan risiko kematian ibu 2 kali lebih besar
• Meningkatkan risiko IMS 2 kali lebih besar
• dll

Risiko kehamilan remaja bagi bayi/anak yang dilahirkan, sebagai berikut :


• Meningkatkan risiko kelahiran prematur
• Meningkatkan risiko BBLR
• Meningkatkan risiko kerusakan otak janin dan gangguan tumbuh kembang bayi akibat
kekurangan yodium
• dll

Perawatan kehamilan sebaiknya dilakukan dengan memeriksakan diri secara teratur


minimal 4 kali selama kehamilan (1 kali pada trimester 1 dan 2, serta 2 kali pada trimester
ke 3) untuk mengetahui perkembangan janin didalam rahim dan menjaga kesehatan ibu.
Persalinan, suatu peristiwa reproduksi alami berupa lahirnya bayi dari rahim seorang
perempuan. Persalinan yang berisiko tinggi, antara lain yaitu 4 T (usia terlalu muda yaitu
kurang dari 20 tahun, terlalu tua yaitu lebih dari 35 tahun, terlalu banyak dengan jumlah
anak lebih dari 3 orang dan jarak kelahiran terlalu dekat).
Pengaturan kehamilan atau kontrasepsi termasuk menunda kehamilan merupakan cara
untuk mencapai kualitas kehidupan reproduksi. Beberapa alasan perlunya pengaturan
kehamilan adalah:
• Menunggu sampai kesiapan fisik yang ideal untuk hamil
• Memulihkan kesehatan dan kesiapan fisik setelah melahirkan
• Meningkatkan konsentrasi untuk mengasuh anak dengan menunda kehamilan
berikutnya
• Merencanakan kesiapan ekonomi.

C. Kesehatan Reproduksi yang Bertanggung Jawab


Proses reproduksi manusia yang bertanggung jawab sangat dipengaruhi oleh kesiapan :
a) Fisik
Keadaan yang paling baik bagi seseorang untuk memiliki anak, dimana pertumbuhan
tubuh dan organ reproduksi telah sempurna yaitu pada perempuan antara usia 20-35
tahun dan pada laki-laki bila telah mencapai usia 25 tahun.
b) Jiwa, yaitu kesiapan jiwa dimana seorang perempuan dan laki-laki merasa telah ingin
mempunyai anak dan merasa telah siap untuk menjadi orang tua yang
bertangungjawab dalam mengasuh dan mendidik anaknya.
c) Sosial ekonomi
Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan membutuhkan tidak hanya
kasih sayang orang tuanya, tetapi juga sarana yang membuatnya bisa tumbuh dan
berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang tetap. Karena itu remaja
dikatakan siap secara sosial ekonomi jika ia bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti
pakaian, makan minum, tempat dan kebutuhan pendidikan bagi anaknya.

24
Dalam hal ini meskipun seorang remaja telah melampaui usia 20 tahun akan tetapi ia
dan pasangannya belum mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan tempat
tinggal bagi keluarganya maka ia belum dapat siap untuk hamil dan melahirkan.

Ketiga hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan
sejahtera, saling menyayangi, berpendidikan dan berkecukupan.

Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksinya secara sehat, dalam pengertian fisik dan
jiwa diperlukan beberapa prasyarat:
a) Tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun pada laki-
laki.
Seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang normal untuk mempermudah
kelahiran bayinya kelak. Tulang panggul berkembang sejak anak belum menginjak
remaja dan berhenti ketika masa akhir tumbuh kembang anak. Agar semua
pertumbuhan itu berlangsung baik, seorang anak perempuan memerlukan makanan
dengan mutu gizi yang baik dan seimbang sehingga dicapai kondisi fisik yang optimal
untuk hamil dan melahirkan. Oleh karena itu usia ideal untuk hamil dan melahirkan
adalah pada usia diatas 20 tahun. seorang anak laki-laki juga memerlukan gizi yang
baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang sehat. Testis harus sudah
turun ke kantung zakar sewaktu dilahirkan. Kelenjar endokrin sudah berfungsi secara
normal agar dapat tumbuh dan berkembang dengan kemampuan reproduksi secara
normal. Setiap orang diharapkan terbebas dari kelainan atau penyakit yang dapat
mengenai organ reproduksinya baik secara langsung maupun tidak langsung karena
setiap kelainan pada organ reproduksi dapat menganggu kemampuan fungsi
reproduksi seseorang.
b) Baik laki-laki maupun perempuan memerlukan kondisi kesehatan jiwa yang baik
c) Seorang perempuan hamil memerlukan kondisi dimana ia akan dapat melewati masa
tersebut dengan aman. walaupun kehamilan adalah proses fisiologis namun juga
dapat menganggu kesehatan perempuan yang mengalaminya serta menimbulkan
kecemasan. Karena itu perawatan kehamilan yang baik seharusnya juga dilengkapi
dengan konseling dan pemeriksaan kehamilan yang dapat menjawab berbagai
kecemasan tersebut.

Melalui proses reproduksi yang sehat dan bertangungjawab, akan dihasilkan keturunan
yang sehat pula, kemampuan mengasuh anak-anaknya secara bertangungjawab juga
akan membuat mereka kelak mampu menjalani tugas reproduksinya secara sehat.

Menghindari Seks Pra Nikah


Dengan masuknya remaja dalam tahap pubertas dan adanya perubahan psikis pada
remaja dan mudahnya remaja mengakses media informasi/internet. Tenaga kesehatan
perlu untuk membimbing dan mengedukasi remaja agar menghindari seks pra nikah

Seks pra nikah bisa mengakibatkan:


✓ Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)
✓ Penyakit menular seksual
✓ Aborsi
✓ Putus sekolah
✓ Risiko akibat kehamilan dan persalinan lainnya (anemia, prematur, BBLR, stunting
dll)
✓ Dampak kejiwaan lainnya

Bimbing / anjurkan remaja untuk :


✓ Memperkuat iman dan takwa
✓ Memahami tugas utamanya : belajar, membantu orang tua

25
✓ Manfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan/aktifitas positif seperti : olah
raga, keagamaan, seni, organisasi
✓ Hindari perbuatan –perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual seperti
meraba-raba tubuh temannya, membaca majalah porno, menonton video/film porno,
berduaan di tempat sepi, dll

Persiapan pra nikah


Masa pernikahan merupakan masa penting dalam kehidupan manusia dimana pria dan
perempuan perlu mempersiapkan diri masing-masing baik dari aspek fisik, jiwa dan
sosial. Persiapan memasuki “hidup baru” tersebut untuk bekal menghadapi keadaan
yang akan terjadi pada dirinya, karena kehidupan masa perkawinan berbeda dibanding
sebelum perkawinan. Khusus calon pengantin perempuan harus mengetahui banyak hal
yang berkaitan dengan masalah gizi, jiwa dan kesehatan reproduksi karena mereka akan
mengalami proses kehamilan, persalinan dan perawatan anak termasuk menyusui.
Setiap calon pengantin perlu melakukan pemeriksaan kesehatan umum baik fisik, jiwa
maupun sosial untuk menunjang persiapan menuju kehidupan perkawinan. Persiapan
pernikahan yang baik akan dapat mengatasi masalah-masalah negatif yang mengancam
dan selanjutnya diharapkan perkawinan tersebut langgeng dalam suatu keluarga bahagia
dan harmonis.

Norma perkawinan
Perkawinan menurut UU Perkawinan No. 1/1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perubahan norma, nilai dan tatanan kehidupan di masyarakat cenderung mengakibatkan
meningkatnya perceraian. Hampir semua orang yang akan menikah mempunyai harapan
yang akan dicapainya sesudah menikah. Tidak mudah mempersatukan dua pribadi
perempuan dan laki-laki yang berbeda karena suatu perkawinan tidak dapat diharapkan
langsung berhasil tanpa persiapan yang matang.

Pokok Bahasan 4. Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala


A. Persiapan Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala
Penjaringan kesehatan peserta didik merupakan salah satu indikator standar pelayanan
minimal bidang kesehatan yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Penjaringan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan peserta didik perlu dilakukan
pemeriksaan berkala. Kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala tersebut
dilaksanakan melalui wadah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Penjaringan kesehatan dilakukan sedikitnya 1 tahun sekali terhadap peserta didik


kelas 1 SD/SDLB/MI, kelas 7 SMP/SMPLB/MTs, dan kelas 10 SMA/SMK/SMALB/MA
negeri dan swasta.

Sedangkan pemeriksaan kesehatan berkala merupakan lanjutan dari penjaringan


kesehatan. Pemeriksaan berkala dilakukan sedikitnya setiap 1 tahun terhadap
seluruh peserta didik SD/SDLB / MI, SMP/SMPLB/MTs, dan SMA/SMK/SMALB/MA

Kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala dilakukan oleh Puskesmas


berkoordinasi dengan pihak sekolah, madrasah, SLB, panti, rumah singgah, lapas/LPKA
dll yang terdapat di wilayah kerja.

Strategi untuk dapat melaksanakan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan


berkala, antara lain :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan lintas sektoral terkait (Dinas
Pendidikan dan Kanwil Agama) untuk memberikan informasi dan sosialisasi kepada
sekolah-sekolah, untuk menghasilkan :

26
• Kesepakatan pelaksanaan penjaringan kesehatan anak sekolah.
• Inventarisasi tenaga, sarana termasuk dana yang ada untuk kebutuhan
pelaksanaan penjaringan kesehatan peserta didik.
• Identifikasi kebutuhan operasional dalam kegiatan penjaringan kesehatan peserta
didik.
2. Persiapan pelaksanaan penjaringan kesehatan meliputi kesiapan Puskesmas, jumlah
sekolah, dan jumlah peserta didik di tiap wilayah kerja Puskesmas.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menugaskan kepada Puskesmas untuk
melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan peserta didik di wilayah kerjanya.
4. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menugaskan kepada Sekolah untuk bekerjasama
dengan Puskesmas melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan
berkala
5. Kantor Wilayah Agama menugaskan kepada Madrasah untuk bekerjasama dengan
Puskesmas melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala
6. Pimpinan Puskesmas mengadakan pertemuan dengan unsur Tim Pembina UKS
Kecamatan lainnya dan kepala sekolah serta unsur lain yang dipandang perlu untuk
menghasilkan:
• Inventarisasi data tentang jumlah sekolah, penyebaran sekolah serta jumlah
peserta didik
• Rencana kerja penjaringan kesehatan
7. Penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala peserta didik dilakukan oleh:
• Tim penjaringan kesehatan dibawah koordinasi puskesmas yang terdiri dari tenaga
kesehatan puskesmas, guru dan kader kesehatan dari sekolah yang bersangkutan.
• Mahasiswa institusi pendidikan bidang kesehatan dibawah koordinasi Puskesmas

Puskesmas sebagai organisasi fungsional kesehatan di tingkat pelayanan dasar


bertanggung jawab dalam pelaksanaan penjaringan kesehatan peserta didik di wilayah
kerjanya.

Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kanwil


Puskesmas dan Sekolah / Madrasah
Agama, Kesra Kab/Kota

• Kesepakatan pelaksanaan penjaringan • Inventarisasi data tentang jumlah


kesehatan sekolah, penyebaran sekolah serta
• Inventarisasi tenaga, sarana dan dana jumlah peserta didik di kelas I, kelas 7
• Identifikasi kebutuhan operasional dalam dan kelas 10
kegiatan penjaringan kesehatan • Rencana kerja penjaringan kesehatan,
• Menugaskan Sekolah/Madrasah untuk yang mencakup jadual kerja, tenaga
bekerjasama dengan Puskesmas untuk pelaksana, kegiatan pelaksanaan,
pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pencatatan dan pelaporan penjaringan
pemeriksaan berkala kesehatan menurut sekolah sasaran
• Menugaskan Puskesmas untuk • Melaksanakan penjaringan kesehatan
melaksanakan kegiatan penjaringan dan pemeriksaan berkala bersama
kesehatan di wilayah kerjanya Sekolah/Madrasah
• Pendanaan kegiatan penjaringan
kesehatan peserta didik dibiayai oleh
anggaran Kabupaten / Kota
• Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan

27
Pembagian Tugas
Dalam melaksanakan penjaringan kesehatan, petugas kesehatan dibantu oleh guru dan
kader kesehatan sekolah (dokter kecil/kader kesehatan remaja). Dalam rangka
mengatasi keterbatasan sumber daya kesehatan, kepala puskesmas dapat meminta
bantuan dinas kesehatan dan institusi pendidikan, organisasi profesi atau mitra potensial
bidang kesehatan lainnya. Sebelum melaksanakan penjaringan/pemeriksaan berkala,
pihak puskesmas dan pihak sekolah berkoordinasi untuk mengidentifikasi kegiatan,
pembagian tugas dan tanggung jawab. Berikut pembagian tugas tim pelaksana seperti
digambarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel Pembagian Tugas Tim Pelaksana Penjaringan Kesehatan


Berdasarkan Kegiatan
Dokter
kecil/
Kepala Tim
N Kepala Guru Kader Orang Penanggung
Kegiatan puskes tenaga
o sekolah UKS Kesehat tua Jawab
mas kesehatan
an
Remaja
1 Data peserta didik √ Sekolah
2 Koordinasi pelaksanaan: Sekolah
menyepakati tempat, waktu
dan penyediaan form
√ √ √ √ √
informed consent,
kuesioner dan form
pemeriksaan
3 Koordinasi teknis Puskesmas
pelaksanaan penjaringan/ √ √ √ √ √
pemeriksaan berkala
4 Menyediakan alat Puskesmas
√ √
pemeriksaan
5 Informed Consent peserta Sekolah
didik dan orangtua peserta √ √ √
didik
6 Pelaksanaan Penjaringan Puskesmas
√ √ √
Kesehatan
7 Umpan balik hasil Puskesmas
√ √
pemeriksaan ke sekolah
8 Umpan balik hasil Sekolah
√ √ √
pemeriksaan ke orang tua
9 Tatalaksana rujukan √ √ √ √ √ Puskesmas

Sebelum melaksanakan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala perlu didukung


dengan sarana dan prasarana seperti yang dapat digambarkan pada tabel berikut :
Tabel Sarana dan Pra sarana Penjaringan dan Pemeriksaan Kesehatan
No Sarana Fungsi
1 Ruangan untuk pemeriksaan Tempat pemeriksaan
2 Meja dan kursi pemeriksaan Tempat pemeriksaan
3 Formulir lembar persetujuan Bukti persetujuan pemeriksaan
4 Kuesioner Dokumentasi riwayat kesehatan, status imunisasi,
kesehatan mental, intelegensia, perilaku berisiko
5 Formulir Pencatatan Hasil Penjaringan/ Dokumentasi hasil pemeriksaan untuk peserta didik
pemeriksaan berkala/ Buku rapor
kesehatanku
6 Formulir rekapitulasi hasil penjaringan Dokumentasi hasil pemeriksaan untuk puskesmas
kesehatan untuk Puskesmas
7 Formulir Pelaporan Penjaringan Dokumentasi hasil kegiatan penjaringan kesehatan

28
Kesehatan dari Puskesmas ke Dinas yang dilakukan oleh Puskesmas
Kesehatan Kab/Kota
8 Formulir Rujukan Surat pengantar rujukan peserta didik
9 Form umpan balik hasil penjaringan Dokumentasi hasil pemeriksaan untuk sekolah
kesehatan untuk sekolah
10 UKS KIT Pemeriksaan status gizi, tanda vital, pemeriksaan
penglihatan, pemeriksaan pendengaran, alat
pemeriksaan gigi dan mulut

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, daftar


peralatan untuk kegiatan luar gedung (UKS dan UKGS), sebagai berikut:

No UKS Kit
1 Timbangan dewasa
2 Pengukur tinggi badan
3 Tabel Indeks Massa Tubuh
4 Stetoskop
5 Sphygmomanometer dengan manset anak dan dewasa
6 Torniket Karet
7 Thermometer klinis
8 Timer
9 Garpu Tala 512 HZ/ 1024 HZ / 2084 HZ
10 Pengait serumen
11 Speculum hidung (Lempert)
12 Speculum telinga dengan ukuran kecil, sedang, besar
13 Sudip lidah, logam panjang 12 cm
14 Snellen, alat untuk pemeriksaan visus
15 Tes buta warna (ISHIHARA)
16 Pinhole
17 Tas Kanvas tempat kit
18 Kaca Mulut + Tangkai Kaca Mulut
19 Sonde Lengkung

29
Alur Pelaksanaan Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala

B. Informed Consent
Pra penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala merupakan rangkaian dari
pelaksanaan penjaringan kesehatan. Bagian ini memuat tentang informed consent dan
pemeriksaan kesehatan yang menggunakan kuesioner yang sebaiknya dibagikan
sebelum pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala. Petugas
Puskesmas berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk melaksanakan pra penjaringan
kesehatan dan pemeriksaan berkala.

Beberapa minggu sebelum dilaksanakannya kegiatan, petugas Puskesmas


menyampaikan dan menjelaskan rencana pelaksanaan penjaringan kesehatan dan
pemeriksaan berkala kepada kepala sekolah dan guru UKS

Kepala Sekolah bersama guru UKS/wali kelas menyampaikan rencana pelaksanaan


penjaringan kesehatan kepada orang tua/wali dan peserta didik
✓ Penjelasan meliputi : jenis pemeriksaan, tujuan dan manfaat pemeriksaan dan tindak
lanjut hasil pemeriksaan
✓ Penjelasan bisa dilaksanakan misal pada saat MOS atau beberapa minggu sebelum
penjaringan kesehatan/pemeriksaan kesehatan dilakukan

Permohonan persetujuan terhadap penjaringan dan pemeriksaaan kesehatan berkala


merupakan bagian dari informed consent. Informed consent dapat berupa lembar
pernyataan persetujuan dari setiap orangtua/wali peserta didik, atau juga dapat berupa
absensi kehadiran pada saat sosialisasi tentang pelaksanaan penjaringan kesehatan dan
pemeriksaan berkala.

Bagi orang tua peserta didik yang menolak penjaringan kesehatan/pemeriksaan berkala
di sekolah, diminta untuk melampirkan hasil pemeriksaan kesehatan siswa yang
dilakukan di fasilitas kesehatan lain.

30
C. Pemeriksaan Menggunakan Kuesioner
Untuk anak usia dibawah 10 tahun atau kurang dari 4 SD/MI pada pengisian kuesioner
pemeriksaan kesehatan membutuhkan pendampingan orang tua/guru. Untuk peserta
didik dengan disabilitas pengisian kuesioner juga membutuhkan pendampingan orang
tua/guru atau dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
1) Pemeriksaan Riwayat Kesehatan Peserta Didik
Pemeriksaan riwayat kesehatan peserta didik meliputi pengisian kuesioner terkait jenis
gejala/kejadian terkait kesehatan yang pernah diderita oleh peserta didik seperti alergi
makanan tertentu, alergi obat tertentu, cedera serius akibat kecelakaan, kejang
berulang, pingsan, tranfusi darah berulang dan ataupun penyakit lainnya. Peserta didik
yang memiliki riwayat kesehatan tertentu memiliki kemungkinan memiliki penyakit
tertentu yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan peserta didik mengakibatkan
kesakitan dan mengganggu proses belajar pada masa yang akan datang.

Keterangan riwayat kesehatan peserta didik dapat digunakan oleh petugas kesehatan
untuk membantu petugas kesehatan dalam menentukan diagnosis penyakit maupun
pengobatan bagi peserta didik. Pemeriksaan riwayat kesehatan peserta didik
dilakukan pada peserta didik.

2) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pemeriksaan riwayat kesehatan keluarga dilaksanakan untuk mendeteksi risiko
masalah kesehatan peserta didik berdasarkan penyakit yang mungkin
diturunkan/terkait kebiasaan/gaya hidup di keluarga/penyakit menular yang diderita
keluarga.

Peserta didik yang memiliki riwayat kesehatan keluarga tertentu memiliki kemungkinan
diturunkan penyakit tertentu atau dipengaruhi oleh gaya hidup/kebiasaan/kondisi
kesehatan tertentu dalam keluarga yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
peserta didik / mengakibatkan kesakitan dan mengganggu proses belajar.

Keterangan riwayat kesehatan keluarga peserta didik dapat pula digunakan oleh
petugas kesehatan untuk membantu petugas kesehatan dalam menentukan diagnosis
penyakit maupun pengobatan bagi peserta didik.

Jenis pemeriksaan riwayat kesehatan keluarga sebagai berikut :


• Tuberkulosis
• diabetes mellitus,
• hepatitis,
• asma,
• penyakit jantung,
• stroke,
• obesitas,
• tekanan darah tinggi,
• kanker/tumor ganas,
• anemia,
• thalasemia dan
• hemofilia

3) Penilaian Status Imunisasi


Penilaian status imunisasi meliputi jenis imunisasi yang diberikan melalui program
imunisasi lanjutan yaitu Bulan Imunisasi Anak Sekolah, salah satunya terkait program
TT 5 dosis (long life). Pemeriksaan status imunisasi dilakukan pada peserta didik
untuk mengetahui status imunisasi peserta didik atas imunisasi DT, Campak dan Td.

31
Adapun jadual dan jenis pemberian imunisasi tersebut sebagai berikut:
- DT dan Campak/MR bagi peserta didik kelas 1
- Td bagi peserta didik kelas 2 dan 5

4) Pemeriksaan Gaya Hidup


Pemeriksaan gaya hidup bertujuan untuk mendeteksi perilaku, kebiasaan atau
keterpaparan anak terhadap hal yang dapat berisiko pada kesehatan.
Pemeriksaan ini meliputi pengisian kuesioner terkait:
▪ pola sarapan,
▪ jajan di sekolah, risiko merokok
▪ risiko minum minuman beralkohol,
▪ risiko penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).

Peserta didik yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok/terpapar
rokok di keluarga/rumah dan minum minuman beralkohol dapat mengakibatkan
peserta didik lebih berisiko menderita penyakit pada saluran pernapasan atau ikut
melakukan perilaku berisiko tersebut sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan
kesakitan dan mengganggu proses belajar.

5) Pemeriksaan Kesehatan Mental Emosional


Pemeriksaan kesehatan emosional bertujuan untuk:
a. Untuk mendeteksi secara dini adanya masalah mental emosional pada peserta
didik
b. Membantu guru dalam mengenal tingkat kesulitan dan kekuatan pada anak peserta
didik
c. Membantu guru dalam mengenal permasalahan emosi yang dihadapi oleh peserta
didik sehingga guru dapat lebih dini memberikan intervensi positif dan dapat
membantu guru dalam memberikan metode pengajaran. Sebagai bahan tindak
lanjut bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas peserta didik. Sehingga
diharapkan prestasi siswa di sekolah dapat meningkat.

Jenis masalah mental emosional yang dideteksi dalam pemeriksaan ini antara lain :
Masalah hiperaktifitas, masalah emosi, masalah teman sebaya, masalah perilaku.

32
ALUR PENJARINGAN DAN PEMERIKSAAN KESEHATAN MENTAL

PENJARINGAN KESEHATAN MENTAL


DENGAN SDQ / SEKALI DALAM SETAHUN

SKOR KESULITAN SKOR


KEKUATAN/PROSOSIAL
ABNORMAL BODERLINE NORMAL
(RUJUK FASKES) ABNORMAL
(RUJUK FASKES)
SKOR MASALAH SKOR MASALAH SKOR SKOR MASALAH BORDERLINE
EMOSI PRILAKU HIPERAKTIVITAS TEMAN SEBAYA

ABNORMAL BORDERLINE ABNORMAL BORDERLINE BORDERLINE


ABNORMAL
ABNORMAL BORDERLINE
RUJUK RUJUK RUJUK RUJUK
FASKES FASKES FASKES FASKES
KONSELING KONSELING KONSELING KONSELING

PEMERIKSAAN SDQ ULANG


SETELAH 3 BULAN

SKOR KESULITAN
NORMAL DAN KEKUATAN
BORDERLINE ABNORMAL
RUJUK FASKES

33
6) Pemeriksaan Kesehatan Intelegensia
Tujuan pemeriksaan kesehatan inteligensia adalah suatu upaya untuk:
a. Mengembangkan upaya untuk meningkatkan kualitas hasil dari proses belajar
mengajar pada peserta didik
b. Memberi masukan pada orangtua dan guru mengenai dukungan dan bimbingan
yang sesuai dengan potensi kecerdasan dan cara belajar yang dimiliki oleh peserta
didik
c. Menemukan secara dini adanya potensi hambatan belajar pada peserta didik, agar
dapat dilakukan tindakan intervensi segera

Melalui pemeriksaan kesehatan intelegensia dapat diketahui tipe belajar anak (visual,
auditorik, kinestetik) dan modalitas belajar anak (dominansi otak kiri dan atau kanan)
sehingga orang tua dan guru dapat menindaklanjuti untuk memaksimalkaan potensi
belajar anak.

7) Pemeriksaan Kesehatan Reproduksi


Pemeriksaan kesehatan reproduksi dalam penjaringan kesehatan dan pemeriksaan
kesehatan berkala dilakukan bertujuan untuk :
a) Mendeteksi risiko terkait pubertas dan keluhannya
b) Mendeteksi risiko kehamilan
c) Mendeteksi risiko IMS
d) Mendeteksi risiko kekerasan

Pemeriksaan kesehatan reproduksi dilakukan pada semua peserta didik/anak usia


sekolah baik di SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, SLB dll, dimulai pada usia kelas
4 SD/MI.

Pengisian oleh peserta didik SLB/ usia sekolah dengan disabilitas didampingi oleh
orang tua/guru sesuai kebutuhan.

Tatacara, klasifikasi hasil pemeriksaan pra penjaringan kesehatan dan


pemeriksaan berkala lebih lengkap dan tindak lanjutnya dapat dilihat di Petunjuk
Teknis Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala di Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, 2015.

D. Pelaksanaan Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala


Bagian ini memuat pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya yang sebagian besar
dilakukan pada saat pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala.
Penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala dilakukan pada anak usia 6-18 tahun
yang berada di:
a. Dalam sekolah
Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi peserta didik SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA dan SLB. Untuk anak usia sekolah dengan disabilitas, pemeriksaan
kesehatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

b. Luar sekolah
Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi anak yang berada di panti/rumah
singgah/Lembaga Kesejahterasaan Sosial Anak (LKSA) dan lapas anak/ Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

34
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi:
1) Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi masalah infeksi, hipertensi, penyakit paru
(Asma, Tuberkulosis), jantung dll, yang jika tidak segera diobati berisiko mengganggu
proses belajar mengajar, karena malaise (lemah), sakit kepala, sesak napas, napsu
makan menurun.
Jenis pemeriksaan tanda vital yang dilakukan antara lain :
• suhu tubuh
• tekanan darah
• frekuensi denyut nadi
• frekuensi napas
• auskultasi jantung
• dan auskultasi paru.

2) Pemeriksaan Status Gizi


Pemeriksaan status gizi bertujuan untuk mendeteksi masalah gizi seperti sangat kurus,
kurus, gemuk, sangat gemuk/obesitas, anemia, dll. Pemeriksaan status gizi dilakukan
melalui:
a. pengukuran antropometri dengan menggunakan Indeks berat badan dan tinggi
badan (BB/TB), indeks tinggi badan berdasarkan umur (TB/U),
b. pemeriksaan kelopak mata bawah dalam, bibir, lidah dan telapak tangan untuk
mendeteksi dugaan anemia gizi besi.
Anak dengan disabilitas lebih berpotensi untuk mengalami masalah gizi. Hal ini terkait
dengan hambatan fisik dengan kondisi seperti bibir sumbing, lumpuh layu maupun
jenis disabilitas yang lain yang dapat mengganggu mekanisme konsumsi makanan
ataupun disabilitas tertentu yang mungkin memerlukan diet khusus atau asupan kalori
untuk mempertahankan berat badan yang ideal.

3) Pemeriksaan Kebersihan Diri


Pemeriksaan kebersihan diri bertujuan agar anak mampu menjaga kebersihan diri
sehingga dapat menghindarkan diri dari penyakit diare, infeksi saluran pernapasan,
pneumonia (radang paru), infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit.
Pemeriksaan kebersihan diri yang dilakukan antara lain :
‒ Kebersihan rambut
‒ Keberishan kuku
‒ Kebersihan kulit
Peserta didik SLB dengan keterbatasan fisik dan pengetahuannya rentan dengan
masalah kebersihan diri, maka perlu dilakukan pemeriksaan peserta didik SLB yang
meliputi rambut, kulit dan kuku.

4) Pemeriksaan Kesehatan Penglihatan


Tujuan pemeriksaan penglihatan yaitu untuk mendeteksi adanya penyakit pada mata,
gangguan penglihatan seperti kelainan refraksi/gangguan tajam penglihatan dan buta
warna pada peserta didik serta menindaklanjuti hasil pemeriksaan (bila terdapat ada
kelainan).
Pemeriksaan kesehatan indera penglihatan dilakukan melalui :
a) pemeriksaan mata luar,
b) tajam penglihatan menggunakan snellen chart atau kartu E,
c) dan pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara

35
Peserta didik yang mengalami gangguan tajam penglihatan atau radang mata dapat
menimbulkan keluhan sakit kepala, kesulitan membaca sehingga mengganggu proses
belajar mengajar. Radang mata dapat ditularkan ke peserta didik lain.
Pada peserta didik SLB khususnya SLB – A, tetap dilakukan pemeriksaan kesehatan
indera penglihatan walaupun sebelumnya diketahui peserta didik mengalami kelainan
pada mata seperti buta seluruhnya atau buta parsial untuk menemukan kelainan yang
baru atau kelanjutan komplikasi penyakit mata sebelumnya, dan dapat sebagai
pembuktian penegakan dignosa yang sudah ada.

5) Pemeriksaan Kesehatan Indera Pendengaran


Pemeriksaan telinga bertujuan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi
pendengaran pada peserta didik serta menindaklanjuti hasil pemeriksaan (bila terdapat
ada kelainan).
Pemeriksaan telinga dilakukan melalui:
a. pemeriksaan telinga luar
b. pemeriksaan fungsi pendengaran menggunakan tes berbisik dan tes penala (tes
rinne dan tes weber)
Pada peserta didik SLB khususnya SLB–B, tetap dilakukan pemeriksaan kesehatan
indera pendengaran walaupun sebelumnya diketahui peserta didik mengalami kelainan
pada organ telinga. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan yang baru
atau kelanjutan komplikasi gangguan telinga sebelumnya, dan dapat sebagai
pembuktian penegakan diagnosa yang sudah ada.

6) Pemeriksaan Gigi dan Mulut


Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi dan mulut peserta
didik, yang akan digunakan sebagai data untuk menyusun perencanaan dan
pelaksanaan program, memberikan umpan balik kepada sekolah dan orang tua dan
menindaklanjuti atau merujuk hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan gigi dan mulut yang dilaksanakan di sekolah merupakan pemeriksaan
klinis sederhana meliputi pemeriksaan keadaan rongga mulut, kebersihan mulut,
keadaan gusi, keadaan gigi. Peserta didik yang mengalami masalah kesehatan gigi
dan mulut akan sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang, bahkan masa
depan anak. Anak-anak rawan kekurangan gizi, rasa sakit pada gigi dan mulut jelas
menurunkan selera makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka akan
menurun sehingga jelas akan berpengaruh pada prestasi belajar hingga hilangnya
masa depan anak.
Keterbatasan yang dimiliki oleh peserta didik SLB menyebabkan mereka sulit untuk
mendapatkan oral higienis yang optimal, sehingga hal ini mengakibatkan tingkat risiko
mengalami penyakit peradangan gusi dan gigi berlubang lebih tinggi dari pada peserta
didik pada umumnya.

7) Pemeriksaan Kebugaran Jasmani


Pemeriksaan kebugaran jasmani dapat dilakukan pada peserta didik SD/MI (kelas 4-6),
SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan sederajat, kecuali Sekolah Luar Biasa (SLB). Tujuan
dilakukannya pemeriksaan kebugaran jasmani yaitu untuk mengetahui tingkat
kebugaran jasmani peserta didik.
Pengukuran kebugaran jasmani tidak dilakukan bagi peserta didik di SLB karena
mereka memiliki hambatan fisik dan atau psikologis tergantung kedisabilitasannya
masing-masing.

36
Cara Pemeriksaan
Pengukuran kebugaran jasmani peserta didik menggunakan instrumen Tes Kesegaran
Jasmani Indonesia (TKJI) yang telah disepakati dan ditetapkan menjadi suatu
instrumen yang sesuai dengan kondisi anak Indonesia dan berlaku di Indonesia.
Instrumen yang digunakan dalam penjaringan kesehatan peserta didik adalah Single
test. Single test yaitu tes lari jarak menengah dapat menjadi pilihan yang disesuaikan
dengan kelompok usia dan jenis kelamin. Single test lari 1000 meter untuk usia 10-12
tahun putera/puteri, 1600 meter untuk usia 13-19 tahun putera/puteri.
Hasil dari single test kemudian dibandingkan dengan tabel pengukuran kebugaran atau
dimasukkan ke dalam kartu menuju bugar untuk mendapatkan hasil klasifikasi
kebugaran peserta didik. Hasil kebugaran tersebut kemudian dimasukkan dalam
pencatatan penjaringan kesehatan/pemeriksaan berkala.

Tatacara, klasifikasi hasil pemeriksaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan


berkala lebih lengkap dan tindak lanjutnya dapat dilihat di Petunjuk Teknis
Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala di Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, 2015.

Pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan berkala yang dapat


dibantu oleh guru dan kader kesehatan remaja/sekolah/dokter kecil, antara lain :
• Penjelasan pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala oleh
Kepala Sekolah/Guru UKS atau masing-masing wali kelas
• Pengukuran BB dan TB
• Pemeriksaan kebersihan diri peserta didik
• Pengumpulan kuesioner penjaringan kesehatan/pemeriksaan berkala
• Penilaian skoring gaya hidup, kesehatan reproduksi, kesehatan mental emosional,
dan kesehatan intelegensia
• Pengukuran dan penilaian kebugaran jasmani
• Pencatatan hasil di Buku Rapor Kesehatanku

E. Jenis-jenis Alat Bantu Dasar Pada Usia Sekolah dan Remaja dengan Disabilitas
Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu
aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh
kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan
struktur atau fungsi anatomis. Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu
aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh
kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia
dan masyarakat. Dahulu istilah disabilitas dikenal dengan sebutan penyandang cacat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi
mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan
istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,
mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika
ia berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk
berpartisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak.
Berdasarkan Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial,
yang dimaksud dengan alat bantu adalah alat yang dipergunakan penyandang
disabilitas (cacat) untuk dapat meminimalkan hambatan yang dialami sebagai akibat
kecacatannya agar dapat meningkatkan mobilitas, komunikasi, dan interaksi dalam
37
kehidupan bermasyarakat secara wajar, sekaligus untuk
meminimalisasi kerusakan/kecacatan lanjutan.

Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa
setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang mana
kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-
jenis penyandang disabilitas yaitu :
1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari :
a. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan
tanggungjawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/Intelligence Quotient (IQ) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learner) yaitu anak yang memiliki IQ
antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan
anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi
belajar (achievment) yang diperoleh
2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu :
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ
tubuh), polio dan lumpuh.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang
memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam
dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tuna Rungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tuna Wicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan
tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan
adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ
motorik yang berkaitan dengan bicara.
3. Tunaganda (disabilitas ganda). Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu
cacat fisik dan mental).

38
MACAM-MACAM ALAT DISABILITAS
NO RAGAM JENIS ALAT GAMBAR ALAT
DISABILITAS
1 TUNA TONGKAT
NETRA LIPAT:
Merupakan
tongkat
sebagai alat
bantu
mobilitas bagi
tunanetra.
Dapat dilipat
dan mudah
dibawa.

BUKU
BRAILLE:
Buku bacaan
yang
menggunakan
huruf Braille

2 TUNA HEARING
RUNGU & AID:
TUNA Alat ini
WICARA digunakan
untuk
mendengar

KARTU
BAHASA
ISYARAT:
Kartu ini
membantu
memahami
gerakan
isyarat yang
digunakan
penderita
tuna rungu.

3 TUNA KURSI
DAKSA RODA:
Salah satu
alat untuk
mobilitas tuna
daksa.

ALAT BANTU Kruk


JALAN:
Terdiri dari
beberapa
jenis

39
Tongkat kaki tiga

Tongkat kaki empat

Walker

Pokok bahasan 5. Tindak Lanjut Pemantauan Tumbuh Kembang


A. Pencatatan Pelaporan Pemantauan Tumbuh Kembang
1. Pencatatan
Tenaga kesehatan mencatatkan hasil penjaringan kesehatan/ pemeriksaan berkala
ke dalam formulir penjaringan kesehatan/ pemeriksaan berkala yang terdapat dalam
buku Rapor Kesehatanku. Data hasil penjaringan kesehatan/ pemeriksaan berkala
yang dicatatkan pada formulir penjaringan/pemeriksaan atau Buku Rapor
Kesehatanku meliputi: Identitas peserta didik, riwayat kesehatan orang tua, riwayat
kesehatan peserta didik, hasil pemeriksaan, hasil pengisian kuesioner, kesimpulan
pemeriksaan dan tindak lanjut.
Tenaga kesehatan memindahkan hasil penjaringan kesehatan/pemeriksaan berkala
dari Buku Rapor Kesehatanku ke Register Kegiatan Kesehatan Anak di Sekolah,
40
meliputi identitas peserta didik, kesimpulan hasil pemeriksaan kesehatan, (jenis
disabilitas, status gizi, risiko anemia, tekanan darah, dugaan kelainan jantung,
dugaan masalah paru, imunisasi, kebersihan diri, kesehatan gigi dan mulut,
kesehatan mata, kesehatan telinga, risiko yang berhubungan dengan gaya hidup,
gangguan kesehatan reproduksi, gangguan mental emosional, modalitas belajar,
dominasi otak, penggunaan alat bantu, kebugaran jasmani, rujukan) dan tindak
lanjut. formulir register kegiatan kesehatan anak di sekolah terlampir.

2. Pelaporan
Data hasil penjaringan kesehatan direkapitulasi oleh tenaga kesehatan puskesmas
untuk dilaporkan dan diumpanbalikkan ke:
• Sekolah
Data yang diumpanbalikkan oleh puskesmas ke sekolah menggunakan Register
Kegiatan Kesehatan Anak di Sekolah (terlampir).
• Dinas Kesehatan Kab/ Kota
Tenaga kesehatan Puskesmas melaporkan cakupan penjaringan
kesehatan/pemeriksaan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui
Laporan Kegiatan Kesehatan Anak di Sekolah (terlampir) atau laporan bulanan
yang berlaku di wilayah kerja.
• Dinas Kesehatan Provinsi
Laporan Hasil Penjaringan Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dianalisis dan direkapitulasi menggunakan Laporan Kegiatan
Kesehatan Anak di Sekolah di Kabupaten/ Kota dan hasilnya dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi.
• Kementerian Kesehatan c.q Direktorat Kesehatan Keluarga
Provinsi melakukan rekapitulasi dan analisis semua laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerjanya menggunakan formulir Laporan
Kegiatan Kesehatan Anak di Sekolah di Provinsi, dan hasilnya disampaikan ke
Kementerian Kesehatan sebagai laporan.
Frekuensi pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 6 bulan
sekali, dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi 6 bulan
sekali dan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan 6 bulan sekali.
Masing-masing tingkatan administrasi yang menerima laporan berkewajiban
menganalisis laporan yang diterima dan menyampaikan umpan balik penerimaan
laporan dan hasil analisisnya dalam rangka penilaian dan pengembangan program
serta untuk memacu kesinambungan pelaporan.
Masing-masing tingkatan administrasi juga berkewajiban untuk memberikan umpan
balik kepada TP UKS terkait sebagai informasi hasil pelaksanaan penjaringan
kesehatan yang telah dilakukan pada wilayah kerja.
Alur pelaporan dan penyampaian umpan balik dan hasil analisis laporan di masing-
masing tingkatan administrasi dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini:

Penjelasan mengenai pencatatan dan pelaporan Penjaringan Kesehatan dan


Pemeriksaan Berkala dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan
dan Pemeriksaan Berkala di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
Kementerian Kesehatan, 2015.

41
42
B. Tindak Lanjut Hasil Pemantauan Tumbuh Kembang
Untuk peserta didik yang menghasilkan kesimpulan hasil pemeriksaan yang kurang baik
maka tenaga kesehatan puskesmas melakukan:
- Memberikan surat pengantar rujukan ke puskesmas untuk pemeriksaan lanjutan,
pengobatan dll. Contoh kasus yang memerlukan rujukan sebagai berikut:
• Penyakit kulit
• Gizi kurang
• Gizi lebih
• Dugaan anemia
• Pemeriksaan kecacingan
• Hipertensi
• Dugaan Tuberkulosis
• Gangguan visus
• Gangguan tajam pendengaran
• Infeksi mata
• Infeksi THT
• Karies gigi, radang gusi / karang gigi
• Kandidiasis mulut
• Gangguan mental emosioanal
• Dugaan IMS
• Dugaan kekerasan
• Dugaan masalah pubertas
• dll

- Puskesmas berkoordinasi dengan sekolah pada saat umpan balik hasil penjaringan
kesehatan dan pemeriksaan berkala, memberikan saran rujukan ke Puskesmas untuk
peserta didik yang memerlukan. Petugas Puskesmas meminta sekolah untuk
menginformasikan hasil penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala ke orang tua
peserta didik dan saran rujukan tindak lanjut ke Puskesmas.

43
CONTOH FORMULIR PERSETUJUAN PENJARINGAN KESEHATAN
DAN PEMERIKSAAN BERKALA

Orang Tua / Wali yang terhormat,


Dalam rangka peningkatan kesehatan anak usia sekolah di Indonesia, Kementerian Kesehatan
bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian
Dalam Negeri (Peraturan Bersama 4 Menteri Tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS/M)
melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan/ pemeriksaan kesehatan berkala gratis untuk peserta
didik di tiap tingkat kelas pada SD/MI, SMP/MTs serta SMA/SMK/MA/MAK termasuk SLB. Kegiatan ini
akan dilaksanakan secara rutin 1 (satu) kali selama per Tahun Ajaran, TANPA DIPUNGUT BIAYA.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya risiko kesehatan yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran siswa dan menindaklanjuti risiko kesehatan yang ditemukan (saran bagi sekolah dan
orang tua serta rujukan).

Jenis pemeriksaan kesehatan yang diberikan sebagai berikut :


Pemeriksaan kebersihan diri
Pemeriksaan status gizi
Pemeriksaan tanda vital (suhu tubuh, tekanan darah, pernapasan, denyut nadi, jantung dan
paru)
Pemeriksaan kesehatan penglihatan
Pemeriksaan kesehatan pendengaran
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
Pemeriksaan gaya hidup
Pemeriksaan kebugaran jasmani
Pemeriksaan kesehatan mental
Pemeriksaan kesehatan Intelegensia
Pemeriksaan kesehatan reproduksi

Pemeriksaan kesehatan akan dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan Puskesmas______________,


Kab/Kota_____________ dan Tim UKS Sekolah_____________, dibantu oleh Kader Kesehatan
Sekolah/ Dokter Kecil atau penyedia layanan kesehatan masyarakat lainnya dapat membantu
pelaksanaan skrining tersebut _____________. Pelaksanaan kegiatan ini akan dipantau oleh Dinas
Kesehatan Kab/Kota_____________, Provinsi___________.

Apabila Bapak/Ibu menyetujui pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pada peserta didik ini, mohon
menandatangani Formulir ini sebagai bukti persetujuan pelaksanaan penjaringan kesehatan dan
pemeriksaan berkala.

Menyetujui, Mengetahui,
_________/_____________

ttd ttd

(…...nama orangtua/wali…..) (…...nama guru/wali kelas…..)

44
CONTOH FORMULIR TANDA TANGAN PERSETUJUAN PENJARINGAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN BERKALA
Sekolah :
Alamat Sekolah :
Kelas :
No Tanggal Nama Nama anak Tanda No. Tanggal Nama Nama Anak Tanda
. Orangtua/Wali Tangan Orangtua/Wali Tangan
1. 21.
2. 22.
3. 23.
4. 24.
5. 25.
6. 26.
7. 27.
8. 28.
9. 29.
10. 30.
11. 31.
12. 32.
13. 33.
14. 34.
15. 35.
16. 36.
17. 37.
18. 38.
19. 39.
20. 40.

___________/_____________
Mengetahui,
(Nama Guru/Wali Kelas)

45
CONTOH
FORMULIR PENOLAKAN PENJARINGAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN BERKALA

Sehubungan akan dilaksanakannya program pelaksanaan skrining/pemeriksaan kesehatan oleh


Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri (Peraturan Bersama 4 Menteri Tentang
Pembinaan dan Pengembangan UKS/M), dengan ini

Saya yang bertandatangan di Formulir Tanda Tangan Penolakan Penjaringan Kesehatan Untuk
Orangtua/Wali, menolak program pelayanan kesehatan yang diberikan di sekolah, yaitu :

Jenis pemeriksaan kesehatan yang diberikan sebagai berikut :


Pemeriksaan kebersihan diri
Pemeriksaan status gizi
Pemeriksaan tanda vital (suhu tubuh, tekanan darah, pernapasan, denyut nadi, jantung
dan paru)
Pemeriksaan kesehatan penglihatan
Pemeriksaan kesehatan pendengaran
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
Pemeriksaan gaya hidup
Pemeriksaan kebugaran jasmani
Pemeriksaan kesehatan mental
Pemeriksaan kesehatan Intelegensia
Pemeriksaan kesehatan reproduksi

Pemeriksaan kesehatan pada anak/anak dibawah perwalian saya tersebut telah/akan tetap saya
laksanakan di fasilitas kesehatan lainnya. Maka saya melampirkan hasil pemeriksaan kesehatan
anak saya yang sah dari fasilitas kesehatan lain.

Menyetujui, Mengetahui,
_________/_____________

ttd ttd

(…...nama orangtua/wali…..) (…...nama guru/wali kelas…..)

46
FORMULIR PEMBERITAHUAN HASIL PENJARINGAN KESEHATAN DAN
PEMERIKSAAN BERKALA KE ORANG TUA/WALI

Yth Orangtua/Wali:
Terima kasih telah berpartisipasi dalam penjaringan kesehatan peserta didik, berikut hasil
pemeriksaan kesehatan yang memberikan gambaran kondisi untuk ditindaklanjuti orang tua,
guru dan petugas kesehatan.
Nama:____________________________
Kelas:____________________________
Dalam Pemeriksaan
No Jenis Pemeriksaan Batas Lebih lanjut/ Keterangan
Normal Rujuk
1 Pemeriksaan kebersihan diri
2 Pemeriksaan status gizi
3 Pemeriksaan tanda vital (suhu tubuh, tekanan
darah, pernapasan, denyut nadi, jantung dan
paru)
4 Pemeriksaan gangguan kesehatan mata
(ketajaman penglihatan, risiko infeksi dan buta
warna)
5 Pemeriksaan gangguan pendengaran
6 Pemeriksaan gangguan kesehatan gigi dan
mulut
7 Pemeriksaan gaya hidup
8 Pemeriksaan kebugaran jasmani
9 Pemeriksaan kesehatan mental
10 Pemeriksaan kesehatan Intelegensia
11 Pemeriksaan kesehatan reproduksi
Saran:
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________/
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan lebih lengkap dan perawatan lebih lanjut ke
Puskesmas/ RS___________________ . *

Tanggal: _________________ Tanda tangan Wali Kelas__________________________

47
SURAT RUJUKAN HASIL PENJARINGAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN BERKALA
PESERTA DIDIK

Yth. Kepala Puskesmas / Rumah Sakit______________________

Mohon bantuan pemeriksaan, perawatan dan pengobatan selanjutnya pada :


Nama Siswa :
Usia :
Kelas :

Berdasarkan penjaringan/ pemeriksaan kesehatan berkala peserta didik yang telah dilaksanakan
pada…………..(Hari/Tanggal)________________, di (Nama Sekolah)_______________________
didapatkan hasil pemeriksaan:___________
__________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________
_____________________________,

__________, Tanggal_____
Dokter/Bidan/Perawat yang mengirim rujukan

Cap

( Nama Jelas )
NIP.

48
Puskesmas :…………......………………. Tanggal pengisian : ........................
RAHASIA
KUESIONER PENJARINGAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN BERKALA PESERTA DIDIK

Kuesioner di bawah ini merupakan prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk mengetahui
keadaan kesehatanmu agar dapat dilakukan upaya penanganan sedini mungkin sehingga dapat
mendukung proses belajarmu untuk meningkatkan prestasi.
Jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner ini dijamin kerahasiaannya dan tidak akan mempengaruhi
nilai pelajaranmu.

Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti dan berikan jawaban sesuai dengan keadaanmu.
*untuk peserta didik kelas 1-3 SD/MI dapat menjawab pertanyaan dengan bantuan orang tua
atau guru

IDENTITAS

Nama sekolah : .............................................................................................................


Alamat : .............................................................................................................
Nama siswa : ..................................................................... Kelas : ..............
Tanggal lahir/usia : ..................................................................... Jenis kelamin : L / P
Nama Ayah/Ibu : ....................................................................
A. Riwayat Kesehatan

Berikan tanda (V) pada kotak sesuai keadaanmu, bila jawaban ‘Ya’, isilah titik-titik di sebelahnya.

Apakah kamu :
1. Alergi Tidak Ya Sebutkan : .............
2. Pernah mengalami cedera Tidak Ya Sebutkan : .............
3. Riwayat kejang berulang Tidak Ya
8. Riwayat pingsan Tidak Ya
9. Riwayat tranfusi darah berulang Tidak Ya
10. Riwayat kelainan bawaan yang dimiliki Tidak Ya Sebutkan : .............
11. Riwayat penyakit lainnya Tidak Ya Sebutkan : .............

B. Riwayat Imunisasi
Status imunisasi dasar lengkap? Tidak Ya Sebutkan:…..
a. 0 – 24 Jam
Hepatiis B Tidak Ya
b. Usiab.1 bulan
BCG Tidak Ya
Polio 1 Tidak Ya
c. Usia 2 bulan
DPT – HB – Hib1 Tidak Ya
Polio 2 Tidak Ya
d. Usia 3 bulan
DPT – HB – Hib2 Tidak Ya
Polio 3 Tidak Ya

49
e. Usia 4 bulan
DPT – HB – Hib3 Tidak Ya
Polio 4 Tidak Ya
IPV Tidak Ya
f. Usia 9 bulan
Campak/MR Tidak Ya
g. Usia 18 – 24 bulan

DPT – HB – Hib Tidak Ya


Campak Tidak Ya
h. Kelas 1 SD
Campak Tidak Ya
DT Tidak Ya
i. Kelas 2 SD
Td Tidak Ya
j. Kelas 5 SD
Td Tidak Ya

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah orang tuamu atau anggota keluarga lain menderita:
a. Tuberkulosis (TBC) paru Tidak Ya Tidak tahu
b. Diabetes melitus/ kencing manis Tidak Ya Tidak tahu
c. Hepatitis / sakit kuning Tidak Ya Tidak tahu
d. Asma/ bengek Tidak Ya Tidak tahu
e. Penyakit lainnya Tidak Ya Sebutkan:…..

D. Gaya Hidup
1. Apakah kamu sarapan? Selalu Kadang-kadang Tidak pernah

2. Apakah kamu jajan di sekolah? Selalu Kadang-kadang Tidak pernah

3. Apakah orang tua/ keluarga ada yang merokok? Ada Tidak ada
4. Apakah kamu pernah merokok ? Ada Tidak ada
5. Apakah orang tua/ keluarga ada yang minum
minuman beralkohol? Ada Tidak ada
6. Apakah kamu pernah yang minum minuman
beralkohol atau menggunakan obat-obatan
terlarang? Ada Tidak ada

50
E. KESEHATAN REPRODUKSI
1. Peserta Didik Puteri
1. Berapakah usiamu saat menstruasi pertama?
( ) < 8 tahun ( ) 8-15 tahun ( ) > 15 tahun
Jika kamu belum menstruasi, lompat ke pertanyaan nomor 4

2. Apakah menstruasi kamu teratur setiap bulan? ( ) Ya ( ) Tidak


3. Apakah pada saat menstruasi disertai nyeri perut hebat? ( ) Ya ( ) Tidak
4. Apakah kamu pernah mengalami keputihan? ( ) Ya ( ) Tidak
5. Apakah kamu pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kemaluan? ( )Ya ( )Tidak
6. Apakah kamu pernah disentuh secara paksa pada bagian vital tubuhmu (alat
kelamin/payudara/bokong)? ( ) Ya ( ) Tidak

2. Peserta Didik Putera


1. Apakah kamu pernah mimpi basah? ( ) Ya ( ) Tidak
2. Apakah kamu pernah mengalami kencing kuning kental? ( ) Ya ( ) Tidak
3. Apakah kamu pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kemaluan ?( ) Ya ( ) Tidak
4. Apakah kamu pernah disentuh secara paksa pada bagian vital tubuhmu (alat
kelamin//bokong)? ( ) Ya ( ) Tidak

3. Bahan Edukasi dan Konseling


Berikan tanda (V) pada hal-hal yang ingin kamu ketahui di bawah ini (boleh lebih dari satu,
meskipun kamu tidak mengalami masalah terkait hal-hal tersebut) :

• ( ) Berat badan • ( ) Mulut dan gigi • ( ) Mengompol


• ( ) Tinggi badan • ( ) Sakit kepala • ( ) Stres
• ( ) Postur tubuh • ( ) Nyeri dada • ( ) Kesulitan belajar
• ( ) Diet/makanan/nafsu makan • ( ) Sakit perut • ( ) Sulit konsentrasi
• ( ) Kulit (rash/jerawat) • ( ) Nyeri saat buang air kecil • ( ) Cara belajar efektif
• ( ) Bau badan • ( ) Menstruasi • ( ) Sulit tidur
• ( ) Pendengaran • ( ) Organ seksual • ( ) Napza/ Narkoba
• ( ) Penglihatan • ( ) Masturbasi/ onani • ( ) Lainnya ...............

51
F. KESEHATAN MENTAL DAN EMOSIONAL

Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak


Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ)
usia 4 - 10 thn

Untuk setiap pernyataan, lingkari pada kotak kolom sesuai dengan pilihan anda, sebagaimana yang
terjadi pada diri anak/ peserta didik anda selama enam bulan terakhir (semua harus dijawab !!)
Kode* Skor
Skor
No. Pernyataan Tidak Agak
Benar Anak
Benar Benar
1 Dapat memperdulikan perasaan orang lain Pr 1
2 Gelisah, terlalu aktif, tidak dapat diam untuk waktu lama H1
3 Sering mengeluh sakit kepala, sakit perut atau sakit-sakit E1
lainnya
4 Kalau mempunyai mainan, kesenangan, atau pensil, anak Pr 2
bersedia berbagi dengan anak-anak lain
5 Sering sulit mengendalikan kemarahan C1
6 Cenderung menyendiri, lebih suka bermain seorang diri P1
7* Umumnya bertingkah laku baik, biasanya melakukan apa C2
yang disuruh oleh orang dewasa
8 Banyak kekhawatiran atau sering tampak khawatir E2
9 Suka menolong jika seseorang terluka, kecewa atau merasa Pr 3
sakit
10 Terus menerus bergerak dengan resah atau menggeliat- H2
geliat
11* Mempunyai satu atau lebih teman baik P2
12 Sering berkelahi dengan anak-anak lain atau mengintimidasi C3
mereka
13 Sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis E3
14* Pada umumnya disukai oleh anak-anak lain P3
15 Mudah teralih perhatiannya, tidak dapat berkonsentrasi H3
16 Gugup atau sulit berpisah dengan orangtua/pengasuhnya E4
pada situasi baru, mudah kehilangan rasa percaya diri
17 Bersikap baik terhadap anak-anak yang lebih muda Pr 4
18 Sering berbohong atau berbuat curang C4
19 Diganggu, dipermainkan, diintimidasi atau diancam oleh P4
anak-anak lain
20 Sering menawarkan diri untuk membantu orang lain (orang Pr 5
tua, guru, anak-anak lain)
21* Sebelum melakukan sesuatu ia berpikir dahulu tentang H4
akibatnya
22 Mencuri dari rumah, sekolah atau tempat lain C5
23 Lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada P5
dengan anak-anak lain
24 Banyak yang ditakuti, mudah menjadi takut E5
25* Memiliki perhatian yang baik terhadap apapun, mampu H5
menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah sampai selesai

52
Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak
Strengths and Difficulties Questionnaire
usia 11 –18 tahun

Untuk setiap pernyataan, beri tanda () pada kotak kolom sesuai dengan pilihan anda, sebagaimana
terjadi pada dirimu selama enam bulan terakhir (semua harus dijawab !!)
No Kode* Tidak Agak Benar
Pernyataan
. benar benar
1 Saya berusaha bersikap baik kepada orang lain. Saya peduli dengan Pr 1
perasaan mereka
2 Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu lama H1
3 Saya sering sakit kepala, sakit perut atau macam-macam sakit lain E1
4 Kalau saya memiliki mainan CD atau makanan saya biasanya berbagi Pr 2
dengan orang lain
5 Saya menjadi sangat marah dan sering tidak bisa mengendalikan C1
kemarahan saya
6 Saya lebih suka sendirian daripada bersama dengan orang-orang P1
yang seumur saya
7* Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain C2
8 Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap apapun E2
9 Saya selalu siap menolong jika ada orang terluka, kecewa atau Pr 3
merasa sakit
10 Bila sedang gelisah atau cemas badan saya sering bergerak-gerak H2
tanpa saya sadari
11* Saya mempunyai satu teman baik atau lebih P2
12 Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya dapat memaksa C3
orang lain melakukannya apa yang saya inginkan
13 Saya sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis E3
14* Orang lain seumur saya pada umumnya menyukai saya P3
15 Perhatian saya mudah teralihkan. Saya sulit memusatkan perhatian H3
pada apapun
16 Saya merasa gugup dalam situasi baru. Saya mudah kehilangan rasa E4
percaya diri
17 Saya bersikap baik pada anak-anak yang lebih muda dari saya Pr 4
18 Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang C4
19 Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh anak-anak atau remaja P4
lainnya
20 Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang lain, orang tua, Pr 5
guru atau anak-anak
21* Sebelum melakukan sesuatu saya berpikir dahulu tentang akibatnya H4
22 Saya mengambil barang yang bukan milik saya dari rumah, sekolah, C5
atau darimana saja
23 Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan P5
orang-orang seumur saya
24 Banyak yang saya takuti. Saya mudah menjadi takut E5
25* Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang saya lakukan. Saya H5
mempunyai perhatian yang baik terhadap apapun

53
G. KESEHATAN INTELEGENSIA

Petunjuk Pengisian
• Untuk siswa SD kelas 1-3 saat mengerjakan tes dibantu oleh guru/orangtua.
• Selain siswa SD kelas 1-3 dapat mengerjakan tes secara mandiri
• Tidak ada jawaban yang salah, jawaban yang diharapkan adalah jawaban sejujurnya yang sesuai
dengan kondisi yang kamu alami/lakukan dalam 6 (Enam) bulan terakhir.
• Untuk setiap pernyataan, beri tanda (v) pada kotak tidak pernah, kadang-kadang, selalu.

Keterangan jawaban :
Tidak Pernah : Tidak melakukan sama sekali
Kadang - kadang : kadang melakukan kadang tidak
Selalu : terus menerus melakukan

NO PERNYATAAN JAWABAN
Tidak Kadang
A. MODALITAS BELAJAR Selalu
pernah kadang
1 Suka mengingat sesuatu dengan membayangkannya
Memahami sesuatu dengan melihat grafik/bagan/skema atau
2
membaca tulisan
3 Memahami sesuatu dari mendengar/petunjuk lisan
4 Mudah mengikuti instruksi tertulis
5 Bisa mengerjakan grafik, bagan/skema dan poster dengan baik.
6 Senang melakukan tugas dengan di dikte
Saya dapat menyusun bongkar pasang gambar (puzzles) dengan
7
baik
8 Senang membaca
9 Mudah memahami penjelasan dengan alat peraga
10 Suka mencatat dan membuat daftar apa yang ingin saya ingat
11 Mudah mengikuti petunjuk di peta
12 Suka mengikuti petunjuk lisan
Suka mendengar seseorang berbicara dalam mendapatkan
13
informasi.
14 Membutuhkan penjelasan tentang suatu diagram atau peta.
15 Senang berdiskusi membicarakan suatu hal.
16 Suka mendengarkan irama musik untuk mempelajari sesuatu.
17 Suka mendengarkan musik
Suka melakukan gerakan-gerakan untuk mengingat sesuatu
18
(mengetuk-ngetuk pena, menggoyang-goyang tungkai).
Suka bekerja dengan tangan saya dalam membuat atau
19
memperbaiki sesuatu.
20 Suka berdiri atau berjalan-jalan saat belajar
21 Suka menggunakan gerakan tangan saat berbicara
22 Terampil berolah raga
Suka melihat gerakan tubuh seseorang untuk memahami maksud
23
pikirannya
24 Harus melakukan apa yang telah dipelajari agar mudah dipahami

54
Petunjuk Pengisian
• Tidak ada jawaban yang salah, jawaban yang diharapkan adalah jawaban sejujurnya yang sesuai dengan
kondisi siswa.
• Untuk setiap pertanyan, beri tanda (v) pada kotak ya dan tidak.

Keterangan jawaban :
Ya : Jika pertanyaan sesuai dengan kondisi anak
Tidak : Jika pertanyaan tidak sesuai dengan kondisi anak

B. DOMINASI OTAK YA TIDAK


1 Suka bergerak dan banyak beraktivitas?
2 Kesulitan dalam mewarnai gambar dan menulis?
3 Sangat peka terhadap kritikan?
4 Terampil dalam menyusun mainan (building toys), misalnya LEGO, balok susun?
5 Terampil dalam menyusun puzzles dan mazes?
Bila dibacakan sebuah buku kepada kamu sebanyak 2 atau 3 kali, dapatkah kamu
6 mengisi kata yang hilang dengan ingatan yang sangat baik?
Sangat penting untuk menyukai guru disekolah agar dapat mengerjakan pekerjaan
7 dengan baik di dalam kelas?
8 Mudah beralih perhatiannya, atau sering melamun?
9 Tidak dapat menyelesaikan tugas secara konsisten?
10 Cenderung berbuat dulu baru berpikir?
11 Harus memotong label baju sebelum dikenakan?
12 Hanya mau memakai baju yang lembut dan nyaman?
Sangat menikmati saat berolah raga, berada di pesta yang ramai, dan berekreasi di
13 taman hiburan?
14 Cenderung pemalu?
15 Harus selalu diingatkan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan?
16 Senang bersaing dan tidak mau kalah ?
17 Memiliki rasa humor yang baik ?
Mempunyai kemampuan di atas rata-rata untuk mengerti dan menciptakan permainan
18 kata ?
19 Apakah selalu ingin sempurna dalam mencoba sesuatu yang baru?
Mampukah mengingat kembali saat liburan atau kejadian pada 1 atau 2 tahun yang
20 lalu, secara gamblang detailnya ?

55
Lampiran 7
FORMULIR PENJARINGAN KESEHATAN/PEMERIKSAAN BERKALA PESERTA DIDIK
PUSKESMAS ……………………………
(Diisi oleh Guru dan Petugas Puskesmas)

Nama sekolah : ………………………………………………………………….


Alamat : ………………………………………………………………….

I IDENTITAS PESERTA DIDIK


Nama = ………………………………………….. Kelas = ……….
Tanggal Lahir = ………………………………………….. Umur = ……….
Golongan darah = ………………………………………….. Jenis Laki-laki (L)
Perempuan
Nama orangtua/wali = ………………………………………….. Kelamin (P)
Jenis Disabilitas Netra
Rungu
Rungu Wicara
Grahita
Daksa
Autisme
Ganda
ADHD

II PEMERIKSAAN KESEHATAN DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER


A Riwayat Kesehatan Anak
Sebutkan
Alergi Tidak (T) Ya (Y) :
Pernah mengalami cedera Sebutkan
Tidak (T) Ya (Y) :
Riwayat kejang berulang Tidak (T) Ya (Y)
Riwayat Pingsan Tidak (T) Ya (Y)
Riwayat Tranfusi darah
berulang Tidak (T) Ya (Y)
Riwayat kelainan bawaan yang Sebutkan
dimiliki Tidak (T) Ya (Y) :
Sebutkan
Riwayat penyakit lainya Tidak (T) Ya (Y) :

B Riwayat Imunisasi
Status imunisasi dasar lengkap Tidak (T) Ya (Y) Sebutkan
a. 0 - 24 Jam
Hepatitis B Tidak (T) Ya (Y)
b. Usia 1 bulan

58
BCG Tidak (T) Ya (Y)
Polio 1 Tidak (T) Ya (Y)
c. Usia 2 bulan
DPT - HB - Hib1 Tidak (T) Ya (Y)
Polio 2 Tidak (T) Ya (Y)
d. Usia 3 bulan
DPT - HB - Hib2 Tidak (T) Ya (Y)
Polio 3 Tidak (T) Ya (Y)
e. Usia 4 bulan
DPT - HB - Hib3 Tidak (T) Ya (Y)
Polio 4 Tidak (T) Ya (Y)
IPV Tidak (T)
f. Usia 9 bulan
Campak/MR Tidak (T) Ya (Y)
g. Usia 18 - 24 bulan
DPT - HB - Hib Tidak (T) Ya (Y)
Campak Tidak (T) Ya (Y)
h. Kelas 1 SD
Campak Tidak (T) Ya (Y)
DT Tidak (T) Ya (Y)
i. Kelas 2 SD
Td Tidak (T) Ya (Y)
j. Kelas 5 SD
Td Tidak (T) Ya (Y)

C Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah orangtuamu atau keluarga lain
menderita:
a. Tuberkulosis (TBC) Tidak (T) Ya (Y) Tidak Tahu
b. Diabetes Mellitus Tidak (T) Ya (Y) Tidak Tahu
c. Hepatitis/sakit kuning Tidak (T) Ya (Y) Tidak Tahu
d. Asma/Bengek Tidak (T) Ya (Y) Tidak Tahu
e. Penyakit lainnya Tidak (T) Ya (Y) Tidak Tahu

D Gaya Hidup
1. Apakah kamu sarapan? Selalu Kadang Tidak pernah
2. Apakah kamu jajan di sekolah? Selalu Kadang Tidak pernah
3. Apakah orangtua / keluarga ada
yang merokok Ada Tidak ada
4. Apakah kamu pernah merokok? Ada Tidak ada
5. Apakah orangtua / keluarga ada Ada Tidak ada

59
yang minum minuman beralkohol?

6. Apakah orangtua / keluarga ada


yang minum minuman beralkohol? Ada Tidak ada

E Kesehatan Reproduksi
Masalah Pubertas Tidak (T) Ya (Y)
Risiko IMS Tidak (T) Ya (Y)
Risiko Kekerasan seksual Tidak (T) Ya (Y)

Khusus Peserta Didik


Perempuan
Gangguan Menstruasi Tidak (T) Ya (Y)

F Kesehatan Mental Emosional


Skor Kesulitan
Gejala Emosional (E) Normal Borderline Abnormal
Masalah perilaku (C) Normal Borderline Abnormal
Hiperaktifitas (H) Normal Borderline Abnormal
Masalah teman sebaya (P) Normal Borderline Abnormal

Skor Kekuatan
Perilaku Prososial (Pr) Normal Borderline Abnormal

G Kesehatan Intelegensia

Modalitas Belajar
Cukup
Optimal Belum Optimal
Visual Optimal
Cukup
Optimal Belum Optimal
Audio Optimal
Cukup
Optimal Belum Optimal
Kinestetik Optimal

Dominasi Otak Otak Kiri Otak Kanan Otak Kiri Kanan

60
III PEMERIKSAAN FISIK

A Pemeriksaan Tanda-tanda Vital


Tekanan darah = ……………….. mm Hg
Denyut nadi = ……………….. /menit
Frekuensi Pernapasan = ……………….. /menit
0
Suhu = ……………….. C

Bising Jantung Tidak (T) Ya (Y)


Bising Paru Tidak (T) Ya (Y)

B Pemeriksaan Status Gizi


Berat badan = ……………….. kg
Tinggi badan = ……………….. cm
Kategori Status Gizi
IMT ( BB/TB2 ) = …………..
Sangat Kurus Normal Sangat Gemuk
Kurus Gemuk
TB/U (Stunting) Tidak (T) Ya (Y)

Tanda Klinis anemia Tidak (T) Ya (Y)


(conjungtiva/kelopak mata bag dalam bawah pucat,
bibir, lidah, telapak tangan pucat)

C Pemeriksaan Kebersihan Diri


Rambut Tidak Sehat (T) Sehat (S)
Kulit berbercak keputihan, kemerahan/ kehitaman Jika ya, apakah bercak putih
Tidak (T) Ya (Y)
mati rasa ?
Kulit bersisik Tidak (T) Ya (Y)
Kulit ada Memar Tidak (T) Ya (Y)
Kulit ada luka sayatan Tidak (T) Ya (Y)
Kulit ada luka koreng Tidak (T) Ya (Y)
Kulit ada luka koreng yang sukar sembuh Tidak (T) Ya (Y)
Kulit ada bekas suntikan Tidak (T) Ya (Y)
Kuku Tidak Sehat Sehat

D Pemeriksaan Kesehatan Penglihatan


Mata Luar Normal (N) Tidak Sehat

Tajam penglihatan Normal (N) Kelainan Refraksi


low vision Kacamata Tidak (T)
kebutaan Ya (Y)

Buta Warna Tidak (T) Ya (Y)

E Pemeriksaan Kesehatan Pendengaran


Telinga Luar Sehat Infeksi Serumen
Tajam pendengaran Normal (N) Ada Gangguan :

61
F Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut
Kesehatan Rongga Mulut
Celah bibir/langit-langit* Tidak (T) Ya (Y)
Luka pada sudut mulut Tidak (T) Ya (Y)
Sariawan Tidak (T) Ya (Y)
Lidah kotor Tidak (T) Ya (Y)
Luka lainnya Tidak (T) Ya (Y)
Lokasi :

Kesehatan Gigi dan Gusi


Gigi berlubang / karies Tidak (T) Ya (Y)
Gusi mudah berdarah Tidak (T) Ya (Y)
Gusi bengkak Tidak (T) Ya (Y)
Gigi kotor (ada plak & sisa makanan) Tidak (T) Ya (Y)
Karang gigi Tidak (T) Ya (Y)
Susunan gigi depan tidak teratur Tidak (T) Ya (Y)

Isi kotak pada diagram gigi dengan simbol sesuai kondisi gigi

Gigi Susu Gigi Tetap Status Gigi


A 0 Gigi tidak ada karies
B 1 Gigi dengan karies (berlubang)
C 2 Gigi ada tambalan dan karies
D 3 Gigi ada tambalan tanpa karies
E 4 Gigi tanggal (hilang) disebabkan karies
F 5 Gigi tanggal (hilang) karena sebab lain
─ 6 Gigi dengan fissure sealant (pelapis gigi)
H 7 Protesa cekat/crown, abutment, veneer(gigi palsu)
─ 8 Gigi tidak tumbuh

Diagram Gigi
I II
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
17 16 14 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27

47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
IV III

62
G Pemakaian Alat Bantu
Penglihatan/Loupe Tidak (T) Ya (Y)
Pendengaran Tidak (T) Ya (Y)
Kursi Roda Tidak (T) Ya (Y)
Tongkat/Kurk Tidak (T) Ya (Y)
Kaki/tangan/mata protese Tidak (T) Ya (Y)

H Pemeriksaan Kebugaran Jasmani


Jumlah Nilai
Klasifikasi tingkat kebugaran jasmani daya tahan Baik Sekali Cukup Kurang Sekali
jantung-paru dengan single tes Baik Kurang

IV KESIMPULAN

V RUJUK Tidak (T) Ya (Y)


Tanggal :………………………

MENGETAHUI Petugas Puskesmas Wali Kelas/Guru

(……………………………….) (……………….………….….)

VI TINDAK LANJUT
Pemantauan oleh Orang Tua / Guru
(tulis tindak lanjut yang dilakukan oleh guru dan / atau orang tua)
Orang Tua Wali Kelas/Guru

(……………………………….) (……………….………….….)

Mendampingi peserta didik ke Puskesmas Orang Tua Wali Kelas/Guru


jika diperlukan rujukan
Tanggal :…………………………………… (……………………………….) (……………….………….….)

63
REGISTER KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH
NAMA SEKOLAH : TAHUN :
KELAS:
Hasil Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala
Kepemil
Peng
Penilaian Status Gizi Kebersihan Diri Gangg Tindak Lanjut Pemb ikan
Jns Jenis Tinggi Berat Tekanan Dugaan Dugaan Gigi dan Mulut
Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Risiko Gangguan Mental
Modalitas Belajar guna Kebu Pemb
uan Emosional Domi erian Buku
No Nama Klm Dis Bdn Bdn darah Kln Masalah Imuni Ganggu Buta berhub an garan Peman erian
TB/U Gigi dan Gusi Gangguan Kes. nasi Rujuk obat Rapor
(L/P) abilitas sasi Risiko Ram Rongga Infeks an Warna Seru dg gaya Alat Jasm tauan TTD
IMT (stunt Kulit Kuku Infeksi Pen Repro otak Puskes cacing Kese
Anemia but Mulut Karies Masalah i Peng (SMP/ men hidup Kines Bant ani Guru/
(cm) (kg) (mmHg) Jantung Paru ing) lainnya dengaran duksi E C H P Pr Audio Visual tetik mas hatan
lihatan SMA) u Ortu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

5
6

dst

TOTAL L Netra: N T T L: KS : TS T: S: S: S: S: T: T: T: N: T: T: T: T: T: T: N N N N N T: T: T: OKi: T: BS: Y: T: T1 : T: T:

P Rungu: Hipo Y Y TL : K: S Y: TS : TS : TS : TS : Y: Y: Y: KR : Y: OM : Y: Y: Y: Y: B B B B B Y: Y: Y: OKa: Y: B: Y: T2 : Y: Y:


Rungu
Wicara: Hiper N: LV : OE : AB AB AB AB AB Kika: S: T3 :

Grahita: G: B: K: T4 :

Daksa: O: KM : KS:

Autisme:

Ganda:

ADHD:

Tempat, Tanggal____________________
Pengelola UKS

(__________________________)

63
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

NAMA PUSKESMAS : KAB/KOTA : PROVINSI : TAHUN AJARAN :


TINGKATAN SEKOLAH : SD/MI *

Hasil Penjaringan Kesehatan Jumlah


Jumlah Peserta Didik SD/MI Pem peserta
Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar berian didik
Gang Kebugaran Pem
Risiko Gangguan Mental Emosional Imuni Obat memiliki Strata
No Nama Sekolah guan Penggu Jasmani berian KIE
Jml Risiko Ane Hi per berhub
sasaran
Yang di jaring Karies Kes naan Alat Dirujuk sasi TTD Cacing Buku UKS
TB/U mia tensi Gang dg gaya *dae rah Rapor
Kelainan Low Buta Kaca Seru repro Kines Bantu
SK K G O (Stunti Infeksi guan Pen hidup Audio Visual ter tentu Kese
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik
L P L P Jml ng) L P dengaran E C H P Pr Baik Kurang hatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola UKS Kepala Puskesmas

(__________________________) (__________________________)

64
TINGKATAN SEKOLAH : SMP/MTS/SLB *

Hasil Penjaringan Kesehatan Jumlah


Jumlah Peserta Didik
Pem peserta
SMP/MTs Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar
Gang Kebugaran berian didik
Risiko Gangguan Mental Emosional Pem
guan Penggu Jasmani Imuni Obat memiliki Strata
No Nama Sekolah Jml Risiko Ane Hi per berhub berian KIE
sasaran
Yang di jaring Karies Kes naan Alat Dirujuk sasi TTD Cacing Buku UKS
TB/U mia tensi Gang dg gaya *dae rah Rapor
Kelainan Low Buta Kaca Seru repro Kines Bantu
SK K G O (Stunti Infeksi guan Pen hidup Audio Visual ter tentu Kese
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik
L P L P Jml ng) L P dengaran E C H P Pr Baik Kurang hatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola UKS Kepala Puskesmas

(__________________________) (__________________________)

65
REGISTER KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

NAMA PUSKESMAS : KAB/KOTA : PROVINSI : TAHUN AJARAN :


TINGKATAN SEKOLAH : SMA/SMK/MA/SLB

Hasil Penjaringan Kesehatan Jumlah


Jumlah Peserta Didik
Pem peserta
SMA/SMK/MA Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar
Gang Kebugaran berian didik
Risiko Gangguan Mental Emosional Pem
guan Penggu Jasmani Imuni Obat memiliki Strata
No Nama Sekolah Jml Risiko Hi per berhub berian KIE
sasaran
Yang di jaring Karies Kes naan Alat Dirujuk sasi TTD Cacing Buku UKS
TB/U Anemia tensi Gang dg gaya *dae rah Rapor
Kelainan Low Buta Kaca Seru repro Kines Bantu
SK K G O (Stunti Infeksi guan Pen hidup Audio Visual ter tentu Kese
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik
L P L P Jml ng) L P dengaran E C H P Pr Baik Kurang hatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola UKS Kepala Puskesmas

(__________________________) (__________________________)

66
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

KAB/KOTA : PROVINSI : TAHUN AJARAN :


TINGKATAN SEKOLAH : SD/MI/SLB * *

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah Jumlah Jumlah
Pem
sasaran Peserta Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar peserta
berian
didik
Jumlah Peserta Didik SD/MI Risiko
Gang
Penggu Kebu Pem Obat Strata UKS
Jumlah guan Gangguan Mental Emosional Imuni memiliki
No Nama Puskesmas SD/MI yg Didik yang di
berhub naan garan berian Cacing KIE
SD/MI SD/MI jaring Risiko Ane Hi per Karies Kes. Dirujuk sasi TTD *dae Buku
dijaring TB/U mia tensi Gang dg gaya Alat Jas
Kelainan Low Buta Kaca Seru Repro Kines Rapor
SK K G O (Stunti Infeksi guan Pen hidup Audio Visual Bantu mani rah ter
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik Kese
ng) dengaran tentu
hatan
L P L P L P E C H P Pr M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Kab/Kota

(__________________________) (__________________________)

67
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

KAB/KOTA : PROVINSI : TAHUN AJARAN :


TINGKATAN SEKOLAH : SMP/MTS/SLB *

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah Jumlah Jumlah
Pem
sasaran Peserta peserta
Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar berian
didik
Jumlah Jumlah Peserta Didik SMP/ Risiko
Gang
Penggu Kebu Pem Obat Strata UKS
guan Gangguan Mental Emosional Imuni memiliki
No Nama Puskesmas SMP/ SMP/ MTs Didik MTs yang di berhub naan garan berian Cacing KIE
Risiko Ane Hi per Karies Kes. sasi Buku
MTs yg dijaring SMP/ MTs jaring TB/U mia tensi Gang dg gaya Alat Jas
Dirujuk TTD *dae
Kelainan Low Buta Kaca Seru Repro Kines Rapor
SK K G O (Stunti Infeksi guan Pen hidup Audio Visual Bantu mani rah ter
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik Kese
ng) dengaran tentu
L P L P L P E C H P Pr hatan M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Kab/Kota

(__________________________) (__________________________)

68
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

KAB/KOTA : PROVINSI : TAHUN AJARAN :


TINGKATAN SEKOLAH : SMA/SMK/MA/SLB * *

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah Jumlah Jumlah
sasaran Peserta Pem
Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar peserta
Peserta Didik berian
Jumlah Jumlah Gang didik Strata UKS
Didik SMA/SMK Risiko Penggu Kebu Pem Obat
SMA SMA/SMK guan Gangguan Mental Emosional Imuni memiliki
No Nama Puskesmas SMA/SMK /MA yang di berhub naan garan berian Cacing KIE
/SMK /MA yg Risiko Ane Hi per Karies Kes. Dirujuk sasi TTD *dae Buku
/MA dijaring /MA jaring TB/U mia tensi Gang dg gaya Alat Jas Rapor
Kelainan Low Buta Kaca Seru Repro Kines rah ter
SK K G O (Stunt Infeksi guan Pen hidup Audio Visual
Refraksi Vision warna Mata men duksi tetik Bantu mani Kese
ing) dengaran tentu
hatan
L P L P L P E C H P Pr M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Kab/Kota

(__________________________) (__________________________)

69
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

PROVINSI : TAHUN AJARAN :

Jumlah Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah
Jumlah Peserta
Jumlah Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar Pem peserta
Peserta Didik
Puskes Gang berian didik Strata UKS
Jumlah Jumlah Didik SD/MI Risiko Gangguan Mental Emosional Peng Kebu Pem
mas yg Jumlah guan Imuni Obat memiliki
No Nama Kab/Kota Puskesm SD/MI yg SD/MI yang di Risiko Hi per berhub guna garan berian KIE
mlkkn SD/MI Karies Kes. Dirujuk sasi Cacing Buku
as dijaring jaring TB/U Anemia tensi Kelain Gang dg gaya TTD
penjar kes Low Buta Kaca Seru Repro Kines an Alat Jasma *dae rah Rapor
SK K G O (Stun an Infeksi guan Pen hidup Audio Visual
SD/MI Vision war na Mata men duksi tetik Bantu ni ter tentu Kese
ting) Refrak si dengar an
L P L P L P E C H P Pr hatan M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

10

11

12

13

14

15

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Provinsi…..

(__________________________) (__________________________)

70
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

PROVINSI : TAHUN AJARAN :

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah
Jumlah
Jumlah Peserta Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar
Jumlah Pem peserta
Peserta Didik
Puskes Jumlah Gang berian didik Strata UKS
Jumlah Jumlah Didik SMP/MTs Risiko Gangguan Mental Emosional Peng Kebu Pem
mas yg SMP/MT guan Imuni Obat memiliki
No Nama Kab/Kota Puskesm SMP/ SMP/MTs yang di Risiko Hi per berhub guna garan berian KIE
mlkkn syg Kari es Kes. Dirujuk sasi Cacing Buku
as MTs jaring TB/U Anemia tensi Kelain Gang dg gaya TTD
penjar kes dijaring Low Buta Kaca Seru Repro Ki nes an Alat Jasma *dae rah Rapor
SK K G O (Stun an Infeksi guan Pen hidup Audio Visual
SMP/MTs Vision war na Mata men duksi tetik Bantu ni ter tentu Kese
ting) Refrak si dengar an
hatan
L P L P L P E C H P Pr M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

10

11

12

13

14

15

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Provinsi…..

(__________________________) (__________________________)

71
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

PROVINSI : TAHUN AJARAN :

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah
Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan Telinga / Pendengaran Modalitas Belajar Jumlah
Jumlah Peserta
Jumlah Pem peserta
Jumlah Peserta Didik SMA/
Puskes mas Gang berian didik Strata UKS
Jumlah Jumlah SMA/ Didik SMA/ SMK/MA Risiko Gangguan Mental Emosional Peng Pem
yg mlkkn guan Kebu Imuni Obat memiliki
No Nama Kab/Kota Puskes SMA/ SMK/ SMK/MA yang di Risiko berian KIE
penjar kes Hi per
Kari es Gang berhub dg Kes.
guna an
garan Dirujuk sasi Cacing Buku
mas SMK/ MA MA yg jaring TB/U Anemia tensi TTD
SMA/ Kelain an Low Buta Kaca Seru guan Pen gaya Repro Ki nes Alat
Jasma ni *dae rah Rapor
dijaring SK K G O (Stunti Infek si hidup Audio Visual Bantu
SMK/MA Refraksi Vision war na Mata men dengar duksi tetik ter tentu Kese
ng)
an hatan
L P L P L P E C H P Pr M S O P

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

10

11

12

13

14

15

dst

TOTAL

Tempat, Tanggal____________________ Mengetahui


Pengelola Program UKS Kepala Dinas Provinsi…..

(__________________________) (__________________________)

72
PETUNJUK PENGISIAN REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN
KESEHATAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH

Nama Sekolah : Diisi dengan nama sekolah


Kelas : Diisi dengan tingkatan kelas yang dilaksanakan penjaringan
kesehatan
Tahun ajaran : Diisi dengan tahun ajaran berlangsung saat dilakukannya
penjaringan kesehatan

No Keterangan Kolom PETUNJUK PENGISIAN


Kolom
1 Nomor Cukup jelas

2 Nama Diisi dengan nama peserta didik

3 Jenis kelamin (L/P) L: laki-laki, P: perempuan

4 Jenis Disabilitas Diisi untuk peserta didik dengan disabilitas : Diisi dengan Jenis
Disabilitas yang dimiliki, seperti Netra, Rungu, Rungu Wicara,
Grahita, Daksa, Autisme, Ganda dan Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian (ADHD), dll

5 Tinggi badan (cm) Tinggi badan diisi dalam satuan ukur centimeter (cm)

6 Berat badan (kg) Berat badan diisi dengan satuan ukur kilogram (kg)

7 Tekanan Darah Tekanan darah diukur dalam satuan ukur mmHg


(mmHg) Diisi N (Normal):
jika Sistolik: 100-139 mmHg/Diastolik: 60-89 mmHg
Diisi Hipo (Hipotensi):
jika Sistolik: < 100 mmHg/Diastolik: <60 mmHg
Diisi Hiper (Hipertensi)
jika Sistolik: > 139 mmHg/Diastolik: >89 mmHg

8 Dugaan Kelainan Diisi T: jika diduga tidak ada kelainan jantung,


Jantung
Diisi Y: jika diduga ada kelainan jantung
9 Dugaan Masalah Paru Diisi T: jika tidak ada kelainan,
Diisi Y: jika diduga terdapat masalah paru

10 Imunisasi Di isi L : jika peserta diidk telah diimunisasi DT1, Td 1 dan Td 2 status
imunisasi BIAS lengkap
Di isi TL : jika peserta didik belum mendapat salah satu / lebih
imunisasi DT1, Td1, Td2 / status imunisasi BIAS tidak lengkap
Penilaian status gizi

11 IMT Diisi SK (Sangat Kurus): Jika IMT berdasarkan umur terletak pada < -
3 SD
Diisi K (Kurus): Jika IMT berdasarkan umur terletak pada - 3 SD
s/d - 2 SD
Diisi G (Gemuk): Jika IMT berdasarkan umur terletak pada 2 SD s/d
3 SD

73
Diisi OB (Obesitas) : Jika IMT berdasarkan umur terletak pada > 2 SD

12  TB/U (stunting) Diisi Y apabila tinggi badan per umur (TB/U) <-2 SD

Diisi T apabila tinggi badan per umur (TB/U) >-2 SD

13  Risiko Anemia Gizi Diisi Y jika didapatkan tanda-tanda klinis risiko anemia gizi besi
Besi
Diisi T jika tidak didapatkan tanda-tanda klinis risiko anemia gizi besi

Kebersihan Diri

14 Rambut Diisi S : bila didapatkan rambut sehat

Diisi TS : bila didapatkan rambut tidak sehat

15 Kulit Diisi S : bila didapatkan kulit sehat

Diisi TS : bila didapatkan kulit tidak sehat

16 Kuku Diisi S : bila didapatkan kuku sehat

Diisi TS : bila didapatkan kuku tidak sehat

Rongga Mulut, Gigi &


Gusi
17 Rongga Mulut Diisi S : jika tidak didapatkan kandidiasis, guam/oral trush, kelainan
pada rongga mulut, sariawan, lidah kotor berselaput sukar dilepas,
atau lesi lainnya pada rongga mulut
Diisi TS : jika didapatkan salah satu/ lebih dari kandidiasis, guam/oral
trush, kelainan pada rongga mulut, sariawan, lidah kotor berselaput
sukar dilepas, atau lesi lainnya pada rongga mulut
Gigi dan Gusi

18 Karies Diisi T : apabila tidak ada karies gigi peserta didik

Diisi Y : apabila didapatkan karies gigi peserta didik

19 Masalah lainnya Diisi T : apabila tidak ditemukan masalah lainnya pada gigi dan gusi

Diisi Y : apabila ditemukan masalah lainnya pada gigi dan gusi,


seperti gusi bengkak, karang gigi, plak gigi, susunan gigi tidak teratur

Mata
20  Infeksi Diisi T : jika tidak ada infeksi (radang)
Diisi Y: jika ada infeksi (radang)
21  Gangguan Diisi N (Normal): jika visus normal (6/6)
Penglihatan Diisi KR jika peserta didik mengalami kelainan refraksi
Diisi LV jika peserta didik mengalami low vision
Diisi B jika peserta didik mengalami kebutaan
Diisi KM jika peserta didik menggunakan kacamata
22  Buta Warna Diisi T : Jika tidak buta warna (lihat cara interpretasi)
Diisi Y : Jika buta warna
Telinga

74
23  Infeksi Diisi T : jika tidak ditemukan infeksi
Diisi OM (Otitis Media) : jika dijumpai tanda-tanda infeksi telinga
tengah
Diisi OE ( Otitis Eksterna) : jika dijumpai tanda-tanda infeksi telinga
luar
24  Serumen (Kotoran Diisi T : jika tidak dijumpai kotoran (cair/lunak/liat/keras) pada kedua
Telinga) telinga
Diisi Y : jika dijumpai kotoran pada salah satu atau kedua telinga
(cair/lunak/liat/keras)
25 - Tajam Diisi T : Jika didapatkan rinne positif atau tidak ada lateralisasi pada
Pendengaran salah satu sisi telinga
Diisi Y: Jika didapatkan rinne negatif atau ada lateralisasi pada salah
satu sisi telinga
26 Risiko berhubungan Diisi T : jika tidak ditemukan risiko terkait dengan gaya hidup (pola
dengan gaya hidup sarapan, jajan, tidak ditemukan risiko merokok atau minum minuman
beralkohol)
Diisi Y : jika ditemukan risiko terkait dengan gaya hidup (tidak
sarapan teratur, sering jajan tidak sehat, atau ditemukan risiko
merokok atau minum minuman beralkohol)
27 Gangguan Kesehatan Diisi T : Jika tidak ada masalah terkait pubertas, gangguan
Reproduksi menstruasi atau tidak didapatkan risiko IMS
Diisi Y : Jika didapatkan masalah terkait pubertas, gangguan
menstruasi atau ditemukan risiko IMS
Kesehatan Mental

28 Gejala Emosional (E) Diisi N : jika peserta didik mendapatkan skor gangguan emosional
normal
Diisi B : jika peserta didik mendapatkan skor gangguan emosional
borderline
Diisi AB : jika peserta didik mendapatkan skor gangguan emosional
abnormal
29 Masalah Perilaku (C) Diisi N : jika peserta didik mendapatkan skor masalah perilaku normal

Diisi B : jika peserta didik mendapatkan skor masalah perilaku


borderline
Diisi AB : jika peserta didik mendapatkan skor masalah perilaku
abnormal
30 Hiperaktifitas (H) Diisi N : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas normal

Diisi B : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas borderline

Diisi AB : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas abnormal

31 Masalah Teman Diisi N : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas normal
Sebaya (P)
Diisi B : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas borderline

Diisi AB : jika peserta didik mendapatkan skor Hiperaktifitas abnormal

32 Prososial (Pr) Diisi N : jika peserta didik mendapatkan skor Prososial normal

Diisi B : jika peserta didik mendapatkan skor Prososial borderline

Diisi AB : jika peserta didik mendapatkan skor Prososial abnormal

75
Intelegensia Kesehatan
 Modalitas Belajar
33 Audio Diisi T: jika peserta didik memiliki modalitas belajar audio belum
optimal
Diisi Y: jika peserta didik memiliki modalitas belajar audio
optimal/cukup optimal
34 Visual Diisi T: jika peserta didik memiliki modalitas belajar visual belum
optimal
Diisi Y: jika peserta didik memiliki modalitas belajar visual
optimal/cukup optimal
35 Kinestetik Diisi T: jika peserta didik memiliki modalitas belajar kinestetik belum
optimal
Diisi Y: jika peserta didik memiliki modalitas belajar kinestetik
optimal/cukup optimal
36 Dominasi Otak Oki: jika peserta didik memiliki dominasi Otak Kiri
Oka: jika peserta didik memiliki dominasi Otak Kanan
Kika: jika peserta didik memiliki dominasi Otak Kanan
37 Penggunaan Alat Diisi T: jika peserta didik tidak menggunakan alat bantu
Bantu Diisi Y: jika peserta didik menggunakan alat bantu
38 Kebugaran Jasmani Diisi BS: jika nilai tes kebugaran jasmani peserta didik berdasarkan
umur dan jenis kelamin : Baik Sekali
Diisi B: jika nilai tes kebugaran jasmani peserta didik berdasarkan
umur dan jenis kelamin : Baik
Diisi C: jika nilai tes kebugaran jasmani peserta didik berdasarkan
umur dan jenis kelamin : Cukup
Diisi K: jika nilai tes kebugaran jasmani peserta didik berdasarkan
umur dan jenis kelamin : Kurang
Diisi KS: jika nilai tes kebugaran jasmani peserta didik berdasarkan
umur dan jenis kelamin : Kurang Sekali
39 Pemantauan Guru / Apabila tindak lanjut dari masalah kesehatan yang ditemukan dari
Orang Tua penjaringan kesehatan juga memerlukan pemantauan dari guru dan
orang tua
40 Dirujuk Apabila tindak lanjut dari masalah kesehatan yang ditemukan dari
penjaringan kesehatan adalah dirujuk ke Puskesmas/RS/Fasyankes
lainnya
41 Pemberian TTD Diisi dengan jumlah tablet tambah darah (TTD) yang diberikan pada
peserta didik perempuan di satu sekolah (TTD)
T = Triwulan
Triwulan 1 :…../ Triwulan2 :…../Triwulan3 :…../Triwulan4 :…..
42 Pemberian obat cacing Diisi Y : jika peserta didik diberikan obat cacing
(*pada daerah
tertentu)
Diisi T : jika peserta didik tidak diberikan obat cacing
43 Kepemilikan Buku Diisi Y : jika peserta didik pada saat penjaringan kesehatan dan
Rapor Kesehatanku pemeriksaan berkala membawa buku rapor kesehatan
Diisi T : jika peserta didik pada saat penjaringan kesehatan dan
pemeriksaan berkala tidak membawa buku rapor kesehatan/tidak
memiliki buku rapor kesehatan

76
PETUNJUK PENGISIAN REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN
KESEHATAN PESERTA DIDIK DI PUSKESMAS

Puskesmas : Diisi dengan nama puskesmas


Kab/Kota : Diisi dengan nama Kab/kota
Provinsi : Diisi dengan nama provinsi
Tahun ajaran : Diisi dengan tahun ajaran berlangsung saat dilakukannya
penjaringan kesehatan
Tingkatan sekolah : pilih salah satu tingkatan sekolah sederajat, coret yang tidak perlu

No Keterangan Kolom PETUNJUK PENGISIAN


Kolom
1 Nomor Cukup jelas
2 Nama Sekolah Diisi dengan nama sekolah

Jumlah peserta didik


Jumlah sasaran
siswa di sekolah
3 L Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan
peserta didik laki laki pada 1 sekolah tersebut
4 P Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan
peserta didik perempuan pada 1 sekolah tersebut
Yang dijaring

5 L Diisi dengan jumlah peserta didik laki-laki yang dijaring

6 P Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan yang dijaring

7 Jml (jumlah) Jumlah total kolom 4 dan 5

Penilaian status gizi

8 SK Diisi dengan jumlah peserta didik yang pada saat dilakukan


penjaringan kesehatan ditemukan dengan status gizi sangat
kurus
9 K Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan dengan status
gizi kurus
10 G Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan dengan status
gizi gemuk
11 O Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan dengan status
gizi obesitas
12 TB/U (stunting) Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan masuk dalam
kategori stunting
Risiko Anemia Gizi Besi

13 L Diisi dengan jumlah peserta didik laki laki di satu sekolah yang
ditemukan memiliki risiko anemia gizi besi
14 P Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan di satu sekolah
yang ditemukan memiliki risiko anemia gizi besi
77
15 Hipertensi Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang yang
pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami hipertensi
Gigi dan Gusi

16 Karies Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
karies gigi
Mata/Penglihatan

17 Kelainan Refraksi Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
kelainan refraksi
18 Low Vision Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
low vision
19 Buta Warna Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
buta warna/mengalami buta warna
20 Kacamata Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang
mengenakan kacamata untuk membantu ketajaman penglihatan
Telinga / Pendengaran

21 Infeksi Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
infeksi telinga
22 Serumen Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan terdapat
serumen pada telinga
23 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
Pendengaran saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
gangguan tajam pendengaran
24 Risiko berhubungan Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
dengan gaya hidup saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai
satu/lebih risiko yang berhubungan dengan gaya hidup
25 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
Kesehatan saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai
Reproduksi satu atau lebih risiko gangguan kesehatan reproduksi
(gangguan pubertas, gangguan mentruasi atau risiko IMS)
Gangguan Kesehatan Mental Emosional
26 Gejala Emosional Diisi dengan jumlah peserta didik di sekolah yang pada saat
(E) dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki gejala
emosional (E) dengan nilai borderline atau abnormal
27 Masalah Perilaku Diisi dengan jumlah peserta didik di sekolah yang pada saat
(C) dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai risiko
masalah perilaku (C) dengan nilai borderline atau abnormal
28 Hiperaktifitas (H) Diisi dengan jumlah peserta didik di sekolah yang pada saat
dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki skor
hiperaktifitas dengan nilai borderline atau abnormal
29 Masalah Teman Diisi dengan jumlah peserta didik di sekolah yang pada saat
Sebaya (P) dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai risiko
masalah perilaku (C) dengan nilai borderline atau abnormal

78
30 Prososial (Pr) Diisi dengan jumlah peserta didik di sekolah yang pada saat
dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki skor
prososial dengan nilai borderline atau abnormal
Modalitas Belajar

31 Audio Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang memiliki
modalitas belajar audio optimal
32 Visual Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang memiliki
modalitas belajar visual optimal
33 Kinestetik Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang memiliki
modalitas belajar kinestetik optimal
34 Penggunaan Alat Diisi dengan jumlah peserta didik dengan disabilitas di satu
Bantu sekolah yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan
menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran, kurk, kursi
roda, atau tangan, kaki, mata prostesa
Kebugaran Jasmani

35 Baik Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai
kebugaran jasmani baik (cukup, baik atau baik sekali)
36 Kurang Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai
kebugaran jasmani kurang (kurang atau kurang sekali)
37 Dirujuk Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang
berdasarkan hasil penjaringan kesehatan yang dilakukan
rujukan ke Puskesmas/RS/Fasyankes lainnya untuk
pemeriksaan lebih lanjut
38 Imunisasi Di isi dengan jumlah peserta didik yang telah dilakukan
imunisasi DT1, Td1, Td2/ status imunisasi BIAS lengkap
39 Pemberian TTD Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan di satu sekolah
yang diberikan tablet tambah darah (TTD) sesuai standar
40 Pemberian obat Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang diberikan
cacing diberikan obat cacing
41 KIE Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang diberikan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan
anak usia sekolah / remaja
42 Jumlah Peserta Diisi dengan jumlah peserta didik di satu sekolah yang pada
Didik memiliki buku saat penjaringan kesehatan atau pemeriksaan berkala
rapor kesehatanku membawa Buku Rapor Kesehatanku

43 Strata UKS Diisi dengan keterangan strata UKS sekolah tersebut


M : Minimal
S : Standar
O : Optimal
P : Paripurna

79
PETUNJUK PENGISIAN REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN
KESEHATAN PESERTA DIDIK DI KAB/KOTA

Kab/Kota : Diisi dengan nama Kab/kota


Provinsi : Diisi dengan nama provinsi
Tahun ajaran : Diisi dengan tahun ajaran berlangsung saat dilakukannya
penjaringan kesehatan
Tingkatan sekolah : pilih salah satu tingkatan sekolah sederajat, coret yang tidak perlu

No Keterangan PETUNJUK PENGISIAN


Kolom Kolom
1 Nomor Cukup jelas

2 Nama Puskesmas Diisi dengan nama puskesmas

3 Jumlah sekolah Diisi dengan jumlah seluruh sekolah pada tingkatan yang
sederajat yang ada di wilayah kerja Puskesmas
4 Jumlah sekolah Diisi dengan jumlah sekolah pada tingkatan yang sederajat di
yang dijaring wilayah kerja Puskesmas yang dilakukan penjaringan kesehatan
Jumlah sasaran
peserta didik
5 L Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan
peserta didik laki laki di wilayah kerja puskesmas
6 P Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan
peserta didik perempuan di wilayah kerja puskesmas
Jumlah peserta didik yang dijaring

7 L Diisi dengan jumlah peserta didik laki-laki yang dijaring

8 P Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan yang dijaring

Penilaian status
gizi
9 SK Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi sangat
kurus yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di
wilayah kerja puskesmas
10 K Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi kurus yang
ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas
11 G Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi gemuk
yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah
kerja puskesmas
12 O Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi obesitas
yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah
kerja puskesmas
13 TB/U (stunting) Diisi dengan jumlah peserta didik yang masuk dalam kategori
stunting yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di
wilayah kerja puskesmas

80
Risiko Anemia Gizi Besi

14 L Diisi dengan jumlah peserta didik laki laki dengan risiko anemia
gizi besi yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di
wilayah kerja puskesmas
15 P Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan dengan risiko
anemia gizi besi yang ditemukan pada saat penjaringan
kesehatan di wilayah kerja puskesmas
16 Hipertensi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan
ditemukan mengalami hipertensi
Gigi dan Gusi

17 Karies Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas


yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami karies gigi
Mata/Penglihatan

18 Kelainan Refraksi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami kelainan refraksi
19 Low Vision Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami low vision
20 Buta Warna Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami buta warna/mengalami buta warna
21 Kacamata Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang mengenakan kacamata untuk membantu ketajaman
penglihatan
Telinga /
Pendengaran
22 Infeksi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami infeksi telinga
23 Serumen Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
terdapat serumen pada telinga
24 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
Pendengaran yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mengalami gangguan tajam pendengaran
25 Risiko Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
berhubungan yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
dengan gaya hidup mempunyai satu atau lebih risiko yang berhubungan dengan
gaya hidup
26 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
Kesehatan yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan

81
Reproduksi mempunyai satu atau lebih risiko gangguan kesehatan
reproduksi (gangguan pubertas, gangguan mentruasi atau risiko
IMS)
Gangguan Mental Emosional
27 Gejala Emosional Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
(E) yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
memiliki gejala emosional (E) dengan nilai borderline atau
abnormal
28 Masalah Perilaku Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
(C) yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mempunyai risiko masalah perilaku (C) dengan nilai borderline
atau abnormal
29 Hiperaktifitas (H) Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
memiliki skor hiperaktifitas dengan nilai borderline atau
abnormal
30 Masalah Teman Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
Sebaya (P) yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mempunyai risiko masalah perilaku (C) dengan nilai borderline
atau abnormal
31 Prososial (Pr) Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
memiliki skor prososial dengan nilai borderline atau abnormal
Modalitas Belajar

32 Audio Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas


yang memiliki modalitas belajar audio optimal
33 Visual Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang memiliki modalitas belajar visual optimal
34 Kinestetik Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang memiliki modalitas belajar kinestetik optimal
35 Penggunaan Alat Diisi dengan jumlah peserta didik dengan disabilitas di wilayah
Bantu kerja Puskesmas yang pada saat dilakukan penjaringan
kesehatan menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran,
kurk, kursi roda, atau tangan, kaki, mata prostesa
36 Kebugaran Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
Jasmani yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan
mempunyai kebugaran jasmani kurang (kurang atau kurang
sekali)
37 Dirujuk Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang berdasarkan hasil penjaringan kesehatan yang dilakukan
rujukan ke Puskesmas/RS/Fasyankes lainnya untuk
pemeriksaan lebih lanjut
38 Imunisasi Di isi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang telah dilakukan imunisasi DT1, Td1, Td2/ status imunisasi
BIAS lengkap

82
39 Pemberian TTD Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan di wilayah kerja
Puskesmas yang diberikan tablet tambah darah (TTD) sesuai
standar
40 Pemberian obat Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
cacing yang diberikan obat cacing
41 KIE Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
yang diberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
mengenai kesehatan anak usia sekolah / remaja
42 Jumlah Peserta Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas
Didik memiliki buku yang pada saat penjaringan kesehatan atau pemeriksaan
rapor kesehatanku berkala membawa Buku Rapor Kesehatanku

Strata UKS

43 M : Minimal Diisi dengan jumlah UKS dengan strata minimal (M) di wilayah
kerja Puskesmas
44 S : Standar Diisi dengan jumlah UKS dengan strata standar (S) di wilayah
wilayah kerja Puskesmas
45 O : Optimal Diisi dengan jumlah UKS dengan strata optimal (O) di wilayah
kerja Puskesmas
46 P : Paripurna Diisi dengan jumlah UKS dengan strata paripurna (P) di wilayah
kerja Puskesmas

83
PETUNJUK PENGISIAN REKAPITULASI HASIL PENJARINGAN
KESEHATAN PESERTA DIDIK DI PROVINSI

Provinsi : Diisi dengan nama provinsi


Tahun ajaran : Diisi dengan tahun ajaran berlangsung saat dilakukannya
penjaringan kesehatan
Tingkatan sekolah : pilih salah satu tingkatan sekolah sederajat, coret yang tidak perlu

No Keterangan PETUNJUK PENGISIAN


Kolom Kolom
1 Nomor Cukup jelas

2 Nama Kab/Kota Diisi dengan nama Kab/Kota

3 Jumlah Diisi dengan jumlah Puskesmas yang ada di Kab/Kota


Puskesmas
4 Jumlah Diisi dengan jumlah Puskesmas yang ada di Kab/Kota yang
Puskesmas yang melakukan penjaringan kesehatan pada tahun ajaran tersebut
melaksanakan
Penjaringan
Kesehatan
5 Jumlah sekolah Diisi dengan jumlah seluruh sekolah pada tingkatan yang sederajat
yang ada di Kab/Kota
6 Jumlah sekolah Diisi dengan jumlah sekolah pada tingkatan yang sederajat di
yang dijaring Kab/Kota yang dilakukan penjaringan kesehatan
Jumlah sasaran peserta didik

7 L Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan peserta


didik laki laki di Kab/Kota
8 P Diisi dengan jumlah seluruh sasaran penjaringan kesehatan peserta
didik perempuan di Kab/Kota
Jumlah peserta didik yang dijaring

9 L Diisi dengan jumlah seluruh peserta didik laki laki di Kab/Kota yang
dilakukan penjaringan kesehatan
10 P Diisi dengan jumlah seluruh peserta didik perempuan di Kab/Kota
yang dilakukan penjaringan kesehatan
Penilaian status
gizi
11 SK Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi sangat kurus
yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah
Kab/Kota
12 K Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi kurus yang
ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah Kab/Kota
13 G Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi gemuk yang
ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah Kab/Kota
14 O Diisi dengan jumlah peserta didik dengan status gizi obesitas yang
ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah Kab/Kota
84
15 TB/U (stunting) Diisi dengan jumlah peserta didik yang masuk dalam kategori
stunting yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah
Kab/Kota
Risiko Anemia Gizi Besi

16 L Diisi dengan jumlah peserta didik laki laki dengan risiko anemia gizi
besi yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di wilayah
Kab/Kota
17 P Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan dengan risiko anemia
gizi besi yang ditemukan pada saat penjaringan kesehatan di
wilayah Kab/Kota
18 Hipertensi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang yang
pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
hipertensi
Gigi dan Gusi

19 Karies Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami karies
gigi
Mata/Penglihatan

20 Kelainan Refraksi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
kelainan refraksi
21 Low Vision Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Kab/Kota yang
pada saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami
low vision
22 Buta Warna Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami buta
warna/mengalami buta warna
23 Kacamata Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang
mengenakan kacamata untuk membantu ketajaman penglihatan
Telinga / Pendengaran

24 Infeksi Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami infeksi
telinga
25 Serumen Diisi dengan jumlah peserta didik di Kab/Kota yang pada saat
dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan terdapat serumen pada
telinga
26 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di Kab/Kota yang pada saat
Pendengaran dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mengalami gangguan
tajam pendengaran
27 Risiko Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
berhubungan saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai satu
dengan gaya atau lebih risiko yang berhubungan dengan gaya hidup
hidup

85
28 Gangguan Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
Kesehatan saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai satu
Reproduksi atau lebih risiko gangguan kesehatan reproduksi (gangguan
pubertas, gangguan mentruasi atau risiko IMS)
Gangguan Mental Emosional

29 Gejala Emosional Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
(E) saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki gejala
emosional (E) dengan nilai borderline atau abnormal
30 Masalah Perilaku Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
(C) saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai risiko
masalah perilaku (C) dengan nilai borderline atau abnormal
31 Hiperaktifitas (H) Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki skor
hiperaktifitas dengan nilai borderline atau abnormal
32 Masalah Teman Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
Sebaya (P) saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai risiko
masalah perilaku (C) dengan nilai borderline atau abnormal
33 Prososial (Pr) Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan memiliki skor
prososial dengan nilai borderline atau abnormal
Modalitas Belajar

34 Audio Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang memiliki
modalitas belajar audio optimal
35 Visual Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang memiliki
modalitas belajar visual optimal
36 Kinestetik Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang memiliki
modalitas belajar kinestetik optimal
37 Penggunaan Alat Diisi dengan jumlah peserta didik dengan disabilitas di wilayah
Bantu Kab/Kota yang pada saat dilakukan penjaringan kesehatan
menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran, kurk, kursi roda,
atau tangan, kaki, mata prostesa
38 Kebugaran Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang pada
Jasmani saat dilakukan penjaringan kesehatan ditemukan mempunyai
kebugaran jasmani kurang (kurang atau kurang sekali)
39 Dirujuk Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah Kab/Kota yang
berdasarkan hasil penjaringan kesehatan yang dilakukan rujukan ke
Puskesmas/RS/Fasyankes lainnya untuk pemeriksaan lebih lanjut
40 Imunisasi Di isi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas yang
telah dilakukan imunisasi DT1, Td1, Td2/ status imunisasi BIAS
lengkap
41 Pemberian TTD Diisi dengan jumlah peserta didik perempuan di wilayah kerja
Puskesmas yang diberikan tablet tambah darah (TTD) sesuai
standar
42 Pemberian Obat Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas yang
Cacing diberikan obat cacing

86
43 KIE Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas yang
diberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai
kesehatan anak usia sekolah / remaja
44 Jumlah Peserta Diisi dengan jumlah peserta didik di wilayah kerja Puskesmas yang
Didik memiliki pada saat penjaringan kesehatan atau pemeriksaan berkala
buku rapor membawa Buku Rapor Kesehatanku
kesehatanku
Strata UKS

45 M : Minimal Diisi dengan jumlah UKS dengan strata minimal (M) di wilayah Kab/
Kota
46 S : Standar Diisi dengan jumlah UKS dengan strata standar (S) di wilayah Kab/
Kota
47 O : Optimal Diisi dengan jumlah UKS dengan strata optimal (O) di wilayah Kab/
Kota
48 P : Paripurna Diisi dengan jumlah UKS dengan strata paripurna (P) di wilayah Kab/
Kota

87
MATERI INTI 2
MANAJEMEN TERPADU PELAYANAN KESEHATAN REMAJA (MTPKR)

I. Deskripsi Singkat

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang


pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa
keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani
menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang.
Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke
dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka
panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku
beresiko pada remaja tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli
remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja. Berdasarkan data Riskesdas
2010 dan SDKI 2012, masalah kesehatan pada remaja antara lain masalah gizi (gizi kurang,
gizi lebih, postur pendek, anemia), kurang konsumsi protein dan kalori, kurang konsumsi
serat, kurang aktifitas fisik, perilaku berisiko seperti: merokok, minuman beralkohol, napza,
seks pra nikah, masalah kehamilan, penyakit infeksi (IMS, ISPA, HIV/AIDS, dan Diare),
penyakit metabolik seperti diabetes, gangguan emosional serta kecelakaan berkendara.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Kesehatan melalui Permenkes nomor 25


tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak mengamanahkan peningkatan pelayanan
kesehatan usia sekolah dan remaja melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).

Puskesmas PKPR merupakan puskesmas dengan prinsip ramah remaja, menerima remaja
dengan tangan terbuka dan mampu memberikan pelayanan secara lebih komprehensif pada
remaja sesuai dengan karakteristiknya. Jenis kegiatan yang diberikan Puskesmas PKPR
yaitu pelayanan konseling, klinis medis, rujukan, KIE, partisipasi remaja dan keterampilan
sosial. Puskesmas PKPR memberikan pelayanan kepada semua remaja di dalam atau di
luar gedung, untuk perorangan atau kelompok.

Modul ini membahas tentang pedoman pelayanan klinis bagi remaja yang datang ke
puskesmas atau FKTP, sehingga petugas kesehatan mampu melakukan tatalaksana
Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR)

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menggunakan alur Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja
(MTPKR)
2. Melakukan skrining anamnesis HEEADSSS untuk menggali masalah perilaku
berisiko
3. Melakukan algoritma terkait algoritma pertumbuhan dan perkembangan,
kesehatan reproduksi, infeksi, kesehatan jiwa
89
4. Melakukan tindak lanjut Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja
(MTPKR)

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:

Pokok bahasan 1. Alur Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR)

Pokok bahasan 2. Skrining anamnesis HEEADSSS

Pokok bahasan 3. Algoritma


Sub pokok bahasan:
a. Pertumbuhan dan perkembangan
b. Kesehatan reproduksi
c. Infeksi
d. Kesehatan jiwa

Pokok bahasan 4. Tindak Lanjut Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja


(MTPKR)
Sub pokok bahasan:
a. Inform Consent dalam MTPKR
b. Pencatatan dan Pelaporan MTPKR

IV. Bahan Belajar

Dalam proses pembelajaran modul ini, peserta dapat menggunakan bahan belajar berikut:
• Kemkes. 2015. Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR)

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 21 jam pelajaran (T=2 , P=9, PL=10)
@45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.

Langkah 1.
Pengkondisian

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan judul materi yang akan
disampaikan.
2. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran
umum, tujuan pembelajaran khusus, pokok bahasan dan sub pokok bahasan pada sesi
ini.

90
Langkah 2.
A. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 1. Alur Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dan pokok bahasan 2. Skrining Anamnesis
HEEADSSS

Langkah kegiatan:
1. Fasiltator menyampaikan materi tentang alur penggunaan Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dengan menggunakan bahan tayang
2. Fasilitator menyampaikan materi tentang pelaksanaan anamnesis menggunakan alat
skrining HEEADSSS
3. Fasilitator menayangkan video tentang alur penggunaan Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dan video skrining anamnesis dengan
HEEADSSS
4. Fasilitator melakukan uji pemahaman peserta mengenai alur Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dan skrining anamnesis dengan
HEEADSSS dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta yaitu: 1) arti
warna dalam alur algoritma; 2) poin poin masalah yang digali dalam HEEADSSS
(lampiran 1)
5. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

B. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3. Algoritma.

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai algoritma pertumbuhan dan
perkembangan, algortima kesehatan reproduksi, algoritma infeksi, algoritma
kesehatan jiwa dengan menggunakan bahan tayang
2. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.
3. Fasilitator mengajak peserta untuk memulai diskusi kelompok untuk membahas materi
dengan praktik studi kasus dan role play/bermain peran

Langkah Praktik Studi kasus


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 6-7 orang
2. Fasilitator membagikan kertas yang berisi satu kasus usia sekolah dan remaja yaitu
(lampiran 2) :
– Kelompok 1 kasus Algoritma Pertumbuhan dan Perkembangan
– Kelompok 2 kasus Algoritma Kesehatan Reproduksi
– Kelompok 3 kasus Algoritma Kesehatan Jiwa
– Kelompok 4 kasus Algoritma Infeksi
3. Fasilitator mengajak masing-masing kelompok untuk berdiskusi berdasarkan kasus
yang telah diterima
4. Tiap-tiap kelompok melakukan diskusi tatalaksana kasus dipimpin ketua kelompok
5. Fasilitator meminta tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi tatalaksana kasus
dan mengarahkan jalannya presentasi tiap kelompok diberi waktu 5 menit
6. Fasilitator memberikan kesempatan untuk kelompok lain mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasikan hasil presentasi dan curah pendapat dari kasus yang
dipresentasikan.

Langkah role play/bermain peran


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 6-7 orang

91
2. Fasilitator meminta tiap kelompok melakukan role play/bermain peran sesuai dengan
kasus algoritma (lampiran 3)
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta bertanya atau menyampaikan klarifikasi,
kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

C. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 4. Tindak Lanjut Manajemen


Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memberikan penjelasan tentang Informed consent dan pencatatan dan
pelaporan
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman peserta mengenai informed consent, pencatatan
dan pelaporan untuk mengukur pemahaman peserta. Pertanyaan yang diajukan
kepada peserta yaitu : 1) form status pasien remaja dan register PKPR, 2) apa
manfaat dari data yang terkumpul dari kegiatan pencatatan dan pelaporan bagi Pusat,
bagi pemerintah provinsi, bagi pemerintah kabupaten/kota dan bagi remaja 3)
identifikasi penangung jawab kegiatan pencatatan dan pelaporan disetiap level
berjenjang, 4) apa saja cakupan yang berhubungan dengan remaja di RPJMN,
Renstra dan SPM, 5) surat pengantar rujukan (lampiran 4)
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

Langkah 3 Pelaksanaan Praktek Lapangan alur penggunaan Manajemen Terpadu


Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dan skrining anamnesis HEEADSSS

1. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan praktik lapangan alur penggunaan


Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR) dan skrining anamnesis
HEEADSSS di puskesmas
2. Fasilitator membagi kelompok sesuai kebutuhan
3. Fasilitator menjelaskan tujuan dan mekanisme praktik sesuai dengan Panduan praktik
lapangan (lampiran 5)
4. Fasilitator dan peserta berangkat menuju tempat praktik lapangan
5. Fasilitator meminta peserta untuk melakukan praktek skrining anamnesis HEEADSSS,
penggunaan alur, penggunaan algoritma, penggunaan informed consent, dan
pencatatan pelaporan terhadap pasien remaja yang telah dipersiapkan oleh
Puskesmas
6. Setelah selesai praktik lapangan
7. Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan hasil praktik lapangan dan membuat
laporan hasil
8. Fasilitator meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil praktik lapangan
dari masing-masing kelompok
9. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
pendapat, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

Langkah 4.
Penutup

Langkah kegiatan:
1. Setelah semua pokok bahasan diberikan, Fasilitator memberikan poin–poin penting
terkait materi pelaksanaan Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan
atau klarifikasi
3. Fasilitator menjawab pertanyaan atau klarifikasi
92
4. Fasilitator membuat simpulan materi dan menutup sesi materi ini dengan
mengucapkan terimakasih.

VI. Uraian Materi

Pokok Bahasan 1.
Alur Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR)
a. Pengertian
Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja adalah Panduan yang merupakan
rujukan praktis untuk menangani kesehatan remaja. Panduan ini ditujukan bagi para
petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan primer pada remaja. Petugas
kesehatan yang dimaksud meliputi dokter atau bidan atau perawat. Alur Manajemen
Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja merupakan panduan tahapan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan dalam menangani pasien remaja

b. Tujuan
Tujuan alur ini adalah memberikan kemudahan bagi para petugas kesehatan untuk
memberi bantuan yang lebih efektif terhadap remaja. Alur MTPKR ini dapat mencegah
misopportunity dalam menangani masalah kesehatan remaja yang sering datang dengan
satu masalah atau satu keluhan, namun terdapat berbagai permasalahan lain di
belakangnya (multiple reasons).

c. Arti warna yang ada pada algoritma


Dalam algoritma, terdapat pembagian klasifikasi dalam warna merah, kuning, dan hijau
dengan arti sebagai berikut:
– Merah: kondisi gawat darurat, harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan (FKRTL)
– Kuning: masalah dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan di tingkat pertama dengan
observasi dan/atau tindak lanjut
– Hijau: tergolong kondisi normal ATAU masalah dapat diselesaikan secara tuntas di
fasilitas kesehatan di tingkat pertama

d. Alur/Penggunaan Manajemen Terpadu Masalah Kesehatan Remaja


Pahami tata cara interaksi klinis dengan klien remaja. Berangkatlah dari keluhan utama
klien remaja. Dari keluhan tersebut, pilihlah satu algoritma yang sesuai dengan keluhan
tersebut. Telusuri algoritma tersebut dari kolom “Tanya” lalu ke “Lihat/Rasa/Dengar” agar
dapat menentukan klasifikasi yang tepat sesuai kondisi yang ditemukan pada klien
remaja.
Setelah selesai dengan algoritma yang sesuai dengan keluhan utama remaja, lakukan
anamnesis dengan pendekatan HEEADSSS untuk menggali aspek psikososial remaja
yang seringkali tidak diungkapkan oleh remaja bila tidak ditanyakan oleh petugas
kesehatan, bahkan dapat pula disembunyikan oleh remaja ketika ditanya oleh petugas
kesehatan. Dari hasil anamnesis HEEADSSS dapat terpilih satu atau lebih algoritma
yang lain. Telusuri algoritma lain tersebut dari kolom “Tanya” lalu ke “Lihat/Rasa/Dengar”
agar dapat menentukan klasifikasi yang tepat sesuai kondisi yang ditemukan pada klien
remaja.
MTPKR tidak memuat panduan klinis semua penyakit. Bila ada keluhan atau penyakit
yang tidak terdapat dalam panduan MTPKR ini, harap merujuk pada panduan praktik
klinis bagi dokter di fasilitas layanan kesehatan primer (Permenkes No 5 Tahun 2014).
Ilustrasi mengenai penggunaan algoritma ini dapat dilihat dalam bagan di halaman
berikut.

93
Remaja datang dengan Pemeriksaan Fisik Setelah mengikuti
kolom “Anamnesis” Anamnesis dengan Terdapat kecurigaan
masalah:
dan “Pemeriksaan Pendekatan HEEADSSS remaja mengalami
nyeri kepala
Algoritma lain-lain Fisik”, ditemukan kekerasan fisik di
bahwa nyeri kepala dalam rumah
yang dialami klien
Sub-algoritma nyeri termasuk dalam
kepala klasifikasi: Algoritma Kesehatan
Jiwa
Nyeri kepala tipe Topik : Kekerasan
tegang

Berikan antinyeri, Deteksi trauma fisik dan non-fisik


lakukan pemantauan, yang dialami remaja, berikan
ajarkan massage pengobatan yang diperlukan,
pertimbangkan untuk rujuk ke
psikiater, pertimbangkan untuk
melaporkan pada yang berwajib

89
Contoh penggunaan alur MTPKR/algoritma :
Pasien remaja datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala, pasien kemudian
dilakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan. Petugas kesehatan kemudian
mencocokkan keluhan dan hasil pemeriksaan fisik dengan algoritma yang sesuai. Pada
contoh, remaja mengalami keluhan nyeri kepala, maka kategori tersebut masuk pada
algoritma lain-lain.

Petugas kesehatan kemudian melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
yang diperlukan. Petugas kemudian dilakukan klasifikasi penyakit berdasarkan keluhan dan
pemeriksaan fisik didapat sesuai dengan algoritma. Contoh, setelah diklasifikasi remaja
didapati masuk dalam klasifikasi nyeri kepala tipe tegang, petugas kemudian melakukan
tatalaksana dan pemantauan sesuai klasifikasi tersebut.

Ciri khas pelayanan kesehatan pada remaja, setelah dilakukan tatalaksana tersebut,
petugas kemudian melakukan skrining anamnesis HEEADSSS untuk mengetahui apakah
terdapat masalah lain yang berisiko terhadap kesehatan remaja. Skrining anamnesis
HEEADSSS dianjurkan dilakukan dalam situasi nyaman bagi remaja (penggunaan bahasa
tidak terlalu formal, melindungi kerahasiaan remaja). Karakteristik remaja yang memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi, berani mengambil risiko tanpa perhitungan yang panjang, lebih
terbuka pada sebayanya namun kurang terbuka pada orang dewasa dll dianggap perlu
untuk mengaplikasikan metode skrining anamnesis HEEADSSS ini.

Pada contoh, setelah dilakukan skrining anamnesis HEEADSSS, didapatkan kecurigaan


remaja mengalami kekerasan fisik di dalam rumah. Maka petugas kemudian melihat kembali
algoritma yang sesuai untuk kemudian dilakukan klasifikasi, tatalaksana dan pemantauan
berdasarkan hasil yang didapatkan.

e. Interaksi Klinis Petugas Kesehatan dengan Klien Remaja


Dalam berinteraksi dengan klien remaja, petugas kesehatan harus dapat membina
hubungan baik dengan remaja.

Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pelayanan kesehatan remaja antara lain:
1. Masa remaja adalah masa dimana terjadi perubahan fisik, psikologis, dan sosial.
Saat perubahan ini muncul, remaja mungkin akan memiliki banyak pertanyaan dan
kekhawatiran tentang apa yang terjadi dalam tubuh mereka. Di banyak tempat,
remaja tidak mampu membagi pertanyaan dan kekhawatiran mereka serta tidak
mampu pula mencari jawaban dari orang dewasa yang kompeten dan peduli dengan
mereka.
2. Selain masa remaja dianggap sebagai masa kehidupan yang paling sehat, masa
remaja juga dianggap sebagai masa dimana banyak perilaku yang secara negatif
dapat mempengaruhi kesehatan, baik yang dimulai selama masa remaja maupun
masa usia setelahnya. Selain itu, banyak kematian pada remaja disebabkan oleh
cedera yang tidak disengaja (misalnya kecelakaan mobil), cedera yang disengaja
(bunuh diri dan perkelahian satu sama lain), ataupun masalah yang berkaitan
dengan kehamilan.
3. Petugas kesehatan seperti Anda memiliki kontribusi yang penting untuk membantu
para remaja yang sehat agar tetap sehat, serta yang mengalami gangguan
kesehatan agar dapat kembali menjadi sehat atau yang memiliki perilaku berisiko
agar mendapat pertolongan

Peran petugas kesehatan dalam hal ini adalah :


1. Memberikan informasi, nasehat, konseling dan pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk menjaga perilaku yang aman dan mengubah perilaku yang tidak

89
aman atau perilaku-perilaku berisiko yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan
2. Mendiagnosis/mendeteksi dan mengobati gangguan kesehatan serta perilaku
berisiko yang dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang tidak baik; serta
merujuk mereka ke fasilitas rujukan, bila perlu.
3. Menjadi orang yang dapat membawa perubahan di masyarakat. Anda dapat
membantu pemimpin dan anggota masyarakat untuk dapat memahami
kebutuhan para remaja, dan pentingnya agent of change dalam memenuhi
kebutuhan tersebut

Hal yang perlu dilakukan petugas kesehatan dalam membangun interaksi klinis
dengan pasien remaja, antara lain:
1. Membuat catatan riwayat masalah atau kekhawatiran yang muncul pada remaja
2. Mencari tahu lebih dalam masalah atau kekhawatiran selain keluhan utama yang
dikeluhkan klien remaja
3. Perhatikan apabila terdapat sesuatu yang khusus dalam pemeriksaan fisik
pasien remaja
4. Cara menyampaikan diagnosis sesuai klasifikasi dan rencana tatalaksana

Bahan bacaan mengenai teknik membangun interaksi klinis yang baik dengan
remaja, ada pada Pedoman Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja.

2. Pokok Bahasan 2
Skrining Anamnesis HEEADSSS

a. Pendekatan HEEADSSS
Pendekatan HEEADSSS dilakukan untuk mendeteksi masalah yang dialami remaja
dan sering tidak diungkapkan oleh remaja bila tidak digali dengan baik. Pertanyaan-
pertanyaan berikut bertujuan memandu tenaga kesehatan untuk bertanya pada
remaja mengenai aspek-aspek penting yang dapat memunculkan masalah
psikososial pada remaja. Sangat dianjurkan untuk membina rapport (hubungan baik)
terlebih dahulu pada remaja sebelum bertanya, menjamin kerahasiaan, mengatasi
dulu masalah klinis atau emergensi yang ada pada remaja dan mengelaborasi hal
yang dirasa perlu.
HEEADSSS adalah singkatan dari
• Home (Rumah)
• Education (Pendidikan)
• Eating (Pola makan)
• Activity (Aktivitas)
• Drugs (Obat-obatan)
• Sexuality (Aktivitas seksual)
• Safety (Keselamatan)
• Suicide/Depresi (Bunuh diri/depresi)

b. Pelaksanaan penilaian HEEADSSS


Sebagai catatan, mungkin tidak semua masalah remaja yang ditemukan dapat
diselesaikan pada satu waktu kunjungan. Pada satu kali kunjungan petugas
kesehatan harus mengidentifikasi dan memilih untuk menatalaksana kasus yang
diperhitungkan membawa risiko kesehatan yang lebih besar pada remaja tersebut.
Petugas kesehatan dapat memprioritaskan bagian-bagian yang paling berhubungan
dengan:
• Keluhan yang disampaikan:
Misalnya, jika seorang remaja datang dengan cedera akibat jatuh setelah minum
minuman beralkohol, Anda dapat memprioritaskan bagian “Obat-obatan” pada
penilaian HEEADSSS dan/atau
90
• Gangguan kesehatan yang penting di daerah tempat Anda bekerja:
Jika Anda bekerja di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi, Anda harus
memprioritaskan bagian “Aktivitas seksual” pada penilaian HEEADSSS.

Pada satu kali kunjungan mungkin hanya dapat menatalaksana 2 masalah remaja
karena keterbatasan waktu. Petugas kesehatan harus dapat memberikan
kenyamanan dan rasa percaya pada remaja sehingga remaja memiliki keinginan
untuk kembali ke Puskesmas untuk mengatasi masalah yang ia miliki.

Home
Pada bagian ‘Home’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah di
dalam rumah. Tiga hal utama yang perlu digali antara lain :
- Tingkat kenyamanan di rumah/tempat tinggal
- Punya pihak pendukung (remaja merasa aman, bisa bicara secara terbuka serta
meminta tolong pada orang tersebut) di rumah/tempat tinggal
- Hal yang umumnya terjadi di rumah yang bisa menjadi “warisan” perilaku
berisiko (kekerasan, penggunaan alkohol dan penggunaan obat terlarang, dan
seksualitas)

Education/Employment
Pada bagian ‘Education/employment’ petugas memeriksa kemungkinan remaja
memiliki masalah terkait pendidikan atau pekerjaan. Hal utama yang perlu digali
antara lain :
- Tingkat kenyamanan di sekolah/tempat kerja
- Punya pihak pendukung (remaja merasa aman, bisa bicara secara terbuka serta
meminta tolong pada orang ini) di sekolah/tempat kerja
- Hal yang umumnya terjadi di sekolah/tempat kerja yang bisa menjadi “warisan”
perilaku berisiko (kekerasan, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
terlarang, dan seksualitas)

Eating
Pada bagian ‘Eating’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah
terkait kebiasaan/pola makan. Hal utama yang perlu digali antara lain :
- Kebiasaan makan, jenis makanan yang dikonsumsi dan perilaku makan
remaja terkait dengan stres
- Perubahan terkait berat badan dan
- Persepsi remaja tentang tubuhnya

Activity
Pada bagian ‘Activity’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah
terkait aktivitas. Hal utama yang perlu digali antara lain :
- Hal yang dilakukan remaja untuk menghabiskan waktu luangnya
- Hubungan dengan teman-teman (teman dekat, sebaya)
- Persepsi terhadap diri dan teman-teman

Drugs
Pada bagian ‘Drugs’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah
terkait risiko penyalahgunaan NAPZA. Hal utama yang perlu digali antara lain :
- Adanya lingkungan sekitar remaja yang mengkonsumsi NAPZA
- Perilaku konsumsi NAPZA pada remaja

Sexuality
Pada bagian ‘Sexuality’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah
terkait risiko terkait aktivitas seksual. Hal utama yang perlu digali antara lain :
- Adanya perilaku seksual pra nikah atau perilaku seksual berisiko pada remaja
91
- Kemungkinan kehamilan
- Kemungkinan IMS
- Kemungkinan kekerasan seksual

Safety
Pada bagian ‘Safety’ petugas memeriksa kemungkinan remaja memiliki masalah
terkait dengan keselamatan. Hal utama yang perlu digali antara lain :
- Rasa aman remaja saat berada di keluarga
- Rasa aman remaja saat berada di lingkungan (sekolah, masyarakat)
- Rasa aman remaja saat berada di jalan raya

Suicide/Depression
Pada bagian ‘Suicide/Depression’ petugas memeriksa kemungkinan remaja
memiliki masalah terkait risiko bunuh diri dan depresi. Hal utama yang perlu digali
antara lain :
- Adanya keinginan/kecenderungan remaja untuk menyakiti diri sendiri
- Kecenderungan, pola dan perilaku remaja apabila sedang merasa sedih
- Kecenderungan, pola dan perilaku remaja apabila sedang merasa cemas

Kuesioner HEEADSSS dapat dilihat pada lampiran dan pada Manajemen Terpadu
Pelayanan Kesehatan Remaja di FKTP.

92
3. Pokok Bahasan 3
Algoritma Kesehatan Remaja
Pedoman Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja berisi:
1. Algoritma Pertumbuhan dan Perkembangan
2. Algoritma Kesehatan Reproduksi
3. Algoritma Genitalia
4. Algoritma Infeksi
5. Algoritma Kesehatan Jiwa
6. Algoritma Kesehatan Indera
7. Algoritma Lain lain

Masing-masing algoritma berisi tahapan pemeriksaan untuk menetapkan klasifikasi dan


tatalaksana atas keluhan dan gejala kesehatan remaja, yang diadopsi dari Adolescent
Job Aid (WHO) yang disesuaikan dengan kondisi/masalah kesehatan remaja serta
kebijakan dan protokol yang berlaku di Indonesia.

Penggunaan algoritma kesehatan remaja bertujuan untuk mempermudah petugas


dalam melakukan tatalaksana (tindakan dan terapi) dengan tepat, karena semua gejala
sudah diklasifikasikan. Klasifikasi tercantum merupakan klasifikasi masalah yang sering
ditemui pada remaja. Penggunaan algoritma kesehatan remaja ini telah disesuaikan
dengan kompetensi dokter umum/perawat/bidan sesuai dengan ketentuan. Pada
algoritma tertentu (misal algoritma infeksi, tatalaksana berkoordinasi dan dilakukan oleh
petugas kesehatan yang telah telah dilatih (IMS – HIV AIDS, Tuberkulosis, dll)

Penggunaan algoritma kesehatan remaja ini dapat dijadikan sebagai standar


operasional prosedur (SOP) dalam melakukan tatalaksana pasien remaja di
Puskesmas.

Kondisi puskesmas di Indonesia sangat beragam. Pada puskesmas yang tidak memiliki
laboratorium ataupun obat sesuai dengan yang tercantum dalam algoritma, maka
Puskesmas harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan lainnya yang memiliki peralatan
penunjang yang lebih lengkap.

Setelah menentukan algoritma yang sesuai berdasarkan keluhan dari pasien remaja,
petugas diminta untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik tambahan seperti
yang tercantum dalam masing-masing algoritma, untuk membantu petugas dalam
melakukan klasifikasi penyakit. Petugas kemudian melakukan tatalaksana dan
pemantauan sesuai dengan jenis klasifikasi.

Dalam pelatihan ini fasilitator dan peserta latih sebaiknya memegang Pedoman
Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja.

Beberapa klasifikasi dalam algoritma kesehatan remaja berdasarkan masalah


kesehatan yang sering dialami oleh remaja antara lain :

93
a. Algoritma Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah kesehatan remaja terkait pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut :
a) Gizi kurang/gizi lebih,
Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah gizi kurang/lebih yang ditemukan pada
remaja sebagai berikut :
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Gizi buruk rujukan segera ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan
2 Penurunan berat badan • Pemeriksaan penyakit infeksi penyerta
yang signifikan • Tatalaksana penyakit penyerta/rujukan
• Konseling
3 Gizi lebih Konseling gizi seimbang dan aktifitas fisik serta
pemantauan
4 Gizi kurang • Pemeriksaan penyakit infeksi penyerta
• Tatalaksana penyakit penyerta/rujukan
• Konseling
5 Obesitas • Pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula
darah
• Konseling
5 Gizi normal Konseling gizi seimbang dan aktifitas fisik

b) Postur pendek
Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah postur pendek yang ditemukan pada
remaja sebagai berikut :
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Perawakan pendek akibat rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
keturunan Tingkat Lanjutan
2 Perawakan pendek akibat • Konseling gizi seimbang
masalah gizi • Cek menggunakan algoritma masalah gizi
kurang/lebih
3 Perawakan pendek akibat • Pengobatan penyakit kronis yang ditemukan
penyakit kronis • Rujukan ke dokter ahli endokrin bila terkait
masalah endokrin
4 Perawakan pendek dan • Rujukan ke dokter ahli endokrin
telah melewati masa • Cek menggunakan algoritma masalah
pubertas pubertas
5 Perawakan pendek dan Konseling gizi seimbang
mengalami keterlambatan Rujukan ke dokter ahli endokrin
pubertas
5 Perawakan pendek dan Konseling gizi seimbang
memiliki kemungkinan Rujukan ke dokter ahli endokrin
terus tumbuh

c) Pubertas
Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah pubertas yang ditemukan pada remaja
sebagai berikut :
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Pubertas Prekoks Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan
Konseling pubertas
2 Pubertas terlambat • Cek dan obati apabila terdapat penyakit
kronis atau malnutrisi
• Cek menggunakan algoritma lainnya apabila
94
terkait dengan algoritma lainnya. Misal
infeksi tuberkulosis, anemia, pengunaan obat
terlarang dll
• Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan
• Konseling pubertas
3 Pubertas normal Konseling pubertas

d) Anemia
Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah anemia yang ditemukan pada remaja
sebagai berikut :
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Anemia berat atau
rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
kelainan berat lainnya Tingkat Lanjutan
Konseling pubertas
2 Anemia ringan hingga • Obati anemia
sedang • Obati kecacingan
• Konseling pola makan
• Tatalaksana apabila terkait algoritma lainnya
seperti haid yang banyak, remaja sedang
hamil atau setelah melahirkan dan
mengalami perdarahan
3 Tidak anemia • Konseling gizi seimbang
• Suplementasi untuk pencegahan anemia

b. Algoritma Kesehatan Reproduksi


a) Masalah Menstruasi
Klasifikasi masalah menstruasi terbagi menjadi 3 bagian yakni terkait masalah
siklus, masalah nyeri dan masalah perdarahan.
Terkait masalah siklus
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Hamil atau kemungkinan • Konseling kehamilan
kehamilan • Antenatal Care
• Rujukan bila diperlukan sesuai indikasi
2 Haid tidak teratur atau • Cek menggunakan algoritma gizi apabila
perdarahan di antara dua terdapat masalah gizi
haid • Cek dan obati apabila terdapat penyakit
penyerta
3 Haid tidak teratur atau • Konseling mengenai penggunaan
perdarahan di antara dua kontrasepsi
haid yang berhubungan • Rujuk ke FKRTL bila diperlukan
dengan penggunaan
kontrasepsi hormonal
4 Ketidakteraturan haid Konseling terkait haid
pada awal usia remaja
5 Haid normal Konseling terkait haid

Terkait masalah nyeri


No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kemungkinan kondisi rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
yang memerlukan Tingkat Lanjutan
pembedahan atau
95
berhubungan dengan
kehamilan
2 Dismenorea (nyeri • Atasi nyeri, pengobatan untuk mengurangi
haid)/nyeri pertengahan rasa nyeri
siklus haid • Pengobatan menggunakan pil
kontrasepsi/hormonal

Terkait masalah perdarahan


No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kemungkinan perdarahan Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
akibat kehamilan Tingkat Lanjutan

2 Menorrhagia disertai • Regulasi/obati perdarahan


anemia • Pengobatan anemia
3 Menorrhagia tanpa • Regulasi/obati perdarahan
anemia • Pencegahan anemia
4 Menorrhagia yang • Regulasi/obati perdarahan
mungkin berhubungan • Pencegahan/pengobatan anemia
dengan metode
kontrasepsi AKDR atau
DMPA
5 Perdarahan haid normal Pencegahan anemia

b) Masalah terkait Kehamilan


Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah kehamilan yang ditemukan pada
remaja sebagai berikut :
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kemungkinan komplikasi Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
kehamilan Tingkat Lanjutan
2 Hamil • Konseling kehamilan
• Antenatal Care
• Rujukan bila diperlukan sesuai indikasi
3 Hubungan seksual tanpa • Konseling kemungkinan terjadi kehamilan
pelindung dalam lima hari • Jadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan untuk
terakhir memeriksa kepastian kemungkinan
kehamilan
4 Kemungkinan hamil • Jadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan untuk
memeriksa kepastian kemungkinan
kehamilan
• Konseling
5 Mengarah pada gejala • Konseling kemungkinan terjadi kehamilan
kehamilan namun terlalu • Jadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan untuk
dini untuk dipastikan memeriksa kepastian kemungkinan
kehamilan
6 Kemungkinan tidak hamil Konseling kebutuhan kontrasepsi
7 Tidak hamil Konseling kebutuhan kontrasespsi bila
diperlukan

96
c) Infeksi Menular Seksual
Tatalaksana klasifikasi Infeksi Menular Seksual dilakukan hanya oleh
Petugas kesehatan yang telah terlatih IMS.
Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah infeksi menular seksual yang
ditemukan pada remaja sebagai berikut:
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kemungkinan IMS • Pengobatan Gonore, klamidia,
(GONORE trichomoniasis
dan/atau KLAMIDIA) • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
pada remaja dengan IMS
2 Kemungkinan gawat Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
darurat akibat kehamilan Tingkat Lanjutan
3 Penyakit radang panggul • Pengobatan gonore dengan komplikasi dan
(prp/pelvic inflamatory klamidia dengan komplikasi dan infeksi
disease) kemungkinan bakteri anaerob
karena gonore, klamidia • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
dan/atau bakteri anaerobik pada remaja dengan IMS

4 Servisitis • Obati sebagai gonore dan klamidia dan


Kemungkinan gonore atau vaginosis bakterial dan trikomoniasis
klamidia • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
Mirip vaginosis bakterial pada remaja dengan IMS
dan trikomoniasis
5 Vaginitis • Obati sebagai vaginosis bakterial dan
Kemungkinan kandidiasis trikomoniasis
vaginalis • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
Mirip vaginosis bakterial pada remaja dengan IMS
dan trikomoniasis
6 Vaginitis • Obati sebagai vaginosis bakterial dan
Kemungkinan vaginosis trikomoniasis
bakterial dan/atau • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
trikomoniasis pada remaja dengan IMS
7 Duh tubuh vagina • meyakinkan pasien kondisi normal
normal/fisiologis
8 Kemungkinan IMS (herpes • Obati herpes genitalis
genital) • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
pada remaja dengan IMS
9 Kemungkinan IMS • Obati sebagai sifilis dan
• kemungkinan sifilis • Obati chancroid atau
• kemungkinan • Obati sebagai herpes genitalis
chancroid • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
• kemungkinan herpes pada remaja dengan IMS
genital
10 Kemungkinan • Obati limfogranuloma venerium (lgv)
limfogranuloma venerium • Obati chancroid
(lgv) • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
atau pada remaja dengan IMS
kemungkinan chancroid
11 Terdapat luka di daerah • Merujuk pada algoritma genitalia
genitalia • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
pada remaja dengan IMS
12 Infeksi kelenjar getah • Obati infeksi
bening (limfe) • Atasi pembengkakan

97
13 Normal atau limfadenopati • Yakinkan pasien kondisi normal
reaktif
14 Kemungkinan kutil • Pengobatan kondiloma akuminata
kelamin atau kondiloma • Konseling dan tawarkan Tes HIV dan sifilis
akuminata pada remaja dengan IMS

c. Algoritma Kesehatan Jiwa

a) Masalah kekerasan pada remaja


Klasifikasi dan tatalaksana terkait masalah kekerasan pada remaja yang
ditemukan pada remaja sebagai berikut
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kekerasan Fisik • Pertolongan pertama apabila terdapat
cedera dan kondisi mengancam jiwa
• Konseling
• Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL)
• Memberikan informasi kepada kepolisian
sesuai Permenkes No. 68 tahun 2013
tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk
memberikan informasi tentang adanya
dugaan kasus kekerasan pada anak (0-18
tahun) kepada pihak berwajib
• Membuat visum et repertum bila ada
permintaan sesuai dengan ketentuan
• Pengobatan (antinyeri, antibiotik, vaksin
anti tetanus)
• Penanganan masalah psikologis
2 Kekerasan Seksual • Pengobatan kedaruratan medis
• Konseling awal
• Lapor P2TP2A
• Rujukan bila diperlukan
• Membuat visum et repertum bila ada
permintaan sesuai dengan ketentuan
• Pencegahan kehamilan
• Pencegahan IMS
• Penanganan masalah psikologis

b) Gangguan mental emosional


Klasifikasi dan tatalaksana terkait gangguan mental emosional pada remaja yang
ditemukan pada remaja sebagai berikut
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kecurigaan remaja • Psikoedukasi
mengalami gangguan • Pengobatan antidepresan
depresi • Rujukan ke FKRTL bila diperlukan

2 Kecurigaan remaja • Psikoedukasi


mengalami gangguan • Pengobatan mood stabilizer
bipolar • Rujukan ke FKRTL bila diperlukan
98
3 Kecurigaan remaja • Psikoedukasi
mengalami gangguan • Pengobatan antipsikotik
psikotik, termasuk • Rujukan ke FKRTL bila diperlukan
skizofrenia
4 Kecurigaan remaja • Konseling
mengalami gangguan • Pengobatan antidepresan
cemas • Rujukan ke FKRTL bila diperlukan
5 Kecurigaan remaja • Konseling
mengalami gangguan • Psikoedukasi
makan • Pengobatan
• Rujukan ke FKRTL bila diperlukan

c) Masalah Rokok, Alkohol, Narkotika dan Obat-obatan Terlarang


Klasifikasi dan tatalaksana terkait Rokok, Alkohol, Narkotika dan Obat-obatan
Terlarang pada remaja yang ditemukan pada remaja sebagai berikut:
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Remaja dengan • Rujuk ke pusat rehabilitasi
kecurigaan mengonsumsi • Cari informasi sumber paparan
narkotika dan obat-obatan
terlarang
2 Remaja dengan • Edukasi dan konseling berhenti merokok
kebiasaan merokok
3 Remaja dengan • Edukasi dan konseling berhenti minum
kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol
alkohol

d. Algoritma Infeksi
Penanganan algoritma infeksi dilakukan dengan berkoordinasi/oleh Tenaga
Kesehatan yang terlatih infeksi yang sesuai (HIV AIDS, Malaria atauTuberkulosis)
a) Infeksi HIV AIDS
Klasifikasi dan tatalaksana terkait infeksi HIV AIDS pada remaja yang ditemukan
pada remaja sebagai berikut:
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Kemungkinan infeksi HIV • Skrining HIV
menyebabkan gejala, • Pengobatan penyakit penyerta
tanda, atau penyakit yang • Konseling seks yang aman dan penurunan
sering berhubungan risiko HIV
dengan infeksi HIV • Cek kondisi gizi merujuk pada algoritma gizi
2 Berisiko terinfeksi HIV • Konseling seks yang aman dan penurunan
risiko HIV untuk kelompok remaja berisiko
• Skrining HIV
• Rujukan ke fasilitas kesehatan dengan
pemeriksaan HIV
3 Tidak berisiko terinfeksi • Konseling seks yang aman dan penurunan
HIV risiko HIV untuk kelompok remaja berisiko

b) Infeksi Malaria
Klasifikasi dan tatalaksana terkait infeksi Malaria pada remaja yang ditemukan
pada remaja sebagai berikut:

99
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Malaria berat atau malaria • Pengobatan dengan Arrtemeter
dengan komplikasi • Rujukan segera ke FKRTL
2 Malaria falsiparum • Pengobatan malaria sesuai ketentuan
3 Malaria vivax/ovale • Pengobatan malaria sesuai ketentuan
4 Malaria malariae • Pengobatan malaria sesuai ketentuan
5 Infeksi campuran • Pengobatan malaria sesuai ketentuan
P. falciparum dan P.
vivax/P. Ovale
6 Malaria yang diderita • Pengobatan malaria tanpa primakuin
pada kehamilan
7 Pencegahan malaria • Pencegahan malaria apabila remaja akan ke
daerah endemis malaria

c) Infeksi Tuberkulosis
Klasifikasi dan tatalaksana terkait infeksi Tuberkulosis pada remaja yang
ditemukan pada remaja sebagai berikut
No. Klasifikasi Tatalaksana
1 Klasifikasi pasien • Pengobatan tuberkulosis sesuai ketentuan
berdasarkan • Rujukan ke FKRTL bila diperlukan
- Lokasi tuberkulosis • Pemeriksaan status HIV bila diperlukan
- Riwayat pengobatan
sebelumnya

100
4. Pokok Bahasan 4
Tindak Lanjut Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja

a. Pelaksanaan Informed Consent


Pasal 45 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 68
Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menjadi landasan
hukum pelaksanaan informed consent. Informed consent dilakukan untuk semua
tindakan medis; harus didahului dengan penjelasan yang cukup sebagai landasan bagi
pasien untuk mengambil keputusan; dapat diberikan secara tertulis atau lisan; untuk
tindakan medis berisiko tinggi (tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya) harus
diberikan secara tertulis; dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent,
tetapi sesudah sadar wajib diberitahu dan diminta persetujuan; serta ditandatangani
oleh yang berhak. Berdasarkan Permenkes No 290 Tahun 2008, tindakan medis yang
berisiko tinggi merupakan tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas
tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008, informed consent atau
persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau wali/keluarga/pengampunya
apabila pasien tidak berkompeten. Apabila persetujuan diberikan kepada pasien yang
tidak kompeten maka wali/keluarga/pengampunya dapat tetap menganggap sah atau
dapat membatalkan tindakan kedokteran.

Yang dimaksud berkompeten ialah individu mampu membuat pernyataan yang


berakibat hukum. Kriteria seseorang disebut berkompeten adalah bila sudah berusia 18
tahun atau lebih, atau belum 18 tahun namun sudah pernah menikah; sehat akal, tidak
terganggu kesadarannya, dan tidak mengalami retardasi mental sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas. Berdasarkan aturan Hukum Perdata, kriteria cakap
hukum adalah individu berusia 21 tahun atau lebih.

Informasi yang harus disampaikan kepada pasien paling sedikit meliputi diagnosis dan
tata cara tindakan medis/kedokteran tersebut, tujuan tindakan medis/kedokteran yang
akan dilakukan, alternatif tindakan lain beserta risikonya, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan, serta perkiraan
biaya (tidak wajib). Informasi harus disampaikan secara jelas dan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan kondisi pasien agar mudah dipahami oleh pasien. Sebelum
penjelasan ditutup, buka sesi tanya-jawab dan pastikan pemahaman pasien dengan
mengajukan beberapa pertanyaan. Penjelasan yang diberikan tersebut dicatat dalam
berkas rekam medis pasien dengan mencantumkan tanggal, waktu, dan nama yang
menerima informasi beserta tandatangannya. Dalam hal tenaga medis menilai bahwa
penjelasan tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak untuk menerima informasi, maka tenaga medis dapat memberikan informasi
tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan
lain sebagai saksi.

Pada penggunaan algoritma ini, maka persetujuan tindakan medis (informed


consent) diberikan oleh keluarga terdekat antara lain ayah/ibu kandung atau
saudara kandung yang telah dewasa, dengan didahului penjelasan yang cukup
pada klien remaja dengan didampingi oleh ayah/ibu kandung atau saudara
kandung yang telah dewasa tersebut sebagai pihak yang akan mengambil
keputusan. Pada prinsipnya, persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh
keluarga terdekat (ayah/ibu kandung atau saudara kandung yang telah dewasa)
tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan pasien. Namun demikian, pada kondisi
emergensi dimana pasien harus segera menerima tindakan medis dan pasien tidak
didampingi oleh keluarga maka penjelasan dapat diberikan kepada pasien tersebut
demi menyelamatkan jiwa pasien (saksi).
101
b. Pelaksanaan Pencatatan
Petugas kesehatan mencatatkan hasil pemeriksaan atau pelayanan kesehatan remaja
berdasarkan algoritma kesehatan remaja pada lembar status pasien remaja. Informasi yang
diperlukan dalam pencatatan antara lain :

1) Identitas remaja
Berisi informasi identitas remaja, orang tua dan keterangan tempat tinggal,
pendidikan/pekerjaan, status pernikahan

2) Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik


Berisi tentang :
- Keluhan utama pasien remaja
- Hasil anamnesis sesuai algoritma kesehatan remaja
- Hasil pemeriksaan fisik

3) Hasil skrining HEEADSSS


Berisi tentang:
- Hasil skrining/anamnesis HEEADSSS awal yang dilakukan
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik tambahan berdasarkan hasil anamnesis
HEEADSSS
- Klasifikasi berikutnya yang didapat sesuai anamnesis HEEADSSS

4) Hasil pemeriksaan penunjang


Berisi hasil pemeriksaan laboratorium (darah, urin, dll), thorax dll yang diperlukan
dalam menunjang klasifikasi

5) Hasil klasifikasi dan tatalaksana yang dilakukan


Berisi tentang :
- Jenis klasifikasi yang didapat sesuai anamnesis dan skrining HEEADSSS yang
dilakukan
- Tatalaksana kasus yang dilakukan oleh petugas puskesmas

6) Konseling
Berisi konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan yang terdiri dari :
- Masalah utama
- Latar belakang masalah
- Alternatif pemecahan masalah
- Keputusan tindakan klien remaja
- Observasi
Pengisian keterangan konseling ini sangat membantu petugas dalam melakukan
tatalaksana pasien remaja pada kunjungan berikutnya.

7) Kunjungan selanjutnya
Berisi tentang :
- penjadwalan dari petugas untuk kunjungan ulangan remaja tersebut dan
- kunjungan yang dilakukan oleh pasien remaja
- anamnesis, tatalaksana dan konseling tambahan yang dilakukan pada kunjungan
ulang

102
Formulir status pasien remaja dapat dilihat pada Lampiran 1 dan buku Manajemen
Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja

Form Pencatatan PKPR


Setelah melakukan pengisian status pasien remaja, petugas PKPR bertugas untuk merekap
data pelayanan kesehatan remaja dalam formulir PKPR Puskesmas. Pencatatan dilakukan
tiap bulan untuk mengetahui jumlah pelayanan yang telah diberikan kepada remaja,
mengetahui kasus-kasus pasien remaja yang berkunjung ke Puskesmas untuk selanjutnya
dilakukan analisis untuk kepentingan Puskesmas/Kab/Kota.

103
LAPORAN BULANAN PELAYANAN KESEHATAN USIA SEKOLAH DAN REMAJA

Nama Puskesmas : Kab/Kota : Provinsi :


Bulan :: Tahun :
Jumlah Kunjungan Remaja : Strata menurut SN PKPR : Minimal / Optimal/Paripurna

Pelayanan Dalam Pelayanan Luar Puskesmas


Puskesmas
Sekolah Luar Sekolah
No. Kegiatan L P Lapas-
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA LKSA/panti Lain-lain
rutan
1 Jumlah Kunjungan Remaja
2 Jumlah mendapat Konseling
3 Jumlah Remaja mendapat
PKHS
4 Jumlah Usia Sekolah dan
Remaja mendapat
Penjaringan Kesehatan
5 Pemeriksaan Berkala
6 Jumlah Sekolah
Melaksanakan UKS
berdasarkan :
Minimal
Standar
Optimal
Paripurna
7 Jumlah Kader Kersehatan
Remaja (Dokter Kecil,
Konselor Sebaya, dll)

Tempat, Tanggal Mengetahui


Pengelola PKPR Kepala Puskesmas

( ) ( )
Keterangan:
Pada Kolom L dan P diisi umur anak
89
Formulir pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan remaja lebih lengkap dilihat
pada Lampiran dan Pedoman Manajemen PKPR

Pelaporan

Data hasil pencatatan status pasien pelayanan kesehatan remaja kemudian direkapitulasi
oleh petugas puskesmas sebagai pelaporan kepada dinas kesehatan kab/kota dan arsip
Puskesmas. Rekapitulasi berdasarkan format pencatatan pelaporan :
1. LB 1 Puskesmas
2. Rekapitulasi Pencatatan dan Pelaporan PKPR (sesuai format SP2TP)

Laporan hasil pencatatan pelayanan kesehatan remaja yang ada di wilayah kerja dinas
kesehatan kab/kota kemudian dianalisis dan direkapitulasi menggunakan laporan
pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan remaja di kab/kota dan hasilnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan provinsi.

Dinas kesehatan provinsi melakukan rekapitulasi dan analisis semua laporan dinas
kesehatan kab/kota yang ada di wilayahnya menggunakan formulir SP2TP dan pencatatan
dan pelaporan pelayanan kesehatan remaja tingkat provinsi. Hasilnya disampaikan kepada
Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Kesehatan Keluarga sebagai laporan.

Masing-masing tingkatan administrasi yang menerima laporan berkewajiban menganalisis


laporan yang diterima dan menyampaikan umpan balik penerimaan laporan. Hasil analisis
laporan dapat dipergunakan untuk eavaluasi dan pengembangan pelayanan kesehatan
remaja di wilayah kerja.

Frekuensi pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kab/Kota adalah maksimal setiap
tanggal 5 di setiap bulannya. Frekuensi pelaporan dari Dinas Kesehatan Kab/Kota ke Dinas
Kesehatan Provinsi adalah maksimal setiap tanggal 10 di setiap bulannya.

LAMPIRAN
1. Status pasien remaja
2. Chart IMT berdasarkan umur
3. Grafik Tinggi Badan (TB) berdasarkan umur
4. Skala Tanner
5. Surat Keterangan Pelimpahan Wewenang
6. Informed Consent
7. Lembar Penolakan Tindakan Medis
8. Formulir Pencatatan Pelaporan Pelayanan Kesehatan Remaja di Puskesmas
9. Formulir Pencatatan Pelaporan Pelayanan Kesehatan Remaja di Kab/Kota
10. Formulir Pencatatan Pelaporan Pelayanan Kesehatan Remaja di Provinsi

89
LAMPIRAN 1 NO REGISTER KUNJUNGAN KE : TGL : Petugas

STATUS PASIEN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA

FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I ..............................................................................

IDENTITAS REMAJA
Nama klien Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Umur/Tempat Tgl Lahir Suku Bangsa :

Alamat

No Telp / HP Anak Ke….dari… Ke…………..dari…………..

Tempat Tinggal 1. Tinggal dengan orang tua 2. Asrama 3. Kontrak 4. Lain-lain :…………

Sekolah/Kelas .........................../............................ Pekerjaan ........................./..............................

Pendidikan Ayah/Ibu .........................../............................. Pekerjaan Ayah/Ibu ........................./..............................

Status Perkawinan Orang Tua 1. Menikah 2. Cerai 3. Berpisah tanpa cerai 4. Lain-lain

Status Pernikahan 1. Belum menikah 2. Menikah 3. Janda/Duda 4. Lain-lain

90
FORMULIR PASIEN PKPR NAMA : L/P: UMUR: NO REGISTER : KUNJUNGAN KE : TGL : Petugas :

PENANGANAN KELUHAN UTAMA

Keluhan Utama : Anamnesis sesuai algoritma yang relevan :

Pemeriksaan fisik umum BB (kg) : TB (cm) : IMT : IMT/U (Z TB/U (Z


Score) : Score) :

Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu Status Gizi (lingkari yang sesuai) :
Gizi buruk / gizi kurang / normal / gizi lebih / obesitas
0
mmHg x/menit x/menit C
Perawakan (lingkari yang sesuai) : Normal / Pendek / Tinggi
Pemeriksaan fisik lain-lain sesuai algoritma yang relevan

Pemeriksaan laboratorium Darah : Urine : Lain-lain :


(sesuai algoritma yang
relevan)
Klasifikasi sesuai algoritma yang relevan :

Tatalaksana sesuai algoritma yang relevan :

Konseling :

91
PENANGANAN LANJUTAN YANG DITEMUKAN DARI SKRINING ANAMNESIS HEEADSSS

Anamnesis HEEADSSS
Home Drugs

Employment/Education Sexuality

Eating Safety

Activity Suicide/depression

Lanjutkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai algoritma yang relevan


Anamnesis algoritma yang
relevan

Pemeriksaan Fisik Lainnya


sesuai algoritma yang relevan

Klasifikasi sesuaialgoritma
yang relevan

Tatalaksana sesuai algoritma


yang relevan

Konseling

92
REGISTER PELAYANAN KESEHATAN REMAJA DI DALAM PUSKESMAS

Kunjungan Umur Tatalaksana Asal Kasus Ket

No Klasifikasi KIE /
Tgl Nama Alamat
RM / Diagnosis Peny Datang Hasil
Baru Ulang L P Medis PKHS Konseling Rujuk Rujukan
uluha sendiri penjaringan
n

93
LAMPIRAN 2 :
Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Umur untuk Remaja Laki-laki

OBESITAS / SANGAT GEMUK

GEMUK

NORMAL

NORMAL

NORMAL

KURUS

SANGAT KURUS

94
Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Umur untuk Remaja Perempuan

OBESITAS / SANGAT GEMUK

GEMUK

NORMAL

NORMAL

NORMAL
KURUS

SANGAT KURUS

95
LAMPIRAN 3 :
Grafik Tinggi Badan (TB) Berdasarkan Umur untuk Remaja Laki laki

NORMAL

PENDEK

96
Grafik Tinggi Badan (TB) Berdasarkan Umur untuk Remaja Perempuan

NORMAL
PENDEK

97
LAMPIRAN 4 :
SKALA TANNER
Deteksi dini masalah reproduksi remaja adalah suatu upaya agar peserta didik dapat mengenal dan memahami organ reproduksinya sendiri
sebagai langkah awal bila ditemukan kelainan. Pengenalan organ reproduksi bagi remaja berkaitan dengan proses tumbuh kembang peserta
didik di masa pubertas. Pemahaman organ reproduksi ini menggunakan skala Tanner yang mudah dimengerti dan dijawab oleh siswa.

Gambar Perkembangan pubertas

A. B

98
Puteri

Keterangan gambar kesehatan reproduksi puteri:

Gambar Karakteristik
I A. Prepubertas, tak terdapat jaringan payudara
B. Rambut pubis tidak ada
II A. Pembesaran areola dan timbulnya breast-bud
B. Timbul rambut halus di pubis
III A. Pembesaran areola dan payudara sebagai satu
gunung
B. Rambut pubis menjadi ikal disekitar pubis
IV C. Timbul tonjolan ke 2 diatas bukit pertama
A. Rambut pubis menyebar ke lateral dan atas
V A. Payudara dewasa dengan single-contour
B. Distribusi rambut pubis dewasa

99
Putera

Keterangan gambar kesehatan reproduksi putera :


Gambar Karakteristik
I Prepubertas, panjang testes < 2.5 cm
Tidak ada rambut pubis
II Diameter testes > 2.5 cm, skrotum menipis dan berwarna merah
Timbul rambut pubis terutama di pangkal penis
III Terjadi pembesaran penis, testis lebih besar
Rambut pubis lebih tebal, jadi ikal dan terutama di mons pubis
IV Penis dan testis menjadi lebih besar, skrotum menjadi lebih hitam
Rambut pubis dewasa tetapi belum sampai ke paha
V Genitalia ukuran dan bentuk dewasa
Rambut pubis sampai ke medial paha

100
LAMPIRAN 5 : CONTOH SURAT TUGAS DAN SURAT PELIMPAHAN WEWENANG

(KOP SURAT DINAS KESEHATAN) KOP DINAS KESEHATAN KAB/KOTA............


Surat Tugas
SURAT PELIMPAHAN WEWENANG
No........../............/......./2015
No........../............/......./2015

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Yang bertanda tangan di bawah ini :
Pelaksanaan Praktik Kedokteran, yang bertandatangan di bawah ini, Nama : ...................................
Nama : .............................. Jabatan : ....................................
Tempat/ Tgl. Lahir : ..................... Instansi :.....................................
Alamat : ..................................
Melimpahkan wewenang dalam hal pemeriksaan dan penanganan pasien
memberikan Surat Tugas untuk Praktik : dr. spesialis./ drg. spesialis*), kepada : ...................... di (Nama Fasilitas Kesehatan) .............................., pada
Nama : tanggal ............. sampai dengan ..................... , kepada:
Alamat Tempat Praktik : ......................................................... Nama :……………………………….…
Nomor STR : ................................................................ Tempat/ Tanggal Lahir : .......................................
Nomor SIP Pertama : ......................................... Jabatan : ....................................
Nomor SIP Kedua : ........................................
Instansi : .........................................
Nomor SIP Ketiga : ........................................
Untuk melakukan tugas sebagai ................................. ... di (Nama
Surat tugas ini berlaku sejak tanggal .................... sampai dengan tanggal......................................... Fasilitas Kesehatan) .................................., dengan
alamat.........................................
Ditetapkan di........................ Surat tugas ini berlaku dari tanggal................ sampai dengan
Pada tanggal ...................... ........................
a.n. Menteri Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi …….....…
Dikeluarkan di........
Pada Tanggal...........
(………………………………….) Kepala Dinas Kesehatan Kab/
Tembusan : Kota..................
1. Menteri Kesehatan
2. Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Organisasi Profesi; (Nama Kepala Dinas Kesehatan
*) Sebutkan spesialisasinya, dengankewenangan klinis sesuai dengan kompetensinya Kab/Kota.....)

101
LAMPIRAN 6 :
Kop Instansi Fasilitas Kesehatan

Formulir Persetujuan Pemeriksaan dan Tindakan Medis


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Kartu Identitas :
Pekerjaan :

Selaku diri sendiri / wali / orang tua / kakak kandung / kerabat* atas nama
Nama :
Jenis Kelamin :
Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat :
Kartu Identitas :
No. Rekam Medis :

Dan saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya:


1. Telah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan mengenai prosedur dan risiko dilakukan / tidak dilakukannya tindakan medis,
2. Menyatakan PERSETUJUAN untuk dilakukan pemeriksaan/tindakan medis berupa : ………………………………………………………….
pada diri sendiri / tersebut yang saya wakilkan *
Demikian surat ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Tempat, Tanggal……………
Petugas Kesehatan Saksi Yang memberi persetujuan

(………………………………) (…………………………………………) (……………………………………….)

102
LAMPIRAN 7 :
Kop Instansi Fasilitas Kesehatan
Formulir Penolakan Tindakan Medis
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Kartu Identitas :
Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan : PENOLAKAN , untuk dilakukan tindakan medis berupa :
……………………………terhadap diri sendiri / orang tua / wali / kakak kandung / kerabat dari*:
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Kartu Identitas :
No. Rekam Medis :
Dan saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya:
a. Telah diberikan informasi dan penjelasan akan bahaya risiko, serta kemungkinan kemungkinan yang timbul apabila dilakukannya atau
tidak dilakukannya tindakan medis
b. Telah saya pahami sepenuhnya informasi dan penjelasan yang diberikan petugas kesehatan
c. Atas tanggung jawab dan risiko saya sendiri tetap menolak untuk dilakukan tindakan medis yang dianjurkan petugas kesehatan.
Demikian surat ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Tempat, Tanggal……………

Petugas Kesehatan Saksi Yang memberi persetujuan

(…………………………………) (……………………………………) (……………………………………

103
LAMPIRAN 8: Formulir Pencatatan Pelaporan Pelayanan Kesehatan Remaja di Puskesmas
LAPORAN BULANAN PELAYANAN KESEHATAN USIA SEKOLAH DAN REMAJA

Nama Puskesmas : Kab/Kota : Provinsi :


Bulan :: Tahun :
Jumlah Kunjungan Remaja : Strata menurut SN PKPR : Minimal / Optimal/Paripurna

Pelayanan Dalam Pelayanan Luar Puskesmas


Puskesmas
Sekolah Luar Sekolah
No. Kegiatan L P Lapas-
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA LKSA/panti Lain-lain
rutan
1 Jumlah Kunjungan Remaja
2 Jumlah mendapat Konseling
3 Jumlah Remaja mendapat
PKHS
4 Jumlah Usia Sekolah dan
Remaja mendapat
Penjaringan Kesehatan
5 Pemeriksaan Berkala
6 Jumlah Sekolah
Melaksanakan UKS
berdasarkan :
Minimal
Standar
Optimal
Paripurna
7 Jumlah Kader Kersehatan
Remaja (Dokter Kecil,
Konselor Sebaya, dll)
Tempat, Tanggal Mengetahui
Pengelola PKPR Kepala Puskesmas
( ) ( )
Keterangan:
Pada Kolom L dan P diisi umur anak

104
105
MATERI INTI 3
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

I. Deskripsi Singkat

Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak dan dewasa. Pada masa tersebut
remaja mengalami banyak perubahan baik fisik, psikologis dan sosial. Remaja perlu
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi pada masa itu. Seringkali timbul gejolak
emosi yang menyebabkan remaja dapat mengalami masalah perilaku yang berisiko seperti
tawuran, kenakalan remaja, putus sekolah, dan penyalahgunaan NAPZA.

Selain itu, perkembangan teknologi yang cepat di tambah lagi tuntutan pendidikan, membuat
anak memiliki kecenderungan lebih suka menonton televisi, asyik dengan gadget dan
mengikuti berbagai macam les sehingga menyebabkan anak kurang mendapat kesempatan
bermain dengan teman sebaya untuk mengembangkan keterampilan sosial dalam
menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya.
Sebagai dampak dari semua keadaan tersebut, maka remaja kurang mempunyai
keterampilan sosial, sehingga mereka rawan terhadap perilaku berisiko, yang seringkali
menyebabkan kegagalan mereka dalam mencapai keberhasilan di bidang pendidikan
ataupun dalam kehidupannya kelak. Kesuksesan dalam kehidupan tidak hanya ditentukan
oleh prestasi akademik, namun juga kemampuan dan keterampilan dalam menghadapi
berbagai masalah kehidupan. Respon dalam bentuk sikap dan perilaku positif terhadap
pengaruh lingkungan merupakan keterampilan yang dapat diperoleh melalui peningkatan
pengetahuan dan latihan-latihan praktis. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan
terutama pola asuh keluarga.

Mengingat permasalahan yang kompleks yang dihadapi remaja saat ini, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak telah mengamanahkan
pelayanan kesehatan peduli remaja meliputi pelayanan konseling, pelayanan klinis medis,
pelayanan rujukan, pemberian komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan remaja,
partisipasi remaja dan keterampilan sosial. Untuk materi pemberian komunikasi, informasi,
dan edukasi yang wajib diberikan, meliputi: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
tumbuh kembang anak usia sekolah dan remaja; kesehatan reproduksi; imunisasi;
kesehatan jiwa dan NAPZA; gizi; penyakit menular termasuk HIV dan AIDS; Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS); dan kesehatan intelegensia.

Sejalan dengan amanah Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, maka ruang lingkup materi
KIE bagi kesehatan usia sekolah dan remaja yang akan dibahas yaitu KIE, menggunakan
konsep PKHS dan konseling bagi usia sekolah dan remaja agar mereka mampu
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan serta pencatatan dan pelaporan
konseling, rujukan, register konseling, dan pelaporan bulanan.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan KIE dan konseling pada usia
sekolah dan remaja.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan KIE

134
2. Menggunakan konsep Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) pada usia
sekolah dan remaja
3. Melakukan konseling pada usia sekolah dan remaja.
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Pokok bahasan dari modul ini sebagai berikut:


A. KIE:
1. Pengertian, tujuan dan jenis-jenis KIE
2. Perencanaan strategi KIE kesehatan usia sekolah dan remaja
3. Pelaksanaan KIE kesehatan usia sekolah dan remaja
B. Konsep Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) pada usia sekolah dan
remaja.
1. Pengertian, tujuan dan komponen PKHS
2. Penggunaan PKHS dalam masalah kesehatan usia sekolah dan remaja
C. Konseling pada usia sekolah dan remaja:
1. Pengertian, tujuan dan dasar-dasar konseling
2. Teknik konseling kasus kesehatan remaja
D. Pencatatan dan pelaporan

IV. Bahan Belajar

a. Kementerian Kesehatan RI, Buku Pedoman Kesehatan Jiwa, Jakarta, 2003


b. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan
Hidup Sehat (PKHS) Bagi Petugas Kesehatan, 2004
c. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Keterampilan Sosial Untuk
Meningkatkan Kesehatan Jiwa Remaja Pedoman Bagi Guru, 2007
d. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Teknik Konseling Kesehatan Remaja Bagi
Tenaga Kesehatan, Jakarta, 2010.
e. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Teknik Konseling Kesehatan Remaja Bagi
Konselor Sebaya, Jakarta, 2010.
f. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR) Bagi Konselor Sebaya, Jakarta, 2011.
g. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Penanganan IMS, 2011
h. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
i. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Promosi Kesehatan Bagi Petugas
Puskesmas 2015
j. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Pelatih Komunikasi
Perubahan Perilaku (KPP) dalam Pemberdayaan Keluarga Sehat Bagi Tenaga
Promosi Kesehatan Puskesmas, 2015
k. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral, 2015

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

A. Langkah 1 Pengkondisian
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan judul materi yang akan
disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran umum
dan tujuan pembelajaran khusus, serta pokok bahasan.

135
B. Langkah 2 Penyampaian dan Pembahasan Pokok Bahasan dan Sub Pokok
Bahasan:

Pokok Bahasan 1: KIE


Sub Pokok Bahasan 1: Pengertian, tujuan dan jenis-jenis KIE
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memulai sesi dengan melakukan pengukuran pemahaman peserta
tentang KIE dalam pelayanan kesehatan usia sekolah dan remaja, menggunakan
metode diskusi kelompok sesuai lampiran 1.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi KIE dalam pelayanan kesehatan usia
sekolah dan remaja dengan menggunakan bahan tayang.
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

Sub Pokok Bahasan 2: Perencanaan Strategi KIE Kesehatan Usia Sekolah dan
Remaja
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk menyampaikan
pengalamannya dalam menyusun perencanaan KIE dalam pelayanan kesehatan
usia sekolah dan remaja yang selama ini dilakukan, berdasarkan langkah-langkah
kegiatannya.
2. Fasilitator membagi peserta kembali dalam 3 (tiga) kelompok. Fasilitator
menugaskan setiap kelompok untuk berdiskusi sesuai pedoman diskusi kelompok
pada lampiran 2.

Sub Pokok Bahasan 3: Pelaksanaan KIE Kesehatan Usia sekolah dan remaja
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada beberapa orang peserta untuk
menyampaikan pengalamannya tentang pelaksanaan kegiatan KIE dalam pelayanan
kesehatan usia sekolah dan remaja.
2. Fasilitator mangajak peserta untuk malakukan praktek bermain peran (role play)
dalam kelompok
3. Fasilitator membagi 3 kelompok yang beranggotakan 10 orang, untuk melakukan
role play, sesuai dengan lampiran 3.
4. Masing-masing kelompok melakukan praktik bermain peran (role play). Fasilitator
mengarahkan jalannya bermain peran
5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi.
6. Fasilitator memberikan tanggapan dan klarifikasi, serta memberikan kesimpulan
tentang materi pelaksanaan KIE dalam pelayanan kesehatan usia sekolah dan
remaja

Pokok Bahasan 2 : Konsep Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) pada


usia sekolah dan remaja.
Langkah kegiatan :
1. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan permainan sesuai dengan lampiran
4.
2. Fasilitator memberikan materi tentang pengertian, tujuan dan komponen PKHS
dengan bahan tayang
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan bermain peran (roleplay) tentang
komponen PKHS sesuai lampiran 5.
4. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi
5. Fasilitator merangkum materi pengertian, tujuan dan komponen PKHS

136
Pokok Bahasan 3: Konseling pada Usia Sekolah dan Remaja
Langkah kegiatan :
1. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan permainan “setuju dan tidak setuju”.
Langkah permainan sesuai lampiran 6.
2. Fasilitator memberikan ulasan materi seputar nilai-nilai yang dimiliki oleh konselor
(setuju atau tidak setuju) tidak boleh dipaksakan kepada klien pada saat melakukan
konseling.
3. Fasilitator memberikan pengantar tentang pengertian, tujuan, manfaat, tekhnik,
prinsip dan syarat konselor dengan bahan tayang.
4. Berdasarkan uraian materi, fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk
bertanya
5. Fasilitator memastikan setiap peserta mampu memahami konsep dasar konseling
dengan cara membedakan antara menasihati dengan menawarkan alternatif solusi
dan konsekuensinya dan mendorong klien mengambil keputusan.
6. Fasilitator mengajak peserta untuk bermain peran (role play) dalam konseling
remaja. Langkah role play konseling (1) dan (2) sesuai dengan lampiran 7.

Pokok Bahasan 4: Pencatatan dan Pelaporan


Langkah kegiatan :
1. Fasilitator menyampaikan materi pencatatan dan pelaporan konseling, rujukan,
register konseling, dan pelaporan bulanan
2. Fasilitator memberikan instrumen kepada setiap peserta untuk simulasi pengisian.
3. Setiap peserta diminta mengisi sesuai dengan kasus yang diberikan
4. Fasilitator mempersilakan peserta untuk bertanya dan fasilitator menyimpulkan
materi yang disampaikan.

C. Langkah 3 Praktik Lapangan KIE, Konseling


1. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan praktik lapangan KIE dan konseling di
Puskesmas
2. Fasilitator membagi kelompok sesuai kebutuhan
3. Fasilitator menjelaskan tujuan dan mekanisme praktik sesuai dengan panduan
praktik lapangan terlampir
4. Fasilitator dan peserta berangkat menuju tempat praktik lapangan
5. Fasilitator meminta peserta untuk melakukan praktik lapangan melakukan praktek
melakukan KIE dan konseling
6. Setelah selesai praktek lapangan, Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan
hasil praktik lapangan dan membuat laporan hasil
7. Fasilitator meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil praktik
lapangan dari masing-masing kelompok
8. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
pendapat, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai

D. Langkah 4
Penutup
1. Setelah semua pokok bahasan diberikan, Fasilitator memberikan poin–poin penting
terkait materi Komunikasi, Informasi, Edukasi dan Konseling
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan
atau klarifikasi
3. Fasilitator menjawab pertanyaan atau klarifikasi
4. Fasilitator membuat simpulan materi dan menutup sesi materi ini dengan
mengucapkan terimakasih.

137
VI. Uraian Materi

A. Pokok Bahasan 1 : KIE


KIE dalam pelayanan kesehatan usia sekolah dan remaja bertujuan meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kepedulian, kemauan, kemampuan, dukungan sumber daya
serta partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung peningkatan
derajat kesehatan usia sekolah dan remaja melalui penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat dan pemanfaatan UKBM.

1. Pengertian, Tujuan dan Jenis-jenis KIE


Secara umum pengertian KIE merupakan gabungan dari tiga konsep yakni:
a. Komunikasi
Proses penyampaian pikiran (ide/gagasan/informasi) atau perasaan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa verbal dan non
verbal, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu
untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga
ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000:13).
b. Informasi
Serangkaian fakta atau data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki
arti, bermanfaat, dan perlu diketahui oleh penerima informasi.
c. Edukasi
Proses transfer pengetahuan secara formal maupun informal kepada
seseorang atau beberapa dengan tujuan perubahan perilaku ke arah yang
positif

KIE kesehatan usia sekolah dan remaja merupakan suatu proses penyampaian
pesan dan informasi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, serta mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku kelompok
usia sekolah dan remaja maupun anggota masyarakat umum lainnya menuju ke
arah yang lebih positif terkait upaya peningkatan derajat kesehatan usia sekolah
dan remaja agar tetap sehat, aktif, mandiri dan berdaya guna baik bagi dirinya
sendiri, keluarga maupun masyarakat.

KIE memiliki fungsi sebagai berikut:


• Menyampaikan informasi (to inform)
• Mendidik (to educate)
• Menghibur (to entertain)
• Mempengaruhi (to influence/persuasive).
• Promosi (to promote)
• Bimbingan (to guidance)
• Konseling (to councel)
• Motivasi (to motivate)
• Memberikan instruksi ( to instructive)
• Negosiasi (to negosiate)

Secara umum tujuan KIE kesehatan usia sekolah dan remaja adalah:
a. Meningkatkan kualitas layanan kesehatan usia sekolah dan remaja dengan
mengedepankan aspek promotif preventif tanpa mengesampingkan aspek
kuratif dan rehabilitatif.
b. Menyebarluaskan informasi yang akurat, berguna, dan mudah dipahami terkait
permasalahan kesehatan usia sekolah dan remaja
c. Meningkatkan kesadaran usia sekolah dan remaja untuk memelihara
kesehatannya sendiri secara mandiri dan berkelanjutan.

138
d. Meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan peran serta masyarakat umum
dan keluarga usia sekolah dan remaja terkait masalah kesehatan usia sekolah
dan remaja.
e. Menggairahkan semangat hidup bagi usia sekolah dan remaja agar mereka
tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun
masyarakat
f. Meningkatkan pengetahuan dan sikap kelompok anak usia sekolah dan remaja
tentang berbagai informasi terkait kesehatan
g. Mendorong kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan sebagai
suatu keterampilan untuk berperilaku hidup sehat
h. Mempromosikan layanan kesehatan yang tersedia bagi kelompok usia sekolah
dan remaja

Unsur-unsur pokok KIE dalam layanan kesehatan usia sekolah dan remaja,
mengacu pada unsur-unsur sebagai berikut :
a. Sumber
Sumber KIE ini dapat seorang individu, kelompok, lembaga, institusi, atau
stakeholder kesehatan lainnya, yang lazim disebut dengan istilah Komunikator
b. Pesan
adalah serangkaian informasi, gagasan, pendapat, fakta, ekspresi emosi, dan
lain sebagainya yang dirumuskan dalam suatu bentuk (kata-kata, gambar,
tulisan, musik, isyarat, bahasa tubuh) dan disampaikan kepada penerima
pesan.
c. Saluran
adalah bagaimana cara pesan disampaikan dan media komunikasi seperti
apa yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan.
d. Penerima.
Komunikan, orang yang menerima pesan atau informasi. Penerima pesan ini
dapat berupa individu, kelompok, atau institusi kelembagaan.
e. Umpan balik
Umpan balik (feed back) yaitu reaksi terhadap pesan dapat beragam seperti,
pertanyaan, ekpresi persetujuan atau penolakan, emosi, sikap, tindakan dan
sebagainya

Berdasar pada proses komunikasi, jenis-jenis KIE terdiri :


a. KIE langsung
Ialah komunikasi tanpa menggunakan suatu media/ alat perantara teknik yang
berupa barang cetak maupun berbentuk alat elektronika. Kegiatan komunikasi
langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan dalam bentuk kata-kata,
gerakan-gerakan yang berarti khusus, dan penggunaan isyarat-isyarat.
Misalnya, kita berbicara langsung kepada seseorang di hadapan kita.
b. KIE tidak langsung
Merupakan kegiatan komunikasi dengan menggunakan media, alat dan
mekanisme untuk melipatgandakan jumlah penerima pesan (sasaran) atau
untuk menghadapi hambatan-hambatan dalam melakukan kegiatan
komunikasi, seperti hambatan geografis yang dapat diatasi dengan
menggunakan siaran radio dan televisi, bahkan saat ini bisa menggunakan
media sosial/ handphone.
Berdasar arah penyampaian pesan dan umpan balik, jenis-jenis KIE terdiri:
a. KIE satu arah
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Di sini sasaran tidak bisa
atau tidak ada kesempatan untuk memberi umpan balik atau bertanya.
b. KIE Timbal Balik (sering disebut komunikasi dua arah)
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran, kemudian sasaran setelah
menerima pesan tadi, memberikan umpan balik kepada sumber. Biasanya,

139
komunikasi kelompok dan komunikasi perorangan merupakan komunikasi
timbal balik
Berdasar pada penyampaian pesan, ada dua jenis komunikasi yaitu:
a. Komunikasi verbal
Adalah penyampaian informasi yang diberikan dengan menggunakan kata-kata
dalam tuturan bahasa dengan bersuara sebagai saluran untuk
menampilkannya.
b. Komunikasi non-verbal
Adalah penyampaian informasi tanpa kata, diberikan dengan menggunakan
bahasa isyarat atau bahasa tubuh seperti mimik muka, gerakan tangan, kontak
mata dll.
c. Komunikasi emosional
Adalah penyampaian informasi disertai sikap emosional yang dapat dirasakan
oleh teman bicaranya.
Berdasar jumlah sasaran, komunikasi meliputi :
a. Komunikasi intrapersonal
Adalah dialog atau percakapan dengan dirinya sendiri, berlangsung didalam
hati. Biasanya digunakan untuk keperluan mawas diri (introspeksi). Misalnya:
hari ini saya akan menolak ajakan Ani pergi ke Bandung.
b. Komunikasi interpersonal
Adalah percakapan atau dialog antara dua pihak, merupakan interaksi orang
ke orang, terjadi dalam dua arah, bisa verbal dan non verbal atau perpaduan
keduanya.
c. Komunikasi kelompok
Adalah penyampaian pesan / informasi melalui kelompok, baik yang sengaja
diselenggarakan maupun yang tidak sengaja. Misalnya: pertemuan toma,
ngobrol diwarung.
d. Komunikasi massa
Adalah penyampaian pesan / informasi kepada sejumlah sasaran yang tidak
saling mengenal, biasanya dalam jumlah banyak.
e. KIE Individu
Dalam KIE Individu, metode yang lazim dilakukan adalah penyuluhan
perorangan dan konseling
f. KIE Kelompok
- Ceramah tanya jawab
- Diskusi/ Diskusi kelompok
- Peragaan atau demonstrasi
- Curah pendapat (brain storming)
- Bola Salju (snow balling)
- Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
- Memainkan peran (role play)
- Permainan simulasi (simulation game)
g. KIE Massa
- Ceramah umum
- Pidato
- Siaran berprogram
- Pemutaran film dan slide
- Mobilisasi massa
- Penggunaan leaflet, booklet, lembar balik
- Tulisan-tulisan di majalah atau koran
- Melakukan interaksi melalui media sosial
- Media lain

Sesuai dengan PMK Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, KIE
kesehatan remaja diberikan antara lain melalui ceramah tanya jawab, kelompok

140
diskusi terarah, dan diskusi interaktif dengan menggunakan sarana dan media
komunikasi, informasi, dan edukasi. Materi KIE yang diberikan meliputi: Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); tumbuh kembang anak usia sekolah dan remaja;
kesehatan reproduksi; imunisasi; kesehatan jiwa dan NAPZA; gizi; penyakit
menular termasuk HIV dan AIDS; Pendidikan Ketrampilan Hidup Sehat (PKHS);
dan kesehatan intelegensia.

2. Perencanaan Strategi KIE Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja


KIE merupakan penyampaian pesan yang diharapkan dapat dipersepsikan sesuai
tujuan yang diinginkan. Makna daripada informasi yang disampaikan kepada sasaran,
tergantung pada sasaran. Bagaimana, sasaran menafsirkan informasi yang diterima
tergantung pada: pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kemampuan berpikir sasaran.
Usia sekolah dan remaja sebagai sasaran KIE merupakan sasaran yang berkebutuhan
khusus dengan berbagai latar belakang kehidupan yang variatif.
Kegiatan dan langkah-langkah perencanaan strategi KIE dalam upaya promosi
kesehatan, meliputi:
a. Analisa masalah kesehatan
Tujuan melakukan analisis masalah kesehatan usia sekolah dan remaja diperlukan
untuk mendapatkan kejelasan tentang besarnya masalah kesehatan usia sekolah
dan remaja yang ada di wilayah puskemas termasuk pencapaian cakupan program.
Hasil dari penetapan masalah kesehatan ini, dipergunakan sebagai dasar untuk
menetapkan masalah prioritas. Untuk membantu identifikasi masalah kesehatan
menggunakan hasil penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala.

141
LAPORAN KEGIATAN KESEHATAN ANAK DI SEKOLAH

NAMA PUSKESMAS KAB/KOTA : ACEH PROVINSI :


:PEUNARON TIMUR ACEH TAHUN AJARAN :

TINGKATAN SEKOLAH : SD/MI *

Hasil Penjaringan Kesehatan


Jumlah Peserta Didik
SD/MI Telinga / Modalitas
Penilaian Status Gizi Mata / Penglihatan I Pem
Pendengaran Belajar Kebug Jumlah
Risi Ga Gangguan Mental aran m berian
Pe peserta
Risik ko ng Emosional K Pen Jasma u Obat
Jml Hi m didik
o K K ber gua i ggu ni n Cacin K
sasa Yang di jarring p beri memilik Strata
No Nama Sekolah Ane a a I S hub n n naa i g I
ran er B V Diru an i Buku UKS
mia ri Kel c n e Gang dg Kes A e n s *dae E
te Lo ut i juk TT Rapor
TB/U e aina a f r guan gay rep u s Alat a rah
S n w a s K D Kese
K G O (Stun s n e u Pen a ro d Bant s ter
K si Vis w u u hatan
ting) Refr M k m deng hid duk i t u B i tentu
ion ar up si P a r
L P L P Jml L P aksi a s e aran E C H P o e ai
na r l a
t i n t k
a i n
g
k
1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 12 3 4 5 6 17 18 19 0 1 2 23 24 25 6 7 8 9 0 1 2 3 34 5 6 37 8 39 40 1 42 43

SDN 1 1 1 1 1 1 1 2 2
1 PEUNARON 6 3 6 1 27 5 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 7 0 27

SDN 2 2 3 2 2 3 2 5 4
2 PEUNARON 6 0 3 8 51 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7 0 51
SDN 3
3 PEUNARON 6 6 4 4 8 8 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 8 0 8

SDN 4 3 2 1 1 1 1 2 2
4 PEUNARON 2 0 4 4 28 8 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 8 0 28
SDN 5 1 1 1
5 PEUNARON 9 8 8 5 13 3 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 3 0 13

1 1 1 1
6 SDN ALUR KIJING 0 7 0 7 17 5 2 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 7 0 17
SDN KRUENG
7 BAUNG 5 6 5 4 9 9 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 9
SDN UPT 3
8 PEUNARON 3 3 2 3 5 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5
1 1
9 SDN TRANS SP 6 8 6 7 6 13 3 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 13
1
1 2 1 1
1 9 8 8 6 4 6 3
TOTAL 5 9 9 2 171 2 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 171

142
b. Memprioritaskan masalah kesehatan
Selanjutnya adalah menetapkan prioritas masalah kesehatan. Prioritas masalah
kesehatan tersebut yang akan di intervensi melalui KIE perlu ditetapkan karena
adanya keterbatasan sumber daya. Cara menetapkan masalah yang prioritas bisa
dilakukan melalui berbagai pertimbangan, diantaranya dengan cara menetapkan
skoring dari beberapa parameter sebagai berikut yaitu berdasarkan:
1) Kegawatannya: besar/kecilnya akibat masalah kesehatan ini bagi masyarakat.
2) Mendesaknya: berkaitan dengan waktu. Kalau tidak segera ditanggulangi akan
menimbulkan akibat yang serius.
3) Penyebarannya: semakin banyak penduduk atau semakin luas wilayah yang
terkena, menjadi semakin penting.
4) Kemudahan mengatasi masalah, yaitu berkaitan dengan ketersediaan
sumberdaya dan kemampuan yang mereka miliki untuk mengatasi masalah
tersebut dana, sarana, tenaga, dan teknologinya.
5) Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah kesehatannya.

Biasanya nilai skoring berkisar 1-6, bila masalahnya gawat bisa diberi nilai 6 atau 5,
sedangkan bila ringan bisa diberi nilai 1 atau 2. Masalah prioritas adalah masalah
yang mempunyai total nilai paling besar.
Masalah kesehatan yang diidentifikasi dari hasil penjaringan kesehatan dan
pemeriksaan berkala di sekolah, panti dan lain-lain diprioritaskan dengan bantuan
matrik penetapan urutan prioritas masalah berikut:

No. Parameter Masalah


A B C D
1. Kegawatannya
2. Mendesaknya
3. Penyebarannya
4. Kemudahan mengatasi masalah
5. Keinginan masyarakat
Jumlah nilai

c. Analisa penyebab masalah


Setelah diketahui masalah kesehatan usia sekolah dan remaja yang ingin
diintervensi dengan KIE maka perlu lagi ditentukan penyebab dari masalah tersebut.
Penyebab masalah dapat dipengaruhi oleh faktor perilaku, lingkungan dan kebijakan
yang ada dalam mendukung kesehatan usia sekolah dan remaja.
Faktor Penyebab masalah (yang Keterangan
telah ditetapkan/prioritas)
:................................................
Perilaku
Non
perilaku/Lingkungan
Kebijakan
d. Menetapkan segmentasi sasaran KIE
Sasaran KIE dalam layanan kesehatan usia sekolah dan remaja dibagi 3 yaitu :
1) Primer, sasaran utama/langsung yaitu usia sekolah dan remaja, keluarga yang
mendapatkan KIE.
2) Sekunder, sasaran antara yang berpengaruh kepada sasaran langsung/
pelaksana program
3) Tertier, sasaran yang berpengaruh besar yang menjadi pendukung/penguat
terhadap perubahan pengetahuan dan perilaku sasaran primer dan sekunder

190
e. Kajian formatif, untuk mengidentifikasi perilaku usia sekolah dan remaja saat ini dan
perilaku yang diharapkan, dari setiap segmentasi sasaran

Masalah Sasaran Perilaku Saat Ini Perilaku yang Penyebab


kesehatan Kajian diharapkan Masalah
prioritas Perilaku
Contoh : 1. Sasaran • Peserta didik • Kebiasaan Jarak
- 24% Primer tidak sarapan sarapan rumah ke
gemuk • Usia • Sarapan dan sebelum tempat
sekolah makan siang berangkat ke layanan
dan disekolah sekolah jauh
remaja • Olahraga 1 • Membawa bekal
kali seminggu makanan
dengan menu
gizi seimbang
• Rutin melakukan
• Keluarga olahraga baik di
dari usia • Tidak sekolah maupun
sekolah menyiapkan diluar jam
dan sarapan sekolah
remaja • Tidak • Rutin akses ke
membawakan layanan di
Puskesmas
2. Sasaran • Tidak • Mendorong dan
Sekunder mengawasi memantau
• Guru menu peserta didik
• Petugas makanan membawa bekal
Kesehata peserta didik makanan
n/Bidan • Tidak dengan menu
Desa menjadualkan gizi seimbang
kegiatan • Rutin
olahraga menjadualkan
secara rutin olahraga baik di
sekolah maupun
diluar jam
sekolah
• Rutin koordinasi
ke Puskesmas
3. Sasaran • Tidak • Mengadakan
Tersier mengawasi school feeding di
• Kepala menu sekolah di hari-
Sekolah makanan hari tertentu
• Ketua peserta didik • Menyediakan
ormas; • Tidak dan mengawasi
PKK, menjadualkan kantin yang
Karang kegiatan sehat secara
Taruna, olahraga bersama-sama
MUI secara rutin
baik di
sekolah
maupun diluar
sekolah

Contoh matriks menentukan jenis KIE dan media

191
No Sasaran Tujuan Jenis KIE Media KIE
Umum Khusus
Primer Individu Daftar menu,
food model
Sekunder Kelompok/massa Daftar menu,
food model
Tertier Kelompok/massa Daftar menu,
food model

f. Menyusun strategi komunikasi, meliputi :


1) Penetapan tujuan KIE (pengetahuan, sikap, perilaku)
2) Penetapan pesan KIE
3) Penetapan metode dan teknik KIE
4) Pemilihan / pembuatan media KIE
5) Penetapan petugas KIE
6) Penetapan waktu pelaksanaan KIE (termasuk jangka waktu/ lamanya
pelaksanaan kegiatan KIE).
7) Dana /potensi pelaksanaan kegiatan KIE
8) Penyusunan rencana kegiatan KIE (tujuan, sasaran, metode, media, dana,
pelaksana dan waktu)
9) Pelaksanaan kegiatan KIE

3. Pelaksanaan KIE Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja


KIE hendaknya disesuaikan dengan tujuan KIE yang akan dicapai, karakteristik sasaran
(kemampuan sasaran, tingkat pengetahuan, keterampilan dan potensi, keadaan sosial
dan budaya, dll), kemampuan petugas promosi kesehatan, besar kecilnya kelompok
sasaran, strategi promosi kesehatan yang diterapkan, waktu yang disediakan, fasilitas
yang ada serta kondisi permasalahan yang ada.
Pada dasarnya pelaksanaan KIE bagi usia sekolah dan remaja yang dapat
dilaksanakan puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya dilakukan di dalam dan di luar
gedung.

Kegiatan KIE tersebut dapat dilakukan melalui:


a. Komunikasi individu
1) Di dalam gedung kegiatan yang dilakukan adalah: melakukan komunikasi
interpersonal dan konseling kepada pasien dan keluarga pasien.
2) Diluar gedung kegiatan yang dilakukan adalah : melakukan kunjungan rumah
dalam upaya pemberdayaan keluarga, pembinaan pada kader, advokasi atau
pendekatan pada kepala sekolah, guru, dll
b. Komunikasi kelompok
1) Di dalam gedung kegiatan yang dilakukan adalah: melakukan diskusi kelompok
dengan usia sekolah dan remaja yang menjadi pasien, keluarga pasien dan
pengunjung puskesmas, kelompok usia sekolah dan remaja di puskesmas, dll
2) Diluar gedung kegiatan yang dilakukan adalah : melakukan pemberdayaan
Kepala Sekolah/guru, pengembangan UKBM, pelaksanaan kegiatan upaya
kesehatan usia sekolah dan remaja, pelatihan UKS, penyuluhan kesehatan
pada kelompok usia sekolah dan remaja di sekolah, dll.
c. Komunikasi massa
1) Di dalam gedung kegiatan yang dilakukan adalah: melakukan pemasangan
media cetak (poster), pembuatan mading, billboard, spanduk yang berisi pesan
kesehatan, pemutaran radio/tv spot yang berisi pesan-pesan kesehatan, dll
2) Diluar gedung kegiatan yang dilakukan adalah : siaran radio, pameran, media
tradisional, gerakan masyarakat dalam PHBS, gerakan CERDIK, dll.

192
Ruang lingkup kegiatan KIE dalam bidang kesehatan di puskesmas.
a. Ruang lingkup kegiatan KIE berdasarkan pada tujuan KIE
1) KIE untuk meningkatkan pengetahuan sasaran
2) KIE untuk membangun sikap sasaran
3) KIE untuk membudayakan PHBS
4) KIE untuk meningkatkan peran serta atau partisipasi sasaran
5) KIE untuk membangun opini publik
6) KIE untuk mendapatkan dukungan kebijakan, dana, sarana, serta
sumberdaya lainnya dari penentu kebijakan atau stakeholders.
b. Ruang lingkup kegiatan KIE berdasarkan lokasi kegiatan:
1) Kegiatan KIE di dalam gedung
2) Kegiatan KIE di luar gedung.
c. Ruang lingkup kegiatan KIE berdasarkan upaya kesehatan di puskesmas
1) Kegiatan KIE dalam upaya kesehatan esensial puskesmas
2) Kegiatan KIE dalam upaya kesehatan pengembangan / pilihan yang
diselenggarakan puskesmas
3) Kegiatan KIE yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
d. Ruang lingkup kegiatan KIE berdasarkan metode dan teknik KIE
1) Kegiatan KIE secara individu : komunikasi interpersonal dan konseling,
konsultasi, bimbingan, dll
2) Kegiatan KIE secara kelompok : diskusi kelompok, pelatihan, seminar,
lokakarya, dll
3) Kegiatan KIE secara massa: siaran radio, pameran, pidato, pertunjukkan,
dll

Pelaksanaan KIE berdasarkan jumlah sasaran dapat dilakukan melalui pendekatan


3 jenis jumlah sasaran, yaitu :
a. Individu/Perorangan
KIE secara individu/perorangan adalah penyampaian pesan dari
seseorang kepada orang lainnya atau lebih, dapat dilakukan melalui
komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi langsung,
misalnya kunjungan rumah, komunikasi ditempat pelayanan kesehatan.
Sedangkan komunikasi tidak langsung dengan menggunakan media, misalnya
komunikasi melalui telepon, surat, email, dll.
Metode dan teknik yang dapat diterapkan dalam kegiatan KIE secara
individu/ perorangan adalah komunikasi interpersonal yaitu interaksi dari
individu ke individu atau dari individu dengan kelompok kecil, bersifat dua arah,
kemudian pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal dan non verbal.
Kedua belah pihak saling berbagi informasi dan perasaan. Adapun langkah-
langkah melakukan komunikasi interpersonal adalah “SAJI” (Salam, Ajak
Bicara, Jelaskan dan Ingatkan).
Konseling yaitu suatu proses pemberian bantuan dari petugas konseling
kepada klien-nya, melalui pertemuan tatap muka dengan menyampaikan
informasi yang tidak memihak serta memberikan dukungan emosi, agar klien
mampu mengenali keadaan dirinya dan masalah yang dihadapinya sehingga
dapat membuat keputusan yang tepat dan mantap bagi dirinya sendiri dengan
kesadarannya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari siapapun. Atas dasar
tersebut, kemudian klien bisa bertindak sesuai dengan keputusan yang telah
dipilihnya secara mantap karena memahami alasan dan tujuannya.
Melalui konseling akan dapat terjadi suatu proses :
1) Perubahan perilaku
2) Peningkatan kemampuan untuk mengenal masalahnya, mengidentifikasi
alternatif pemecahan masalahnya, menetapkan prioritas alternatif
pemecahan masalah, menganalisis/melakukan kajian sejauhmana

193
konsekuensi dan keuntungan terhadap pilihan pemecahan masalah yang
telah ditetapkan.
3) Meningkatkan kemampuan untuk memutuskan dan bertindak
4) Meningkatkan hubungan antar perorangan
5) Membantu klien untuk dapat mengurangi ketegangannya
6) Meningkatkan potensi seseorang untuk mengatasi masalah
7) Meningkatkan kemampuan untuk mampu berpikiran positif dan optimis

Adapun langkah-langkah praktis melakukan konseling adalah SATU TUJU.


SATU TUJU adalah SA: beri salam kepada klien (menciptakan hubungan),
sambut kedatangannya dan berikan perhatian; T : tanyakan kepada klien untuk
menjajagi pengetahuan, perasaan dan kebutuhan klien tentang. U : uraikan
informasi yang relevan / terkait dengan masalah klien. TU: bantu klien untuk
memahami masalah serta alternatif pemecahan masalahnya. J: Jelaskan lebih
rinci konsekuensi dan keuntungan dari setiap alternatif pemecahan masalah. U
: ulangi hal-hal penting yang dibahas, serta lakukan kesepakatan kunjungan
ulang klien atau rujuk ke tempat pelayanan lain bila diperlukan.

Teknik komunikasi interpersonal dan konseling meliputi :


• teknik menjadi pendengar aktif,
• teknik mengajukan pertanyaan,
• teknik melakukan observasi,
• teknik melakukan refleksi,
• teknik membantu klien mengambil keputusan,
• teknik menggunakan media KIE serta
• teknik mengatasi situasi sulit dalam melakukan komunikasi interpersonal
dan konseling (klien menangis terus, tidak mau berbicara, marah,
kecewa, dll)

b. Kelompok
Metoda dan teknik yang digunakan dalam melakukan KIE didalam
kelompok adalah ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, demontrasi,
permainan/ bermain peran.
Sedangkan teknik yang dilakukan adalah teknik menggunakan media/alat
peraga, teknik membangun peran aktif semua peserta, teknik mengatasi
peserta yang dominan, teknik peserta yang acuh, dll. Agar peserta mau
mengikuti pertemuan diskusi kelompok, demonstrasi, ceramah tanya jawab
maupun permainan, ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan yaitu
menggunakan fasilitator yang mempunyai kredibilitas baik, dipercaya sasaran,
atau menggunakan teknik perintah, kompetisi, penggunaan media KIE yang
menarik, pemberian hadiah, dll
1) Ceramah tanya jawab
Ceramah tanya jawab (CTJ) adalah penyampaian pesan oleh
seorang pembicara di depan se-kelompok sasaran yang disertai tanya
jawab. CTJ dapat dilakukan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah. CTJ akan berhasil apabila pembicara mengasai materi,
menguasai audiens serta menguasai penggunaan alat bantu atau media.
Disamping itu, pembicara berpenampilan baik dan meyakinkan, percaya
diri, tidak bersikap ragu-ragu, kemudian suaranya jelas dan keras, sesekali
disertai humor, pandangan tertuju keseluruh peserta, berdiri didepan
(ditengah), menggunakan alat bantu semaksimal mungkin. Mampu
menciptakan suasana serius tapi santai, menggunakan bahasa sederhana,
memberikan kesempatan sasaran untuk bertanya, kemudian menjawab

194
sesuai pertanyaan, memberikan pertanyaan evaluasi serta menyampaikan
rangkuman sebelum ceramah diakhiri.
2) Diskusi/ Diskusi kelompok
Diskusi berasal dari bahsa latin discutio atau discussum yakni
“kurang lebih sama dengan bertukar pikiran” atau membahas sesuatu
masalah dengan mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan
keluar sebaik-baiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi
merupakan ajang bertukar pikiran diantara sejumlah orang, membahas
masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur, dan bertujuan untuk
memecahkan masalah secara bersama. Metode ini dipakai dalam kegiatan
KIE untuk meningkatkan partisipasi aktif, tukar pengalaman dan pendapat
peserta diskusi. Untuk kegiatan ini anggota kelompok yang ideal adalah 7
s/d 9 orang.
3) Peragaan atau demonstrasi
Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk
memberi contoh nyata bagaimana suatu kegiatan dilakukan dengan benar.
Ada beberapa macam demonstrasi, yaitu:
– Mengembangkan keterampilan sasaran dalam bidang tertentu
– Menunjukkan proses kerja penanganan suatu perilaku (misalnya:
proses/cara melakukan perawatan tali pusat bayi baru lahir).
– Menunjukkan suatu alat yang baru.
– Memantapkan penerimaan hal baru
4) Curah pendapat (brain storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok.
Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada
permulaan pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan
kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah
pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan
ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Baru
setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
5) Bola Salju (snow balling)
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang terdiri dari 2
orang) dan kemudian diberikan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah
lebih kurang 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka
tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung
lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya sehingga akhirnya
akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.
6) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz
group) yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak
sama dengan kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan
kembali dan dicari kesimpulannya. Metode ini digunakan apabila :
- Kelompok terlalu besar, sehingga tidak dimungkinkan setiap orang
berpartisipasi.
- Pokok pembahasan terhadap pemecahan masalah dapat dibahas
dari beberapa sudut pandang.
- Ada anggota kelompok yang kurang aktif dalam kegiatan kelompok
- Waktu terbatas
- Ingin diciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.

195
7) Memainkan peran (role play)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai
bidan, dokter, perawat, pasien dan sebagainya, sedangkan anggota yang
lain sebagai pengamat atau anggota masyarakat. Mereka memperagakan
konseling dengan menggunakan kaidah “SATU TUJU” tentang pentingnya
minum tablet tambah darah bagi remaja putri.
Anggota kelompok yang tidak bermain peran, diberi tugas untuk
melakukan pengamatan. Setelah bermain peran selesai, pemain diminta
menyampaikan perasaannya saat melakukan kegiatan bermain peran.
Selanjutnya, pengamat diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil
pengamatannya. Pada akhir bermain peran disimpulkan bersama tentang
peran bidan dalam melakukan konseling tentang pentingnya minum TTD
bagi remaja putri.
8) Permainan simulasi (simulation game)
Metode ini merupakan gabungan antara bermain peran dengan
diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa
bentuk permainan seperti permainan monopoli, ular tangga, beberan. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan
dadu, gaco (petunjuk arah), selain papan main. Beberapa orang menjadi
pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.

c. Massa
Metode dan teknik KIE yang diterapkan dalam komunikasi massa, dapat
menggunakan ceramah, pidato, siaran radio, siaran di televisi, di surat kabar,
media cetak dan media sosial. Dengan demikian metode promosi kesehatan
yang diterapkan melalui kegiatan komunikasi massa dapat dilakukan melalui
komunikasi langsung maupun tidak langsung.
1) Ceramah umum
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada peringatan Hari Kesehatan
Nasional (HKN), wabah DMF, Kepala Puskesmas memberikan ceramah
Pemberantasan Sarang Nyamuk didepan warga masyarakat. Metode ini
dillakukan jika ada kelompok orang yang perlu mendapat penjelasan yang
sama, sedangkan waktu terbatas. Ceramah memerlukan ruangan yang
bisa ditempati sekelompok orang, dengan pembicara yang menguasai
masalah yang akan diberikan. Ceramah jangan terlalu lama, cukup 30
menit. 10 menit pertama untuk memberi penjelasan yang singkat tetapi
jelas, 20 menit berikutnya untuk tanya jawab.
2) Pidato
Pidato tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio,
pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
3) Siaran berprogram
Siaran berprogram adalah penyampaian informasi secara terprogram
melalui siaran radio dan televisi yang bertujuan mengubah sikap,
pengetahuan dan tindakan masyarakat. Metode ini dapat dipakai dengan
beberapa persyaratan, antara lain:
- Sasaran heterogen dilihat dari segi umur, sosial ekonomi dan
sebagainya.
- Informasi bersifat umum atau terbuka.
- Pesawat radio dan televisi sudah banyak dimiliki oleh dan tersebar
merata di masyarakat.
4) Pemutaran film dan slide
Informasi disampaikan kepada sasaran melalui media film dan slide.
Persyaratan penggunaan cara ini antara lain adalah:

196
- Tersedia proyektor, listrik dan tenaga untuk mengoperasikan proyektor
tersebut.
- Tersedia ruangan yang dapat menghalangi cahaya dari luar.
5) Pemasangan/penggunaan pamflet, leaflet dan booklet
Penyampaian informasi kepada sasaran dilakukan dengan menggunakan
pamflet, leaflet, booklet dan sebagainya sebagai media. Persyaratan
umum dalam penggunaan metode ini antara lain adalah:
- Harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah ditangkap oleh
sasaran.
- Tidak menimbulkan persepsi yang salah pada sasaran (masyarakat).
- Harus menyolok agar menarik perhatian penerima informasi secara
spontan.
6) Tulisan-tulisan di majalah atau koran
Membuat tulisan di media cetak, seperti koran, majalah, atau bisa juga
membuat tulisan di majalah dinding sekolah.
7) Melakukan interaksi melalui media sosial : internet, facebook email, twitter,
dll
8) Bentuk lain: billboard, spanduk, poster pencanangan, menyelipkan pesan
pada khotbah keagamaan, menyelipkan pesan pada kesenian tradisional,
memanfaatkan pengeras suara di tempat ibadah, membuat koran dinding
di sekolah, menempelkan pesan di tempat-tempat ramai, pemutaran film di
tempat terbuka juga termasuk promosi kesehatan massa.

d. Media KIE
Ketika remaja meminta bantuan dari Anda untuk suatu masalah atau
kekhawatiran, saat itu mereka cenderung mau menerima informasi dan
nasihat. Gunakan kesempatan ini dengan memberikan mereka informasi dari
bagian Panduan penanganan remaja ini, untuk memastikan bahwa informasi
yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan masalah yang
dialami. Jika waktunya cukup, periksalah pemahaman dan berikan informasi
tambahan atau klarifikasi yang mungkin mereka perlukan.
Gunakan setiap kesempatan yang disampaikan untuk memberikan
informasi dan mengedukasi orang tua, dan memberikan tanggapan terhadap
berbagai pertanyaan dan kekhawatiran yang mungkin mereka alami. Jelaskan
kepada mereka bahwa sebagai putra dan putri yang sedang tumbuh dan
berkembang mereka harus dapat membuat keputusan dalam hal pola makan,
aktivitas fisik, keselamatan pribadi, aktivitas seksual, berhadapan dengan
keadaan yang penuh tekanan, dan penggunaan tembakau, alkohol, atau zat
lainnya. Remaja yang orang tuanya membahas masalah-masalah ini dengan
anak-anaknya cenderung akan mengambil pilihan-pilihan yang akan
melindungi mereka dan orang lain. Katakan kepada mereka bahwa meskipun
membahas masalah tersebut akan membuat mereka merasa tidak nyaman,
tetapi tetap harus dilakukan.
Pastikan bahwa Anda selalu memfasilitasi keinginan pasien remaja untuk
melibatkan orang tuanya ke dalam diskusi, demikian juga dengan usia, tingkat
perkembangan, dan keadaan sosial remaja.
(Catatan: Banyak remaja yang tinggal dengan orang tua atau pengasuh
mereka. Banyak – terutama remaja yang usianya lebih tua – tidak tinggal
bersama orang tua atau pengasuhnya. Beberapa tinggal sendirian, selain
dengan pasangannya).

Puskesmas PKPR dalam melaksanaan KIE selain bagi anak usia sekolah dan remaja
yang datang ke puskesmas, juga untuk menjangkau ke luar puskesmas melalui:
1. Sekolah
a. Gerakan Literasi

197
Dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui
Kemdikbud meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi
Sekolah. Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan
menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. GLS memperkuat
gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015.
Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit
membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta
meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai
secara lebih baik. Gerakan literasi ini dapat digunakan untuk membaca dan
mendiskusikan materi-materi terkait kesehatan seperti buku Rapor
Kesehatanku, komik MKM dan lain sebagainya.
b. Komite sekolah
Pertemuan komite sekolah sangat baik dimanfaatkan memberikan KIE
terutama tentang informed consent pelayanan kesehatan yang diberikan
puskesmas, penggunaan instrumen Buku Rapor Kesehatanku untuk
pendampingan orang tua, pola asuh yang positif, dan lain lain.
c. MOS (masa orientasi siswa)
Pada kesempatan MOS di awal tahun ajaran baru, KIE terutama
menyampaikan informed consent pelayanan kesehatan yang akan diberikan
puskesmas baik jenis pelayanan, waktu pelayanan, manfaat dari pelayanan
tersebut.
d. Pelayanan kesehatan
Petugas puskesmas secara berkala memberikan pelayanan ke sekolah
sehingga dapat dimanfaatkan pemberian KIE yang sudah dipersiapkan
sebelumnya dengan mempertimbangkan KIE yang diberikan pada Gerakan
literasi atau MOS atau pada kesempatan lainnya. Pelayanan kesehatan yang
diberikan di sekolah antara lain:
- Penjaringan kesehatan
- Pemeriksaan berkala
- Bulan imunisasi anak sekolah
- Pemberian tablet tambah darah

2. Panti/LKSA,
Petugas puskesmas memiliki kewajiban untuk menjangkau panti/LKSA yang berada
di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi:
- Penjaringan kesehatan penghuni panti yang dilakukan 1 tahun sekali
- Pemeriksaan berkala
- Imunisasi,
- Pemberian tablet tambah darah
- Pemantauan penyediaan makanan (higienis, sesuai kebutuhan energi dan
nutrisi)
- Survei penyakit menular
- Pemantauan pemeliharaan kesehatan lingkungan (kamar tidur, kamar mandi,
dapur)
Pada saat pelaksanaan pelayanan tersebut dapat dimanfaatkan juga untuk
memberikan KIE, seperti:
1. KIE kelompok/individu
2. Konseling pribadi/ kelompok kecil
3. Sanitasi dan higiene perorangan
4. Olahraga rutin dan kompetisi
5. Pencegahan NAPZA

198
6. Life Skill Education/ PKHS: empati, pemahaman diri, kompetensi dan
interpersonal, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, berpikir kreatif
dankritis, pengendalian emosi, mengatasi stres

3. Lapas
Selain panti/LKSA, Petugas puskesmas juga memiliki kewajiban untuk menjangkau
lapas yang berada di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan
meliputi:
- Penapisan andikpas baru yang dilakukan 1 tahun sekali
- Pemeriksaan berkala
- Imunisasi,
- Pemberian tablet tambah darah
- Pemantauan penyediaan makanan (higienis, sesuai kebutuhan energi dan
nutrisi)
- Survei penyakit menular
- Pemantauan pemeliharaan kesehatan lingkungan (kamar tidur, kamar mandi,
dapur)
Seperti halnya dipanti, saat pelayanan kesehatan di lapas juga dapat dimanfaatkan
untuk memberikan KIE terkait permasalahan kesehatan yang terdapat di lapas.

4. Posyandu Remaja
Posyandu remaja merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber
Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat termasuk remaja dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan bagi remaja untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan keterampilan hidup sehat remaja. Posyandu remaja bertujuan
untuk:
• Meningkatkan peran remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
posyandu remaja
• Meningkatkan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
• Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan remaja tentang kesehatan
reproduksi bagi remaja
• Meningkatkan pengetahuan terkait kesehatan jiwa dan pencegahan
penyalahgunaan Napza
• Mempercepat upaya perbaikan gizi remaja
• Mendorong remaja untuk melakukan aktifitas fisik
• Melakukan deteksi dini dan pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM)
• Meningkatkan kesadaran remaja dalam pencegahan kekerasan

Sasaran dari posyandu remaja adalah remaja usia 10-18 tahun, laki-laki dan
perempuan dengan tidak memandang status pendidikan dan perkawinan termasuk
remaja dengan disabilitas.

Posyandu Remaja diselenggarakan dan digerakkan oleh Kader Posyandu Remaja


dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada saat
penyelenggaraan Posyandu Remaja minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang
untuk memenuhi 5 langkah kegiatan yang diselenggarakan. Langkah-langkah yang
dilaksanakan pada posyandu remaja adalah sebagai berikut.

199
Langkah Kegiatan Pelaksana
Pertama Pendaftaran Kader
1. Pengisian daftar hadir
2. Untuk kunjungan pertama kali, remaja mengisi formulir data
diri dan pengisian form atau kuesioner kecerdasan majemuk
(form terlampir)
Kedua Pengukuran Kader
1. Penimbangan Berat Badan (BB)
2. Pengukuran Tinggi Badan (TB)
3. Pengukuran Tekanan darah (TD) dan
4. Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Lingkar Perut
5. Pengecekan anemia untuk remaja putri secara klinis, apabila
ada tanda klinis anemia dirujuk ke fasilitas kesehatan.
Ketiga Pencatatan Kader
Kader melakukan pencatatan hasil pengukuran ke dalam buku
register dan Buku Pemantauan Kesehatan Remaja
Keempat Pelayanan Kesehatan Kader atau
Pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan permasalahan kader
antara lain: bersama
1. Konseling sesuai permasalahan yang dialami remaja, dapat petugas
menggunakan anamnesis HEEADSSS kesehatan
2. Pemberian tablet tambah darah atau Vitamin
3. Memberikan konseling atau menjelaskan hasil pengisian
kuesioner kecerdasan majemuk
4. Merujuk remaja ke fasilitas kesehatan jika diperlukan
Kelima KIE Kader
Kegiatan dilakukan secara bersama-sama seperti :
1. Kegiatan penyuluhan, pemutaran film, bedah buku, dll
2. Pengembangan keterampilan (soft skill) seperti ketrampilan
membuat kerajinan tangan, ketrampilan berwirausaha dan lain
sebagainya.
3. Senam atau peregangan

Setiap Posyandu Remaja beranggotakan maksimal 50 remaja. Jika dalam satu wilayah
terdaftar lebih dari 50 remaja, maka wilayah tersebut dapat mendirikan Posyandu
Remaja lainnya.
Posyandu Remaja dilaksanakan sekali setiap bulan, sebaiknya berada pada tempat
yang mudah dijangkau oleh remaja. Hari, waktu, dan tempat pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan hasil kesepakatan. Tempat penyelenggaraan tersebut dapat di salah satu
rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, tempat
Karang Taruna atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
Apabila memungkinkan, kegiatan Posyandu Remaja dapat diintegrasikan dengan
penyelenggaraan posbindu, PPKS (Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera), pertemuan
karang taruna, atau kegiatan remaja lainnya.

B. POKOK BAHASAN 2
Konsep PKHS pada Usia Sekolah dan Remaja
1. Pengertian, Tujuan dan Komponen PKHS
• Life Skill adalah kemampuan untuk beradaptasi dan perilaku positif yang
diperlukan seseorang dalam mengatasi tantangan dan kebutuhan hidup
sehari-hari secara efektif (WHO, 1997).

200
• Life Skill Education atau Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara efektif.
• Kompetensi psikososial adalah suatu kemampuan yang berorientasi pada
aspek kejiwaan seseorang terhadap diri sendiri dan interaksi dengan orang
lain serta lingkungan di luar, dalam konteks kesehatan.
• Keterampilan Hidup Sehat adalah suatu kemampuan untuk menyusun pola
pikir dan perilaku sehingga menjadi serangkaian kegiatan yang terintegrasi
dan dapat diterima oleh lingkungan budaya setempat atau mempunyai tujuan
interpersonal yang menuju pada perilaku hidup sehat fisik, mental dan sosial.

Kurangnya keterampilan ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk


seperti buruknya hubungan sesama teman sebaya, isolasi sosial, kesulitan
menyelesaikan masalah dan perilaku lainnya yang tidak sesuai dengan usia,
budaya setempat dan derajat intelektual. Keterampilan hidup sehat yang digunakan
pada situasi yang sesuai disebut kompetensi sosial.

Adapun tujuan PKHS sebagai berikut:


a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman remaja tentang 10 kompetensi
sosial
b. Menumbuhkan sikap dan kepedulian remaja terhadap masalah dalam
kehidupan sehari-hari dengan menerapkan 10 kompetensi sosial
c. Meningkatkan kemampuan remaja untuk mengatasi masalah dalam kehidupan
sehari-hari secara efektif melalui penerapan 10 kompetensi sosial
d. Memberikan keterampilan kepada remaja dalam perilaku sosial yang
dibutuhkan untuk mencapai kompetensi sosial. Untuk sebagian siswa, mungkin
hal ini merupakan suatu keterampilan yang baru, sementara bagi siswa lainnya
merupakan kesempatan untuk lebih meningkatkan keterampilan yang memang
sudah mereka miliki. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
belajar dan saling mencontoh perilaku yang tepat sesuai dengan situasi.
e. Memberikan orientasi/sosialisasi PKHS kepada guru, orangtua, konselor
sebaya sehingga lingkungan dapat membentengi perilaku remaja dengan
PKHS

Komponen PKHS terdiri dari 10 komponen. Sepuluh komponen keterampilan


sosial yang memberikan dampak pada pengembangan perilaku remaja tersebut
yaitu: kesadaran diri, empati, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
berpikir kritis, berpikir kreatif, komunikasi efektif, hubungan interpersonal,
pengendalian emosi dan mengatasi stress.

a. Kesadaran Diri
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenal diri sendiri tentang
karakter, kekuatan, kelemahan, keinginan dan ketidak-inginan. Hal ini
dikembangkan untuk membantu kita mengetahui bahwa kita berada dalam
keadaan stress atau merasa ada tekanan. Seringkali hal ini dipergunakan
sebagai prasyarat komunikasi yang efektif dan hubungan interpersonal, juga
berempati terhadap orang lain. Remaja harus mengembangkan keterampilan
sosial ini karena masih berada pada tahap transisi, mudah dipengaruhi oleh
orang lain, mengikuti atau meniru hal-hal yang sedang tren. Oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan kesadaran diri (pembelajaran reflektif), menganalisis
diri, menilai dan mengantisipasi tantangan masa depan. Tidak berkembangnya
keterampilan sosial ini pada remaja menyebabkan remaja menjadi cengeng
(tidak mandiri, lemah semangat), menyalahkan orang lain sebagai penyebab
kegagalannya, meragukan diri sendiri, tenggelam dalam kesalahan, dan gagal

201
memanfaatkannya untuk kemajuan. Target pengembangan keterampilan sosial
ini adalah kemandirian dan integritas diri.
Kompetensi ini dapat digunakan pada kasus remaja yang datang dengan
keluhan misalnya tidak percaya diri karena kegemukan atau merasa terlalu
kurus/masalah body image, nakal, malas dan perasaan negatif lainnya.
Petugas kesehatan dapat memberikan dukungan dengan menggali kelebihan
dan mendorong klien untuk lebih memiliki rasa harga diri yang positif sehingga
klien lebih percaya diri.

Beberapa cara untuk mengembangkan kompetensi kesadaran diri, antara lain:


• Pahami diri sendiri (sifat, karakter, kekuatan dan kelemahan, serta
pengenalan akan hal yang disukai dan tidak disukai)
• Mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan potensi diri

b. Empati
Empati adalah kemampuan untuk memposisikan perasaan orang lain
pada diri sendiri, bahkan untuk situasi yang tidak terbiasa bagi kita sekalipun.
Empati dapat membantu seseorang untuk bisa menerima satu sama lain,
saling menolong, mendorong dan memberi semangat serta toleransi antar
sesama. Remaja harus mengembangkan kompetensi ini karena dalam
kehidupan sehari-hari mereka masih cenderung mementingkan diri sendiri, dan
kurang peduli terhadap lingkungan, sehingga tidak terlalu mudah untuk
memahami perasaan orang lain. Target pengembangan keterampilan sosial ini
pada remaja adalah mampu memahami orang lain sehingga dapat hidup
berkelompok.
Kompetensi ini dapat digunakan saat menghadapi klien remaja dengan
kasus misalnya seorang remaja merasa sangat kesal terhadap temannya yang
menjengkelkan. Petugas kesehatan dapat mendorong klien untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain dan memikirkan alasan mengapa
temannya berusaha menyakiti. Jika remaja menemukan jawaban yang masuk
akal, maka remaja akan mengerti mengapa temannya berperilaku demikian.

Beberapa cara meningkatkan sikap empati, antara lain:


• Memahami sudut pandang orang lain
• Peka terhadap perasaan orang lain
• Mampu mendengarkan orang lain
• Peduli dengan lingkungan sekitar

c. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu kemampuan yang dapat
membantu kita untuk untuk menentukan pilihan yang tepat secara konstruktif,
dengan mempertimbangkan berbagai alternatif dan dan dampak yang
menyertainya. Remaja harus mengembangkan kompetensi sosial ini karena
masih banyak remaja yang masih perlu dibantu dalam mengambil keputusan
yang tepat. Target pengembangan kompetensi sosial ini pada remaja adalah
kemampuan mengambil keputusan yang tepat.
Tidak berkembangnya kompetensi ini pada remaja menyebabkan remaja
menjadi frustasi, putus asa atau asal-asalan dalam menentukan langkah.
Target pengembangan kompetensi sosial ini pada remaja adalah mampu
menghadapi berbagai permasalahan dengan cara yang tepat dan cepat.
Kompetensi ini dapat digunakan saat menghadapi klien remaja yang sulit
mengambil keputusan misalnya seorang remaja yang hamil tidak diinginkan.
Petugas kesehatan dapat mendorong klien untuk mempertimbangkan berbagai

202
alternatif beserta dampak dari masing-masing alternatif, sehingga klien dapat
mengambil keputusan yang tepat.

Beberapa cara dalam melakukan pengambilan keputusan, antara lain:


• Jangan mengambil keputusan saat sedang emosi
• Jernihkan pikiran, sehingga kondisi menjadi tenang dan mencari tahu
solusi
• Membuat daftar pilihan/alternatif solusi
• Mempertimbangkan hasil yang mungkin terjadi didasarkan pada
pengalaman atau pengamatan
• Membuat pilihan
• Melaksanakan keputusan dengan sepenuh hati
• Pilihlah keputusan terbaik dengan mempertimbangkan aspek kesehatan,
pendidikan, keluarga dan spiritual.

d. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu kemampuan yang memungkinkan
seseorang dapat menyelesaikan permasalahan secara konstruktif di dalam
kehidupan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan kemampuan
menguraikan informasi atau permasalahan, menghubungkan permasalahan
dengan hal-hal lain yang relevan, untuk kemudian dirumuskan menjadi suatu
ide baru yang berkaitan dengan penyelesaian permasalahan.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh petugas kesehatan saat
menghadapi remaja dengan berbagai kasus misalnya seorang remaja
mengalami prestasi akademik yang menurun, terlalu banyak kegiatan
ekstrakurikuler, kecanduan gadget. Petugas kesehatan dapat mendorong
remaja untuk mengatasi permasalahannya dengan mempertimbangkan potensi
diri remaja dan prioritas yang dibutuhkan saat itu.

Beberapa cara melakukan pemecahan masalah, antara lain:


• Memahami permasalahan
• Mengenali penyebab masalah
• Mencari berbagai alternatif solusi
• Memperhatikan keuntungan dan kelemahan dari berbagai alternatif solusi
• Curhat dengan konselor sebaya
• Menghubungi layanan remaja seperti Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R)

e. Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis informasi dan
pengalaman-pengalaman secara objektif. Dengan berpikir kritis, dapat
menolong kita untuk mengenal dan memperkirakan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku, antara lain: tata nilai/norma, tekanan teman
sebaya dan media. Tidak berkembangnya keterampilan sosial ini
menyebabkan remaja sulit memahami sebuah fakta dengan benar. Target
pengembangan keterampilan sosial ini adalah kemampuan menganalisis
situasi/masalah.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh petugas pada kasus misalnya
remaja yang dipaksa teman sebayanya untuk merokok ataupun dibujuk rayu
oleh pacar untuk berhubungan seksual, sehingga klien dapat menyampaikan
penolakan terhadap ajakan tersebut tanpa dikucilkan oleh teman-temannya.
Petugas kesehatan dapat mendorong remaja untuk berpikir secara kritis
sebelum menggambil keputusan/tindakan.

203
Beberapa cara mengembangkan kompetensi berpikir kritis, antara lain:
• Jangan mudah percaya
• Waspada tipu daya, modus, bujuk rayu
• Berpikir sebelum bertindak/mengambil keputusan
• Berani menolak ajakan negatif dari teman sebaya

f. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah kemampuan membuat ide baru dengan
menganalisis informasi dan berbagai pengalaman, untuk menciptakan sesuatu
yang berbeda. Remaja harus mengembangkan keterampilan sosial ini,
melakukan uji coba dan eksplorasi dalam menciptakan ide baru. Tidak
berkembangnya keterampilan sosial ini pada remaja menyebabkan remaja
tidak produktif, cenderung meniru dan malas. Target pengembangan
keterampilan sosial ini adalah mampu berinovasi untuk menemukan ide-ide
baru.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh petugas pada kasus misalnya
remaja yang malas dan hanya mengikuti yang diperintahkan oleh temannya
atau mencontoh yang sudah ada, sehingga remaja dapat mengembangkan
kreatifitasnya dan menemukan ide-ide baru. Petugas kesehatan dapat
mendorong remaja untuk berpikir lebih kreatif.

Beberapa cara mengembangkan kompetensi berpikir kreatif, antara lain:


• Terbuka terhadap berbagai macam ide
• Belajar keterampilan baru
• Mau membuka diri terhadap pendapat orang lain (berdiskusi dengan
orang lain)
• Memperbanyak baca buku, ikuti seminar,
• Memiliki rasa ingin tahu dan percaya diri
• Bebas dari ketakutan akan kegagalan
• Kesiapan dan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide- ide besar

g. Komunikasi Efektif
Kompetensi komunikasi efektif adalah kemampuan untuk
mengekspresikan diri secara verbal maupun non verbal yang mengikuti budaya
dan situasi/ untuk menyampaikan gagasan sehingga dimengerti oleh orang lain
maupun kelompok di lingkungannya. Dalam hal ini berarti, kemampuan untuk
mengeluarkan pendapat, keinginan, kebutuhan, ketakutan dan juga untuk
meminta nasihat dan bantuan yang diperlukan. Remaja harus
mengembangkan kompetensi sosial ini karena dalam kehidupan sehari-hari
dibutuhkan berkomunikasi secara efektif, baik dengan teman sebaya, orang tua
maupun orang dewasa lainnya. Komunikasi yang menimbulkan rasa aman dan
nyaman baik bagi diri sendiri maupun orang lain adalah komunikasi asertif.

Asertif adalah bentuk komunikasi dimana individu mengekspresikan


pikiran, perasaan dan pendapatnya secara jujur, langsung namun tetap
mempertimbangkan pikiran, perasaan, dan pendapat lawan bicara. Komunikasi
asertif memberikan kesempatan kepada seseorang yang mengalami konflik
untuk memperoleh kesepakatan tanpa harus mengorbankan harga diri dan
integritas diri kita maupun lawan bicara. Hal ini memungkinkan kita untuk
berkata tidak tanpa harus merasa bersalah, marah ataupun cemas.
Ini merupakan keterampilan utama dalam mengatasi tekanan untuk
menggunakan narkoba, rokok atau seks yang tidak bertanggung
jawab.Komunikasi asertif menggunakan kata “Saya”: Contoh “Saya merasa
malu kalau dimarahi di depan teman”.

204
Tidak berkembangnya kompetensi sosial ini pada remaja menyebabkan
remaja mengalami kegagalan berkomunikasi dengan pihak lain yang
menyebabkan kurang baiknya hubungan pribadi, merasa tidak nyaman dalam
beraktivitas serta selalu merasa kesepian dan kurang mampu.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan pada kasus
misalnya remaja yang telalu pasif atau terlalu agresif. Petugas kesehatan dapat
mendorong remaja untuk menerapkan komunikasi lebih asertif dalam
kehidupan sehari-hari.

Beberapa cara mengembangkan komunikasi efektif, antara lain:


• Melakukan kontak mata
• 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun)
• Hindari memotong pembicaraan, menganalisa, menyalahkan,
menghakimi, menasehati, mengintrogasi
• Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti
• Menjadi pendengar yang aktif
• Merefleksikan perasaan
• Memuji/memberikan reward

h. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah kemampuan yang dapat menolong kita
berinteraksi dengan sesama secara positif dan harmonis. Remaja harus
mengembangkan keterampilan sosial ini karena sangat membutuhkan jaringan
dan kelompok yang dapat memberikan dorongan dan dukungan.
Pengembangan kemampuan sosial ini dilakukan untuk meningkatkan rasa
percaya diri dan keyakinan dalam melakukan interaksi yang menyenangkan.
Tidak berkembangnya keterampilan sosial ini pada remaja, menyebabkan
mereka merasa terkucil dan sulit mencari teman. Target pengembangan
keterampilan sosial ini pada remaja adalah kemampuan berinteraksi positif
dengan orang lain.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan pada kasus
misalnya remaja yang mengisolasi diri, menyalahkan orang lain, anti sosial,
tidak bisa lepas dari gadget dan lainnya. Petugas kesehatan dapat mendorong
remaja untuk lebih mampu bergaul dengan teman sebaya.

Beberapa cara meningkatkan hubungan interpersonal antara lain:


• 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun)
• Menghargai orang lain (Toleransi)
• Memandang sisi positif pada diri orang lain (tidak berprasangka negatif)
• Memahami sudut pandang orang lain
• Memberikan perhatian
• Menjadi pendengar yang baik
• Memiliki selera humor
• Memiliki rasa empati
• Mudah beradaptasi dengan lingkungan
• Pandai menempatkan diri

i. Pengendalian Emosi
Merupakan suatu kemampuan untuk meredam gejolak emosi sehingga
bermanifestasi dalam perilaku yang terkendali. Remaja harus mengembangkan
keterampilan sosial ini karena dalam kehidupan sehari-hari diperlukan
kemampuan mengontrol emosi, mengendalikan diri agar mampu menghadapi
situasi yang emosional dengan tenang. Tidak berkembangnya keterampilan
sosial ini pada remaja menyebabkan remaja mudah marah, agresif, tidak

205
tenang dan mudah tersinggung. Target pengembangan keterampilan sosial ini
adalah kemampuan untuk meredam gejolak emosi dan melatih pengungkapan
emosi secara positif.
Kompetensi ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan pada kasus
misalnya remaja yang pemarah, mudah sedih, tersinggung dan lainnya.
Petugas kesehatan dapat mendorong remaja untuk mampu mengendalikan
emosi dengan berbagai cara yang positif.

Beberapa cara mengendalikan emosi antara lain:


• Mengenali emosi
• Apabila anda sedang emosi, diam sejenak dan atur pernafasan
• Jangan bereaksi berlebihan
• Apabila anda tidak sanggup, jauhkan diri dari situasi yang membuat
emosional
• Melakukan aktivitas yang positif
• Menyalurkan emosi misalnya dengan berteriak, menangis
• Berlatih mengendalikan emosi dengan cara relaksasi, meditasi dan Yoga

j. Mengatasi Stres
Kemampuan mengatasi stres adalah kemampuan pengenalan sumber
yang menyebabkan stres dalam kehidupan, bagaimana efeknya dan cara
mengontrol diri terhadap stres. Remaja harus mengembangkan keterampilan
sosial ini, karena dalam kehidupan sehari-hari mereka masih rentan dalam
menghadapi kesulitan dan kegagalan yang membutuhkan kemampuan
bertahan dan bangkit dari keterpurukan, agar cepat pulih dan melakukan
pengembangan diri. Tidak berkembangnya keterampilan sosial ini pada remaja
menyebabkan mereka menjadi lamban, pasif, tidak termotivasi, dan tidak
berdaya. Target pengembangan keterampilan sosial ini pada remaja adalah
ketegaran (resiliensi).
Kompetensi ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan pada kasus
misalnya remaja yang tidak mempunyai kemampuan mengatasi stres secara
positif dalam kehidupan dan cenderung mengalami masalah. Petugas
kesehatan dapat mendorong remaja untuk menggali kemampuan dan cara-
cara mengatasi stres dalam kehidupan seperti menyalurkan hobi, berlibur,
curhat dengan teman, relaksasi, dan lain-lain.

Beberapa cara mengatasi stres antara lain:


• Sadari diri bahwa sedang mengalami stres,
• Kenali penyebab stres
• Atasi permasalahan pemicu terjadinya stres
• Salurkan hobby, bakat dan minat
• Manajemen waktu
• Selingi dengan refreshing
• Curhat dengan seseorang yang di percaya
• Menghubungi layanan remaja seperti Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R)

Dengan mengaplikasikan 10 keterampilan sosial ini dalam kehidupan


sehari-hari, diharapkan remaja mampu mengatasi pengaruh lingkungan sekitar
terutama teman sebaya untuk melakukan perilaku berisiko, seperti mampu
menolak ajakan melakukan hubungan seksual pranikah.

2. Penggunaan PKHS dalam Masalah Kesehatan Remaja


• Masalah Rokok dan Narkoba

206
Keterampilan yang ingin dikembangkan :
a. Berpikir kritis
b. Pemecahan masalah
c. Pengambilan keputusan
Keterampilan tersebut perlu dikembangkan untuk memahami penyebab
penyalahgunaan narkoba, kondisi awal penyalahgunaan narkoba, faktor
pendorong penyalahgunaan narkoba dan tahap-tahap penyalahgunaan narkoba.
Ada beberapa faktor pendorong penyalahgunaan narkoba:
a. Faktor Indvidu
Penyalahgunaan obat dipengaruhi oleh: keadaan mental, kondisi fisik dan
psikologis seseorang. Kondisi mental seperti gangguan kepribadian,
depresi, dan retardasi mental dapat memperbesar kecenderungan
seseorang untuk menyalahgunakan narkoba. Faktor individu ditentukan
oleh dua aspek yaitu:
- Aspek biologis
Para ahli menunjukkan bukti-bukti bahwa faktor genetika berperan
pada alkoholisme serta pada beberapa bentuk perilaku yang
menyimpang dan antisosial termasuk penyalahgunaan zat. Juga
kelainan-kelainan biokimiawi yang spesifik didapatkan pada orang-
orang yang mengalami ketergantungan obat atau alkohol.
- Aspek psikologis
Karakteristik perkembangan remaja dapat mendorong
penyalahgunaan obat seperti keinginan mencoba-coba, eksplorasi
seksual, mencari identitas diri, kurang percaya diri, keinginan diterima
oleh teman sebaya, dan ketidakmampuan mengelola masalah/stress
yang dihadapi.
b. Faktor Zat Psikoaktif
Hanya zat yang memiliki khasiat tertentu dapat menyebabkan
penyalahgunaan obat, selain faktor pengalaman, harapan pemakai dan
dosis yang digunakan.
c. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor sosiologis yang dianggap dapat menyebabkan
penyalahgunaan zat:
- Hubungan dalam keluarga
Kualitas hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis dapat
menyebabkan penyalahgunaan zat atau obat terlarang misalnya ibu
yang dominan, terlalu melindungi dan ayah yang memisahkan diri dan
tidak mau terlibat dalam keluarga. Selain itu, kebiasaan
penyalahgunaan obat oleh anggota keluarga lain juga ikut
mempengaruhi. Penyalahgunaan zat ini juga meningkatkan prevalensi
depresi dan aktivitas seksual dikalangan remaja.
- Pengaruh teman
Tekanan teman sebaya sangat mempengaruhi penyalahgunaan
narkoba. Selain itu, hukuman oleh kelompok sebaya terhadap
temannya yang ingin berhenti dari pemakaian narkoba dirasakan lebih
berat daripada bahaya penggunaan narkoba.
- Pengaruh lingkungan
Penyalahgunaan obat terlarang diakui sebagai salah satu sumber
penerimaan seseorang di lingkungan tertentu dan selanjutnya akan
diperkuat oleh budaya penggunaan yang ada di lingkungan tersebut.

• Masalah Gaya Hidup Remaja


Keterampilan yang ingin dikembangkan :
a. Kesadaran diri
b. Berpikir kritis

207
c. Pemecahan masalah
d. Pengambilan keputusan
Gaya hidup menunjuk pada frame of reference (kerangka acuan) yang
dipakai seseorang dalam bertingkah laku. Setiap individu umumnya berusaha
membuat seluruh aspek hidupnya mengikuti suatu pola tertentu dan mengatur
strategi bagaimana ia ingin dipersepsi oleh orang lain. Setiap orang memiliki
gaya hidup yang berbeda dan biasanya diwarnai oleh agama yang dianut, suku
bangsa, tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan kewarganegaraan.
Masa remaja merupakan masa kehidupan yang paling menarik bagi
semua orang pada umumnya. Sesuai dengan usianya, remaja sedang
mengalami perkembangan fisik, mental dan sosial yang pesat. Dalam
perkembangan sosialnya remaja ingin tampil baik dan sempurna. Untuk itu,
mereka akan memenuhi segala kebutuhannya agar mendukung penampilannya
seperti pakaian, alat kosmetik bahkan teman dalam bergaul.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh para produsen untuk mengambil
keuntungan dengan cara menjual produk yang dibutuhkan remaja untuk tampil
menarik melalui iklan media cetak maupun elektronik yang dibuat sedemikian
rupa untuk membujuk remaja membeli. Apabila remaja kurang atau tidak
memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai hidup yang bermanfaat maka mereka
mudah terpengaruh oleh tawaran tersebut, misalnya iklan obat menurunkan
berat badan dengan bintang iklan yang tampil langsing dan cantik akan
membuat remaja terpengaruh untuk mengikuti model dengan mengkonsumsi
obat pelangsing tersebut, terkadang tanpa memperhatikan kandungan zat
berbahaya yang mengganggu keseimbangan tubuhnya. Remaja perlu
ditegaskan bahwa mereka merupakan sasaran empuk produsen dalam menjual
barang.

• PMS dan HIV-AIDS


Keterampilan yang ingin dikembangkan:
a. Kesadaran diri dan empati
b. Berpikir kritis dan kreatif
c. Menghargai pendapat orang lain
d. Perlindungan diri
e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain
Keterampilan tersebut perlu dikembangkan untuk memberikan pemahaman yang
benar mengenai penyakit seksual termasuk HIV-AIDS, dan tidak bersikap
diskriminatif terhadap penderita AIDS.

• Kesehatan Reproduksi pada Penyandang Disabilitas


Keterampilan yang ingin dikembangkan
a. Pengambilan keputusan
b. Mengatasi stress
c. Kesadaran diri
Pendidikan kerampilan hidup yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
penyandang disabilitas mencakup pendidikan untuk membangun masa depan
yang sehat tentang diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Selain itu untuk
membangun relasi yang sehat yang didasarkan atas kasih sayang dan
penghargaan. Secara spesifik ketrampilan kesehatan reproduksi penting adalah
memberikan informasi kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab serta
mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan seperti kehamilan yang tidak
diinginkan dan penyakit menular seksual.

Pendidikan ketrampilan hidup yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan


kesehatan reproduksi telah terbukti efektif dalam :

208
a. Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksual.
b. Menunda untuk memulai melakukan hubungan seksual pada remaja yang
belum aktif secara seksual.
c. Meningkatkan penggunaan kondom dan menurunkan jumlah pasangan
seksual pada remaja yang sudah aktif secara seksual.
d. Meningkatkan kepedulian dan upaya pencegahan Penyakit Menular
Seksual termasuk HIV/AIDS.
e. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan pasangan setelah
menikah.
f. Meningkatkan penggunaan kontrasepsi setelah menikah.

Kunci pertama dalam melaksanakan pendidikan keterampilan hidup bagi remaja


penyandang disabilitas netra dan rungu wicara adalah membangun komunikasi.
Dalam berkomunikasi dan memberikan pelayanan kepada remaja penyandang
disabilitas netra dan rungu wicara, petugas kesehatan harus melibatkan
pendamping yang dipilih sendiri atau dipercaya oleh remaja yang menjadi klien.
Adanya pendamping akan mempermudah komunikasi dengan remaja
penyandang disabilitas netra dan rungu wicara.

Remaja penyandang disabilitas netra mengalami gangguan penglihatan


sedangkan komunikasi verbalnya tidak terganggu. Berkomunikasi dengan
remaja penyandang disabilitas netra dengan demikian mengandalkan
komunikasi verbal sambil mengefektifkan indera lainnya seperti pendengaran,
perabaan, penciuman, dan pencecap/perasa. Berikut ini beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan remaja penyandang disabiitas
netra :
1. Setiap sentuhan atau tindakan harus dikomunikasikan terlebih dahulu
secara verbal.
2. Gunakan stimulasi auditori seperti bunyi-bunyian dan kata-kata.
3. Gunakan kalimat yang singkat dan sederhana.
4. Gunakan intonasi yang tepat. Intonasi adalah tinggi rendahnya nada pada
kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu di dalam
kalimat. Intonasi yang berbeda dapat menghasilkan arti yang berbeda.
5. Hindari penggunaan kata “ini”, “itu”, “di sana”, “di situ”.
6. Gunakan alat bantu dalam bentuk audio.
7. Gunakan model tiruan atau alat konkret sebagai alat bantu.
8. Gunakan media baca tulis dengan Sistem Simbol Braille Indonesia.
9. Pesan yang disampaikan dalam bentuk gambar disampaikan dalam bentuk
gambar timbul yang dapat diraba.
10. Gambarkan suasana secara verbal.

Penyandang disabilitas rungu wicara mengalami gangguan pendengaran


sehingga mereka mengalami kemiskinan bahasa yang menyebabkan
terbatasnya kemampuan untuk menerima atau menyampaikan ide atau pesan.
Walaupun berbicara bukan satu-satunya cara berkomunikasi, keterbatasan
dalam berbicara berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Dalam
membangun komunikasi dengan remaja penyandang disabilitas rungu wicara,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Saat berkomunikasi dengan remaja penyandang disabilitas rungu wicara
harus dibantu dengan gerakan tangan dan tubuh.
2. Saat berbicara harus berhadapan muka dan kontak mata agar remaja
penyandang disabilitas rungu wicara dapat melihat gerakan bibir.
3. Berbicara harus perlahan-lahan dengan artikulasi dan gerakan bibir yang
jelas.

209
4. Gunakan kata-kata yang konkret serta kalimat yang singkat dan sederhana.
5. Gunakan stimulasi visual seperti gambar, video, tulisan atau alat peraga.
6. Gunakan isyarat yang umum untuk menunjang komunikasi.
7. Bila memungkinkan menggunakan demonstrasi atau bahasa tubuh yang
ekspresif.
8. Mengajak berbicara dengan hal-hal yang konkret.
9. Menyampaikan informasi secara konsisten.
10. Bila dibantu dengan bahasa isyarat dan teknik membaca ujaran (lips
reading), petugas kesehatan perlu mengetahui bahasa isyarat yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi seperti pacaran, berpelukan,
berciuman, menikah, bersetubuh, hamil, melahirkan, dan menyusui.
11. Petugas kesehatan harus teliti dan cermat dalam menyampaikan pesan
dan menangkap respon dari remaja penyandang disabilitas rungu wicara
karena mereka berbicara tidak menggunakan struktur bahasa yang benar.

C. POKOK BAHASAN 3
Konseling Pada Usia Sekolah dan Remaja
1. Pengertian, Tujuan dan Dasar-dasar Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan dari seorang konselor kepada
seorang atau sekelompok orang (klien) agar dapat memahami masalahnya dan
mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Konseling
merupakan salah satu teknik untuk membantu orang sehingga ia mampu
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan dengan memahami fakta-fakta
dan emosi yang terlibat.
Orang yang memberikan konseling disebut konselor dan yang diberi
konseling disebut klien. Dalam konseling terjadi proses hubungan saling membantu
dan bekerjasama antara konselor dan klien remaja dalam situasi tatap muka dan
kedudukan yang setara sebagai upaya menolong klien remaja untuk
menyelesaikan masalah tertentu dalam kehidupannya, agar lebih mengerti dirinya
dan lebih dapat menyesuaikan diri.
Konseling dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Kelebihan
konseling kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk belajar dari
pengalaman orang lain.
Konseling kesehatan remaja adalah konseling yang diberikan oleh konselor
kepada seorang klien remaja atau kelompok remaja yang membutuhkan teman
bicara untuk mengenali dan memecahkan masalahnya.
Materi percakapan konseling disesuaikan dengan umur remaja,
perkembangan fisik, mental dan permasalahannya, seperti masalah gizi (anemia,
kegemukan, gizi kurang), pacaran, kesulitan belajar, kesehatan reproduksi secara
umum, HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
Kehamilan Tak Diinginkan (KTD), penyalahgunaan NAPZA dll.
Dalam menjangkau remaja agar dapat memanfaatkan layanan konseling di
Puskesmas, penyelenggara Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) ataupun
di fasilitas kesehatan lain, terkadang bukanlah suatu hal yang mudah. Remaja
cenderung membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya sehingga membuat
mereka merasa nyaman untuk membicarakan masalahnya. Oleh karena itu,
memerlukan kesabaran tenaga kesehatan dalam berproses.

Komponen konseling kesehatan remaja:


a. Klien remaja
Klien remaja adalah remaja yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan
masalah-masalah terkait kesehatannya baik fisik maupun psikososial.
b. Konselor untuk remaja
Konselor merupakan orang yang dilatih untuk membantu memahami
permasalahan yang dihadapi oleh klien remaja, mengidentifikasi dan

210
mengembangkan alternatif pemecahan masalah dan mampu membuat orang
lain tersebut mengambil keputusan atas permasalahannya.
c. Suasana/atmosfer konseling kesehatan remaja
Dalam melaksanakan konseling membutuhkan suasana/atmosfer psikologis
yang positif, yaitu:
- Adanya kepercayaan dari klien remaja terhadap konselor
- Adanya keterbukaan dan kejujuran klien remaja dalam mengekspresikan
diri

Pelayanan konseling dapat dilaksanakan dimana saja tetapi tetap


membutuhkan tempat yang nyaman, tenang/tidak ribut, aman dan menjamin
kerahasiaan. Apabila konseling dilaksanakan di suatu ruangan, ada hal-hal yang
perlu diperhatikan untuk membantu proses konseling yang kondusif, seperti
penerangan yang lembut, ventilasi yang cukup, dan desain ruangan yang
disesuaikan dengan selera remaja, misalnya warna ruangan yang cerah, pemilihan
meja kursi yang tidak menimbulkan suasana formal.
Proses konseling hendaknya dilaksanakan dengan santai atau tidak terburu-
buru. Konselor dapat menyesuaikan jam pelayanan konseling dengan waktu luang
remaja sehingga upaya pemecahan masalah pun dapat dilaksanakan sesuai
kebutuhan.

Adapun tujuan konseling yaitu:


a. Membantu remaja agar mampu memahami masalah yang sedang dihadapi
b. Memberi informasi yang berkaitan dengan masalah remaja tanpa memihak dan
memberikan informasi tentang jangkauan kepada berbagai sumber
daya/fasilitas kesehatan
c. Mendorong remaja menemukan berbagai alternatif penyelesaian masalah
d. Membantu remaja untuk mengambil keputusan sendiri dan melaksanakan
keputusannya serta bertanggung jawab terhadap keputusannya
e. Memberikan dukungan emosi, mengurangi kekhawatiran dan penderitaan.

Manfaat yang diperleh dari konseling yaitu:


a. Timbulnya pemahaman dan pengertian diri sehingga menemukan jalan keluar
bagi dirinya dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
b. Remaja mencapai perkembangan yang optimal, baik secara akademis,
psikologis dan sosial

2. Teknik Konseling Kasus Kesehatan Remaja


a. Membina hubungan yang saling mempercayai dengan klien. Konselor
menumbuhkan perasaan aman sehingga klien merasa menemukan orang yang
mengerti dirinya.
b. Gunakan komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang menyembuhkan
sehingga klien dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dan terjadilah
katarsis emosional
Komponen komunikasi terapeutik
1) Hadir dalam percakapan
Wajah lembut, ramah, tersenyum, sikap tubuh rileks, terbuka, penuh
perhatian dan condong ke arah klien. Intonasi suara lembut dan
temponya disesuaikan dengan kebutuhan klien
2) Mendengar aktif
Duduk berhadapan dan membungkuk ke arah klien, membuat kontak
mata, rileks dan sikap terbuka, memberi perhatian sepenuhnya, tidak
memotong pembicaraan, menganggukkan kepala dan mengatakan “Ya,
saya mengerti” sehingga klien tahu bahwa anda mendengarkan.

211
3) Empati
Upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati dan menempatkan
diri pada posisi orang lain tanpa memasukkan nilai pribadi kita kepada
orang tersebut
c. Akhiri konseling pada saat klien merasa aman

Dalam proses konseling, konselor dapat menggunakan langkah-langkah yang


disebut GATHER – SATU TUJU
• Greet – Salam
Bertujuan untuk membangun hubungan dan mencairkan suasana agar klien
merasa aman dan nyaman dalam mengemukakan masalah.
• Ask – Tanyakan
Bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang perasaan klien
sebaya, situasi klien sebaya dan alasannya datang untuk meminta bantuan.
Selain itu, juga bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi klien.
• Tell – Ungkapkan
Bertujuan untuk memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan klien
sebaya.
• Help – Bantu
Bertujuan untuk mendiskusikan alternatif pemecahan masalah beserta
konsekuensinya sehingga klien bias membuat keputusan.
• Explain – Jelaskan
Bertujuan untuk menjelaskan kepada klien sebaya apa yang perlu dilakukan
setelah mengambil keputusan, termasuk konsekuensinya.

• Return – Undang
Bertujuan untuk mengevaluasi proses konseling apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan klien sebaya. Selain itu juga untuk mengakhiri proses konseling
(terminasi) dengan tetap membuka kesempatan bagi klien sebaya untuk
tindak lanjut atau kembali jika diperlukan.

Prinsip- prinsip konseling


a. Asas kerahasiaan
b. Asas keterbukaan
c. Asas kesukarelaan
d. Asas kerjasama

Syarat Konselor
a. Menerima klien apa adanya
b. Bersifat optimis
c. Mampu simpan rahasia
d. Sansitif menilai
e. Mampu beri informasi
f. Fleksibel
g. Dapat menghargai orang lain
h. Mampu jadi tempat bergantung
i. Terbuka dan jujur
j. Bersikap tidak menilai
k. Percaya diri
l. Punya rasa humor
m. Pendengar yang baik
n. Terampil dalam membantu
o. Dapat berempati

212
Berikut ini merupakan uraian teknik konseling untuk kasus-kasus kesehatan
remaja:
a. Kesulitan Belajar

Teknik Konseling Masalah Kesulitan Belajar


Topik Kesulitan belajar
Tujuan konseling • Mengenali permasalahan kesulitan belajar
• Mencari penyebab gangguan belajar
• Membantu mencari solusi permasalahan
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal) untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi mulainya kesulitan belajar
• Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya
kesulitan belajar, baik secara fisik, psikologis maupun
sosioekonomi
• Mengidentifikasi upaya yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalahnya
Tell Memberikan informasi tentang gaya belajar, penyebab
gangguan konsentrasi dan lain-lain sesuai dengan
kebutuhan klien remaja
Help • Mendiskusikan langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi kesulitan belajar
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan perubahan
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi kesulitan belajar
• Setelah klien remaja mengambil keputusan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return - Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien,
- Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
✓ Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seorang ahli seperti dokter, psikolog atau
psikiater. apakah konselor perlu memfasilitasi
komunikasi antara lain dengan orangtua atau
keluarga dekat lainnya
✓ Apakah konseling perlu dirujuk pada pelayanan
rujukan
- Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi kesulitan belajar pada akhir sesi
ke-2 dan sesi berikutnya (control)
- Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan

b. Masalah Gizi
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada remaja merupakan
masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu juga dapat
mempengaruhi kebugaran dan daya konsentrasi remaja. Ada beberapa

213
masalah gizi yang sering dijumpai pada remaja, yaitu: Anemia, Kurang Energi
Kronik (KEK) dan Gizi Lebih (obesitas). Materi lengkap tentang permasalahan
gizi dapat dilihat pada pokok bahasan materi inti 4 tentang pencegahan
masalah gizi.
Teknik Konseling Masalah Gizi
Topik Masalah Gizi
Tujuan Konseling • Mengenali permasalahan gizi
• Mencari penyebab masalah gizi
• Membantu mencari solusi permasalahan
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi mulai timbulnya masalah gizi
• Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
timbulnya masalah gizi
- Pola makan
- Psikologis/stress, meniru idola
- Keluhan penyakit (kecacingan, malaria, TB, dan
infeksi kronis)
Tell Memberikan informasi gizi yang dibutuhkan klien remaja
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah gizi sehingga klien remaja
mampu menentukan pilihan upaya yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah gizi
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah gizi
• Setelah klien remaja mengambil kepuitusan,
konselor perlu mengingatkan risiko keputusan yang
telah diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi
antara lain dengan orang tua atau orang
terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi masalah gizi pada akhir sesi ke 2

214
dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.

c. Kesehatan Reproduksi

Teknik Konseling Tumbuh Kembang Remaja (Pubertas)


Topik Tumbuh Kembang Remaja (Pubertas)
Tujuan Konseling • Mengenali permasalahan tumbuh kembang remaja
• Mencari penyebab masalah tumbuh kembang remaja
• Membantu mencari solusi permasalahan
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi mulai timbulnya masalah tumbuh
kembang remaja
• Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
timbulnya masalah tumbuh kembang remaja, yaitu:
faktor genetik, kecukupan gizi, olahraga, psikososial
• Upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi
masalahnya
Tell Memberikan informasi tumbuh kembang remaja, sesuai
dengan yang dibutuhkan klien remaja
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tumbuh kembang sehingga klien
remaja mampu menentukan pilihan upaya yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah tumbuh kembang
• Setelah klien remaja mengambil keputuan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi
antara lain dengan orang tua atau orang
terdekat lainnya

215
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi masalah tumbuh kembang akhir
sesi ke 2 dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.

Teknik Konseling Kesehatan Reproduksi


Topik Kesehatan reproduksi seperti: gangguan
menstruasi, IMS
Tujuan Konseling • Mengenali permasalahan kesehatan reproduksi
• Mencari penyebab masalah kesehatan reproduksi
• Membantu mencari solusi permasalahan
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi mulai timbulnya masalah kesehatan
reproduksi
• Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
timbulnya masalah kesehatan reproduksi
- Anatomi dan fisiologis organ
- Kebersihan diri
- Perilaku seksual
- Psikologis/stress
Tell Memberikan informasi kesehatan reproduksi, sesuai
dengan yang dibutuhkan klien remaja
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan reproduksi sehingga
klien remaja mampu menentukan pilihan upaya yang
bias dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi
• Setelah klien remaja mengambil keputuan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog

216
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi
antara lain dengan orang tua atau orang
terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi
pada akhir sesi ke 2 dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.
Dalam mempermudah tugas pelaksana konseling di lapangan, maka pada
remaja penyandang disabilitas, petugas kesehatan harus melibatkan
pendamping pada semua tahapan yang dilakukan.

Bahan Bacaan :
Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Penyandang Disabilitas
Netra dan Rungu Wicara
Kondisi kesehatan reproduksi yang diharapkan dimiliki oleh remaja
penyandang disabilitas netra dan rungu wicara tidak berbeda dengan kondisi
kesehatan reproduksi yang diharapkan pada remaja lainnya. Kesehatan
reproduksi remaja adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial
pada remaja, yang mencakup :
• Kemampuan untuk memutuskan tidak melakukan hubungan seksual
dan/atau hamil pada usia terlalu muda; serta
• Keadaan terbebas dari tindakan aborsi tidak aman, penyakit menular
seksual, kekerasan seksual, dan perkosaan.

Untuk mengembangan program kesehatan reproduksi remaja yang efektif,


perlu diperhatikan pengalaman dan perbedaan aktifitas seksual remaja.
Pengalaman dan aktifitas seksual remaja sangat beragam, dipengaruhi oleh
tahap perkembangan dan lingkungan sosio-kultural remaja. Secara umum
dapat dibedakan 3 kelompok remaja, yaitu remaja yang belum aktif secara
seksual, remaja yang aktif secara seksual tanpa konsekuensi negatif, dan
remaja yang aktif secara seksual dengan konsekuensi negatif. Selain itu perlu
juga dipertimbangkan karakteristik lain seperti jenis kelamin, umur, dan status
pernikahan.

Kebutuhan kelompok pertama dan kedua pada dasarnya adalah kebutuhan


yang mendasar yang paling baik diselenggarakan di luar klinik. Kebutuhan
layanan non-klinik bagi kelompok ketiga juga paling baik diselenggarakan di
luar klinik. Pembagian remaja menjadi 3 kelompok ini baik untuk digunakan
sebagai alat analisis pada saat merencanakan program dan bukan digunakan
sebagai pengelompokan formal dalam memberikan layanan sehari-hari. Tabel
berikut ini menjelaskan secara ringkas keterampilan umum, keterampilan

217
kesehatan reproduksi dan layanan kesehatan repproduksi yang dibutuhkan
berbagai kelompok remaja.

Karakteristik Keterampilan Keterampilan Pelayanan


remaja umum kesehatan kesehatan
reproduksi reproduksi
Kelompok 1 • Mencari • Komunikasi • KIE tentang
Belum aktif informasi dan tentang seksualitas,
secara seksual pertolongan seksualitas kesehatan
yang • Menghindari reproduksi,
dibutuhkan hubungan hygiene,
• Pengambilan seks yang hubungan antar
keputusan tak manusia
• Merencanakan dikehendaki • Konseling
masa depan
• Negosiasi
Kelompok 2 •= kelompok 1 • = kelompok 1 • = kelompok 1
Aktif secara • Penggunaan • Penapisan PMS
seksual tanpa kontrasepsi dan HIV-AIDS
konsekuensi dengan benar • Pelayanan
negatif • Parenting kontrasepsi
skills • Uji kehamilan
Kelompok 3 • = kelompok 1 •= kelompok 2 • = kelompok 2
Aktif secara • Penatalaksanaan
seksual dengan PMS
konsekuensi • Pelayanan
negatif antenatal,
persalinan dan
nifas

Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi kepada remaja, yang


khususnya bertujuan untuk mengembangakan keterampilan umum dan
keterampilan kesehatan reproduksi, ada 6 prinsip yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Remaja memiliki kebutuhan yang berbeda sesuai dengan karakteristik
dan pengalaman (seksual) mereka.
2. Pengembangan program/pelayanan kesehatan reproduksi dimulai
dengan apa yang telah mereka lakukan untuk memperoleh informasi
dan layanan kesehatan reproduksi yang mereka butuhkan.
3. Program/pelayanan harus mencakup peningkatan keterampilan hidup,
baik secara umum maupun terkait kesehatan reproduksi.
4. Libatkan orang-orang dewasa yang relevan untuk menciptakan
lingkungan yang aman dan suportif di mana remaja dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, termasuk berkaitan dengan seksualitas dan
kesehatan reproduksi.
5. Manfaatkan berbagai jenis fasilitas yang ada, baik fasilitas publik -
swasta, fasilitas klinis - non klinis.
6. Manfaatkan apa yang sudah ada semaksimal mungkin, manfaatkan
program/pelayanan yang sudah ada secara terintegrasi.

218
d. NAPZA
Teknik Konseling Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
(NAPZA)
Topik Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Aditif (NAPZA)
Tujuan Konseling • Penyalahgunaan NAPZA mampu mengidentifikasi
permasalahan yang menyebabkan dirinya
menyalahgunakan NAPZA
• Penyalahguna NAPZA mampu mengmbil langkah-
langkah menyelesaikan masalah interpersonal dan
emosionalnya
• Penyalahgunaan NAPZA mampu mengambil
keputusan untuk mengatasi ketergantungan
• Penyalahguna NAPZA memahami jenis-jenis dan
dampak dari penyalahguna NAPZA
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi perilaku berisiko klien remaja
• Konselor dapat melakukan penggalian latar
belakang klien remaja menyalahgunakan NAPZA,
jenis yang digunakan, intensitas penggunaan,
tahapan penggunaan dan mengidentifikasi orang-
orang terdekat klien remaja yang dapat
memberikan dukungan emosional terhadap klien
remaja.
Tell • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA
sehingga klien remaja mampu menentukan pilihan
upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi
penyalahgunaan NAPZA
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah gizi sehingga klien remaja
mampu menentukan pilihan upaya yang bias
dilakukan untuk mengatasi masalah gizi
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakuakn klien remaja setelah mengambil
keputusan untuk mengatasi penyalahgunaan
NAPZA
• Setelah klien remaja mengambil keputuan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada

219
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi
komunikasi antara lain dengan orang tua atau
orang terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi penyalahgunaan NAPZA pada
akhir sesi ke 2 dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.

Bahan Bacaan:
1) Pengertian NAPZA
NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat
aditif lainnya.Secara umum NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang apabila
dimasukkan ke dalam tubuh dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati
atau perasaan dan perilaku seseorang (WHO, 1982).

Narkotika Psikotropika Zat Aditif Lainnya


Zat atau obat yang Zat atau obat, baik Zat atau bahan yang
berasal dari tanaman alamiah maupun berpengaruh psikoaktif
atau bukan tanaman baik sintetis bukan selain narkotik dan
sintetis maupun narkotika, yang psikotropik yang dapat
semisintetis yang dapat berkhasiat psikoaktif mengakibatkan
menyebabkan melalui pengaruh ketergantungan yang
penurunan atau selektif pada bersifat permanen dan
perubahan kesadaran, susunan saraf pusat berbahaya karena
hilangnya rasa, yang menyebabkan dapat mematikan sel
mengurangi sampai perubahan khas otak, seperti: alcohol,
menghilangkan rasa pada aktivitas inhalansia, tembakau
nyeri dan dapat mental dan perilaku rokok, steroid (dopimg)
menimbulkan (UU No. 5 Tahun dan lain-lain.
ketergantungan (UU No. 1997)
35 Tahun 2009)

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan obat atau zat-zat berbahaya


lain di luar tujuan pengobatan dan penelitian (tanpa pengawasan dokter,
digunakan secara berkala dan terus menerus, digunakan tanpa mengikuti
aturan kesehatan serta dosis yang benar).

Pengertian istilah lain dalam penyalahgunaan NAPZA


Toleransi Keadaan dimana khasiat zat terhadap tubuh
menurun setelah pemakaian yang berulang-ulang
sehingga ia membutuhkan dosis zat yang semakin
lama semakin besar untuk memperolah efek yang
sama.
Overdosis Kelebihan obat karena tidak dapat mengontrol
dosis yang dikonsumsi karena adanya toleransi,
menimbulkan gejala keracunan, koma, sampai
meninggal dunia.
Sindrom putus obat Gejala-gejala spesifik untuk zat tertentu yang

220
(withdrawal timbul akibat penghentian atau pengurangan dosis
syndrome) pemakaian, yang sebelumnya sudah digunakan
secara teratur.
Craving (sakau) Keadaan sangat menginginkan obat/sakau
Adiksi Suatu keadaan kebutuhan fisik atau psikis/jiwa
(ketergantungan) terhadap NAPZA yang terjadi sebagai akibat
pemakaian NAPZA secara terus menerus dan
berlebihan. Ketergantungan fisik ditunjukkan oleh
adanya toleransi dan gejala putus obat.
Ketergantungan psikis/jiwa adalah
keinginan/dorongan yang tidak tertahankan untuk
memakai zat. Hal ini disebut juga ketagihan atau
sugesti.

2) Jenis-Jenis/Penggolongan NAPZA
Berdasarkan Undang-Undang:
• Narkotika dibagi menjadi 3 golongan
- Golongan I: narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi sangat tnggi
menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin, kokain, ganja).
- Golongan II: narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir untuk terapi dan mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (contoh: metadon, morfin,
petidin).
- Golongan III: narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein, bufrenorfin).
• Psikotropika, dibagi menjadi 4 golongan:
- Golongan I: hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan mempunyai potensi amat kuat menimbulkan
sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD).
- Golongan II: berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi serta mempunyai potensi kuat untuk menimbulkan
sindroma ketergantungan.
- Golongan III: berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi ringan menimbulkan
sindroma ketergantungan (contoh: fenobarbital, flunitrazepam).
- Golongan IV: berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi serta berpotensi ringan menimbulkan
ketergantungan (contoh: diazepam, klordiazepoksid, pil KB, pil
Koplo, Mogadon, dan lain-lain).
• Zat aditif lainnya, meliputi:
- Minuman beralkohol
- Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) contoh: lem,
tiner, penghapus cat kuku, bensin
- Tembakau
Menurut efek terhadap susunan saraf pusat yang ditimbulkannya terbagi
kedalam 3 golongan:
• Depresan: jenis obat atau zat yang berfungsi mengurangi aktivitas
fungsional tubuh. Obat jenis ini dapat membuat si pemakai merasa
tenang, pendiam dan bahkan tertidur atau tak sadarkan diri. Contoh:
opium, morfin, heroin, kodein, dan lain-lain.

221
• Stimulant: jenis obat atau zat yang dapat merangsang fungsi tubuh
dan meningkatkan kegairahan kerja (segar dan bersemangat).
Contoh: ekstasi, kafein, kokain, amfetamin.
• Halusinogen: jenis obat atau zat yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali
dengan menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh
perasaan dapat terganggu. Contoh: ganja, LSD dan lain-lain.
Ketiga efek diatas sangat berbahaya, karena mengganggu lingkungan
sosial.

Jenis-jenis NAPZA yang terdapat di masyarakat:


• Opioida dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
- Alami, contohnya: morfin, opium, kodein
- Semi sintesik, contohnya: heroin/putaw, hidromorfin
- Sintetis, contoh: metadon, meperidin, dan lain-lain
• Kokain
• Kanabis/ganja
• Amfetamin
• LSD (Lysergic Acid)
• Sedative-Hipnotik (Benzodiazepin)
• Solvent/Inhalasia
• Alkohol

Penggunaan NAPZA dalam bidang medik


• Narkotika digunakan untuk mengatasi nyeri yang diderita pasien
kanker stadium terminal, nyeri kepala atau nyeri lainnya yang sukar
dihentikan dengan analgetik lainnya.
• Psikotropika digunakan untuk mengatasi gangguan mental dan
perilaku.

222
Penyebab penyalahgunaan NAPZA secara umum dapat diuraikan menurut
3 aspek dalam kolom di bawah ini:
Individu Zat Lingkungan
• Coba-coba • Merubah pikiran • Hubungan keluarga
• Penilaian diri • Merubah suasana kurang harmonis
yang negatif hati • Orang ua yang
• Ingin diterima • Merubah perasaan permisif atau terlalu
dalam kelompok • Menimbulkan otoriter
• Ikut tren ketergantungan • Pengaruh teman
• Kenikmatan • Mudah didapat sebaya
sesaat • Pergeseran nilai
• Cari perhatian dalam masyarakat
• Identitas diri • Pengangguran
• Pelarian dari • Lingkungan yang
masalah individualistic
• Membangkitkan • Lingkungan yang
keberanian rawan narkoba
• Ikut tokoh idola (ada pengedar,
• Hambatan kemudahan
perkembangan mendapat obat,
psikoseksual lemahnya
penegakan hukum)
• Kurang pendidikan
keagamaan
• Sekolah kurang
disiplin, tidak tertib,
tidak memberi
fasilitas bagi
penyaluran minat
dan bakat anak
• Penegakan hukum
yang kurang
konsisten

Secara rinci ada 2 faktor yang mempengaruhi individu dalam penyalahgunaan


NAPZA.

223
• Faktor pelindung (yang menghindari penyalahgunaan NAPZA), yaitu
remaja yang mempunyai karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
- Sehat secara fisik maupun mental
- Mempunyai kemampuan adaptasi sosial yang baik
- Memiliki sifat jujur dan bertanggung jawab
- Mempunyai cita-cita yang rasional
- Dapat mengisi waktu senggang secara positif
- Perhatian orang tua yang positif
• Faktor Risiko (yang mendorong terjadinya penyalahgunaan NAPZA) yaitu
remaja yang mempunyai karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
- Mempunyai sifat mudah kecewa dan untuk mengatasinya cenderung
agresif dan destruktif
- Bila mempunyai keinginan tidak bisa menunggu, menuntut kepuasan
segera
- Pemborosan, sering merasa tertekan, murung dan tidak sanggup
berfungsi dalam hidup sehari-hari
- Suka mencari sensasi, melakukan hal-hal berbahaya atau
mengandung risiko
- Kurang dorongan untuk berhasil dalam pendidikan, pekerjaan atau
kegiatan lain, prestasi belajar buruk, partisipasi pada kegiatan
ekstrakurikuler kurang, kurang berolahraga dan cenderung makan
berlebihan
- Mempunyai rasa rendah diri, kecemasan, obsesi, apatis, menarik diri
dari pergaulan, depresi, kurang mampu menghadapi stress, hiperaktif
- Ada riwayat penyimpangan perilaku, hubungan seksual dini, putus
sekolah dan perilaku anti sosial pada usia dini (agresivitas, berbohong,
mencuri, mengabaikan peraturan, merokok)
- Merasa hubungan dalam keluarga kurang dekat, ada keluarga yang
alkoholik atau pemakai obat-obatan
- Berteman dengan alkoholik/penyalahgunaan zat psikoaktif, kehidupan
agama yang kurang religious
.
3) Tingkat Pemakaian NAPZA
• Pemakaian coba-coba
Sekedar mencoba dan memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian besar
pemakai akan berhenti dan sebagian lainnya akan meneruskan pada
tingkatan berikutnya
• Pemakaian Sosial/Rekreasi
Hanya untuk bersenang-senang saat bertemu dengn teman di pesta,
rekreasi atau santai. Sebagian pemakai akan tetap pada tahap ini,
tetapi sebagian lagi akan meningkat pada tingkatan berikutnya
• Pemakaian Situasional
Pemakaian zat pada saat mengalami situasi tertentu (misalnya
merasa kecewa, sedih dan tegang) dengan tujuan untuk
menghilangkan perasaan tersebut
• Penyalahgunaan (Abuse)
Pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik
ditandai oleh intoksikasi (efek racun) sepanjang hari, tak mampu
mengurangi atau menghentikan, berusaha berulangkali
mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh.
• Ketergantungan
Telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat
dihentikan atau dikurangi dosisnya.

224
4) Dampak Penyalahgunaan NAPZA
Dampak penyalahgunaan NAPZA berupa gangguan fisik, gangguan
mental emosional dan memburuknya kehidupan sosial.
a. Gangguan fisik, dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut:
• Akibat zat itu sendiri, misalnya:
- Opioda: kemandulan, ganguan haid, impotensi dan sulit buang
air besar berkepanjangan
- Alkohol: gastritis, perdarahan lambung, perlemakan hati,
pengerasan hati, gangguan metabolisme lemak, kerusakan
jaringan otak, dll.
- Ganja: bronchitis, gangguan aliran darah jantung, dll
- Kokain:a nemia, kurang gizi, kehilangan berat badan karena
tidak nafsu makan, dll
- Amfetamin: sama dengan kokain
- Kafein: tukak lambung, jantung berdebar dan tekanan darah
tinggi
• Akibat bahan campuran atau pelarut: sering terdapat pada
pemakaian parenteral (suntik) misalnya emboli menyebabkan
infark paru atau kebutaan (emboli pembuluh darah retina)
• Akibat cara pemakaian jarum suntik yang tidak steril: pengguna
jarum suntik sangat berbahaya jika alat suntik yang digunakan
dipakai bersama-sama, karena dapat menularkan virus HIV,
hepatitis B, hepatitis C, menyebabkan sepsis, abses, selulitis,
endokarditis, tromboflebitis, HIV dan AIDS
• Akibat pertolongan salah: pada keadaan tidak sadarkan diri,
keluarga sering member minum air sehingga air masuk kedalam
saluran nafas mengakibatkan radang paru
• Akibat cara hidup kurang bersih: Penyakit kulit, gigi, anemia dan
kurang gizi
b. Gangguan mental emosional: gangguan membaca, berbahasa,
berhitung serta menghambat keterampilan sosial. Memburuknya
kehidupan sosial: hubungan dengan keluarga menjadi buruk, mulai
menjual barang, mencuri, tindak criminal, dll.

a. Kehamilan
Teknik Konseling Kehamilan Tidak Diinginkan
Topik Kehamilan Tidak Diinginkan
Tujuan Konseling Klien remaja mampu menerima dan menjaga kesehatan
diri dan kehamilannya
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask Mengidentifikasi kesiapan klien menghadapi
kehamilannya
Tell • Memberikan informasi konsekuensi melanjutkan
kehamilan
• Memberikan informasi konsekuensi melakukan
aborsi
• Memberikan informasi pentingnya menjaga
kehamilan, seperti kontrol kehamilan secara rutin,
dan lain-lain sesuai kebutuhan klien remaja
Help • Menentukan pilihan upaya yang bisa dilakukan klien
remaja untuk menjaga kesehatan diri dan
kehamilannya

225
• Mendorong klien berani melakukan pilihan solusi
yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakuakn klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah kehamilan tidak diinginkan
• Setelah klien remaja mengambil keputuan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi
antara lain dengan orang tua atau orang
terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi masalah kehamilan tidak diinginkan
akhir sesi ke 2 dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.

b. Masalah Emosional Depresi


Teknik Konseling Depresi
Topik Depresi ditandai dengan suasana hati yang murung
dan sedih, merasa putus asa dalam wktu sekurang-
kurangnya 2 minggu
Tujuan Konseling • Mengenali kondisi depresi yang sedang dihadapi
klien remaja
• Mencari penyebab depresi
• Membantu mencari solusi permasalahan
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling
kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi mulai timbulnya depresi
• Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
timbulnya depresi, baik fisik, psikologis, maupun
sosio ekonomi
• Mengidentifikasi ada tidaknya keinginan atau upaya
bunuh diri. Bila ditemukan, segera lakukan rujukan
ke psikiater, dan jika tidak, lanjutkan ke poin
berikutnya
• Menentukan pilihan upaya yang bisa dilakukan untuk
mengatasi depresi

226
Tell Memberikan informasi mengenai tanda-tanda,
penyebab, dampak depresi, dan lain-lain yang
dibutuhkan klien remaja
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah depresi sehingga klien remaja
mampu menentukan pilihan upaya yang bias
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah depresi
• Setelah klien remaja mengambil keputusan, konselor
perlu mengingatkan risiko keputusan yang telah
diambil
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling
dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi
antara lain dengan orang tua atau orang
terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada layanan
rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien remaja
untuk mengatasi masalah depresi akhir sesi ke 2 dan
sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk kembali
konseling jika diperlukan.
Bahan Bacaan:
1.) Pengertian Depresi
Gangguan depresi adalah perasaan sedih atau tertekan yang
menetap. Perasaan tertekan sedemikian beratnya sehingga yang
bersangkutan tak dapat melaksanakan fungsi sehari-hari sebagaimana
mestinya. Ia merasa putus asa dan tak ada lagi kenikmatan untuk
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan.
Keluarga atau kerabat seringkali tidak menyadari adanya depresi,
dan menyuruh orang tersebut untuk melawan perasaannya. Hal ini hanya
akan memperburuk keadaannya. Kadang-kadang depresi juga tampil
dalam bentuk keluhan fisik yang beragam, sehingga orang juga
dihadapkan pada pemeriksaan fisik yang bermacam-macam walaupun
akhirnya tidak ditemukan kelainan pada organ tubuh.
Gangguan depresi harus dibedakan dengan perasaan sedih biasa.
Semua orang pada saat tertentu dapat merasa sedih dan tidak bahagia.
Apabila kehilangan orang yang dicintai, orang akan merasa sedih yang
mendalam. Rasa sedih dan berkabung yang demikian adalah normal dan
merupakan reaksi sementara menghadapi stress dalam kehidupan. Orang
tersebut masih dapat melaksanakan fungsi dalam kehidupan sehari-hari
dan dengan berlalunya waktu, perasaan ini juga akan menghilang.

2.) Gejala dan Tanda-Tanda Depresi

227
Seseorang yang menderita depresi akan mengalami gejala, baik fisik
maupun mental emosional. Berikut ini gejala depresi yang membutuhkan
pertolongan:
• Suasana perasaan
Merasa sedih, murung, kehilangan minat dan rasa senang terhadap
pekerjaan yang biasa dilakukan. Sering pula merasa rendah diri, mudah
tersinggung, mengalami rasa cemas dan panik bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi
• Pikiran
Isi pikiran biasanya tentang kegagalan dan kesalahan. Orang tersebut
cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap kegagalan yang terjadi.
Sulit memusatkan perhatian dan daya ingat menjadi terganggu.
Kadang-kadang timbul pikiran ingin mati
• Keluhan fisik
Rasa lelah berkepanjangan, gangguan tidur (sulit tidur atau terlalu
banyak tidur atau bangun dini hari dan tidak dapat tidur kembali),
gangguan makan (tidak nafsu makan atau terlalu banyak makan),
kehilangan minat seksual, rasa sakit dan nyeri di leher dan punggung,
sakit kepala, nyeri di dada dan keluhan di perut serta keluhan fisik
lainnya dari ujung rambut ke ujung kaki. Beberapa orang yang
mengalami depresi, hanya mengeluh gangguan fisik dan menolak
adanya masalah emosional atau depresi. Orang ini disebut menderita
depresi terselubung, depresinya tertutup oleh keluhan fisik.
• Kegiatan (aktivitas)
Biasanya orang yang mengalami depresi kegiatannya menjadi
menurun, hanya ingin berbaring di tempat tidur sepanjang hari atau
menarik diri dari pergaulan. Dalam keadaan ini kadang-kadang ada
usaha untuk bunuh diri
• Khusus untuk anak dan remaja
Depresi sering muncul dalam bentuk gangguan tingkah laku, misalnya
menantang, kebut-kebutan, berkelahi atau tingkah laku mencederai diri
sendiri.
Bila mengalami salah satu dari gejala tersebut di atas atau kesedihan yang
tak kunjung hilang, mungkin tidak hanya mengalami kesedihan biasa, tapi
sudah mengalami depresi yang membutuhkan pertolongan.

c. HIV
Teknik Konseling HIV

1). Konseling/ informasi pra test


Topik Konseling Pra Tes HIV
Dialog antara klien remaja dan konselor/
petugas kesehatan yang mambahas tentang
pentingnya tes HIV
Tujuan Konseling • Dilaksanakan untuk membantu klien remaja
dalam membuat keputusan yang baik tentang
apakah akan menjalani tes HIV atau tidak
dengan menjelaskan pentingnya tes HIV
• Memberikan informasi dasar HIV-AIDS secara
singkat
• Memberikan Informasi pencegahan, perawatan
dan pengobatan HIV-AIDS
• Menyampaikan masalah stigma dan diskriminasi

228
di lingkungan keluarga dan masyarakat
setempat.
• Memastikan bahwa klien remaja memahami
kekurangan dan implikasi hasil tes sebelum
memutuskan untuk melakukan tes HIV
• Memberikan klien remaja waktu yang cukup
untuk mempertimbangkan apakah akan
menjalani tes atau tidak
• Mempersiapkan/membantu klien remaja dalam
menghadapi hasil tes dengan sikap yang baik
bila terbukti terinfeksi HIV. Namun bila hasilnya
negatif, dapat mengarahkan klien remaja untuk
menjaga agar tetap negatif
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum
saling kenal), untuk mencairkan suasana
Ask • Mengidentifikasi apakah klien remaja mungkin
pernah berada dalam risiko tertular HIV
• Menggali kemungkinan berbagai kerahasiaan
memberitahu hasil tes kepada pasangan, teman
atau keluarga dekat
Tell • Memberikan informasi umum tentang tes HIV
• Memberikan informasi tentang masa jendela
(window period)
• Memberikan informasi tentang penurunan risiko
penularan HIV
• Memberikan informasi tentang pengobatan yang
tersedia
• Memberikan informasi kekurangan dan implikasi
hasil tes sebelum memutuskan untuk melakukan
tes HIV
• Menjelaskan bagaimana kerahasiaan akan
dijaga
• Menginformasikan pentingnya memberitahu
hasil pre tes kepada pasangan atau keluarga
terutama bila hasilnya positif
Help • Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah
beserta konsekuensinya sehingga klien remaja
bisa membuat keputusan
• Mengatur strategi dalam menghadapi tes HIV
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil
keputusan untuk melakukan pre test
• Konselor perlu mengingatkan risiko jika nanti
hasil tesnya positif maupun dampaknya, dalam
hal ini pasangan dan keluarga jika
mengetahuinya
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan
konseling dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi,

229
psikolog dan psikiater
-Apakah konselor perlu memfasilitasi
komunikasi antara lain dengan orang tua
atau orang terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada
layanan rujukan
• Membuka kesempatan klien remaja untuk
kembali konseling jika diperlukan.

2). Konseling pasca tes untuk hasil tes negatif

Topik Konseling pasca tes (Hasil Tes Negatif)


Tujuan Konseling • Memberi dukungan kepada orang yang telah
menjalani tes HIV
• Menyampaikan pesan pencegahan penularan
HIV, melalui diskusi hasil tes, berbagi informasi,
menyediakan dukungan dan menyarankan
perilaku seks yang lebih aman pada masa
datang.
• Petugas yang menyampaikan hasil tes adalah
petugas yang sama dengan petugas
konseling/informasi pra tes.
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum
saling kenal), untuk mencairkan suasana
Ask Menanyakan secara mendalam tentang perasaan
klien remaja, dan situasi klien setelah melakukan
pre tes
Tell • Membacakan hasil tes:
- Konselor harus memberikan perhatian
dengan menanyakan kembali kesiapannya
untuk mengetahui hasil
- Bacakan dengan nada datar, mulai dengan
identitas klien remaja, jangan menambah
komentar, jangan menunjukkan ekspresi
muka tertentudan jangan tergesa-gesa
- Memunggu reaksi klien ramaja dengan cara
berdiam diri kurang lebih 15-30 detik
• Memberikan informasi tentang penularan dan
pencegahan penularan HIV
• Menginformasikan pentingnya memberitahu
hasil post tes kepada pasangan atau keluarga
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah perilaku berisikonya
sehingga terhindar dari penularan HIV
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan
solusi yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakukan klien remaja setelah mengambil
keputusan tentang masalah perilakunya yang
berisiko terhadap penularan HIV
• Setelah klien remaja mengambil keputusan,
konselor perlu mengingatkan risiko keputusan

230
yang telah diambil
Return • Evaluasi/penilaian kebutuhan tes ulang untuk
menentukan tingkat risiko penularan HIV dalam
masa 3 bulan mendatang
• Memotivasi agar klien remaja mau melakukan
tes ulang dalam masa 3 bulan mendatang, pada
klien remaja yang masih mempunyai kebiasaan
berperilaku berisiko tertular HIV
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan
konseling dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi,
psikolog dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi
komunikasi antara lain dengan orang tua
atau orang terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada
layanan rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien dalam
mengatasi masalah perilakunya yang berisiko
terhadap penularan HIV pada akhir sesi ke 2
dan sesi berikutnya (control)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk
kembali konseling jika diperlukan.

3). Konseling pasca tes untuk hasil tes positif

Topik Konseling Postes (Hasil Tes Positif)


Tujuan Konseling • Memberikan dukungan kepada orang yang telah
menjalani tes HIV
• Informasi pentingnya perawatan dan
pengobatan HIV
• Rujuk untuk pemeriksaan CD4
• Penyiapan pengobatan ARV
• Menyampaikan pesan pencegahan penularan
HIV melalui diskusi hasil tes, berbagi informasi,
menyediakan dukungan dan menyarankan
perilaku seks yang lebih aman pada masa
datang
Greet Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum
saling kenal), untuk mencairkan suasana
Ask Menanyakan secara mendalam tentang perasaan
klien remaja, dan situasi klien setelah melakukan
pra tes
Tell • Membacakan hasil tes
• Mengingatkan klien remaja bahwa hasil positif
tidak selalu disertai gejala sehingga tidak perlu
pengobatan
• Mengingatkan bahwa infeksi HIV tidak
membunuh segera dan ada berbagai alternative

231
terapi untuk menghadapinya
• Menginformasikan pentingnya memberitahu
hasil post tes kepada pasangan atau keluarga
Help • Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan
untuk menghadapi infeksi HIV termasuk
kebutuhan konsultasi dengan dokter yang
kompeten dalam bidang ini dengan alas an:
- Memahami status keuangan klien remaja,
apakah punya asuransi atau tidak untuk
kepentingan pembiayaan perawatnya
- Bahwa perawatan dan pengobatan sangat
penting sebab bisa memberikan peluang
memperpanjang waktu kemungkinan
menjadi AIDS
- Perlunya segera dilakukan pemeriksaan
CD4 dan pemeriksaan laboratorium lainnya
untuk mendapatkan obat ARV.
• Mendiskusikan berbagai implikasi dari hasil tes
positif terhadap pergaulan, pekerjaan dan
kesehatan di masa mendatang
• Mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah perilaku berisikonya
sehingga dapat menghindari penularan HIV
kepada orang lain.
• Mendorong klien remaja melakukan pilihan
solusi yang telah disepakati
Explain • Mendiskusikan langkah-langkah yang perlu
dilakuakan klien remaja setelah mengambil
keputusan tentang upaya yang dilakukan untuk
menghadapi hasil tes positif
• Setelah klien remaja mengambil keputusan,
konselor perlu mengingatkan risiko keputusan
yang telah diambil termasuk risiko jika pasangan
dan keluarga mengetahuinya
Return • Mengevaluasi apakah proses konseling sudah
sesuai dengan kebutuhan klien remaja
• Mengidentifikasi informasi berkelanjutan
konseling dan rujukan:
- Apakah klien remaja perlu dirujuk kepada
seseorang ahli seperti dokter, ahli gizi,
psikolog dan psikiater
- Apakah konselor perlu memfasilitasi
komunikasi antara lain dengan orang tua
atau orang terdekat lainnya
- Apakah konseling perlu dirujuk pada
layanan rujukan
• Mengukur keberhasilan dan perubahan positif
terhadap upaya yang telah dilakukan klien dalam
menghadapi infeksi HIV pada akhir sesi ke 2 dan
sesi berikutnya (kontrol)
• Membuka kesempatan klien remaja untuk
kembali konseling jika diperlukan.

232
Bahan Bacaan:
1.) Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab
AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
melemahkan kemampuan kita untuk melawan segala penyakit yang
datang. Namun demikian, orang yang tertular HIV tidak berarti
langsung jatuh sakit, seseorang bisa hidup dengan HIV dalam
tubuhnya selama bertahun-tahun tanpa merasa sakit atau mengalami
gangguan kesehatan yang serius. Walaupun tampak sehat, kita dapat
menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak
aman, tranfusi darah, pemakaian jarum suntik secara bergantian, dan
lain sebagainya.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu
kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang
disebabkan oleh masuknya HIV ke dalam tubuh seseorang. Ini artinya
orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular berbagai macam
penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya menurun, penyakit yang
muncul disebut dengan infeksi opportunistik (IO).

2.) Cara Penularan HIV/AIDS


HIV terdapat pada seluruh cairan tubuh manusia, tetapi hanya bisa
menular melalui cairan tubuh tertentu, yaitu:
• Darah
• Air mani (cairan mani, bukan spermanya)
• Cairan vagina
• Air susu Ibu (ASI)

Cara penularan HIV melalui:


• Hubungan seks yang tidak aman, yaitu hubungan seksual baik
anal, oral maupun vaginal tanpa menggunakan pelindung (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV
• Adanya kontak darah yang terinfeksi HIV (penggunaan jarum
suntik/tatto/tindik yang tidak steril secara bergantian, tranfusi
darah dan transplantasi organ yang terinfeksi HIV)
• Perinatal (penularan dari Ibu yang terinfeksi HIV ke janin/bayinya
saat kehamilan, saat melahirkan, saat menyusui).

HIV tidak menular melalui:


• Bersentuhan
• Berciuman, bersalaman, berpelukan
• Penggunaan peralatan makan dan minum bersama
• Penggunaan kamar mandi atau jamban yang sama
• Kolam renang
• Gigitan nyamuk
• Tinggal serumah atau hidup bersama
• Duduk bersama dalam satu ruangan tertutup

3.) Gejala
Gejala penyakit HIV/AIDS yang timbul sesuai dengan perjalanan
penyakit HIV/AIDS itu sendiri, yaitu:
• Fase I (Masa Jendela/Window Period)
Fase dimana tubuh sudah terinfeksi HIV, namun gejala
dan tanda belum terlihat jelas, kadang kala timbul dalam bentuk
influenza. Tetapi pada fase ini sudah dapat menularkan pada

233
orang lain. Lama masa jendela antara 1-3 bulan, bahkan ada
yang berlangsung hingga 6 bulan.
• Fase II (Masa tanpa gejala/Asimptomatik)
Masa tanpa gejala berlangsung rata-rata selama 2 atau 5-
10 tahun setelah terinfeksi HIV. Hasil tes darah terhadap HIV
sudah positif, tetapi belum menunjukkan gejala-gejala sakit.
Terjadi pembengkakan kelenjar getah bening, namun tidak
menjadi perhatian atau dianggap disebabkan penyakit infeksi
lainnya. Orang ini dapat menularkan HIV ke orang lain.
• Fase III (Masa dengan Gejala/Simptomatik)
Pada fase ini biasanya mulai muncul gejala-gejala penyakit
terkait HIV, terdiri dari 4 stadium klinis:
Stadium klinis 1 Stadium klinis 2 Stadium klinis 3 Stadium klinis 4

• Asimtomatik: • Penurunan berat • Penurunan berat HIV wasting


tidak ada badan derajat badan derajat syndrome:
keluhan sedang yang tidak sedang yang Anamnesis adanya
maupun tanda dapat dijelaskan tidak dapat penurunan berat
• Limfadenopati (<10% BB) dijelaskan (<10% badan (>10% BB)
generalisata • Infeksi saluran BB) dengan wasting
persisten ( napas atas • Diarekronik yang jelas atau
kelenjar limfe berulang (episode selama >1 IMT <18,5,
membesar atau saat ini, ditambah 1 bulan yang tidak ditambah: Diare
membengkak episode atau lebih dapat dijelaskan kronik yang tidak
>1 cm pada 2 dalam 6 bulan) • Demam persisten dapat dijelaskan
atau lebih yang • Herpes zoster: yang tidak dapat (feses lembek atau
tidak Vesikel nyeri dijelaskan cair ≥3 kali sehari)
berdekatan dengan distribusi (>37,5oC selama >1
(selain dermatomal, intermiten bulan ATAU
inguinal), dengan dasar atau konstan, > 1 Demam atau
sebabnya tidak eritem atau bulan) keringat malam
diketahui, hemoragik, tidak • Kandidiasis oral selama >1 bulan
bertahan menyeberangi garis (di luar masa 6-8 tanpa penyebab
selama 3 bulan tengah minggu pertama lain dan tidak
atau lebih) • Keilitis angularis kehidupan) merespons
Sariawan atau • Oral hairy terhadap antibiotic
robekan pada leukoplakia (Lesi atau antimalaria.
sudut mulut bukan putih tipis kecil Malaria harus
karena defisiensi linear atau disingkirkan pada
vitamin atau besi, berkerut pada daerah endemis
membaik dengan tepi lateral lidah, o
terapiantifungal tidak mudah o
• Sariawan berulang diangkat)
(2 episode atau • TB Paru Pneumonia
lebih dalam 6 • Infeksi bakterial Pneumocystis
bulan) berat (seperti (PCP)
• Erupsi Papular pneumonia, Pneumonia
Pruritik: Lesi meningitis, bacterial berulang
papular pruritik, empiema, (episode saat ini
seringkali dengan piomiositis, ditambah satu
pigmentasi pasca infeksi tulang episode atau lebih
inflamasi. Sering atau sendi, dalam 6 bulan
juga ditemukan bakteremia, terakhir)
Infeksi herpes

234
pada anak yang radang panggul simpleks kronik
tidak terinfeksi, berat) (orolabial, genital
kemungkinan • Stomatitis, atau anorektal)
skabies atau gigitan ginggivitis, atau selama >1 bulan,
serangga harus periodontitis atau viseral tanpa
disingkirkan ulseratif melihat lokasi
• Dermatitis seboroik nekrotikans akut ataupun durasi
(Kondisi kulit Kandidiasis
bersisik dan gatal, esophageal
umumnya di daerah
berambut TB ekstraparu
(kulit kepala, aksila,
punggung atas, Sarkoma Kaposi
selangkangan) (Gambaran khas di
• Infeksi jamur pada kulit atau orofaring
kuku (Paronikia berupa bercak
(dasar kuku datar, persisten,
membengkak, berwarna merah
merah dan nyeri) muda atau merah
atau onikolisis lebam, lesi kulit
(lepasnya kuku dari biasanya
dasar kuku) dari berkembang
kuku menjadi plak atau
(warna keputihan, nodul)
terutama di bagian Infeksi
proksimal kuku, sitomegalovirus
dengan penebalan (retinitis atau
dan pelepasan kuku infeksi CMV pada
dari dasar kuku). organ lain kecuali
• Onikomikosis liver, limpa dan
proksimal berwarna KGB)
putih jarang timbul
tanpa disertai Anemi yang tidak Toksoplasmosis
imunodefisiensi) dapat dijelaskan otak
• Hepatosplenomegal (<8g/
i persisten yang dl), netropenia
tidak (<1000/mm3)
dapat dijelaskan dan/atau atau
(Pembesaran hati trombositopenia
dan limpa kronik (<50,000/
tanpa sebab yang mm3, >1
jelas) bulan)

Eritema linea gingival Malnutrisi sedang Ensefalopati HIV


(Garis/pita eritem yang tidak dapat
yang mengikuti kontur dijelaskan
garis gingiva yang TB kelenjar
bebas, sering
dihubungkan dengan
perdarahan spontan)

Infeksi virus wart luas Kriptokokosis


(Lesi wart khas, ekstrapulmonar
tonjolan kulit berisi (termasuk

235
seperti buliran beras meningitis)
ukuran kecil, teraba
kasar, atau rata pada
telapak kaki (plantar
warts) wajah, meliputi
> 5% permukaan kulit
dan merusak
penampilan)

Moluskum Pneumonitis Infeksi


kontagiosum luas interstisial limfoid mikobakteria non-
(Lesi: benjolan kecil (PIL) simtomatik tuberkulosis
sewarna kulit, atau diseminata
keperakan atau
merah muda,
berbentuk kubah,
dapat disertai bentuk
pusat,
dapat diikuti reaksi
inflamasi, meliputi 5%
permukaan tubuh dan
ganggu penampilan
Moluskum raksasa
menunjukkan
imunodefiensi
lanjut)

Pembesaran kelenjar Penyakit paru Progressive multi


parotis yang tidak berhubungan focalleukoencephal
dapat dijelaskan dengan HIV, opathy (PML)
(Pembengkakan termasuk
kelenjar bronkiektasis
parotis bilateral
asimtomatik
yang dapat hilang
timbul, tidak
nyeri, dengan sebab
yang tidak
diketahui)

Kriptosporidiosis
kronik
Isosporiasis kronik

Mikosis diseminata
(histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Septisemia
berulang (termasuk
Salmonella non-
tifoid)
Limfoma (sel B
nonHodgkin atau
limfoma serebral)

236
atau tumor solid
terkait HIV lainnya

Karsinoma serviks
invasive
Leishmaniasis
diseminata atipikal
Nefropati terkait
HIV (HIVAN)
Kardiomiopati
terkait HIV
Malnutrisi, wasting
dan stunting berat
yang tidak dapat
dijelaskan
dan tidak
berespons
terhadap terapi
standar
Infeksi bacterial
berat yang
berulang
(misalnya,
empiema,
piomiositis, infeksi
tulang dan sendi,
meningitis, kecuali
pneumonia)
Kandidiasis
esophagus (atau
trakea, bronkus,
atau paru)

• Infeksi Oportunistik:
Ketika sistem kekebalan tubuh kita sudah sangat lemah,
tubuh tidak dapat lagi melawan kuman-kuman, sehingga timbul
penyakit yang disebut Infeksi Oportunistik. Padahal pada kondisi
normal, kuman-kuman tersebut sangat umum dalam tubuh kita
dan biasanya tidak menyebabkan penyakit.
Infeksi Oportunistik disebabkan oleh berbagai virus, jamur
dan bekteri dan dapat menyerang berbagai organ tubuh.
Beberapa jenis kanker juga dapat timbul karena adanya Infeksi
Oportunistik. Infeksi Oportunistik dapat diobati. Sebagian infeksi
ini juga dapat dicegah dengan obat profilaksis. Contoh Infeksi
opportunistik pada stadium 2 (dua) adalah herpes zoster, keilitis
angularis, erupsi papular pruritik, dermatitis seboroik, dll.

4.) Cara Pencegahan HIV/AIDS


Cara pencegahan agar tidak tertular HIV/AIDS adalah dengan
A,B,C,D,E, yaitu:
• Abstinensia
Tidak melakukan hubungan seksual yang tidak aman, baik dalam
pernikahan maupun di luar nikah.
• Be faithful

237
Saling setia dan terikat hanya dalam hubungan seksual yang sah
(suami-istri)
• Condom
Menggunakan kondom, terutama kelompok risiko tinggi seperti
pekerja seks komersial dan pelanggan
• Drug
Dianjurkan tidak nge-drug atau memakai NAPZA terutama
NAPZA suntik
• Equipment
Pakai alat-alat yang bersih steril, sekali pakai dan tidak
bergantian, diantaranya jarum suntik, alat cukur, dll (“E” dapat
juga berarti Education, pemberian informasi yang benar).

Sekalipun kondom tidak memberikan perlindungan 100% untuk setiap


infeksi, namun bila digunakan dengan tepat akan sangat mengurangi
risiko infeksi. Pasien perlu diberi penjelasan mengenai manfaat
penggunaan kondom untuk mencegah IMS, cara pemakaian yang
benar serta berberapa hal yang harus diperhatikan.

Manfaat kondom:
• mencegah penularan IMS termasuk HIV.
• membantu mencegah kehamilan.
• memberikan rasa nyaman, wanita tidak terlalu merasa basah di
dalam vaginanya.
• memberikan rasa aman, terhadap kemungkinan tertular atau
hamil.
• menghemat dana untuk perawatan dan obat-obatan bila
seseorang tertular IMS

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan kondom


yaitu:
• Tunjukkan tanggal pembuatan, tanggal kadaluwarsa, terangkan
bahwa kondom tidak boleh rusak, berbau, keras, atau sukar
dibuka gulungannya.
• Terangkan cara membuka kemasan secara hati-hati yang dimulai
dari ujung yang dapat disobek
• Tunjukkan sisi kondom yang berada di sebelah dalam, dan
jelaskan bahwa kondom tidak akan terbuka gulungannya bila
terbalik membukanya.
• Tunjukkan cara memegang ujung kondom untuk mengeluarkan
udara di dalamnya sebelum membukanya pada penis yang
tengah ereksi. Terangkan bahwa kondom harus dibuka segera
setelah penis mulai berkurang ereksinya, dan bahwa kondom
harus dipegang sedemikian rupa agar isinya tidak tumpah pada
waktu membukanya.
• Jelaskan cara untuk melepaskan kondom dengan aman.
• Jangan pernah menggunakan pelumas dari bahan minyak,
misalnya petreolum jelly yang dapat merusak kondom lateks.
Pelumas dengan bahan dasar air lebih aman, misalnya gliserin, K-
Y jelly atau busa spermisidal.
• Jangan memakai ulang kondom bekas pakai.
• Kondom harus disimpan di tempat yang sejuk, gelap dan kering.
Jangan menyimpan kondom di dompet, sebab dompet terlalu
panas untuk menyimpan kondom dalam waktu yang lama

238
5.) Cara Mendeteksi HIV/AIDS
Cara mendeteksi HIV/AIDS adalah dengan melakukan tes darah
sesuai tahapan perkembangan penyakitnya. Untuk diagnosis, sesuai
dengan prosedur Kementerian Kesehatan RI, dilakukan tes cepat HIV
(Rapid Test) dengan 3 metoda reagen yang berbeda.Sedangkan
untuk menentukan waktu mulai pengobatan ARV, kita menggunakan
tes CD4 dan pemantauan hasil pengobatan mengggunakan tes hitung
viral load (VL).
Konseling dan tes HIV (KT HIV) dilaksanakan dengan 2 metode
yaitu dengan metode VCT dan PITC. VCT (Voluntary Counseling and
Testing for HIV/AIDS) atau KTS (konseling tes sukarela) adalah
konseling dan tes HIV sukarela bukan dengan paksaan maupun
perintah dari orang lain. Tahap-tahap dalam VCT adalah sebagai
berikut:
• Pre test counseling: yaitu konseling yang dilakukan sebelum
dilakukan tes HIV. disini konselor akan menjelaskan semua hal
yang berhubungan dengan HIV/AIDS dan masalah yang ada.
• HIV Test: pada tahap ini dilakukan Tes Diagnosis HIV
• Post Test Counseling: yaitu konseling yang dilakukan setelah
didapatkan hasil tes HIV untuk selanjutnya dapat dilaksanakan
konseling lanjutan.

PITC (Provider Initiative Testing and Counseling) atau KTIP


(konseling tes inisiatif petugas kesehatan) adalah tawaran mengikuti
testing HIV di inisiasi oleh petugas kesehatan, bukan karena
kesadaran dan kemauan penderita/klien. Namun pada
pelaksanaannya harus tetap berprinsip pada 5C , yaitu :
• Informed Consent adalah persetujuan akan suatu tindakan
pemeriksaan laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien
atau wali/pengampu setelah mendapatkan dan memahami
penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas
kesehatan tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien/klien tersebut.
• Confdentiality adalah semua isi informasi atau konseling antara
klien dan petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes
laboratoriumnya tidak akan diungkapkan kepada pihak lain tanpa
persetujuan pasien/klien. Konfidensialitas dapat dibagikan kepada
pemberi layanan kesehatan yang akan menangani pasien untuk
kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi penyakit pasien.
• Counselling yaitu proses dialog antara konselor dengan klien
bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat
dimengerti klien atau pasien. Konselor memberikan informasi,
waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan
pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan
lingkungan. Layanan konseling HIV harus dilengkapi dengan
informasi HIV dan AIDS, Konseling pra-tes dan Konseling pasca-
tes yang berkualitas baik.
• Correct test results. Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV
harus mengikuti standar pemeriksaan HIV nasional yang berlaku.
Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin kepada
pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang
memeriksa.

239
• Connections to, care, treatment and prevention services.
Pasien/klien harus dihubungkan atau dirujuk ke layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang
didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.

6.) Pengobatan HIV/AIDS


Sampai sekarang memang belum ada obat yang dpat
menyembuhkan HIV/AIDS, namun bukan berarti penderita HIV/AIDS
tidak diberikan pengobatan. Terapi pada penderita HIV/AIDS bertujuan
untuk menghambat perjalanan HIV menjai AIDS dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS.
Dalam pengobatan HIV/AIDS digunakan paling sedikit tiga
kombinasi obat dengan tujuan supaya obat bisa bekerja secara efektif.
Kombinasi obat tersebut dikenal sebagai terapi Antiretroviral (ARV)
atau ART.
Beberapa manfaat yang diperoleh jika menerima terapi ARV:
• Menghambat perjalanan penyakit HIV/AIDS
Untuk penderita HIV, pemberian ARV akan mengurangi
kemungkinan timbul gejala AIDS. Untuk penderita AIDS, ARV
biasanya mengurangi atau menghilangkan gejala AIDS dan juga
mengurangi kemungkinan gejala AIDS timbul di masa depan
• Meningkatkan jumlah sel CD 4
Sel CD4 adalah sel dalam sistem kekebalan tubuh yang melawan
infeksi. Jika diberikan ART, maka diharapkan jumlah CD4 dalam
tubuh akan meningkat atau dipertahankan dalam jumlah yang
lebih tinggi.
• Mengurangi jumlah virus dalam darah
Setelah diberikan ARV, penggandaan virus dapat dihambat,
sehingga jumlah virus HIV dalam darah akan turun atau bahkan
tidak dapat di deteksi lagi.
• Kondisi tubuh terasa lebih baik
Setelah penderita menerima terapi ARV, kondisi tubuh akan
membaik. Nafsu makan akan muncul kembali dan berat badan
akan mulai naik, selain itu penderita juga akan merasa lebih
nyaman.
Syarat utama pemberian ARV adalah kesiapan pasien untuk taat
minum obat, karena sekali penderita memulai ART maka
penderita akan terus meminum ARV seumur hidup.

Pengobatan antiretroviral diberikan kepada:


• Penderita HIV dewasa dan anak usia 5 tahun ke atas yang telah
menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel Limfosit T
CD4 kurang dari atau sama dengan 350sel/mm3
• Ibu hamil dengan HIV
• Bayi lahir dengan ibu HIV
• Penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 tahun
• Penderita HIV dengan tuberkulosis
• Penderita HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C
• Penderita HIV pada populasi kunci
• Penderita HIV yang pasangannya negatif dan/atau
• Penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah
epidemi HIV meluas

240
3. Konselor Sebaya
Untuk lebih meningkatkan jangkauan pelayanan dalam PKPR, remaja tidak hanya
sebagai sasaran namun juga sebagai pelaku/pelaksana dengan peran mereka
sebagai Konselor Sebaya. Peran konselor sebaya menjadi sangat penting, karena
membuat nyaman teman sebayanya untuk mencurahkan segala permasalahan
yang dihadapi karena dari segi usia, mereka tidak terpaut jauh.

Konselor sebaya diharapkan mampu memberikan informasi tentang kesehatan dan


membantu sesama remaja untuk mengenali masalahnya, dan menyadari adanya
kebutuhan untuk mencari pertolongan (rujukan) dalam rangka menyelesaikan
masalahnya. Mereka diharapkan menjadi perpanjangan tangan tenaga puskesmas
dan dapat menyampaikan pesan kesehatan lebih efektif dikalangan remaja.

Untuk menjadi Konselor Sebaya mereka terlebih dahulu dilatih/diorientasi. Pada


pelatihan PKPR untuk konselor sebaya, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat
(PKHS) merupakan salah satu materi penting yang diberikan kepada mereka agar
konselor sebaya dapat menyampaikan PKHS tersebut kepada temannya. Konselor
Sebaya juga dibekali dengan buku Pedoman untuk memudahkan mereka
menjalankan perannya.
Dalam perannya sebagai Konselor Sebaya, kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Peer Counseling: sebagai pendengar yang baik bagi teman sebayanya (remaja),
memberikan pengetahuan yang benar tentang kesehatan remaja, dan
membantu menyelesaikan masalah klien remaja sesuai dengan kemampuan
b. Deteksi Dini: membantu petugas PKPR Puskesmas untuk menemukan sedini
mungkin masalah kesehatan yang dialami klien remaja.
c. Rujukan ke Puskesmas: dilakukan untuk kasus yang memerlukan penanganan
lebih lanjut dan tidak dapat diselesaikan oleh konselor
d. Jambore Konselor Sebaya: pertemuan para Konselor Sebaya untuk
meningkatkan kapasitas mereka serta untuk berbagi pengalaman dalam
menjalankan tugas mereka sebagai Konselor Sebaya

D. Pokok Bahasan 4 :Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan kegiatan konseling dan KIE baik yang dilakukan di luar dan di dalam
gedung di Puskesmas atau FKTP lainnya, menggunakan formulir pencatatan pelaporan
pelayanan kesehatan remaja (formulir lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran Materi Inti
2). Sesuai dengan prinsip privasi dan kerahasiaan yang dianut, penyimpanan status
dan catatan pendukungnya termasuk hasil konselingnya, disimpan di dalam lemari
khusus yang terkunci dan hanya bisa diakses oleh petugas PKPR.
Pelaporan hasil pelaksanaan PKPR di Puskesmas atau FKTP lainnya ini wajib
dilaporkan secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi hingga
Pusat, menggunakan format pencatatan dan pelaporan tersebut untuk dilakukan
analisis lebih lanjut dalam rangka pengambilan kebijakan serta perencanaan program
kedepan.

241
MATERI INTI 4
PENCEGAHAN MASALAH GIZI PADA USIA SEKOLAH DAN REMAJA

I. Deskripsi Singkat

Masalah gizi pada anak usia sekolah dan remaja yang umum ditemukan antara lain adalah
kurus (Kekurangan Energi Kronik/KEK), obesitas/kegemukan dan anemia. Data Riskesdas
tahun 2013 menunjukkan prevalensi KEK pada Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-49 tahun
sebesar 20,8%. Prevalensi Obesitas berdasarkan indeks IMT/U untuk usia 5-12 tahun
sebesar 8,0%, usia 13-15 tahun sebesar 2,5% dan usia 16-18 tahun sebesar 1,6%.
Sedangkan prevalensi anemia untuk usia 5-14 tahun sebesar 26,4% dan usia 15-24 tahun
sebesar 18,4%.

Pencegahan masalah gizi pada anak usia sekolah dan remaja perlu dilakukan untuk
menjaga anak tetap sehat, berprestasi di sekolah dan menjadi agen perubahan perilaku
sehat bagi keluarga dan masyarakat. Pencegahan tersebut dilaksanakan melalui
pendekatan kepada anak sekolah dan orang-orang terdekatnya (orang tua, guru dan
pengelola sekolah lainnya). Kementerian Kesehatan melalui Permenkes nomor 41 tahun
2014 tentang Pedoman Gizi Simbang mengamanahkan peningkatan kualitas sumber daya
manusia dengan melakukan upaya perbaikan gizi masyarakat melalui penerapan gizi
seimbang.

Materi ini akan membahas tentang Gizi Seimbang, Pengaturan menu makanan sesuai
Pedoman Gizi Seimbang (PGS), Aktivitas Fisik, Kantin sekolah, Peran Warga Sekolah dan
Pencegahan Masalah Gizi pada usia sekolah dan remaja.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pencegahan masalah gizi pada
usia sekolah dan remaja.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan gizi seimbang pada usia sekolah dan remaja.
2. Melakukan pengaturan menu makanan sesuai Pedoman Gizi Seimbang (PGS)
3. Menjelaskan aktifitas fisik pada usia sekolah dan remaja.
4. Menjelaskan pengelolaan kantin sekolah.
5. Menjelaskan peran warga sekolah dalam pencegahan masalah gizi pada usia sekolah
dan remaja.
6. Melakukan pencegahan masalah gizi pada usia sekolah dan remaja.

III. Pokok Bahasan

Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:

Pokok bahasan 1. Gizi seimbang pada usia sekolah dan remaja


Sub pokok bahasan:
a. Pengertian, tujuan dan prinsip gizi seimbang.
b. Pesan gizi seimbang.

190
Pokok bahasan 2. Pengaturan menu makanan sesuai Pedoman Gizi Seimbang (PGS)

Pokok bahasan 3. Aktifitas fisik pada usia sekolah dan remaja.


Sub pokok bahasan:
a. Pengertian, klasifikasi dan manfaat aktivitas fisik.
b. Rekomendasi aktivitas fisik.

Pokok bahasan 4. Pengelolaan kantin sekolah dalam penyediaan makanan sehat


Sub pokok bahasan:
a. Pengertian, tujuan penyediaan makanan di kantin sekolah dan pengelolaan kantin
sekolah.
b. Syarat makanan sehat di kantin sekolah.

Pokok bahasan 5. Peran warga sekolah dalam pencegahan masalah gizi pada usia sekolah
dan remaja.
Sub pokok bahasan:
a. Penyelenggaraan makan bersama di sekolah
b. PMT AS untuk anak sekolah yang kurus

Pokok bahasan 6. Pencegahan masalah gizi pada usia sekolah dan remaja.
Sub pokok bahasan:
a. Kurang Energi Kronis (KEK)
b. Obesitas
c. Anemia

IV. Bahan Belajar

▪ Kementerian Kesehatan RI, Buku Pedoman Gizi Seimbang, Jakarta, 2015.


▪ Direktorat Bina Gizi. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan
Obesitas pada Anak Sekolah. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2015.
▪ Direktorat Bina Gizi. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Pencegahan dan
Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta. 2014
▪ Direktorat Bina Gizi. Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah.
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2015
▪ Direktorat Bina Gizi. Pedoman Penanggulangan Kurang Energi Kronik (KEK) Pada Ibu
Hamil. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2015
▪ Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Pedoman Pembinaan Kebugaran
Jasmani Peserta Didik Melalui Upaya Kesehatan Sekolah. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.2013.
▪ Almatsier,S;Soetardjo Susirah; Soekarti Moesjanti. Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan. PT. Gramedia Jakarta. 2011
▪ Almatsier, Sunita. Prinsip dasar Ilmu Gizi. PT.Gramedia. Jakarta. 2002
▪ Benny Soegianto, dkk.Penilaian Status Gizi dan Baku Antropometri WHO-NCHS. CV.
Duta Prima Airlangga. Surabaya. 2007

V. Langkah-Langkah Pembelajaran

Dalam sesi ini peserta akan mempelajari 6 (enam) pokok bahasan dengan masing-masing
sub pokok bahasannya. Kegiatan pembelajaran ini dilangsungkan dengan metode Ceramah
Tanya jawab (CTJ), Curah pendapat, Diskusi kelompok di Kelas dan Praktek/Demo
pengaturan menu gizi seimbang.Jumlah jam pembelajaran yang digunakan dalam modul ini
sebanyak 5 jam pelajaran (T = 3 Jpl, P = 2 Jpl) dan untuk memudahkan proses
pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

191
Langkah 1.
Pengkondisian (5 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap dan instansi tempat bekerja.
2. Fasilitator menyampaikan judul materi yang akan disampaikan, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus, serta pokok bahasan.

Langkah 2.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 1. Gizi seimbang pada usia sekolah
dan Remaja (30 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator memulai sesi dengan melakukan pengukuran pemahaman peserta dengan
mengajukan beberapa pertanyaan tentang gizi seimbang pada anak usia sekolah dan
remaja
2. Fasilitator menyampaikan materi tentang pengertian, tujuan, prinsip dan pesan gizi
seimbangdengan menggunakan bahan tayang.
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

Langkah 3.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 2. Pengaturan menu makanan sesuai
Pedoman Gizi Seimbang (30 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi tentang pengaturan menu makanan sesuai Pedoman
Gizi Seimbang pada usia sekolah dan remaja dengan menggunakan bahan tayang dan
memperagakan alat bantu berupa food model.
2. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan latihan pengaturan menu makanan gizi
seimbang pada usia sekolah dan remaja dengan membuat 4 kelompok diskusi masing-
masing terdiri 7-8 orang sesuai dengan panduan latihan pada lampiran 1.
3. Selesai diskusi, fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan
yang sesuai.

Langkah 4.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3. Aktifitas fisik pada usia sekolah dan
Remaja (10 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi tentang aktifitas fisik pada usia sekolah dan remaja
dengan menggunakan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai aktifitas fisikpada usia sekolah dan remaja, yaitu :1) pengertian, klasifikasi dan
manfaat aktifitas fisik, 2) rekomendasi aktifitas fisik.
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

192
Langkah 5.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 4. Pengelolaan Kantin Sekolah (15
menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi tentang pengelolaan kantin sekolah dengan
menggunakan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai pengelolaan kantin sekolah, yaitu :1) pengertian, tujuan penyediaan makanan
di kantin sekolah dan pengelolaan kantin sekolah 2) syarat makanan sehat di kantin
sekolah
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

Langkah 6.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 5. Peran warga sekolah dalam
pencegahan masalah gizi pada usia sekolah dan remaja (10 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi tentang peran warga sekolah dalam pencegahan
masalah gizi pada usia sekolah dan remaja dengan menggunakan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai peran warga sekolah dalam pencegahan masalah gizi pada usia sekolah dan
remaja
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan
klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

Langkah 7.
Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 6. Pencegahan masalah gizi pada usia
sekolah dan remaja (30 menit)

Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyampaikan materi tentang pencegahan masalah gizi (KEK, Obesitas dan
Anemia) pada usia sekolah dan remaja dengan menggunakan bahan tayang.
2. Fasilitator melakukan uji pemahaman dengan mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai pencegahan masalah gizi (KEK, Obesitas dan Anemia) pada usia sekolah dan
remaja
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan diskusi kelompok tentang pencegahan
masalah gizi pada usia sekolah dan remaja dengan membuat 6 kelompok sesuai
panduan diskusi kelompok pada lampiran 2.
4. Selesai berdiskusi fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan
yang sesuai.

Langkah 8.
Penutup (5 menit)

Langkah kegiatan:
1. Setelah semua rangkaian pokok bahasan telah disampaikan, fasilitator membuat
rangkuman dan menyampaikan tips terkait materi gizi sembang, pengaturan menu
makanan sesuai PGS, pencegahan masalah gizi, aktifitas fisik, kantin sekolah, peran
warga sekolah pada usia sekolah dan remaja.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
klarifikasi

193
3. Fasilitator menjawab pertanyaan atau klarifikasi
4. Fasilitator membuat simpulan materi dan menutup sesi materi ini dengan mengucapkan
terimakasih.

VI. Uraian Materi

Pokok Bahasan 1.
Gizi Seimbang Pada Usia Sekolah Dan Remaja

A. Pengertian, Tujuan dan Prinsip Gizi Seimbang

1. Pengertian
Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur
dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.

2. Tujuan
Pedoman Gizi Seimbang (PGS) bertujuan untuk memberikan panduan konsumsi
makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip aneka ragam pangan,
perilaku hidup bersih, aktivitas fisik dan memantau berat badan secara teratur dalam
rangka mempertahankan berat badan normal.

3. Prinsip
Prinsip gizi seimbang terdiri dari 4 (empat) pilar yang pada dasarnya merupakan
rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang
masuk dengan memantau berat badan secara teratur.

Empat pilar tersebut adalah:


a. Mengonsumsi makanan beragam.
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan
kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6
bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan
mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan
serat, tetapi miskin kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi
sedikit kalori. Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan
tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi

194
kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan
kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.

Yang dimaksudkan beranekaragam dalam prinsip ini selain keanekaragaman jenis


pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang
cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur. Anjuran pola makan dalam
beberapa dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap kelompok pangan
sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya, saat ini dianjurkan
mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan
anjuran sebelumnya. Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula,
garam dan lemak yang dapat meningkatkan resiko beberapa penyakit tidak
menular, dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini minum air dalam jumlah yang
cukup telah dimasukkan dalam komponen gizi seimbang oleh karena pentingnya air
dalam proses metabolisme dan dalam pencegahan dehidrasi.

b. Membiasakan perilaku hidup bersih


Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status
gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan
jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi,
tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan
metabolisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas.
Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi
dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula
sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai risiko terkena
penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang
menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua
hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah
hubungan timbal balik.

Budaya perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan


terhadap sumber infeksi. Contoh: 1) selalu mencuci tangan dengan sabun dan air
bersih mengalir sebelum makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan
makanan dan minuman, dan setelah buang air besar dan kecil, akan
menghindarkan terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit
antara lain kuman penyakit typus dan disentri; 2) menutup makanan yang disajikan
akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta debu
yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) selalu menutup mulut dan hidung bila
bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan 4) selalu menggunakan alas
kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.

c. Melakukan aktivitas fisik


Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan
pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik
memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem
metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya,
aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang
masuk ke dalam tubuh.

d. Memantau Berat Badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat


badan normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang
normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut

195
dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi
Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan
apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan
dan penanganannya. Yang dimaksud dengan Berat Badan Normal untuk orang
dewasa yaitu IMT 18,5 – 25,0 kg/m2.

B. Pesan Gizi Seimbang

1. Pesan umum
Pesan ini berlaku untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan yang dalam kondisi
sehat
a. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan
Kualitas atau mutu gizi dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh keragaman jenis
pangan yang dikonsumsi. Semakin beragam jenis pangan yang dikonsumsi
semakin mudah untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bahkan semakin beragam
pangan yang dikonsumsi semakin mudah tubuh memperoleh berbagai zat lainnya
yang bermanfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu konsumsi anekaragam pangan
merupakan salah satu anjuran penting dalam mewujudkan gizi seimbang.

b. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan


Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin,
mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam
sayuran dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa
jahat dalam tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga menyediakan
karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa. Sayur tertentu juga
menyediakan karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur. Sementara buah
tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah alpokat dan buah merah.
Oleh karena itu konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu bagian
penting dalam mewujudkan gizi seimbang.

196
c. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein
nabati. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein hewani meliputi daging
ruminansia (daging sapi, daging kambing, dll), daging unggas (daging ayam, daging
bebek, dll), ikan termasuk seafood, telur dan susu serta hasil olahnya. Kelompok
pangan lauk pauk sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan hasil
olahnya seperti kedele, tahu, tempe, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah,
kacang hitam, kacang tolo dan lain-lain.

d. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok


Cara mewujudkan pola konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan
mengonsumsi lebih dari satu jenis makanan pokok dalam sehari atau sekali makan.
Makanan pokok adalah pangan mengandung karbohidrat yang sering dikonsumsi
atau telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di Indonesia sejak
lama. Contoh pangan karbohidrat adalah beras, jagung, singkong, ubi, talas, garut,
sorgum, jewawut, sagu dan produk olahannya. Indonesia kaya akan beragam
pangan sumber karbohidrat tersebut.

e. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk
Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih
dari 50 g (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan
lemak/minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan
meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung. Namun,
khusus untuk anak usia 6-24 bulan konsumsi lemak tidak perlu dibatasi.

f. Biasakan sarapan
Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi
sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-30% kebutuhan
gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif. Sarapan
membekali tubuh dengan zat gizi yang diperlukan untuk berpikir, bekerja, dan
melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Bagi anak sekolah,
sarapan yang cukup terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina.
Bagi remaja dan orang dewasa sarapan yang cukup terbukti dapat mencegah

197
kegemukan. Membiasakan sarapan juga berarti membiasakan disiplin bangun pagi
dan beraktifitas pagi dan tercegah dari makan berlebihan dikala makan kudapan
atau makan siang.

g. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman


Air merupakan salah satu zat gizi makro esensial, yang berarti bahwa air
dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak untuk hidup sehat, dan tubuh tidak
dapat memproduksi air untuk memenuhi kebutuhan ini. Sekitar dua pertiga dari
berat tubuh kita adalah air. Air diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal sehingga keseimbangan air perlu dipertahankan dengan mengatur
jumlah masukan air dan keluaran air yang seimbang. Persentase kadar air dalam
tubuh anak lebih tinggi dibanding dalam tubuh orang dewasa, sehingga anak
memerlukan lebih banyak air untuk setiap kilogram berat badannya dibandingkan
dewasa. Berbagai faktor dapat memengaruhi kebutuhan air seperti tahap
pertumbuhan, laju metabolisme, aktivitas fisik, laju pernafasan, suhu tubuh dan
lingkungan, kelembaban udara, jumlah dan jenis padatan yang dikeluarkan ginjal,
dan pola konsumsi pangan.

h. Biasakan membaca label pada kemasan pangan


Label adalah keterangan tentang isi, jenis, komposisi zat gizi, tanggal kadaluarsa
dan keterangan penting lain yang dicantumkan pada kemasan. Semua keterangan
yang rinci pada label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen untuk
mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam makanan tersebut. Selain itu
dapat memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen yang berisiko
tinggi karena punya penyakit tertentu. Oleh karena itu dianjurkan untuk membaca
label pangan yang dikemas terutama keterangan tentang informasi kandungan zat
gizi dan tanggal kadaluarsa sebelum membeli atau mengonsumsi makanan
tersebut.

i. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir


Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun dengan air
bersih mengalir adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta
mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke makanan yang akan
dikonsumsi dan juga agar tubuh tidak terkena kuman. Perilaku hidup bersih harus
dilakukan atas dasar kesadaran oleh setiap anggota keluarga agar terhindar dari
penyakit, karena 45% penyakit diare bisa dicegah dengan mencuci tangan.
Saat yang diharuskan untuk mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan pakai
sabun, adalah:
1) Sebelum dan sesudah makan
2) Sebelum dan sesudah memegang makanan
3) Sesudah buang air besar dan menceboki bayi/anak
4) Sebelum memberikan air susu ibu.
5) Sesudah memegang binatang.
6) Sesudah berkebun

j. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran
tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila
seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau
minimal 3-5 hari dalam seminggu. Beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan
antara lain aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan kaki, berkebun, menyapu,
mencuci, mengepel, naik turun tangga dan lain lain. Mempertahankan berat badan

198
normal memungkinkanseseorang dapat mencegah berbagai penyakit tidak
menular.

2. Pesan khusus
a. Pesan gizi seimbang untuk anak dan remaja (6 – 9 tahun)
Anak pada kelompok usia ini merupakan anak yang sudah memasuki masa
sekolah dan banyak bermain diluar, sehingga pengaruh kawan, tawaran makanan
jajanan, aktivitas yang tinggi dan keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi
menjadi tinggi. Sebagian anak usia 6-9 tahun sudah mulai memasuki masa
pertumbuhan cepat prapubertas, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi mulai
meningkat secara bermakna. Oleh karena itu, pemberian makanan bergizi
seimbang untuk anak pada kelompok usia ini harus mempertimbangkan kondisi-
kondisi tersebut.

1) Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga
Kebutuhan zat gizi anak usia 6-9 tahun dipenuhi dengan makan utama 3 kali
sehari (sarapan atau akan pagi, makan siang dan makan malam) dan disertai
makanan selingan sehat. Untuk menghindarkan/mengurangi anak-anak
mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi dianjurkan agar selalu
makan bersama keluarga. Sarapan setiap hari penting terutama bagi anak-anak
oleh karena mereka sedang tumbuh dan mengalami perkembangan otak yang
sangat tergantung pada asupan makanan secara teratur.

Dalam satu hari kebutuhan tubuh untuk energi, protein,vitamin, mineral dan juga
serat disediakan dari makanan yang dikonsumsi. Dalam sistem pencernaan
tubuh, makanan yang dibutuhkan tidak bisa sekaligus disediakan tetapi dibagi
dalam 3 tahap yaitu tahap makan pagi, tahap makan siang dan tahap makan
malam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 40% anak sekolah tidak
makan pagi. Akibatnya jumlah energi yang diperlukan untuk belajar menjadi
berkurang dan prestasi belajar kurang optimal. Pada tubuh seseorang yang
normal, setelah tidur 8-10 jam dan tidak melakukan kegiatan makan dan minum
(puasa) kadar gula darah berada pada kisaran yang normal yaitu 80 g/dl.
Apabila tidak melakukan kegiatan makan terutama makanan yang mengandung
karbohidrat kadar gula darah akan menurun karena gula dipakai sebagai sumber
energi.

Oleh karena itu makan pagi sangat penting untuk menambah gula darah sebagai
sumber energi. Pada anak sekolah makan pagi atau sarapan sangat dianjurkan
sehingga pada saat menerima pelajaran (1-2 jam setelah makan) gula darah
naik dan dapat dipakai sebagai sumber energi otak. Otak mendapat energi
terutama dari glukosa. Pada proses belajar otak merupakan organ yang sangat
penting untuk menerima informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi
dan mengeluarkan informasi. Dalam melakukan makan pagi atau sarapan
sebaiknya dipenuhi kebutuhan zat gizi bukan hanya karbohidrat saja tetapi juga
protein, vitamin dan mineral. Porsi kecil disediakan untuk makan pagi karena
jumlah yang disediaakan cukup 20-25 % dari kebutuhan sehari. Dengan
membiasakan diri melakukan makan pagi atau sarapan, dapat dihindari makan
yang tidak terkontrol yang akan meningkatkan berat badan. Makan pagi dengan
cukup serat akan membantu menurunkan kandungan kolesterol darah sehingga
dapat terhindar dari penyakit jantung akibat timbunan lemak yang teroksidasi
dalam pembuluh darah. Sarapan pada anak sekolah sebaiknya dilakukan pada

199
jam 06.00 atau sebelum jam 07.00 yaitu sebelum terjadi hipoglikemia atau kadar
gula darah sangat rendah. Menu yang disediakan sangat bervariasi selain
sumber karbohidrat yang berupa nasi, mie, roti, umbi juga sumber protein seperti
telur, tempe, olahan daging atau ikan, sayuran dan buah. Persiapan makanan
untuk makan pagi atau sarapan yang waktunya sangat singkat perlu dipikirkan
dan dipertimbangkan menu yang cocok, dan cukup efektif dipergunakan sebagai
menu makan pagi dan telah memenuhi kebutuhan zat gizi.

2) Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya


Ikan merupakan sumber protein hewani, sedangkan tempe dan tahu merupakan
sumber protein nabati. Protein merupakan zat gizi yang berfungsi untuk
pertumbuhan, mempertahankan jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk
mengganti sel yang sudah rusak, oleh karena itu protein sangat diperlukan
dalam masa pertumbuhan. Selain itu juga protein berperan sebagai sumber
energi. Konsumsi protein yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan
asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa didalam
tubuh dan harus diperoleh dari makanan.

Protein hewani memiliki kualitas yang lebih baik dibanding protein nabati karena
komposisi asam amino lebih komplit dan asam amino esensial juga lebih
banyak. Berbagai sumber protein hewani dan nabati mempunyai kandungan
protein yang berbeda jumlahnya dan komposisi asam amino yang berbeda pula.
Oleh karena itu mengonsumsi protein juga dilakukan bervariasi. Dianjurkan
konsumsi protein hewani sekitar 30% dan nabati 70%. Ikan selain sebagai
sumber protein juga sumber asam lemak tidak jenuh dan sumber zat gizi mikro.
Konsumsi ikan dianjurkan lebih banyak dari pada konsumsi daging.
Sumber protein nabati dari kacang-kacangan ataupun hasil olahnya seperti tahu
dan tempe banyak dikonsumsi masyarakat. Kandungan protein pada tempe
tidak kalah dengan daging. Tempe selain sebagai sumber protein juga sebagai
sumber vitamin asam folat dan B12 serta sebagai sumber antioksidan. Tempe,
kacang-kacangan dan tahu tidak mengandung kolesterol. Konsumsi tempe
sekitar 100g (4 potong sedang) per hari cukup untuk mempertahankan tubuh
tetap sehat dan kolesterol terkontrol dengan baik. Daging dan unggas (misalnya
ayam, bebek, burung puyuh, burung dara) merupakan sumber protein hewani.

Daging dan unggas selain sebagai sumber protein juga sumber zat besi yang
berkualitas sehingga sangat bagus bagi anak dalam masa pertumbuhan. Namun
ada hal yang harus diperhatikan bahwa daging juga mengandung kolesterol
dalam jumlah yang relatif tinggi, yang bisa memberikan efek tidak baik bagi
kesehatan. Susu dan hasil olahannya (yogurt, keju, dll) merupakan minuman
atau makanan dengan kandungan zat gizi yang cukup lengkap yang setara
dengan telur. Konsumsi ikan, telur dan susu bagi kelompok anak usia 6-9 tahun
sangat membantu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta peningkatan
daya ingat dan kognitif di sekolah.

3) Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan


Masyarakat Indonesia masih sangat kekurangan mengkonsumsi sayuran dan
buah-buahan. Jumlah konsumsi sayuran rata-rata penduduk Indonesia baru
63,3% dari jumlah konsumsi yang dianjurkan, dan pada buah-buahan baru
62,1% dari jumlah konsumsi yang dianjurkan. Padahal sayuran di Indonesia
banyak sekali macam dan jumlahnya. Sayuran hijau maupun berwarna selain
sebagai sumber vitamin, mineral juga sebagai sumber serat dan senyawa
bioaktif yang tergolong sebagai antioksidan. Buah selain sebagai sumber
vitamin, mineral, serat juga antioksidan terutama buah yang berwarna hitam,
ungu, merah. Anjuran konsumsi sayuran lebih banyak daripada buah karena

200
buah juga mengandung gula, ada yang sangat tinggi sehingga rasa buah sangat
manis dan juga ada yang jumlahnya cukup. Konsumsi buah yang sangat manis
dan rendah serat agar dibatasi. Hal ini karena buah yang sangat manis
mengandung fruktosa dan glukosa yang tinggi. Asupan fruktosa dan glukosa
yang sangat tinggi berisiko meningkatkan kadar gula darah.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa konsumsi vitamin C dan vitamin E


yang banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan sangat bagus untuk
melindungi jantung agar terhindar dari penyakit jantung koroner. Banyak
keuntungan apabila konsumsi sayuran dan buah-buahan bagi kesehatan tubuh.
Mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sebaiknya bervariasi sehingga
diperoleh beragam sumber vitamin ataupun mineral serta serat. Kalau ingin
hidup lebih sehat lipat gandakan konsumsi sayur dan buah. Konsumsi sayur dan
buah bisa dalam bentuk segar ataupun yang sudah diolah. Konsumsi sayuran
hijau tidak hanya direbus ataupun dimasak tetapi bisa juga dalam bentuk lalapan
(mentah) dan dalam bentuk minuman yaitu dengan ekstraksi sayuran dan
ditambah dengan air tanpa gula dan tanpa garam. Klorofil atau zat hijau daun
yang terekstrak merupakan sumber antioksidan yang cukup bagus. Sayuran
berwarna seperti bayam merah, kobis ungu, terong ungu, wortel, tomat juga
merupakan sumber antioksidan yang sangat potensial dalam melawan oksidasi
yang menurunkan kondisi kesehatan tubuh.

4) Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah


Apabila jam sekolah sampai sore atau setelah sekolah ada kegiatan yang
berlangsung sampai sore, maka makan siang tidak dapat dilakukan di rumah.
Makan siang di sekolah harus memenuhi syarat dari segi jumlah dan keragaman
makanan. Oleh karena itu bekal untuk makan siang sangat diperlukan. Dengan
membawa bekal dari rumah, anak tidak perlu makan jajanan yang kadang
kualitasnya tidak bisa dijamin. Disamping itu perlu membawa air putih karena
minum air putih dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan untuk menjaga
kesehatan.

Bekal yang dibawa anak sekolah tidak hanya penting untuk pemenuhan zat gizi
tetapi juga diperlukan sebagai alat pendidikan gizi terutama bagi orang tua anak-
anak tersebut. Guru secara berkala melakukan penilaian terhadap unsur gizi
seimbang yang disiapkan orangtua untuk bekal anak sekolah dan ditindaklanjuti
dengan komunikasi terhadap orang tua.

5) Batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan


makanan selingan yang manis, asin dan berlemak
Mengonsumsi makanan cepat saji dan jajanan saat ini sudah menjadi kebiasaan
terutama oleh masyarakat perkotaan. Sebagian besar makanan cepat saji
adalah makanan yang tinggi gula, garam dan lemak yang tidak baik bagi
kesehatan. Oleh karena itu mengonsumsi makanan cepat saji dan makanan
jajanan harus sangat dibatasi. Pangan manis, asin dan berlemak banyak
berhubungan dengan penyakit kronis tidak menular seperti diabetes mellitus,
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

6) Biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan


pagi dan sebelum tidur
Setelah makan ada sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi. Sisa
makanan tersebut akan dimetabolisme oleh bakteri dan menghasilkan metabolit
berupa asam, yang dapat menyebabkan terjadinya pengeroposan gigi.
Membiasakan untuk membersihkan gigi setelah makan adalah upaya yang baik
untuk menghindari pengeroposan atau kerusakan gigi. Demikian juga sebelum

201
tidur, gigi juga harus dibersihkan dari sisa makanan yang menempel di sela-sela
gigi. Saat tidur, bakteri akan tumbuh dengan pesat apabila disela-sela gigi ada
sisa makanan dan ini dapat mengakibatkan kerusakan gigi.

7) Hindari merokok
Merokok sebenarnya merupakan kebiasaan dan bukan merupakan kebutuhan,
seperti halnya makan atau minum. Oleh karena itu kebiasaan merokok dapat
dihindari kalau ada upaya sejak dini. Merokok juga bisa membahayakan orang
lain (perokok pasif). Banyak penelitian menunjukkan bahwa merokok berakibat
tidak baik bagi kesehatan misalnya kesehatan paru-paru dan kesehatan
reproduksi. Pada saat merokok sebenarnya paru-paru terpapar dengan hasil
pembakaran tembakau yang bersifat racun. Racun hasil pembakaran rokok akan
dibawa oleh darah dan akan menyebabkan gangguan fungsi pada alat
reproduksi.

b. Pesan gizi seimbang untuk remaja usia 10-19 tahun (Pra Pubertas dan
Pubertas)
Kelompok ini adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak menjadi remaja muda
sampai dewasa. Kondisi penting yang berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi
kelompok ini adalah pertumbuhan cepat memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan,
menstruasi dan perhatian terhadap penampilan fisik citra tubuh (body image) pada
remaja puteri. Dengan demikian perhitungan terhadap kebutuhan zat gizi pada
kelompok ini harus memperhatikan kondisi-kondisi tersebut. Khusus pada remaja
puteri, perhatian harus lebih ditekankan terhadap persiapan mereka sebelum
menikah.

Secara umum anak usia 10-19 tahun telah memasuki masa remaja yang
mempunyai karakteristik motorik dan kognitif yang lebih dewasa dibanding usia
sebelumnya. Anak remaja laki–laki pada umumnya menyukai aktivitas fisik yang
berat dan berkeringat. Dari sisi pertumbuhan linier (tinggi badan) pada awal remaja
terjadi pertumbuhan pesat tahap kedua. Hal ini berdampak pada pentingnya
kebutuhan energi, protein, lemak, air, kalsium, magnesium, vitamin D dan vitamin A
yang penting bagi pertumbuhan. Pesan gizi seimbang untuk remaja sama dengan
pesan-pesan untuk anak usia 6-9 tahun, yang membedakan adalah porsinya yang
lebih banyak. Sedangkan untuk remaja putri dan calon pengantin diberikan pesan
khusus sebagai berikut:

1) Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan


Remaja putri dan calon pengantin perlu mengonsumsi aneka ragam makanan
untuk memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat gizi mikro (vitamin dan
mineral) karena digunakan untuk pertumbuhan yang cepat, peningkatan volume
darah dan peningkatan haemoglobin. Zat gizi mikro penting yang diperlukan
pada remaja putri adalah zat besi dan asam folat.

Kebutuhan zat besi bagi remaja putri dan calon pengantin diperlukan untuk
membentuk haemoglobin yang mengalami peningkatan dan mencegah anemia
yang disebabkan karena kehilangan zat besi selama menstruasi. Asam folat
digunakan untuk pembentukan sel dan sistem saraf termasuk sel darah merah.
Asam folat berperan penting pada pembentukan DNA dan metabolisme asam
amino dalam tubuh. Kekurangan asam folat dapat mengakibatkan anemia
karena terjadinya gangguan pada pembentukan DNA yang mengakibatkan
gangguan pembelahan sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah
menjadi kurang. Asam folat bersama-sama dengan vitamin B6 dan B12 dapat

202
membantu mencegah penyakit jantung. Seperti halnya zat besi, asam folat
banyak terdapat pada sayuran hijau, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Konsumsi
asam folat pada orang dewasa disarankan sebanyak 1000 gr/hari.
Remaja putri (di atas 16 tahun) yang menikah sebaiknya menunda kehamilan.
Bila hamil perlu mengonsumsi pangan kaya asam folat dan zat besi secara
cukup, minimal 4 bulan sebelum kehamilan agar terhindar dari anemia dan risiko
bayi lahir dengan cacat pada sistem saraf (otak) atau cacat tabung saraf (Neural
Tube Deffect).

2) Banyak makan sayuran hijau dan buah-buahan berwarna


Sayuran hijau seperti bayam, kangkung, brokoli dan sayur kacang (buncis,
kacang panjang, dll) banyak mengandung karotenoid dan asam folat yang
sangat diperlukan pada masa kehamilan.
Buah-buahan berwarna seperti pepaya, jeruk, mangga dan lain-lain merupakan
sumber vitamin yang baik bagi tubuh. Buah-buahan juga banyak mengandung
serat dapat melancarkan buang air besar (BAB) sehingga mengurangi risiko
sembelit. Buah berwarna, baik berwarna kuning, merah, merah jingga, orange,
biru, ungu, dan lainnya, pada umumnya banyak mengandung vitamin,
khususnya vitamin A, dan antioksidan. Vitamin diperlukan tubuh untuk
membantu proses-proses metabolisme di dalam tubuh, sedangkan antioksidan
diperlukan untuk merusak senyawa-senyawa hasil oksidasi, radikal bebas, yang
berpengaruh tidak baik bagi kesehatan.

Pokok Bahasan 2.
Pengaturan Menu Makanan Sesuai Pedoman Gizi Seimbang

1. Pengaturan menu gizi seimbang

Tabel 1. Kecukupan Gizi bagi Anak Usia Sekolah berdasarkan Anjuran Penukar (p)
Zat Gizi & Kelompok Umur (Tahun)
Bahan 4-6 7-9 10-12 13-15 16-18
Makanan
P W P W P W
Energi (Kal) 1600 1850 2100 2000 2475 2125 2675 2125
Nasi 3p 4p 5p 5p 6p 5p 6p 5p
Daging sapi 3p 3p 3p 3p 4p 3p 4p 3p
Tempe 2p 3p 3p 3p 4p 3p 4p 3p
Sayuran 2p 3p 4p 3p 3p 3p 4p 3p
Buah 31/2p 4p 5p 4p 4p 4p 5p 4p
Susu 1p 1p 1p 1p 2p 1p 2p 1p
Minyak 3p 41/2p 5p 5p 7p 7p 7p 7p
Gula 2p 2p 1p 1p 1p 1p 1p 1p
Keterangan:
1p Nasi = 100 gram 1p Susu = 200 ml
1p Daging sapi = 50 gram 1p Minyak = 5 gtam
1p Tempe = 50 gram 1p Gula = 10 gram
1p Sayuran = 100 gram 1p Buah = 100 gram

2. Daftar pangan sumber karbohidrat sebagai penukar 1 (satu) porsi nasi:

Tabel 2. Daftar pangan sumber karbohidrat sebagai penukar 1 (satu) porsi nasi

Nama Pangan Ukuran Rumah Tangga (URT) Berat dalam

203
Gram
Bihun ½ gelas 50
Biskuit 4 buah besar 40
Jagung segar 2 buah sedang 125
Kentang 2 buah sedang 210
Makaroni ½ gelas 50
Mie basah 2 gelas 200
Mie kering 1 gelas 50
Nasi beras giling ¾ gelas 100
merah
Roti putih 3 iris 70
Roti warna coklat 3 iris 70
Singkong 1 ½ potong 120
Sukun 3 potong sedang 150
Talas ½ biji sedang 125
Tepung Beras 8 sendok makan 50
Tepung Terigu 5 sendok makan 50
Ubi jalar kuning 1 biji sedang 135
Kerupuk udang/ikan 3 biji sedang 30

3. Daftar lauk pauk sumber Protein hewani sebagai penukar 1 porsi Ikan segar
adalah:

Tabel 3. Daftar lauk pauk sumber Protein hewani sebagai penukar 1 porsi Ikan segar

Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat dalam Gram


Tangga (URT)
Daging sapi 1 potong sedang 35
Daging ayam 1 potong sedang 40
Hati sapi 1 potong sedang 50
Ikan asin 1 potong kecil 15
ikan teri kering 1 sendok makan 20
Telur ayam 1 butir 55
Udang basah 5 ekor sedang 35

4. Daftar pangan sumber protein nabati sebagai penukar 1 porsi tempe adalah:

Tabel 4. Daftar pangan sumber protein nabati sebagai penukar 1 porsi tempe

Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga Berat dalam


(URT) Gram
Kacang hijau 2 ½ sendok makan 25
Kacang kedelai 2 ½ sendok makan 25
Kacang merah 2 ½ sendok makan 25
Kacang mete 1 ½ sendok makan 15
Kacang tanah kupas 2 sendok makan 20
Kembang tahu 1 lembar 20
Oncom 2 potong besar 50
Petai segar 1 papan/biji segar 20
Tahu 2 potong sedang 100

204
Sari kedelai 2 ½ gelas 185

Tabel kelompok pangan sayuran


Berdasarkan kandungan zat gizinya kelompok sayuran dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
▪ Golongan A, kandungan kalorinya sangat rendah:
Gambas Jamur kuping Tomat sayur Oyong
Ketimun Labu air Selada air
Selada Lobak Daun bawang

▪ Golongan B, kandungan zat gizi per porsi (100 gram) adalah: 25 kal, 5 gram
karbohidrat , dan 1 gram protein.
Satu (1) porsi sayuran adalah kurang lebih 1 (satu) gelas sayuran setelah dimasak
dan ditiriskan.

Jenis sayuran termasuk golongan ini:


Bayam Bit Labu Waluh Genjer
Kapri muda Kol Daun talas Jagung muda
Brokoli Daun Kecipir Pepaya muda Sawi
Kembang kol Buncis Labu siam Rebung
Kemangi Daun kacang Pare Taoge
panjang
Kangkung Terong Kacang panjang Wortel

▪ Golongan C, kandungan zat gizi per porsi (100 gram) adalah 50 kal, 10 gram
karbohidrat, dan 3 gram protein.
Satu (1) porsi sayuran adalah kurang lebih 1 (Satu) gelas sayuran setelah dimasak
dan ditiriskan.

Jenis sayuran termasuk golongan ini:


Bayam merah Mangkokan Nangka muda Daun pepaya
Daun katuk Kacang kapri Mlinjo Taoge kedelai
Daun melinjo Daun talas Kluwih Daun singkong

Kandungan zat gizi per porsi buah (setara dengan 1 buah Pisang Ambon ukuran
sedang) atau 50 gram, mengandung 50 kalori dan 10 gram karbohidrat

Daftar buah-buahan sebagai penukar 1 (satu) porsi buah:


Nama Buah Ukuran Rumah Tangga Berat dalam gram (berat
(URT) tanpa kulit dan biji / beray
bersih)
Alpukat ½ buah besar 50
Anggur 20 buah sedang 165
Apel merah 1 buah kecil 85
Apel malang 1 buah sedang 75
Belimbing 1 buah besar 125-140
Blewah 1 potong sedang 70
Duku 10-16 buah sedang 80
Durian 2 biji besar 35
Jambu air 2 buah sedang 100

205
Jambu biji 1 buah besar 100
Jambu bol 1 buah kecil 90
Jeruk bali 1 potong 105
Jeruk garut 1 buah sedang 115
Jeruk manis 2 buah sedang 100
Jeruk nipis 1 ¼ gelas 135
kedondong 2 buah sedang/besar 100/120
Kesemek ½ buah 65
Kurma 3 buah 15
Leci 10 buah 75
Mangga ¾ buah besar 90
Manggis 2 buah sedang 80
Markisa ¾ buah sedang 35
Melon 1 potong 90
Nangka Masak 3 biji sedang 50
Nanas ¼ buah sedang 85
Pear ½ buah sedang 85
Pepaya 1 potong besar 100-190
Pisang ambon 1 buah sedang 50
Pisang kepok 1 buah 45
Pisang mas 2 buah 40
Pisang raja 2 buah kecil 40
Rambutan 8 buah 75
Sawo 1 buah sedang 50
Salak 2 buah sedang 65
Semangka 2 potong sedang 180
Sirsak ½ gelas 60
Sirkaya 2 buah besar 50
Strawberry 4 buah besar 215

Contoh Menu Gizi Seimbang yang dapat diterapkan pada anak dan remaja sesuai umur
dan kalori yang dibutuhkan:

Contoh Menu Seimbang untuk Anak Sekolah 1850 Kalori (7-9 tahun)
Waktu Menu Bahan Makanan URT Jumlah Satuan
Makan
Pagi Nasi putih Beras ¾ gelas 100 gram
Ayam Kecap Ayam 1 potong sedang 50 gram
Tahu bumbu bali Tahu 1 potong sedang 50 gram
Cah sayur Buncis muda ½ mangkuk 50 gram
Wortel 2 potong sedang 50 gram
Susu Susu 1 gelas 200 mL

Selingan Kue naga sari Tepung beras 2 sdm 20 gram


(10.00)
Pisang 1 potong 25 gram
Gula 2 sdm 20 gram
Santan ½ gelas 100 mL

Siang Nasi Putih Beras ¾ gelas 100 gram


Ikan asam manis Ikan gurame 1 potong sedang 50 gram

206
Minyak 1 sdm 10 mL
Sate tempe Tempe 1 potong sedang 50 gram
Cah sayuran Wortel 1 potong sedang 25 gram
Sawi hijau 5 lembar 20 gram
Kol 2 lembar 20 gram
Buah Pepaya 1 potong sedang 150 gram
Selingan Buah Semangka 1 potong sedang 150 gram
(15.00)
Puding buah Pepaya 1 potong sedang 100 gram
sari jeruk 2 buah jeruk 75 gram
Gula 2 sdm 20 gram
Malam Nasi putih Beras ¾ gelas 100 gram
Telur dadar Telur ayam 1 butir 50 gram
Minyak 1 sdt 5 mL
Pepes tahu Tahu 1 potong sedang 50 gram
Sup Sayuran Wortel 1 potong sedang 50 gram
Buncis 2 buah 30 gram
Kol 1 lembar 20 gram
Buah Jeruk 1 buah 75 gram

Contoh Menu Seimbang untuk Anak Sekolah 2100 kalori (10-12 tahun)
Waktu Menu Bahan Makanan URT Jumlah Satuan
Makan
Pagi Nasi putih Beras 1 gelas 150 gram
Telur Telur 1 butir 50 gram
dadarsayuran
Kol 2 lembar 20 gram
Minyak 1 sdm 10 gram
Tahu bumbu acar Tahu 1 potong sedang 50 gram
Tumis Kangkung Kangkung 1 gelas 100 gram
Minyak 1 sdm 10 gram
Susu Susu 1 gelas 200 mL
Selingan Buah Pisang 1 buah sedang 75 gram
(10.00)
Bakwan sayuran Tepung 2 sdm 20 gram
Wortel, Kol 2 sdm 30 gram
MInyak 1 sdm 10 gram
Siang Nasi putih Beras 1 ½ gelas 200 gram
Semur daging Daging sapi 1 potong sedang 50 gram
sapi

Tempe goreng Tempe 1 potong sedang 25 gram


Minyak 1 sdm 10 gram
Tumis sayuran Wortel 1 potong sedang 50 gram
Buncis ½ mangkuk 50 gram
Buah Mangga 1 buah sedang 100 gram
Selingan Buah Melon 1 potong sedang 150 gram
(15.00)
Nagasari Tepung 2 sdm 20 gram
Pisang kapok ½ potong 25 gram
sedang

207
Gula 1 sdm 10 gram
Nasi putih Beras 1 gelas 150 gram
Malam
Opor ayam Ayam 1 potong 50 gram
Santan ½ gelas 100 gram
Tumis Kacang Kacang Tolo 2 sdm 20 gram
Tolo
Capcai Wortel 1 potong kecil 40 gram
Kol 3 lembar 30 gram
Sawi 3 lembar 30 gram
Buah Pepaya 1 potong sedang 150 gram

Contoh Menu Seimbang untuk Anak Sekolah 2475 Kalori (13-15 tahun)
Waktu Menu Bahan Makanan URT Ukuran Satuan
Makan
Pagi Nasi putih Beras 1 gelas 150 gram
Empal Gepuk Daging sapi 1 potong sedang 50 gram
Bola-bola tahu Tahu 1 potong sedang 50 gram
Acar matang Wortel 1 potong sedang 50 gram
Ketimun 1 potong sedang 50 gram
Susu Susu 1 gelas 200 mL
Selingan Buah Semangka 1 potong sedang 75 gram
(10.00)
Batagor kuah Tepung 1 potong sedang 75 gram
Tahu ½ potong 50 gram
Minyak 1 sdm 10 mL
Siang Nasi putih Beras 1 ½ gelas 200 gram
Ikan bakar Ikan kembung 1 ekor sedang 50 gram
Tempe bacem Tempe 1 potong 50 gram
Gula 1 sdm 10 gram
Sayur bening Bayam ½ mangkuk 50 gram
Jagung ½ buah 25 gram
Wortel ½ buah 25 gram
Buah Nanas 1/6 buah 150 gram
Selingan Sup Buah Aneka buah + 1 mangkok 150 gram
(15.00) susu
Tahu isi goring Tahu ½ potong 50 gram
sedang
Wortel ¼ buah 25 gram
Tauge 1 sdm 10 gram
Malam Nasi putih Beras 1 ½ gelas 200 gram
Sambal goreng Telur puyuh 5 butir 50 gram
telur puyuh
Kentang 1 buah sedang 50 gram
Tempe bumbu Tempe 1 potong sedang 25 gram
kuning
Tumis sayuran Buncis muda ½ mangkuk 50 gram
Buah Pisang raja 1 buah 75 gram

Contoh Menu Seimbang untuk Anak Sekolah 2675 Kalori (16-19 tahun)
Waktu Menu Bahan Makanan URT Ukuran Satuan
Makan
Pagi Nasi putih Beras 1 ½ gelas 200 gram

208
Ayam goreng Ayam 1 potong sedang 50 gram
tepung
Tepung 1 sdm 10 gram
Minyak 1 sdm 10 mL
Semur Tahu Tahu 1 potong sedang 50 gram
Tumis Kacang Kacang panjang ½ mangkuk 50 gram
Panjang
Minyak 1 sdm 10 mL
Susu Susu 1 gelas 200 mL
Selingan Buah Pisang Ambon 1 buah sedang 75 gram
(10.00)
Lontong Isi Beras ¼ gelas 25 gram
Ayam 1 potong kecil 25 gram
Wortel ½ buah 25 gram
Siang Nasi putih Beras 1 ¾ gelas 250 gram
Ikan pesmol Ikan mas 1 potong sedang 50 gram
Minyak 1 sdm 10 gram
Tempe bacem Tempe 1 potong sedang 25 gram
Gula 1 sdm 10 gram
Sayur bening Bayam 1 potong sedang 50 gram
Gambas 1 potong sedang 40 gram
Buah Pepaya 1 potong sedang 150 gram
Selingan Buah Semangka 1 potong sedang 150 gram
(15.00)
Bubur kacang Kacang hijau 2 ½ sdm 25 gram
hijau
Gula Merah 2 sdm 20 gram
Santan ¼ gelas 50 gram
Malam Nasi putih Beras 1 ½ gelas 200 gram
Rendang daging Daging sapi 1 potong sedang 50 gram
sapi Kacang
merah
Kacang merah 1 sdm 25 gram
Santan ½ gelas 100 gram
Tumis Daun Daun singkong 1 gelas 100 gram
singkong
Minyak 1 sdm 10 gram
Buah Pisang raja 1 buah 75 gram

Pokok Bahasan 3.
Aktivitas Fisik Pada Usia Sekolah Dan Remaja

A. Pengertian, Klasifikasi dan Manfaat Aktifitas Fisik

1. Pengertian
a. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dapat meningkatkan pengeluaran
tenaga atau energi.
b. Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur,
terencana, dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran
jasmani.

209
c. Olahraga adalah salah satu bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur,
terencana, dan berkesinambungan dengan mengikuti aturan-aturan tertentu dan
bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi.

2. Klasifikasi aktivitas fisik


a. Aktivitas fisik ringan (low intensity physical activity):
Melakukan aktivitas fisik harian atau pekerjaan sehari-hari, seperti menyapu,
mencuci, berkebun, memasak.
b. Aktivitas fisik sedang (moderate-intensity physical activity):
Bekerja cukup keras untuk meningkatkan denyut jantung dan berkeringat, namun
masih bisa bercakap-cakap, seperti jalan 4,8 km/jam, badminton santai, bersepeda
lahan datar dan pelan 16,1-19,3 km/jam, dansa slow, renang santai, tenis double.
c. Aktivitas fisik berat (vigorously intensity physical activity):
Melakukan latihan fisik atau olahraga intensif yang meningkatkan denyut nadi yang
fluktuatif, seperti jalan cepat 7,2 km/jam, jogging 8,1 km/jam, lari 11,3 km/jam,
basket-game, sepak bola kompetisi, tennis tunggal.

3. Manfaat aktivitas fisik dan latihan fisik/olahraga untuk anak


a. Meningkatkan kebugaran jasmani anak
b. Mengaktifkan hormon pertumbuhan
c. Meningkatkan kekuatan otot dan tulang
d. Membentuk postur tubuh yang baik
e. Mengendalikan berat badan
f. Menurunkan risiko terjadinya kegemukan
g. Meningkatkan metabolisme tubuh
h. Melancarkan aliran darah
i. Meningkatkan kerja otak
j. Menurunkan tingkat kecemasan
k. Menurunkan stres
l. Membentuk kebiasaan positif melakukan aktivitas fisik sebagai bagian penting dari
kehidupan sehari-hari dan membiasakan sampai dewasa;
m. Membuat anak memiliki sikap dan hubungan interaksi sosial yang positif terhadap
lingkungan di rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya;
n. Membangun karakter anak dalam hal disiplin, kesabaran dan ketaataan pada
aturan yang diikuti dan diterapkan pada dirinya.

B. Rekomendasi Aktivitas Fisik

1. Prinsip
a. Membudayakan aktivitas fisik sebagai kegiatan yang menyenangkan dan
menyehatkan.
b. Meningkatkan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari.
c. Mengurangi kegiatan non aktif seperti nonton TV, nonton video, permainan
komputer, dll.
d. Kegiatan aktivitas fisik dapat dilakukan di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di
dalam gedung, di luar gedung, di perjalanan ke sekolah. Kegiatan ini dilakukan
bersama orang tua dan anggota keluarga lain.

2. Rekomendasi yang dianjurkan:


Kebiasaan anak untuk melakukan aktivitas fisik perlu dukungan dari orang tua,
keluarga, guru dan teman yang menyediakan fasilitas dan kesempatan untuk bermain
dan berolahraga. Pencegahan kegemukan yang dibiasakan sejak usia dini akan
mempengaruhi keberhasilan program. Orangtua dan keluarga mengingatkan anak
untuk memilih melakukan kegiatan bermain dibandingkan duduk. Guru memberi
kesempatan anak bermain (aktivitas fisik) pada jam istirahat dan melakukan

210
peregangan (stretching) di antara waktu pergantian jam pelajaran untuk
menghilangkan kepenatan dan kekakuan akibat duduk terlalu lama. Teman bermain
dan kegiatan berkelompok perlu dipupuk untuk menghilangkan kejenuhan bermain
sendiri.

Tabel. Rekomendasi aktivitas fisik, latihan fisik, dan olahraga pada anak untuk
mencegah kegemukan

Usia 6 – 12 tahun Usia 13 – 19 tahun


• Aktivitas fisik di sekolah dilakukan • Aktivitas fisik di sekolah dilakukan
melalui kurikulum penjasorkes melalui kurikulum penjasorkes (intra
(intra/ekstra kurikuler) 1 jam 3 -4 maupun ekstra kurikuler) 1 jam, 3- 4
kali dalam seminggu dan kali dalam seminggu dan
memanfaatkan waktu istirahat memanfaatkan waktu istirahat dengan
dengan bermain di halaman melakukan aktivitas fisik di luar kelas.
sekolah. • Aktivitas fisik di luar sekolah
• Aktivitas fisik di rumah dilakukan dilakukan sesuai dengan kesenangan
sesuai dengan kesenangan dan dan minat bersama teman atau
minat bersama keluarga dan teman kelompok.
bermain. • Latihan fisik terprogram dilakukan
• Latihan fisik terprogram dilakukan secara bertahap, baik, benar, terukur,
secara bertahap, baik, benar, dan teratur sesuai kondisi medis yang
terukur, dan teratur sesuai dengan dimulai dengan latihan pemanasan,
kondisi fisik medis yang dimulai dilanjutkan dengan latihan inti sesuai
dengan latihan pemanasan, pilihan, dan diakhiri dengan latihan
dilanjutkan dengan latihan inti pendinginan.
sesuai pilihan, dan diakhiri dengan • Latihan fisik untuk melatih
latihan pendinginan. keterampilan motorik, fleksibilitas,
• Latihan fisik untuk melatih keseimbangan, kekuatan dan daya
kemampuan gerak dasar, tahan otot.
fleksibilitas, kekuatan otot dan • Olahraga dalam kelompok untuk
keseimbangan. meningkatkan keterampilan teknik
• Olahraga dalam kelompok untuk dan strategi.
meningkatkan keterampilan teknik
dan strategi.

3. Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan anak:


a. Berjalan atau bersepeda ke sekolah
b. Bermain permainan pada saat waktu istirahat disekolah
c. Peregangan (stretching) pada saat pergantian jam pelajaran di sekolah
d. Bermain dengan teman mereka
e. Mengikuti klub olahraga setelah sekolah (ekstrakulikuler)
f. Aktivitas bersama keluarga, seperti jalan kaki, bersepeda, berenang.
g. Membantu pekerjaan di rumah

Pokok Bahasan 4.
Pengelolaan Kantin Sekolah

A. Pengertian, Pengelolaan Kantin Sekolah, dan Tujuan Penyediaan Makanan Sehat

211
1. Pengertian
Kantin sekolah merupakan tempat penjualan makanan yang dikelola oleh warga
sekolah, berada dalam pekarangan sekolah dan dibuka selama hari sekolah. Kantin
sekolah harus dikelola dan diselenggarakan dengan memperhatikan kebersihan,
keamanan makanan, cara pemasakan, penyajian dan pengolahan yang sesuai
dengan syarat kesehatan serta mempertimbangkan aspek ekonomi.
Dengan keteladanan yang dapat ditiru dari kantin sekolah dalam aspek penyediaan
makanan memenuhi syarat gizi, perlakuan dan penanganan yang memenuhi syarat
kesehatan, maka kantin sekolah akan menjadi wahana belajar dan praktik peserta
didik untuk menerapkan cara makan makanan sehat dan bergizi bagi dirinya dan
lingkungannya.

2. Tujuan Penyediaan Makanan di Kantin Sekolah:


a. Menambah dan melengkapi makanan peserta didik baik dalam kuantitas maupun
kualitas.
b. Mendidik peserta didik untuk dapat memilih makanan yang bergizi dan memotivasi
peserta didik untuk mencobanya.
c. Memperkenalkan makanan baru sebagai variasi hidangan dan memotivasi peserta
didik untuk mencobanya.
d. Memberikan contoh kebiasaan yang baik dan menurut syarat kesehatan, termasuk
pada saat sebelum dan sesudah makan.
e. Meningkatkan selera makan, menimbulkan rasa akrab antara teman, dan
pertemuan sosial yang menyenangkan.
f. Melatih peserta didik untuk disiplin, sabar, tertib pada pekerjaan yang praktis
secara bergilir.
g. Menerapkan cara belajar sambil berbuat dan membina suatu bentuk koperasi
sekolah.

3. Pengelolaan kantin sekolah


Pengelolaan kantin sekolah harus memperhatikan aspek sebagai berikut:
a. Tenaga
Penyelenggaraan makanan kantin sekolah memerlukan seorang penanggung
jawab kantin yang mempunyai tugas pokok sebagai penanggung jawab
kelangsungan kantin sekolah secara keseluruhan, baik ke dalam (sekolah) maupun
keluar yaitu kepada orang tua peserta didik dan instansi yang berwenang/ terkait
terutama bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Tenaga ini
seyogyanya memiliki kualifikasi sebagai berikut: berbadan sehat, bebas dari
penyakit menular, bersih dan rapih, mengerti tentang kesehatan dan memiliki
disiplin kerja yang tinggi.

Tenaga pelaksana perlu memiliki pengetahuan gizi praktis dan sederhana sehingga
tahu makanan atau jajanan yang baik untuk dijual di kantin sekolah. Selain itu,
tenaga pelaksana harus mengerti cara pemasakan bahan makanan menurut syarat
gizi dan kesehatan, serta memelihara kebersihan alat-alat makan (mencuci dengan
air bersih dan sabun).

Pengawasan terhadap kualitas makanan, kebersihan, tenaga, peralatan dan


ruangan kantin perlu dilakukan agar tujuan penyediaan kantin sekolah dapat
tercapai. Pengawasan ini dapat dilaksanakan oleh guru piket Usaha Kesehatan
Sekolah atau guru yang mengajarkan materi kesehatan dan penyakit.

b. Lokasi dan ruang makan


Lokasi kantin harus dalam pekarangan sekolah dan sedapat mungkin masih dalam
wilayah gedung sekolah, tidak berdekatan dengan jamban, kamar mandi dan

212
tempat pembuangan sampah. Ruangan makan harus cukup luas, bersih, nyaman
dan ventilasi cukup dengan sirkulasi udara yang baik. Lantai hendaknya terbuat
dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. Dinding dan langit-langit selalu
bersih dan di cat terang. Jendela yang digunakan sebagai ventilasi hendaknya
berkasa untuk menghindari lalat masuk. Ruang makan dilengkapi dengan tempat
cuci tangan (Sebaiknya dengan air yang mengalir/kran) dan sabun yang letaknya
mudah dijangkau oleh peserta didik.
c. Peralatan dan perlengkapan
Penyediaan makanan yang baik perlu ditunjang oleh peralatan yang sesuai dengan
kebutuhan dan kapasitas yang dilayani. Kebutuhan perlengkapan dan peralatan
sesuai menu yang diselenggarakan. Peralatan selalu dicuci dengan sabun dan air
bersih.

d. Dana
Investasi pertama yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan kantin
sekolah adalah dana untuk sarana fisik dan bahan makanan. Dana dapat
bersumber dari sekolah sepenuhnya, dari sekolah dengan orang tua murid, dari
orang tua murid sepenuhnya ataupun diborongkan pada pengusaha jasa boga.
Dana selanjutnya diperoleh dan dimanfaatkan melalui penjualanan makanan di
kantin sekolah.

B. Syarat Makanan Sehat di Kantin Sekolah


Makanan untuk kantin sekolah disajikan dalam bentuk makanan tambahan/selingan,
makanan lengkap porsi kecil ataupun jenis makanan kecil yang padat gizi. Sebaiknya
dalam penyediaan makanan di kantin sekolah menggunakan makanan segar yang
langsung diolah dan disajikan bertepatan pada waktu hari sekolah. Penyajian makanan
harus tertutup agar terhindar dari kotoran, debu dan serangga/lalat.

Makanan yang disediakan di sekolah dapat digolongkan sebagai berikut:


a. Makanan yang dihidangkan sebagai makanan tunggal, misalnya:
1. Sumber zat tenaga: singkong goreng, pisang goreng, ubi goreng, jagung urap,
lupis, ketan, getuk, ketimus dan tiwul.
2. Sumber zat pembangun: tempe goreng, tahu goreng, bakwan udang, rempeyek
kacang, rempeyek teri, bubur kacang ijo.
3. Sumber zat pengatur: pisang ambon, pepaya, jambu, jambu biji, mangga, apel,
kesemek, es buah, rujak, nanas, nangka, asinan dan melon (segar).

b. Makanan yang dipersiapkan dengan campuran zat tenaga, zat pembangun atau zat
pengatur, misalnya: soto ayam, mi bakso. Mi goreng, gado-gado, nasi uduk, nasi
pecel, nasi kuning, lontong sayur, siomay, nasi rames, tauge goreng, gandasturi, kue
dadar isi kacang ijo, lemper, risoles, kroket, combro dan tahu isi.

Syarat makanan sehat di kantin sekolah sebagai berikut:


1) Tidak tercemar bahan-bahan kimia, fisik dan biologi.
2) Makanan yang dijual dapat memenuhi zat gizi, bersih, aman dan sehat. untuk
dikonsumsi.
- Bergizi artinya makanan tersebut mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh.
- Bersih artinya makanan tersebut tidak dicemari oleh kotoran-kotoran yang dapat
menimbulkan penyakit.
- Aman dan sehat artinya makanan yang dikonsumsi belum kedaluarsa dan bebas
dari bahan-bahan yang bersifat racun bagi tubuh.
3) Tidak diperbolehkan menjual makanan/minuman yang mengandung soda, pemanis
buatan yang berlebihan dan pewarna bukan untuk makanan.

213
4) Makanan dan jajanan dikantin sekolah harus di simpan dalam tempat yang tertutup
agar tidak tercemar oleh bakteri.
5) Makanan tidak dibungkus dengan kertas koran atau kertas bertinta dan plastik
kresek.

Bahan-bahan tertentu dapat ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi


sifat atau bentuk makanan, yang disebut dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP).
Penggunaan BTP diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) dan tidak boleh melebihi batas maksimum
yang ditetapkan. BTP yang sering digunakan dalam produksi pangan antara lain
pewarna, pengawet, penguat rasa dan pemanis.

1. Bahan Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk memperbaiki atau
memberi warna pada makanan agar kelihatan lebih menarik. Bahan pewarna
digolongkan menjadi bahan pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami diambil dari
tumbuhan misalnya warna hijau dari daun suji, warna kuning dari kunyit, warna
merah dari tomat atau bit, warna coklat dari karamel. Pewarna sintetik dibuat
dengan menggunakan bahan kimia. Makanan yang sering diberi pewarna adalah
sirup, minuman ringan, permen dan selai, contohnya: karmin merah alura, biru
berlian, indigotin, klorofil, karoten, titanium dioksid. Beberapa pewarna terlarang
dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan terutama makanan jajanan
adalah Metanin Yellow (kuning metanin) dan Rodhamin B berwarna merah. Kedua
pewarna ini telah dibuktikan penyebab gangguan kesehatan yang gejalanya tidak
dapat terlihat langsung setelah mengonsumsi. Oleh karena itu dilarang digunakan
di dalam makanan dan minuman meskipun digunakan dalam jumlah sedikit.

2. Bahan Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan
oleh mikroorganisme. Contoh bahan pengawet: asam benzoat, asam ascorbat,
asam propionat yang sering digunakan untuk mengawetkan makanan dan
minuman seperti sari buah. minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jeli, kecap
dan lain-lain.

3. Bahan Penguat Rasa


Bahan penguat rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau
memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa
memberikan rasa dan/atau aroma baru. Contoh bahan-bahan penguat rasa adalah
mono sodium glutamat (MSG), yang memiliki Acceptable Daily Intake (ADI) not
specified, artinya bila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah wajar tidak menimbulkan
bahaya terhadap kesehatan. Namun ada beberapa data yang menunjukkan bahwa
beberapa orang tertentu sensitif terhadap MSG.

4. Bahan Pemanis Buatan


Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa
manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai kalori. Biasanya
digunakan pada makanan yang ditujukan kepada penderita diabetes melitus natau
keperluan diet. Penggunaan pemanis buatan harus dilakukan secara terkontrol
sesuai denngan batasan yang diperbolehkan. Pemanis buatan yang paling umum
digunakan adalah siklamat dan sakarin atau sering disebut biang gula.

5. Bahan Berbahaya
Selain Bahan Tambahan Pangan yang boleh digunakan sesuai aturan, terdapat
bahan-bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada produksi makanan.

214
Bahan-bahan berbahaya ini digunakan untuk keperluan non pangan dan sama
sekali tidak boleh digunakan pada makanan.
Makanan yang dijual belum tentu aman dan sehat karena mungkin mengandung
bahan berbahaya yang peruntukkannya bukan untuk makanan. Makanan seperti ini
dapat memberi efek negatif bagi tubuh karena mengandung bahan berbahaya.
Beberapa pewarna yang dilarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada
makanan terutama makanan jajanan adalah metanil yellow (warna kuning) dan
rhodamin B (warna merah). Kedua pewarna ini menyebabkan gangguan kesehatan
yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengonsumsi. Oleh karena itu
bahan tersebut dilarang digunakan dalam makanan dan minuman meskipun
digunakan dalam jumlah sedikit.
Pada saat ini masih banyak ditemukan penyalahgunaan bahan yang dilarang dan
berbahaya bagi kesehatan misalnya boraks dan formalin. Penggunaan boraks
sering ditemukan pada pembuatan bakso, mie basah, lontong dan ketupat.

Pokok Bahasan 5.
Peran Warga Sekolah Dalam Pencegahan Masalah Gizi Pada Usia Sekolah Dan
Remaja

A. Penyelenggaraan Makan Bersama Di Sekolah


Penyelenggaraan makan bersama di sekolah bertujuan memberikan edukasi gizi
seimbang. Penyelenggaraan makan bersama dapat berupa sarapan bersama maupun
kudapan bersama.
a. Sarapan Bersama
1) Kegiatan:
Sarapan Bersama dengan bekal yang dibawa dari rumah berupa menu makanan
lengkap yang bergizi seimbang, terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayuran dan buah.
2) Sarana:
Bekal dari rumah dengan menu makanan lengkap yang bergizi seimbang untuk
sarapan.
3) Waktu Pelaksanaan :
- Sebelum memulai kegiatan belajar mengajar
- Dilaksanakan minimal 2 kali seminggu
4) Pelaksana :
- Masing-masing Wali Kelas
- Guru UKS (koordinator)
- Orang tua peserta didik
- Peserta didik
5) Mekanisme Pelaksanaan:
- Kepala Sekolah mensosialisasikan kegiatan sarapan pagi bersama kepada
para guru minimal 2 kali seminggu
- Kepala Sekolah dan Guru mensosialisasikan kepada orang tua siswa tentang
kegiatan sarapan pagi bersama yang disiapkan oleh masing-masing orang
tua/wali peserta didik untuk menghindari jajan tidak sehat.
Pada sosialisasi disampaikan agar orang tua menyediakan bekal dari rumah
untuk sarapan bersama dengan menu sarapan lengkap sesuai dengan
pedoman gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayuran dan buah.
Dijelaskan juga bahwa sarapan penting bagi anak sekolah, karena jika anak
tidak sarapan pagi dapat menyebabkan anak tidak konsentrasi belajar dan
mengantuk. Sarapan pagi yang cukup adalah ¼ atau 25% dari jumlah
kebutuhan gizi sehari.

215
- Masing-masing wali kelas bertangungjawab untuk mengontrol menu makanan
yang dibawa oleh peserta didik.
- Peserta didik diharuskan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan
sesudah sarapan dengan tertib dan teratur.
- Sarapandiawali dan diakhiri dengan berdo’a.
- Waktu pelaksanaan sarapan adalah pagi hari sebelum dimulainya pemberian
mata pelajaran pertama. Waktu yang diperlukan kurang lebih 30 menit dan
dapat dilakukan bersama di aula/ halaman/ lapangan/ ruang kelas.
- Peserta didik sekaligus diberikan edukasi gizi seimbang yang dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan atau guru.
- Contoh menu sarapan lengkap:
Menu 1:
Nasi putih, ikan pepes, tempe goreng, sayur sop dan buah jeruk
Menu 2:
Nasi Putih, Ayam Bacem, Tahu Bumbu Kuning, Sayur Capcay dan Buah
Pisang
Menu 3:
Nasi Putih, Semur Telur Ayam, Tahu Bakso Tumis Kacang Panjang + Wortel
dan Buah Semangka

b. Kudapan Bersama
1) Kegiatan:
Makan kudapan bersama dengan bekal dari rumah
2) Menu:
Buah-buahan/rebusan/makanan berprotein
3) Waktu Pelaksanaan:
Waktu jam istirahat pertama
4) Pelaksana :
- Masing-masing Wali Kelas
- Guru UKS (koordinator)
- Orang tua peserta didik
- Peserta didik
5) Mekanisme Pelaksanaan:
- Mekanisme kudapan bersama seperti mekanisme pada sarapan bersama.
Yang membedakan adalah bekal kudapan yang dibawa oleh peserta didik
berupa buah-buahan/rebusan/makanan berprotein yang mencukupi 10%
kebutuhan gizi anak dalam sehari.
- Peserta didik sekaligus diberikan edukasi gizi seimbang yang dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan atau guru.

216
B. PMT AS Untuk Anak Sekolah Yang Kurus
Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu kegiatan suplementasi gizi yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi balita, anak sekolah dan ibu hamil
(Sesuai dengan PMK Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Suplementasi Gizi). Pemberian
Makanan Tambahan yang khusus untuk anak sekolah dasar disebut Pemberian
Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS).

1. Pengertian
Merupakan makanan tambahan dalam bentuk biskuit yang diformulasi khusus dan
difortifikasi dengan vitamin serta mineral untuk melengkapi kebutuhan gizi anak usia
sekolah dasar kurus agar mencapai berat badan normal.
2. Sasaran
Sasaran utama PMT Anak Sekolah adalah anak murid SD/MI kurus dengan indikator
Badan (BB) menurut Tinggi Badan (TB) kurang dari minus 2 Standar Deviasi (-2 SD)
3. Kandungan Gizi
Setiap 100 gram mengandung energi 40-600 kalori, protein 11-16 gram, lemak 14-21
gram, karbohidrat 38 gram serta mengandung 11 macam vitamin (A, B1, B2, B3, B5,
B6, B12, C, D, E, Asam Folat) dan 8 macam mineral (Besi, Selenium, Kalsium,
Natrium, Seng, Iodium, Fosfor dan Fluor).
4. Ketentuan Pemberian:
• Anak sekolah dasar diberikan 6 keping per hari untuk mencukupi kebutuhan
makanan tambahan anak usia sekolah dasar, yaitu 180 kalori per hari.
• Bila berat badan telah mencapai atau sesuai perhitungan berat badan sesuai
umur, pemberian PMT Anak Sekolah bisa dihentikan. Selanjutnya mengonsumsi
makanan keluarga gizi seimbang.
• Dilakukan monitoring pertambahan berat badan tiap bulan di sekolah untuk
memastikan perkembangan status gizi buruk.
• Setiap siswa SD/MI diwajibkan makan biskuit di sekolah bersama-sama sesuai
jadwal yang ditetapkan oleh sekolah.
• Petunjuk makan mengikuti anjuran yang terdapat pada label kemasan yang
dijelaskan guru kelas.
• Biskuit tersebut harus dimakan habis di sekolah dan tidak di bawa pulang.

Referensi:
- PMK No 51 Tahun 2016 Tentang Standar Produk Suplementasi Gizi
- Brosur “Pemberian Suplementasi Gizi PMT Anak Balita, PMT ibu Hamil dan PMT Anak
Sekolah”

217
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan usia sekolah dan remaja, diperlukan peran
peserta didik, peran orang tua peserta didik, peran guru dan peran komite sekolah.

Peran Peserta Didik


1. Memilih dan mengkonsumsi makanan yang sehat
2. Melakukan aktivitas fisik
3. Membantu mengawasi makanan dan minuman yang ada di kantin sekolah,
membantu mengawasi kegiatan cuci tangan sebelum makan.
4. Sebagai kader kesehatan sekolah membantu pengukuran tinggi badan dan berat
badan pada saat pelaksanaan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala

Peran Guru dan Komite Sekolah


Guru sekolah yang terlibat dalam pelayanan kesehatan usia sekolah dan remaja adalah
guru Penjaskes, guru IPA, guru Biologi, guru BK dan pembina UKS.

Pembagian peran tersebut antara lain:


1. Kepala dan Komite sekolah menyediakan sarana dan prasarana untuk aktivitas fisik.
2. Guru Pembina UKS/ Guru Penjasorkes, IPA dan Biologi memberikan materi
pembelajaran tentang pendidikan perilaku hidup sehat dan gizi seimbang.
3. Kepala Sekolah, Guru dan Komite memberikan edukasi, membina dan mengupayakan
kecukupan gizi anak selama berada di sekolah dengan penyelenggaraan makan
bersama menu gizi seimbang di sekolah dan penyediaan makanan bergizi, bersih,
aman dan sehat di kantin sekolah.
4. Guru Pembina UKS/ Guru Penjasorkes, dan atau guru Bimbingan Konseling (BK)
memberikan motivasi, membimbing peserta didik yang gemuk dan obesitas untuk
menerapkan pola makan gizi seimbang dan aktivitas fisik sesuai anjuran petugas
kesehatan.
5. Guru Pembina UKS dan atau guru Bimbingan Konseling (BK) memberikan edukasi
kepada koordinator dan pelaksana kantin sekolah tentang makanan sehat, bergizi,
bersih, aman dan sehat.
6. Guru Pembina UKS melakukan tindak lanjut hasil pemantauan.

Peran Orang Tua


1. Mengatur pola makan antara lain:
a. Menyediakan makanan yang sehat dan bergizi.
b. Memberi contoh pola makan pada anak.
c. Menyusun menu makanan sehat untuk anak.
d. Membekali makanan sehat ke sekolah.
e. Membatasi konsumsi junkfood dan soft drink.
2. Meningkatkan aktivitas fisik anak dengan:
a. Berolahraga bersama anak yang bersifat rekreatif.
b. Membatasi anak menonton televisi dan media layar lainnya.

Pokok Bahasan 6.
Pencegahan Masalah Gizi Pada Usia Sekolah Dan Remaja

A. Kurang Energi Kronik (KEK)

1. Pengertian KEK
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun.
Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko
KEK bila lingkar lengan atas yang diukur dengan pita LiLA <23,5 cm. Hal ini

218
diakibatkan karena pada pada umumnya remaja putri ingin langsing sehingga
mengurangi masukan makanan dan hal ini pula berdampak terjadi masalah anemia.

Di Indonesia banyak terjadi kasus Kurang Energi Kronik (KEK) terutama yang
disebabkan karena ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan
tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan tubuh baik fisik
ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya. Banyak anak yang bertubuh
kurus akibat kekurangan gizi, jika sudah terlalu lama maka akan terjadi Kurang Energi
Kronik (KEK).
Wanita Usia Subur (WUS) KEK

Wanita Usia Subur (WUS) KEK

Riskesdas 2007 dan 2013

2. Akibat KEK Pada Usia Sekolah dan Remaja Putri


a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik termasuk sistem reporoduksi anak sekolah
dan remaja menjadi terganggu.
b. Mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga anak sekolah dan remaja mudah
terkena penyakit infeksi. Bila KEK terus belanjut akan meningkatkan risiko kematian
pada anak sekolah dan remaja.
c. Kesempatan untuk berprestasi bagi anak sekolah dan remaja menjadi menurun.
d. Produktifitas kerja bagi remaja yang sudah bekerja menjadi menurun.
e. Jika remaja KEK tersebut hamil, akan terjadi kompetisi kebutuhan zat gizi antara
remaja dengan janin yang dikandungnya. Pada saat melahirkan dapat
menyebabkan terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), stunting dan cacat
bawaan.
f. Memicu terjadinya anemia yang akan meningkatkan keguguran, perdarahan saat
melahirkan, bayi lahir mati, kematian neonatal.

3. Pencegahan KEK
KEK dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan beraneka ragam dan cukup
mengandung kalori dan protein, termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi, kentang,
daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali.
Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk
meningkatkan pasokan kalori, terutama pada anak-anak atau remaja yang tidak terlalu
suka makan.

Anak usia sekolah dan remaja yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan makanan
dan minuman yang cukup. Kurang gizi juga dapat dicegah secara bertahap dengan
mencegah cacingan, infeksi, muntaber melalui sanitasi yang baik dan perawatan
kesehatan, terutama mencegah cacingan. Selain itu, pemberdayaan ekonomi

219
masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi. Memberikan pengertian dan
pemahaman bagi mereka yang ingin memiliki tubuh kurus tentang bahaya tubuh yang
terlalu kurus apalagi jika mereka menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti
anoreksia atau bulimia.

Untuk mengetahui risiko Kurang Energi Kronik (KEK) pada usia sekolah dan remaja
putri adalah dengan mengukur lingkar lengan atas dengan pita LILA. Pengukuran LILA
tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan
batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita
LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian.
Apabila ukuran LiLA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya
remaja putri mempunyai risiko Kurang Energi Kronik (KEK). Bila anak usia sekolah
dan remaja putri menderita risiko Kurang Energi Kronik (KEK) segera dirujuk ke
puskesmas/sarana kesehatan untuk mendapat penanganan. Selain dengan pita LilA
untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita Kurang Energi Kronik (KEK)
dapat dilakukan juga dengan mengukur Index Massa Tubuh (IMT). Agar tidak
berisiko KEK remaja putri harus berperilaku gizi seimbang dengan mengonsumsi
aneka ragam makanan, berperilaku hidup bersih, melakukan aktifitas fisik dan
memantau berat badan badan secara teratur.

Untuk mencegah terjadinya KEK dapat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
a. Deteksi dini risiko KEK dengan mengukur lingkar lengan atas menggunakan pita
LiLA atau mengukur IMT dengan menimbang berat (kg) dan mengukur tinggi
badan (cm) berdasarkan umur.
• Kurus jika nilai IMT/U<-2SD
• Normal jika nilai IMT/U -2SD s/d 1SD dan LiLA ≥ 23,5 cm
• Gemuk jika nilai IMT/U 1 SD s/d 2 SD
• Obesitas jika nilai IMT/U > 2SD
• Risiko KEK bila LiLA < 23,5 cm

Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT dan klasifikasinya.


Berat Badan (Kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

• Setelah menghitung IMT, selanjutnya adalah melihat daftar tabel IMT/U yang
berada pada lampiran untuk menentukan dalam kategori
kurus/normal/gemuk/obesitas.

b. Memantau berat badan secara teratur setiap bulan sekali. Dengan memantau berat
dan tinggi badan secara berkala, akan diketahui apakah anak usia sekolah dan
remaja berada pada berat badan normal, kurang atau lebih. Pemantauan berat
badan dan tinggi badan setiap bulan sebaiknya menjadi bagian dari perilaku anak
usia sekolah dan remaja, untuk dapat mengambil tindakan pencegahan terjadinya
kekurangan gizi yang berisiko KEK.
c. Konseling dan edukasi gizi seimbang
Upaya ini dilakukan dengan memberikan KIE kepada anak sekolah dan remaja
tentang pentingnya berperilaku gizi seimbang dengan mengonsumsi makanan
yang cukup secara kuantitas (jumlah makanan yang dimakan) serta kualitas (variasi
makanan dan zat gizi yang sesuai kebutuhan).

220
d. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), diantaranya selalu
menggunakan air bersih, cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir,
menggunakan jamban sehat dan tidak merokok.

B. Obesitas

1. Pengertian
Kegemukan/ obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan
lemak berlebihan dengan ambang batas masing-masing sesuai dengan standar
WHO 2005:
Gemuk : IMT/U >1 SD
Obesitas : IMT/U >2 SD
IMT/U merupakan Indeks Massa Tubuh berdasarkan umur. Daftar tabel IMT/U
terdapat dalam lampiran.

Obesitas disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang
menjadi penyebab utama masalah obesitas adalah pola makan yang tidak
memenuhi prinsip gizi seimbang dan kurangnya aktivitas fisik. Menurut WHO (2000),
di seluruh dunia ada dua karakteristik yang sangat berkaitan dengan peningkatan
prevalensi obesitas yaitu diet tinggi lemak tinggi energi dan pola hidup kurang aktif
(sedentary life styles). Faktor genetik meskipun berperan tetapi tidak dapat
menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi.

Selain pola makan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan
faktor risiko terjadinya masalah obesitas. Perkembangan pembangunan yang
memudahkan akses transportasi dan penggunaan mesin dalam bekerja, baik di
rumah maupun di tempat kerja cenderung merubah pola hidup menjadi kurang gerak
dan banyak duduk. Aktivitas fisik mempunyai pengaruh terhadap pengaturan berat
badan. Konsumsi energi yang berlebihan dan tidak diimbangi oleh aktivitas yang
cukup dapat menyebabkan penimbunan energi dalam bentuk lemak di tubuh
sehingga mengakibatkan kenaikan berat badan.

Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi medis yang akan menyebabkan


gangguan pada hampir semua sistem tubuh, seperti asma, obstructive sleep apneu,
hipertensi, penyakit diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskuler, kanker,
osteoarthrosis, dan masalah psikososial. Masalah obesitas akan berimplikasi
terhadap menurunnya kualitas sumber daya manusia yang akan menyebabkan
peningkatan angka kesakitan penyakit tidak menular (PTM) serta pembiayaan
kesehatan meningkat sehingga membebani ekonomi bangsa.

Fenomena obesitas merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai


kelompok usia, strata ekonomi, tingkat pendidikan, desa maupun kota. Peningkatan
pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu terutama di perkotaan
menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam hal pola makan. Saat
ini pola makan masyarakat bergeser dari pola makan yang tadinya tinggi karbohidrat
kompleks, tinggi serat, dan rendah lemak berubah ke pola makan yang tinggi
karbohidrat sederhana, rendah serat, dan tinggi lemak, sehingga menggeser mutu
makanan ke arah tidak seimbang. Hal ini terjadi hampir pada semua kelompok umur
mulai balita sampai dewasa. Obesitas merupakan penyakit yang serius akan tetapi
dapat diatasi melalui perubahan perilaku makan dan aktivitas fisik yang
membutuhkan strategi jangka panjang dalam pencegahan dan penanggulangannya.

Gambar 1. Prevalensi gemuk dan sangat gemuk anak umur 5–12 tahun menurut
provinsi, Indonesia 2013

221
Sumber: Riskesdas, 2013
Gambar 2. Prevalensi status gizi gemuk dan sangat gemuk (IMT/U) remaja umur
13 – 15 tahun menurut provinsi, Indonesia 2013

Sumber: Riskesdas, 2013

2. Akibat Masalah Kegemukan dan Obesitas


a. Pada anak sekolah, kejadian obesitas merupakan masalah yang serius karena
akan berlanjut hingga usia dewasa. Obesitas pada anak berisiko berlanjut ke
masa dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit
metabolik dan degeneratif serta penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus,
kanker, osteoartritis, dan lain lain.
b. Obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat
merugikan kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki,
gangguan tidur, sleep apnea (henti napas sesaat) dan gangguan pernapasan
lain.

3. Pencegahan
Pencegahan obesitas pada anak sekolah merupakan suatu upaya komprehensif
yang melibatkan stakeholder yang ada di wilayah. Stakeholder mempunyai peran
sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan melalui koordinasi dengan kepala
puskesmas dan pihak terkait lainnya. Kegiatan pencegahan obesitas pada anak
meliputi promosi, penemuan yang dalam pelaksanaannya melibatkan anak, orang
tua, guru, komite sekolah, stakeholder.

Pencegahan dilakukan melalui pendekatan kepada anak sekolah beserta orang


orang terdekatnya (orang tua, guru, teman, dll) untuk mempromosikan gaya hidup
sehat meliputi pola dan perilaku makan serta aktivitas fisik. Strategi pendekatan
dilakukan pada semua anak sekolah baik yang berisiko menjadi obesitas maupun
tidak.

Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah termasuk kantin


sekolah, masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan. Lingkungan sekolah

222
merupakan tempat yang baik untuk pendidikan kesehatan yang dapat memberikan
pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial dari warga sekolah. Pengetahuan,
keterampilan serta dukungan sosial ini memberikan perubahan perilaku makan sehat
yang dapat diterapkan dalam jangka waktu lama. Tujuan pencegahan ini adalah
terjadinya perubahan pola dan perilaku makan meliputi meningkatkan kebiasaan
konsumsi buah dan sayur, mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis,
mengurangi konsumsi makanan tinggi energi dan lemak, mengurangi konsumsi junk
food, serta peningkatan aktivitas fisik dan mengurangi sedentary life style.

Pola hidup sehat mencegah kegemukan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengonsumsi buah dan sayur > 5 porsi per hari.
b. Membatasi menonton TV, bermain komputer, game/playstation < 2 jam sehari.
c. Tidak menyediakan TV di kamar anak.
d. Mengurangi makanan dan minuman manis.
e. Mengurangi makanan berlemak dan gorengan.
f. Mengurangi makan di luar.
g. Membiasakan makan pagi dan membawa makanan bekal ke sekolah.
h. Membiasakan makan bersama keluarga minimal 1 x sehari.
i. Makan makanan sesuai dengan waktunya.
j. Meningkatkan aktivitas fisik minimal 1 jam/hari.
k. Melibatkan keluarga untuk perbaikan gaya hidup untuk pencegahan gizi lebih.
l. Membiasakan menimbang berat badan secara teratur.
m. Target penurunan BB yang sehat.

Gambar 1. Alur Pelayanan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Obesitas Pada


Anak Sekolah

Penemuan Kasus
1. Pengukuran Antropometri :
- Berat badan
- Tinggi badan
2. Penentuan Status Gizi (IMT/U)

Tindak Lanjut

Normal / berisiko obes Obes Kurus

Pencegahan Rujuk ke Puskesmas


Penerapan gaya hidup sehat
- Pola dan perilaku makan
- Aktivitas fisik

Tatalaksana Kasus 223


1. Tatalaksana gizi Lihat Pedoman
2. Tatalaksana aktivitas Fisik Tatalaksana
3. Deteksi dan Tatalaksana Anak Kurus
C. Anemia
1. Pengertian anemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal. Anemia di masyarakat juga dikenal sebagai kurang darah.

Tabel 6. Rekomendasi WHO tentang pengelompokkan Anemia (g/dL) berdasarkan


umur:

Populasi Tidak Anemia


Anemia
Ringan Sedang Berat
Anak 5-11 tahun 11,5 11,0 – 11,4 8,0 – 10,9 < 8,0
Anak 12-14 tahun 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
WUS tidak hamil 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0

Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan


laboratorium. Tanda-tanda fisik yang mudah dikenali pada remaja yang menderita
anemia gizi besi dikenal dengan 5 L yaitu: Letih, Lemah, Lesu, Lelah, Lalai. Selain itu
sering disertai dengan keluhan pusing dan mata berkunang-kunang. Sedangkan
secara laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari
batas normal.

2. Penyebab anemia
Penyebab anemia adalah ketidakseimbangan antara konsumsi bahan makanan
sumber zat besi yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat besi.
Penyebab anemia gizi, sebagian besar dikarenakan karena kekurangan konsumsi
zat besi dalam makanan sehari-hari. Selain konsumsi zat besi yang kurang dari
kebutuhan, anemia juga dapat disebabkan oleh karena meningkatnya kebutuhan
tubuh akan zat besi misalnya masa menstruasi, masa tumbuh kembang remaja, ibu
hamil, akibat penyakit kronis seperti TBC, Infeksi dan lain lain.

Fakta di lapangan kebanyakan dari remaja putri tidak menyadarinya dan bahkan
ketika tahu pun masih mengganggap anemia masalah sepele. Remaja putri mudah
terserang anemia karena:
(1) Pada umumnya masyarakat Indonesia termasuk remaja putri lebih banyak
mengonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit,
dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat
besi tidak terpenuhi.
(2) Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan.
(3) Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya
melalui feses.

224
(4) Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi ± 1,3 mg
per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada laki-laki.

3. Pencegahan anemia
Salah satu pilihan untuk mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan
mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD). Untuk suplementasi TTD diwajibkan
mengonsumsi 1 tablet per minggu setiap bulannya (SE Nomor
HK.03.03/V/0595/2016 ditetapkan tanggal 20 Juni 2016).

Selain itu, dianjurkan mengonsumsi bahan makanan sehari-hari yang mengandung


tinggi zat besi baik berasal dari hewani seperti hati sapi, hati ayam, daging, ikan,
telur dan lain lain. Sumber zat besi dari tumbuh-tumbuhan (nabati) adalah kacang
kedelai, kacang hijau, kacang merah kering, sayuran hijau. Namun karena sukar
diserap, diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi sumber zat besi
tersebut. Dianjurkan bila mengonsumsi makanan kaya zat besi, makanlah bersama
dengan bahan makanan kaya vitamin C atau buah-buahan.

4. Bahaya anemia terhadap remaja putri


Kebutuhan zat besi pada perempuan adalah 3 kali lebih besar daripada pada laki-
laki. Perempuan setiap bulan mengalami menstruasi yang secara otomatis
mengeluarkan darah. Itulah sebabnya perempuan membutuhkan zat besi untuk
mengembalikan kondisi tubuhnya seperti semula. Hal tersebut tidak terjadi pada laki-
laki.
Demikian pula pada waktu kehamilan, kebutuhan akan zat besi meningkat 3 kali
dibanding dengan pada waktu sebelum kehamilan. Ini berkaitan dengan kebutuhan
perkembangan janin yang dikandungnya.

Dampak anemia pada remaja putri antara lain:


1. menurunnya kemampuan tubuh,
2. menurunnya konsentrasi belajar,
3. menurunnya kebugaran tubuh,
4. menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit,
5. menghambat tumbuh kembang, sehingga pada saat akan menjadi calon ibu
dengan keadaan berisiko tinggi. Perempuan yang menderita anemia berpotensi
melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2.5 kg).
6. Anemia dapat mengakibatkan kematian baik ibu maupun bayi pada waktu proses
persalinan.

Oleh karena itu program penanggulangan anemia pada wanita usia subur (WUS)
dan remaja putri, menjadi bagian sangat penting, untuk mempersiapkan kondisi fisik
sebelum hamil agar siap menjadi ibu hamil yang sehat tidak anemia dan melahirkan
bayi sehat.

Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada penderita anemia:


a. Bila kadar Hb ≥ 8 - < 12 gr/dL, dianjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan
sumber zat besi dan pemberian tablet tambah darah 1 x 1 tablet/hari dan
dilakukan pemeriksaan Hb setelah 1 bulan. Bila tidak ada perubahan dalam
waktu 1 bulan segera di rujuk.
b. Bila kadar Hb < 8 gr/dL (anemia moderate), segera rujuk.

225
MATERI PENUNJANG 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT
(MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR)

I. Deskripsi Singkat

Dalam suatu pelatihan, bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal
sebelumnya, berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya,
pendidikan/pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda pula,
pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana
kebekuan (freezing).
Agar pelatihan sukses, partisipatif dan berbasis aktivitas peserta, harus diperkenalkan
rasa percaya antar peserta, melalui perkenalan antara peserta, fasilitator dan panitia.
Dalam lingkungan peserta yang saling percaya, peserta akan lebih disiapkan untuk
berani berkontribusi dan lebih menyenangi proses belajar dan membantu kelancaran
peroses pembelajaran.
Untuk menciptakan rasa saling percaya ini, kebekuan harus dipecahkan dengan proses
pencairan (unfreezing) pada awal pelatihan dengan cara saling mengenal antar peserta
dan menciptakan perasaan positif satu sama lain. BLC juga mengajak peserta mampu
mengemukakan harapan-harapan dan kekhawatiran mereka dalam pelatihan, serta
merumuskan nilai-nilai dan norma kelas serta kontrol kolektifnya yang kemudian
disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan Building Learning
Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia.
2. Merumuskan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses pelatihan.
3. Membuat kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif.
4. Menetapkan organisasi kelas.
5. Menjelaskan petunjuk Rencana Tindak Lanjut TOT Pelayanan Kesehatan Usia
Sekolah dan Remaja

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:
Pokok bahasan 1. Perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia
Pokok bahasan 2. Perumusan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses
pelatihan.
Pokok bahasan 3. Kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif
Pokok bahasan 4. Penetapan organisasi kelas.

190
IV. Bahan Belajar

Dalam proses pembelajaran modul ini, peserta dapat menggunakan bahan belajar berikut:
▪ Permainan/games
▪ Instrumen
▪ Alat Permainan
▪ Departemen Kesehatan RI, 2010, Membangun Komitmen Belajar, Pusdiklat
▪ LAN 2010, Dinamika Kelompok
▪ Pusdiklat Depkes RI, 2010,Team Building.
▪ Bahan Presentasi

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran (T=0, P=2, PL=0)
@45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.
Di dalam ruang kelas, kursi disusun melingkar sejumlah peserta

Langkah 1.
Pengantar (Briefing)
Langkah kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat dan menyampaikan tujuan
pembelajaran
2. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran
umum, tujuan pembelajaran khusus, pokok bahasan dan sub pokok bahasan pada sesi
ini.

Langkah 2.
A. Penyampaian dan pembahasan
Pokok bahasan 1. Perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia.
Langkah Kegiatan
Memandu peserta untuk melakukan proses perkenalan dengan pilihan metode:
• Memperkenalkan Fasilitator yang hadir dan Panitia disertai tugas yang
dilakukannya.
• Fasilitator membagi Peserta dalam kelompok, tiap kelompok terdiri minimal 10 orang.
Pembagian kelompok berdasarkan kesamaan Pilihan Warna:
- Fasilitator menyediakan potongan kertas berwarna sebanyak jumlah peserta,
dengan warna-warna: biru, hijau, kuning, merah hati, merah jambu, ungu, coklat,
oranye, dan sebagainya yang terbagi secara merata.
- Peserta diminta mengambil salah satu warna yang paling disukainya, disesuaikan
dengan jumlah potongan kertas yang tersedia.
- Peserta dengan pilihan warna yang sama diminta berkumpul menjadi satu
kelompok.

Mengenal diri sendiri dan orang lain dengan Permainan “Kereta Api”
• Fasilitator meminta seluruh peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran dalam
kelompok yang telah dibagi.
• Peserta pertama memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, dan unit kerja.
• Peserta berikutnya diminta menyebutkan terlebih dahulu nama-nama peserta
sebelumnya baru kemudian memperkenalkan dirinya sendiri
• Demikian seterusnya sehingga merangkai seperti rangkaian Kereta Api
• Peserta terakhir harus menyebutkan seluruh nama peserta sebelum
meperkenalkan dirinya sendiri

191
• Masing-masing kelompok diwakili oleh satu peserta memperkenalkan semua
anggota kelompok, dengan menyebut nama dan asal instansi.
• Kelompok digabung menjadi kelompok besar, dan untuk mengukur efektifitas
proses perkenalan, fasilitator mengecek kemampuan peserta dengan minta
beberapa diantara peserta menyebutkan seluruh nama peserta yang hadir.

Pilihan permainan lainnya untuk perkenalan, yaitu:


• Peserta masih dalam posisi duduk melingkar
• Fasilitator memberikan kepada setiap peserta kartu yang telah disediakan
• Fasilitator meminta kepada peserta untuk menuliskan nama, dan unit kerjanya
masing-masing pada bagian atas kartu
• Fasilitator meminta juga peserta untuk mengidentifikasi sesuatu tentang: latar
belakang kehidupan mereka, pengalaman kerja, hobby, kota asal dan lain-lain
yang dianggap perlu.
• Kumpulkan semua kartu di tengah forum.
• Fasilitator meminta seorang peserta untuk menarik salah satu kartu, dan
membacakannya dimuka forum. Peserta yang namanya dibacakan, diminta
berdiri, sementara informasi lainnya terus dibacakan.
• Selanjutnya peserta yang namanya baru saja dibacakan, diminta mengambil
secara acak kartu lain dan membacakannya pula, sementara peserta yang nama
dan identitasnya dibacakan agar berdiri.
▪ Teruskan sampai semua kartu (seluruh peserta) terbacakan.
• Menjelang akhir acara, fasilitator mengajukan pertanyaan: (1) Bagaimana
perasaan hati anda sekarang, dibandingkan sebelum acara perkenalan? (2) Apa
saja yang dapat dijadikan bahan pembelajaran dari berbagai peristiwa perilaku
yang terjadi selama interaksi?

Pencairan dilakukan dengan “Energizing”


Fasilitator meng-energize peserta dengan permainan-permainan yang
menggembirakan untuk mencairkan kebekuan/kekakuan karena belum saling
berkenalan.
Fasilitator memandu peserta untuk melakukan proses pencairan dengan metode:
• Fasilitator meminta peserta membuat barisan. Tujuannya agar seluruh peserta
bisa berkenalan lebih jauh, fisik maupun sifat-sifat mereka, sekaligus memecah
kebekuan di antara peserta dan melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.

Langkah-langkah:
- Peserta dibagi dalam dua kelompok yang sama banyak.
- Fasilitator menjelaskan aturan permainan, sebagai berikut:
• Kedua kelompok akan berlomba menyusun barisan. Barisan disusun berdasarkan
aba-aba:
o Berbaris menurut ukuran sepatu (mulai dari ukuran sepatu paling kecil)
o Berbaris menurut urutan nama secara alpabet (mulai dari A s/d Z).
o Berbaris menurut urutan usia (mulai dari usia yang muda)
o Berbaris menurut tempat kelahiran (mulai dari A s/d Z)
o Berbaris menurut tahun kelahiran (mulai dari tahun kelahiran paling muda)
o Berbaris menurut jumlah saudara kandung (mulai dari jumlah saudaranya
yang paling banyak)
• Fasilitator akan menghitung sampai 10, kemudian kedua kelompok, selesai atau
belum selesai, harus jongkok.
• Setiap kelompok secara bergantian memeriksa apakah kelompok lawan telah
melaksanakan tugasnya dengan benar.
• Kelompok yang menang adalah kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan
benar dan cepat (bila kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sebelum hitungan

192
ke sepuluh mereka boleh langsung jongkok untuk menunjukkan bahwa mereka
telah selesai melakukan tugas).

Pilihan permainan lainnya untuk pencairan, yaitu:


Permainan “Angin berhembus"
• Fasilitator meminta satu peserta untuk berdiri dan menyingkirkan kursinya dari
dalam lingkaran. Kemudian peserta tersebut diminta untuk memberi aba-aba, agar
peserta yang disebutkan identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru:
“Semua peserta yang berbaju merah pindah”. Pada keadaan tersebut akan terjadi
pertukaran tempat duduk dan saling berebut. Hal tersebut menggambarkan
suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu
pembentukan kelompok.

Permainan “Menulis Terbalik”


• Peserta diminta menulis di luar kebiasaannya pada sehelai kertas (yang biasa
tangan kanan menggunakan tangan kiri, bagi yang kidal menggunakan tangan
kanan)
• Menulis secara serentak dari arah kanan ke kiri (seperti menulis huruf Arab)
• Yang ditulis terbalik adalah urutan huruf besar alphabet A, B, C dst
• Fasilitator memberi aba-aba serentak untuk memulai menulis selama 2 (dua)
menit
• Kemudian pada akhir dicheck jumlah yang benar
• Permainan diulangi, dan dicheck kembali jumlah yang benar. Biasanya meningkat.
• Kesimpulan: Mengerjakan sesuatu yang di luar kebiasaan biasanya pada awalnya
sulit, namun pada dasarnya mudah.

Permainan “Kuda dan Joki”


Tugas kelompok menyusun potongan gambar dua ekor kuda beserta dengan dua
orang jokinya. Semua anggota kelompok harus bersinergi dalam menyusun tugas
tersebut. Tidak diperbolehkan melipat gambar ataupun mengguntingnya.

Permainan “Petani Bingung”


Permainan ini adalah menentukan bagaimana cara seorang petani yang membawa
seekor macan, seekor kambing, dan sekeranjang rumput, bisa menyeberangkan
semua bawaannya dengan aman melewati sebuah jembatan.
Ilustrasinya adalah: Jembatan hanya dapat dilalui petani dan salah satu bawaannya
dengan aman melewati sebuah jembatan. Tanpa ada petani yang mengawasi,
kambing akan dimangsa macan, dan rumput akan dimakan kambing.

Tugas kelompok adalah menentukan peran yang menjadi petani, macan, kambing
dan rumput, dan selanjutnya menentukan bagaimana cara menyelesaikannya.

Pokok Bahasan2: Perumusan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap


proses pelatihan(15 menit)

Langkah Kegiatan
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5-6 orang, kemudian
menjelaskan penugasan kelompok, yaitu:
1. Masing-masing kelompok menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta
kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut. Mula-mula secara individu,
kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga
menjadi harapan kelompok.
2. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi. Peserta lainnya
diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan.

193
3. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari
setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati
bersama.
4. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan
komitmennya untuk mentaati norma kelas tersebut.

Pokok Bahasan 3: Kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif. (15 menit)

Langkah Kegiatan
1. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil @ 5-6 orang
per kelompok.
2. Berdasarkan harapan kelas yang telah disepakati, kemudian fasilitator memandu
peserta untuk merumuskan nilai kelas untuk disepakati bersama.
2. Fasilitator membagikan kertas berisi daftar nilai-nilai pribadi sebagai referensi
3. Peserta diminta menyepakati nilai kelompok
4. Selanjutnya nilai kelompok tersebut disepakati menjadi nilai kelas yang
disepakati secara bersama-sama dan dijabarkan menjadi norma kelas, termasuk
kontrol kolektif (sanksi) bagi yang melanggar
5. Fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan
bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati.
Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh semua
peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan
brainstorming.
6. Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat dirumuskan
sanksi yang disepakati kelas.
7. Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas
rumusan norma dan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart
serta menempelnya di dinding agar bisa dibaca dan dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Pokok Bahasan 4: Penetapan organisasi kelas (15 menit)

Langkah Kegiatan
Pada tahap akhir perlu ditetapkan Pengurus Kelas agar memudahkan koordinasi
dengan fasilitator dan panitia.
1. Fasilitator meminta tiap kelompok mengirimkan satu peserta sebagai “Kandidat”
Ketua Kelas.
2. Masing-masing Kandidat secara bergilir mempromosikan dirinya di hadapan
peserta.
3. Kandidat membalikkan badan dan peserta diminta berdiri di belakang kandidat.
Kandidat yang mempunyai barisan terpanjang, maka dialah yang terpilih menjadi
Ketua Kelas. Selanjutnya Ketua Kelas akan menentukan Pengurus Kelas.

A. Membuat Rangkuman dan Evaluasi (10 menit)


Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dan evaluasi dari semua proses dan
hasil pembelajaran selama sesi ini.
• Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.
• Fasilitator meminta peserta berdiri membentuk lingkaran
• Fasilitator meminta peserta secara acak untuk mengucapkan kata-kata tentang
hal yang diketahui terkait BLC.
• Fasilitator meminta peserta mengucapkan ikrar bersama untuk mencapai
harapan kelas dan mematuhi norma yang telah disepakati.

194
VI. URAIAN MATERI
1. Konsepsi Building Learning Commitment (BLC)

Aktivitas pelatihan adalah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan,


dan sikap atau tingkah laku sebagai interaksi individu dengan lingkungan belajar
yaitu orang lain, fasilitas fisik, psikologis, metode, media dan teknologi
pembelajaran.
Pelatihan seringkali dikonstruksikan sebagau sesuatu yang formal, terstruktur
dan terkait sistem-sistem. Peserta latih yang berasal dari lingkungan dan latar
belakang berbeda adakalanya menjadi canggung untuk berperilaku maupun
mengemukakan ide-idenya karena tidak setiap orang dapat dengan mudah
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Oleh karena itu proses pelatihan
harus dimulai dengan membangun kesepakatan belajar (building learning
commitment).
Untuk membangun kesepakatan, perlu dimulai dengan perkenalan antar peserta,
menyepakati aturan dan tindakan sebagai bentuk kebersamaan, keterbukaan,
saling menghormati, saling menghargai dan secara bersama-sama berusaha
mencapai keberhasilan (sukses) dalam pelatihan yang diikuti.

2. Komitmen
Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan
terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasikannya dengan
berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien.
Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/
kelas untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang
menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan
dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam diri setiap
orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara
keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya,
saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga
tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif.

3. Harapan terhadap Pelatihan


Adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang
diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran.
Dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan
untuk mencapainya besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu
rendah.
Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya,
dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian
dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai akhir proses.

4. Kesepakatan Norma Balajar Bersama


Kesepakatan (commitment) adalah sebuah kata yang memiliki makna yang
sangat penting dalam sebuah kelompok/komunitas. Kesepatan dibangun
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini secara pribadi. Margaret Thatcher
menyatakan bahwa “…seseorang dapat mengubah taktik, strategi dan program-
programnya sesuai perubahan situasi namun tidak mengubah prinsip dan nilai
(value) yang diyakini pribadinya”.
Nilai-nilai pribadi peserta latih, mungkin berbeda mungkin pula sama. Melalui
proses diskusi dan interaksi dalam kelompok, peserta didorong untuk

195
memberikan pendapat/argumentasi atas pilihannya dan belajar saling
menghargai serta saling memahami akan nilai-nilai yang diyakini peserta lainnya.
Perbedaan haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap individu
memandang sesuatu. Semakin banyak perbedaan semakin kaya dan luas kita
memandang sesuatu. Meskipun demikian semakin banyak perbedaan semakin
rentan terjadi konflik dan friksi, sehingga peserta latih belajar untuk tenggang
rasa. Melalui proses interaksi dalam diskusi peserta belajar untuk mencari solusi
untuk mensinergikan perbedaan diantara kelompok.
Agar nilai-nilai yang telah disepakati tetap terjaga, maka diperlukan norma belajar
yang mengatur tata pergaulan selama proses belajar sehingga semua
memperoleh kesempatan untuk sukses. Nilai-nilai yang sudah ditetapkan
bersama dijabarkan dalam norma yang terukur dan jelas operasionalisasinya.
Norma merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku
kehidupan sehari-hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh
suatu kelompok.

5. Kesepakatan Kontrol Kolektif


Untuk tegaknya norma yang telah disepakati bersama, peserta dapat
menetapkan sanksi yang memberi manfaat kepada seluruh peserta diklat.
Bentuk sanksinya harus bersifat positif dan membangun.

6. Membentuk Pengurus Kelas


Agar kelas berjalan dengan lancer dan mengakomodasi semua kebutuhan
peserta, dibentuk pengurus kelas yang akan mengkoordinasikan kegiatan
dengan Panitia dan Fasilitator.

VII. REFERENSI:
- Ir. Sri Ratna, MM dan Dra Sri Murtini, MPA, Dinamika Kelompok, Bahan Ajar
Diklat Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara RI, 2006
- Adi Soemarmo, Icebreaker, Permainan Atraktif Efektif, Penerbit: Andi, Yogyakarta,
2006
- Munir Baderel, Drs, Apt, Dinamika Kelompok, Penerapan Dalam Laboratorium
Perilaku, Universitas Sriwijaya, 2001

196
VIII. LAMPIRAN
FORMULIR NILAI DIRI
Kesetiaan Keberhasilan Kedamaian Kebahagiaan
Kesejahteraan Kekayaan Persahabatan Kearifan
Kebebasan Persaudaraan Kebenaran Keadilan
Kejujuran Kesehatan Kebersamaan Persatuan
Keunggulan Ketegasan Tanggung Ketenaran
jawab
Status Penghargaan Kehormatan diri Stabilitas
Kemerdekaan Efisiensi Keamanan Keluarga
Harga diri Ketulusan Pengabdian Agama
Kepastian masa Jaminan Menbantu Menghormati
depan ekonomi orang lain sesama
Reputasi Kredibilitas Kreativitas Kekuasaan
Hak azasi Integritas Keharmonisan Ketengan
Berguna bagi Melayani pada Berkorban bagi Kelangsungan
orang lain sesama orang lain hidup
Disiplin pribadi Ketegasan Keluhuran budi Keikhlasan
Kerja sama Jabatan Kedudukan Keterbukaan
Prestasi kerja Kepemimpinan Cita-cita Tujuan hidup
Hidup yang Sukses dalam Dipercaya oleh Dihargai oleh
berarti pekerjaan orang lain orang lain
Kesucian diri Negara Pekerjaan Bangsa
Alam semesta Lingkungan Ketaatan Harta kekayaan
Keseimbangan Penghargaan Imajinasi Keimanan
Kasih sayang Perhatian Keakraban Pengetahuan
Informasi Demokrasi Menepati janji Gairah hidup
Menghargai Usaha dan Rakmat dan Tantangan hidup
waktu perjuangan anugerah
Semangat juang Prakarsa Keberanian Kesempatan
Kemenangan Keahlian Kepandaian Bakat pribadi
Ide & pemikiran Cinta keselarasan Persaingan
Kecepatan Ketelitian Kecermatan Ketepatan
Rendah hati Kesopanan Kebudayaan Etika
Pranata hukum Toleransi Musyawarah Kekuatan diri
Kesederhanaan Kenyamanan Kewibawaan Kesabaran
Ayah-ibu Pengembangan Pertumbuhan Kemajuan
Ketahanan Fleksibilitas Kualitas kepribadian

197
MATERI PENUNJANG 2
RENCANA TINDAK LANJUT

I. DESKRIPSI SINGKAT

Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap, perilaku dan psikomotor terkait dengan
substansi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya menerapkan kompetensi tersebut
di tempat peserta latih bekerja. Seluruh kompetensi akan mubazir bila tidak
diimplementasikan di tempat kerja.
Rencana tindak lanjut berupa rumusan rencana kegiatan terkait pelatihan harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih masih menyadari ada tugas
yang harus dikerjakan dengan kualitas yang lebih baik setelah bertugas kembali.
Dalam rencana tindak lanjut pelatihan TOT Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan
Remaja, diharapkan peserta mampu melakukan penilaian berdasarkan data
Penjaringan Kesehatan, dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang dituangkan
dalam Daftar Tilik Akselerasi Pembinaan dan Pelaksanaan UKS dan Instrumen Standar
Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang telah dibawa peserta, serta mampu
menjadi pelatih dalam pelatihan Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut
Peningkatan Upaya Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja melalui UKS dan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
5. Memahami konsep rencana tindak lanjut (RTL)
6. Melaksanakan rencana tindak lanjut (RTL) kegiatan PKPR dan UKS diwilayah
kerjanya sesuai dengan kesepakatan

III. POKOK BAHASAN

Pokok bahasan dari modul ini sebagai berikut:


1. Konsep rencana tindak lanjut
a. Pengertian, tujuan, ciri-ciri RTL
b. Ruang lingkup.
2. Langkah-langkah penyusunan RTL
a. RTL Fasilitator
b. RTL Petugas Puskesmas
• Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
• Akselerasi Pembinaan dan Pelaksanaan UKS
• Pelaporan Pelaksanaan RTL Triwulanan

190
IV. BAHAN BELAJAR/ REFERENSI

- Peraturan Menteri Kesesehatan No 25 Tahunn 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak


- Pedoman Manajemen Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Kementerian
Kesehatan 2010
- Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala di Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
- Buku Petunjuk Teknis Penggunaan Buku Rapor Kesehatanku, Kemenkes 2015
- Bahan presentasi
- Buku Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (SN-PKPR),
Kementerian Kesehatan, 2014
- Pedoman Akselerasi Pembinaan dan Pelaksanaan UKS, Kementerian Kesehatan,
2015

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran (T=1 , P=2,
PL=0) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

Langkah 1 Pengkondisian (5 menit)


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan judul materi yang akan
disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran umum
dan tujuan pembelajaran khusus, serta pokok bahasan.

Langkah 2 Penyampaian dan Pembahasan Pokok Bahasan dan Sub Pokok


Bahasan
1. Konsep rencana tindak lanjut (RTL)
2. Langkah langkah Penyusunan RTLkegiatan PKPR dan UKS sesuai Format RTL

Langkah Kegiatan :
1. Fasiltator menyampaikan materi tentang konsep rencana tindak lanjut (RTL) dan
langkah-langkah penyusunan RTL Kegiatan PKPR dan UKS sesuai dengan format
yaitu SN PKPR dan akselerasi pembinaan dan pelaksanaan UKSdan kegiatan
setelah mengikuti pelatihan dengan bahan tayang
2. Fasiltator memberikan kesempatan kepada peserta utuk menanyakan atau
mengklarifikasikan hal-hal yang perlu ditanyakan.
3. Fasilitator memberikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.

VI. URAIAN MATERI

Rencana tindak lanjut (RTL) menjadi materi penunjang dalam suatu pelatihan, dan
disampaikan diakhir sesi pembelajaran. Materi ini sangat penting, untuk merefleksikan
kembali kompetensi diklat yang diperoleh di kelas di tempat kerja pada saat dikelas
(sesi terakhir). Rencana Tindak Lanjut dipersiapkan dalam bentuk rumusan format
standar, lalu setelah tiba ditempat tugas.

191
Pokok Bahasan 1 Konsep Rencana Tindak Lanjut (RTL)
b. Pengertian, Tujuan, Ciri-ciri RTL
Pengertian
Rencana tindak lanjut pelatihan adalah rencana kerja yang akan dilakukan oleh
peserta pelatihan setelah kegiatan pelatihan selesai. Dengan kata lain, RTL
pelatihan merupakan bentuk upaya peserta latih untuk mengimplementasikan hasil
belajarnya atau sebagai wujud implementasi hasil pelatihan di tempat tugas.
Selain bagi peserta latih, RTL juga bermanfaat bagi penyelenggara pelatihan. Bagi
peserta pelatihan dapat menjadi dasar penjabaran hasil pelatihan di tempat tugas.
Sedangkan manfaat bagi penyelenggara adalah akan memudahkan penelusuran
terhadap komitmen peserta dalam mengimplementasikan hasil pelatihan pada saat
melaksanakan evaluasi pasca pelatihan.
Modul ini menjelaskan tentang pengertian, ciri-ciri serta komponen-komponen RTL
untuk membekali peserta latih dalam proses menyusun RTL pada akhir pelatihan.

Tujuan
Tujuan akhir dari Rencana Tindak Lanjut adalah peningkatan kinerja khususnya
peningkatan kualitas tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pokok dan
fungsinya. Peningkatan kinerja dapat dicapai dengan penerapan kompetensi
sebagai suatu standar proses. Selanjutnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
berdasarkan standar proses yang meningkatkan mutu cakupan pelayanan
kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Selaras dengan tujuan akhir
tersebut, secara spesifik tujuan dari Rencana Tindak Lanjut adalah sebagai berikut:
a. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi pelatihan
yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
b. Terdiseminasikannya materi pelatihan yang diperoleh di instansi asal peserta
latih.

Ciri-ciri Rencana Tindak Lanjut


Dalam menyusun rencana kegiatan dalam suatu Rencana Tindak Lanjut,
hendaknya kegiatan-kegiatan tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Sederhana spesifik
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam Rencana
Tindak Lanjut hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana,
dibuat mudah dilakukan dan tidak mewah (biaya pengadaan atau pelaksanaan
kegiatannya tidak mahal) sehingga penerapannya tidak menimbulkan kesulitan
bagi pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari lngkungan sendiri
atau masyarakat.

Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat khusus.


Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pokok, misalnya
kegiatan pemeriksaan berkala di sekolah, maka kegiatan spesifiknya seperti
koordinasi pelaksanaan dengan pihak sekolah untuk menyepakati tempat,
waktu, dan penyediaan informed consent, kuesioner dan form pemeriksaan.

b. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun/meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate
dan ratio.
Misalnya pelaksanaan penjaringan kesehatan di 100% SD, SMP dan SMA pada
bulan Desember 2016.

192
c. Achievable
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan, maka
tujuan kegiatan akan dapat dicapai.
Misalnya sosialisasi tentang instrumen terbatas SN PKPR di internal puskesmas
untuk meningkatkan mutu puskesmas PKPR, sehingga peran mantan peserta
latih dapat dicapai sekalipun yang bersangkutan mutasi atau berhalangan.

d. Relevan
Relevan artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan kompetensi
pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih di instansinya.
Sosialisasi kegiatan PKPR dan UKS ditempat kerja adalah kompetensi diklat
mantan peserta latih yang diharapkan diterapkan ditempat kerjanya dalam
kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.

e. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam Rencana
Tindak Lanjut tepat waktuya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu.
Penerapan kegiatan PKPR dan penjaringan kesehatan terhadap usia sekolah
dan remaja merupakan program Direktorat Kesehatan Keluarga sebegaimana
yang tertera dalam Renstra Kementerian Kesehatan RI 2015 - 2019.

b. Ruang lingkup
Ruang lingkup Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebaiknya minimal mencakup:
a. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
b. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
c. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
d. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
e. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
f. Menetapkan siapa pelaksana atau penangung jawab dari setiap kegiatan
g. Menetapkan besar biaya dan sumbernya.

Pokok Bahasan 2 Langkah-langkah penyusunan RTL kegiatan PKPR dan UKS


sesuai Format RTL
Dalam Rencana Tindak Lanjut TOT Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja,
peserta latih harus membuat rencana tindak lanjut yang merupakan kegiatan lanjutan
dari pelatihan sebagai fasilitator dan juga sebagai pelaksana pelayanan di instansi.

a. RTL Fasilitator
Format :
Nama Peserta : Email :
Institusi : No. Hp :

No Kegiatan Tujuan Sasaran Indikator Penang Waktu Biaya Keterangan


Keberhas gung
ilan Jawab

193
Keterangan pengisian setiap kolom:
No Jelas

Kegiatan Nama kegiatan


Tujuan Yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut

Sasaran Sebutkan secara spesifik


Indikator keberhasilan Ukuran

Penanggung jawab Pelaksana kegiatan


Waktu Jelas
Biaya Hal dan volume yang membutuhkan dana

b. RTL Pelaksanaan UKS tingkat Sekolah/ Madrasah dan Kecamatan


Peserta latih membuat RTL sebagai petugas kesehatan puskesmas yang
melaksanakan UKS yang meliputi kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan
berkala di dalamnya. Dalam menyusun RTL pelaksanaan UKS di puskesmas secara
konkrit dan sistimatis, petugas UKS dan PKPR puskesmas yang menjadi sasaran
peserta latih menggunakan daftar tilik akselerasi pembinaan dan pelaksanaan UKS
untuk tingkat pelaksana UKS sekolah/madrasah, dan daftar tilik tim Pembina UKS
Kecamatan sebagaimana lampiran MP2-1

c. RTL Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Peserta latih membuat RTL sebagai petugas kesehatan yang melaksanakan PKPR
yang meliputi kegiatan diantaranya pelayanan konseling, KIE, tatalaksana klinis,
rujukan, partisipasi remaja dan keterampilan sosial. Dalam menyusun RTL
pelaksanaan PKPR di puskesmas secara konkrit dan sistimatis, peserta latih
menggunakan Standar Nasional PKPR yaitu kuesioner tenaga kesehatan dan
kuesioner pengamatan, sebagaimana lampiran MP2-1

SN-PKPR, digunakan untuk mengetahui tingkat pemenuhan Standar, sehingga


dapat:
▪ Mengidentifikasi kekurangan dan kelemahan dalam menyelenggarakan PKPR.
▪ Melakukan upaya yang spesifik untuk menanggulangi kekurangan dan
kelemahan dalam penyelenggaraan PKPR.
▪ Meningkatkan mutu PKPR yang diselenggarakan secara berkesinambungan.

Standar Nasional PKPR ini mengatur 5 aspek dimana masing-masing standar


meliputi dua atau lebih komponen Standar yang dipantau yang berkaitan dengan
penyelenggaraan PKPR, yaitu:
1. SDM kesehatan
a. Pengetahuan dan kompetensi petugas
b. Pelayanan konseling remaja
2. Fasilitas kesehatan
a. Paket pelayanan kesehatan
b. Prosedur, tata laksana dan alur pelayanan
3. Remaja
a. Kegiatan pemberian informasi (Pelayanan KIE)
b. Kegiatan konselor sebaya
4. Jejaring
a. Pemetaan pemangku kepentingan
b. Peningkatan partisipasi remaja

194
5. Manjemen Kesehatan
a. Kegiatan advokasi
b. Pencatatan dan pelaporan
c. Kegiatan supervisi, pemantauan dan evaluasi
d. Sistem rujukan

Ke-5 standar tersebut dipantau dan dinilai dengan menggunakan Instrumen


Pemantauan Terbatas Tingkat Pemenuhan SN-PKPR, yaitu berupa kuesioner,
yang digunakan untuk mengumpulkan data dan menggambarkan tingkat
pemenuhan kriteria Standar. Kueisoner tersebut terdiri dari:
1. Kuesioner Pimpinan Puskesmas, digunakan untuk memperoleh informasi dari
kepala Puskesmas mampu laksana PKPR
2. Kuesioner Petugas PKPR, digunakan untuk memperoleh informasi dari tenaga
kesehatan yang mengelola PKPR di Puskesmas (Tim PKPR)
3. Kuesioner Petugas Pendukung, digunakan untuk memperoleh informasi dari
petugas lain yang mendukung penyelenggaraan PKPR di Puskesmas,
misalnya petugas loket/pendaftaran, petugas laboratorium dan unit layanan
lainnya.
4. Kuesioner Remaja, digunakan untuk memperoleh informasi dari konselor
sebaya dan remaja yang pernah memanfaatkan layanan PKPR di Puskesmas
baik dalam Gedung maupun luar gedung (minimal remaja pernah
mendapatkan layanan luar gedung berupa (KIE).
5. Kuesioner Pengamatan, digunakan untuk mengamati dokumen/ observasi,
sarana dan prasarana yang mendukung informasi yang diberikan oleh
informan. Instrumen Standar Nasional PKPR pada lampiran MP2-2

d. Pelaporan Pelaksanaan RTL Pelatihan Triwulanan


Untuk memantau pelaksanaan kegiatan RTL setelah mengikuti pelatihan ini, setiap
peserta diharapkan membuat laporan pelaksanaan RTL triwulanan untuk
disampaikan kepada Dinas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan sesuai format
berikut ini:

No Nama Tahapan kegiatan yang Hambatan dalam Lampirkan hasil


Kegiatan sudah dilaksanakan pelaksanaan kegiatan (foto,
(Termasuk waktu, sasaran kegiatan dokumen, dll)
dan anggaran bila ada)

VII. REFERENSI
- Pedoman Akselerasi Pembinaan dan Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah,
Kementerian Kesehatan RI 2015
- Buku Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (SN-PKPR),
Kementerian Kesehatan, 2014
- Lembaga Administrasi Negara, Bahan Diklat Bagi Pengelola Diklat Rencana Tindak
Lanjut, Jakarta 2009
- BPPSDMK - Modul Pelatihan Pengangkatan Pertama Jabatan Fungsional Penyuluh
Kesehatan Masyarakat (PKM) Terampil 2013
- BPPSDMK - Modul Pelatihan Konseling Penanganan Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas 2012

195
MATERI PENUNJANG 3
PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KESEHATAN (PUG-BK)

I. Deskripsi Singkat

Perempuan dan Laki-laki memang berbeda secara biologis dan dalam konstruksi
gender mereka. Karena itu dapat dipastikan laki-laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan kesehatan yang berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan secara adil
dan efisien diperlukan pemahaman tentang tindakan yang tepat. Pengarusutamaan
gender adalah “salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk keadilan dan
kesetaraan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek, dan
kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan”.
Materi ini membahas tentang Ruang Lingkup Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender
(KKG), dan Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK). Materi
disampaikan dengan metode curah pendapat, ceramah dan tanya jawab.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami pengarusutamaan gender
bidang kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan ruang lingkup gender.
2. Mengidentifikasi Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
3. Menjelaskan Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK).

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:
Pokok bahasan 1. Ruang lingkup gender
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian gender dan jenis kelamin.
b. Perspektif gender dalam bidang kesehatan.

Pokok bahasan 2. Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).


Sub pokok bahasan:
a. Istilah gender
b. Ketimpangan gender
c. KKG

Pokok bahasan 3. Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK).


Sub pokok bahasan:
a. Karakteristik PUG-BK
b. Tujuan PUG-BK
c. Strategi PUG-BK
190
IV. Bahan Belajar

Dalam proses pembelajaran modul ini, peserta dapat menggunakan bahan belajar berikut:
▪ Depkes RI, Modul Pelatihan Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan Bagi
Pengelola Program Kesehatan, Jakarta, 2006.
▪ Depkes RI, Profil Kesehatan Reproduksi PUG Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta,
2007.
▪ Dr. Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik, Studi tentang Kualitas
Kesetaraan Gender dalam Administrasi Publik Indonesia Pasca Reformasi 1998 –
2002, Yogyakarta. November 2008.

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran (T=2) @45 menit
untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.

Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.


Langkah 1:
Pengkondisian (10 menit)

Langkah Kegiatan:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan materi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, dan topik materi yang
akan disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan dan pokok bahasan pembelajaran tentang gender
dalam bidang kesehatan sesuai dengan materi, dengan menggunakan bahan
tayang. Fasilitator juga menjelaskan mengapa materi ini diperlukan dalam pelatihan,
keterkaitan dengan materi lainnya, dan metode yang digunakan dalam materi ini.
3. Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang PUG-BKdalam bidang kesehatan
dengan memberikan pertanyaan dan meminta peserta lain memberikan tanggapan.

Langkah 2:
Membahas pokok bahasan 1. Ruang lingkup gender (30 menit)

Langkah Kegiatan :
1. Fasilitator melakukan curah pendapat tentang pengertian gender dan jenis kelamin.
2. Fasilitator meminta peserta menggali lebih lanjut tentang perbedaan gender dan jenis
kelamin dengan mengajak peserta untuk menyampaikan perbedaan dan persamaan
perempuan dan laki-laki dengan menggunakan metaplan.
3. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk bertanya/ mengemukakan
pendapat.
4. Fasilitator menjawab pertanyaan peserta dan mengklarifikasi perbedaan gender dan
jenis kelamin, dengan menggunakan bahan tayang.
5. Fasilitator meminta peserta untuk menyimpulkan perbedaan gender dan jenis
kelamin.
6. Fasilitator merangkum hasil diskusi tanya jawab.

191
Langkah 3:
Membahas pokok bahasan 2. Kesetaraan dan Keadilan Gender/KKG (30 menit)

Langkah Kegiatan :
1. Dengan menggunakan bahan tayang, fasilitator menjelaskan tentang penyebab
ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, mencakup:
a. Stereotipi
b. Subordinasi
c. Marginalisasi
d. Violance
e. Beban majemuk
2. Fasilitator menayangkan bahan tayang serta meminta peserta untuk mengidentifikasi
penyebab ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang terjadi, dikaitkannya
dengan 4 (empat) faktor kesenjangan gender yaitu akses, manfaat, partisipasi, dan
kontrol.
3. Fasilitator meminta tanggapan, pertanyaan maupun klarifikasi dari peserta.
4. Fasilitator merangkum hasil tanya jawab.

Langkah 4:
Membahas pokok bahasan 3. Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan/PUG-
BK (15 menit)

Langkah Kegiatan :
1. Dengan menggunakan bahan tayang, fasilitator menguraikan tentang:
a. Karakteristik,
b. Tujuan, dan
c. Strategi PUG-BK
2. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah ada pertanyaan terkait dengan
materi PUG-BK.

Langkah5:
Rangkuman dan pembulatan (5 menit)

Langkah Kegiatan :
1. Fasilitator memandu peserta untuk membuat rangkuman dan pembulatan dari materi
yang sudah dibahas.
2. Fasilitator melakukan evaluasi pemahaman peserta.
3. Fasilitator menegaskan kembali pentingnya memahami tentang PUG-BK.
4. Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terima kasih dan salam.

VI. Uraian Materi

1. Pokok bahasan 1.
RUANG LINGKUP GENDER
A. Pengertian Gender dan Jenis Kelamin
Selama ini ilmu kedokteran hanya melihat beberapa hal yang mempengaruhi
kesehatan khususnya dari perbedaan biologis. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar petugas kesehatan kurang memahami pengertian tentang konsep gender
sebagai salah satu faktor penting. Walaupun istilah gender telah digunakan dalam
berbagai program dan pelayanan masyarakat, namun seringkali jenis kelamin
diartikan sama dengan gender. Hal ini karena pemahaman tentang gender belum
dipahami secara benar dan luas.
Kita dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, kita
192
belajar bagaimana berperilaku sebagai laki-laki dan
perempuan dan bertumbuh menjadi dewasa dengan
peran yang berbeda.
Konsep gender memang sulit dipahami apalagi istilah tersebut masih baru bagi
kebanyakan orang. Tetapi istilah ini penting ssekali untuk diketahui secara tepat agar
kita dapat mengerti perbedaan antara seks dan gender.
Pengertian JENIS KELAMIN berhubungan dengan perbedaan biologis antara
perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin merupakan anugerah yang melekat pada diri
kita sejak dilahirkan. Karena jenis kelamin itulah kita disebut laki-laki atau
perempuan. Secara normal kondisi ini tidak dapat berubah sampai mati sekalipun.
Perbedaan biologis ini bersifat kodrati dan bersifat universal (dimanapun di seluruh
muka bumi ini sama). Contohnya, perempuan melahirkan dan menyusui, sedangkan
laki-laki tidak, dan laki-laki membuahi dalam proses reproduksi sedangkan
perempuan tidak.
Pengertian GENDER berkaitan dengan peran dan tanggungjawab antara perempuan
dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang. Laki-
laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda,
mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala yang berbeda pula.
Masyarakatlah yang membentuk nilai yang diyakini tentang bagaimana laki-laki dan
perempuan dewasa harus berperilaku, berpakaian, bekerja dan lain sebagainya.

JENIS KELAMIN GENDER


Secara biologis, dimiliki sejak
lahir yang secara normal tidak Tidak dimiliki pada saat lahir,
akan berubah. tetapi terbentuk dari proses
sosial yang merupakan perilaku
Contoh: yang dipelajari dan bisa diubah.
• Hanya perempuan yang
bisa melahirkan Contoh:
• Hanya laki-laki yang Perempuan mengurus rumah
memproduksi sperma tangga, namun dapat dilakukan
oleh laki-laki

Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap kelompok masyarakat
berbeda sesuai dengan nilai sosial budaya setempat. Hal ini seringkali berubah
seiring dengan perkembangan budaya. Contohnya di beberapa daerah menjaga
hasil bumi yang akan dijual adalah tugas perempuan, akan tetapi di daerah lain
menjadi tugas laki-laki. Demikian halnya bekerja kasar dalam membangun jalan atau
bangunan rumah di satu daerah biasanya dilakukan oleh laki-laki, tetapi di daerah
lain menjadi tugas perempuan. Namun hal ini menegaskan bahwa ada aturan yang
menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan peran dan
tugas serta tanggungjawab dalam kegiatan sosial dan ekonomi dalam memanfaatkan
sumberdaya dan proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian jelaslah peran gender dapat berubah dan diubah seiring dengan
perubahan lingkungan sosial-budaya, ekonomi serta teknologi. Aturan yang berkaitan
dengan peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan dalam sosial
kemasyarakatan seringkali lebih memperkuat kendala berbasis gender yang
menjadikan timbulnya ketidaksetaraan dalam akses, manfaat, partisipasi dan kendali
antara laki-laki dan perempuan.

• Tidak ada alasan biologis sehingga laki-laki tidak dapat mengurus


anak, demikian pula sebaliknya tidak ada alasan biologis sehingga
perempuan tidak bisa melakukan pekerjaan sebagai supir taksi.
• Sistem hukum di banyak negara justru memperkuat kebiasaan dan
193
praktik pemberian status yang lebih rendah kepada perempuan.
• Nilai sosial budaya, etnis, dan status sosial biasanya menentukan peran
dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan. Hal ini mengakibatkan status
perempuan menjadi lebih rendah dan kurang dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan.
• Kekeliruan penafsiran terhadap ajaran agama yang dianut, seringkali
membatasi perempuan dalam melakukan mobilitas, hubungan sosial,
akses, memperoleh manfaat dan berpartisipasi yang sebenarnya ingin
dilakukannya.

B. Perspektif Gender dalam Bidang Kesehatan


Masalah kesehatan hampir selalu terkait dengan hal-hal yang menyangkut seks dan
gender. Kesehatan tidak semata-mata dipengaruhi faktor biologis dan genetik. Status
kesehatan dan permasalahan kesehatan tidak hanya dapat dilihat dari sudut
pandang pelayanan kesehatan (service delivery) saja, tetapi mempunyai relevansi
yang kuat dengan pengaruh sosial budaya yang menyebabkan perbedaan status
dan peran perempuan dan laki-laki serta relasi antara keduanya di masyarakat.
Faktor social budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan, secara tidak langsung juga
mempengaruhi kesehatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera secara utuh baik fisik, mental
dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan. Definisi ini
mengingatkan petugas kesehatan tentang pentingnya melihat sesuatu di luar konteks
penyakit. Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif, maka perlu
mempertimbangkan pengaruh sosial-budaya, ekonomi, agama, lingkungan dan
psikologi tentang risiko penyakit dan prosesnya; menghadapi suatu penyakit dengan
melakukan pengkajian, analisis, dan berbagai tindakan yang mempengaruhi
kesehatan, termasuk faktor biologis dan genetik.
Integrasi perspektif gender mempunyai relevansi dengan bidang kesehatan, antara
lain:
1. Status kesehatan dan prevalensi penyakit.
2. Tingkat kerentanan dan beban penyakit.
3. Akses terhadap upaya kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
4. Kualitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh perempuan dan laki-laki.

Dengan mengintegrasikan perspektif gender melalui analisis gender terhadap


kebijakan, program dan kegiatan akan menghasilkan capaian target kinerja yang
lebih efektif, efisien dan berkeadilan.
Petugas kesehatan yang telah memahami adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi pelayanan kesehatan akan mampu menemukan faktor-faktor mana
yang sangat penting dan perlu disikapi sebagaimana mestinya (Theresian Erni,
District Facilitator BASICS Kab. Minahasan Utara).

194
2. Pokok bahasan 2.
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER (KKG)

A. Istilah Gender

1. Pengarusutamaan gender:
Suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan Gender.
2. Kesenjangan gender:
Ketidakseimbangan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki dalam
proses pembangunan.
3. Buta gender:
Anggapan bahwa pilihan pekerjaan bagi perempuan dan laki-laki sudah
ditentukan sesuai kodrat. Contoh: tugas perempuan hanya melaksanakan
pekerjaan rumah tangga.
4. Diskriminasi gender:
Memperlakukan seseorang atau kelompok orang secara berbeda karena jenis
kelamin.
5. Kesadaran gender:
Pengetahuan dan pemahaman seseorang akan kesamaan peran dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Contoh: Kader Posyandu lebih banyak perempuan, bagi yang sadar gender akan
memperjuangkan dapat dilakukan pula oleh laki-laki.
6. Bias gender:
Keadaan yang menunjukkan sikap berpihak lebih pada laki-laki daripada
perempuan. Misal: produk hukum yang lebih memihak laki-laki sehingga selalu
merugikan perempuan. Contoh: kasus aborsi ilegal pihak perempuan mengalami
hukuman karena tindakan aborsinya, sementara laki-laki terbebaskan
7. Kepekaan gender:
Suatu sikap dan perilaku yang tanggap dan peka terhadap perbedaan atau
persamaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan, makhluk sosial maupun warga masyarakat.
8. Kesetaraan gender:
Kesamaan (equality) yaitu keadaan tanpa diskriminasi (sebagai akibat dari
perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-
sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan.
9. Keadilan gender:
Gambaran keseimbangan yang adil (fairness) dalam pembagian beban tanggung
jawabdan manfaat antara laki-laki dan perempuan. Keadilan gender didasari atas
pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan
dan kekuasaan. Perbedaan ini perlu dikenali dan diperhatikan untuk dipakai
sebagaidasar atas penerapan perlakuan yang berbeda bagi laki-laki dan
perempuan.
10. Peran gender:
Peran sosial ekonomi yang dipandang layak oleh suatu masyarakat untuk
diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Laki-laki sering diberi peran sebagai
pencari nafkah, sementara perempuan berperan ganda, yaitu tanggung jawab
pekerjaan rumah, pencari nafkah tambahan, dan kegiatan masyarakat.

B. Ketimpangan Gender
Laki-laki dan perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari sisi sosial, laki-laki
dan perempuan idealnya mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama.
Contohnya laki-laki jadi ilmuwan, perempuan juga bisa jadi ilmuwan, laki-laki menjadi
pemimpin, perempuan juga bisa jadi pemimpin, dan lain-lain. Namun demikian,
195
kondisi ideal tersebut belum tercipta karena masih terjadi ketidaksetaraan atau
diskriminasi gender.

Ketidaksetaraan gender dapat disebabkan oleh beberapa bentuk atau tindakan,


yakni:
1. Stereotip
Menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi, tidak
penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan,
dsbnya.
Pelabelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin
tertentu, secara umum dinamakan stereotip. Akibat dari stereotip ini biasanya
timbul diskriminasi dan berbagai ketidakadilan. Salah satu bentuk stereotip ini
adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali bentuk
stereotip yang terjadi di masyarakat yang dilekatkan kepada umumnya kaum
perempuan sehingga berakibat menyulitkan, membatasi, memiskinkan, dan
merugikan kaum perempuan.
Misalnya, adanya keyakinan di masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari
nafkah maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya
sebagai tambahan saja sehingga pekerja perempuan boleh saja dibayar lebih
rendah dibanding laki-laki. Kemudian adanya anggapan di masyarakat bahwa
perempuan bersolek biasanya dilakukan dalam rangka memancing perhatian
lawan jenis, sehingga pada kasus kekerasan maupun pelecehan seksual hal
ini selalu dikaitkan bahkan perempuan sebagai korban yang disalahkan.
Selain itu, ada juga anggapan dari masyarakat yang melihat bahwa tugas
perempuan adalah melayani suami. Stereotipe seperti ini memang suatu hal
yang wajar, namun, berakibat pada menomorduakan pendidikan bagi kaum
perempuan. Stereotipe pada contoh di atas dapat terjadi di mana-mana.
2. Subordinasi
Akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki,
tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki, tidak mempunyai
kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan, dll.
Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum
perempuan. Sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau
irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk
dari subordinasi yang dimaksud.
Proses subordinasi yang disebabkan karena gender terjadi dalam segala macam
bentuk dan mekanisme yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke
tempat. Dalam kehidupan di masyarakat, rumah tangga, dan bernegara, banyak
kebijakan yang dikeluarkan tanpa menganggap penting kaum perempuan.
Misalnya: adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah dimana jika suami akan
pergi belajar (jauh dari keluarga) dapat mengambil keputusan sendiri sedangkan
bagi istri harus dapat seizin suami. Dalam rumah tangga misalnya, dalam kondisi
keuangan rumah tangga yang terbatas, masih sering terdengar adanya prioritas
untuk bersekolah bagi laki-laki dibanding perempuan, karena ada anggapan
bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh pada akhirnya nanti akan
masuk ke dapur juga. Hal seperti ini sesungguhnya muncul dari kesadaran gender
yang tidak adil.
3. Marginalisasi
Terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam berbagai hal, yang
menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman.Bentuk marginalisasi terhadap
kaum perempuan juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan
bahkan negara, jadi tidak hanya terjadi di tempat pekerjaan. Di dalam rumah

196
tangga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk
diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan.

4. Violence (kekerasan)
Merupakan assoult (invasi) atau serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan sebagai akibat dari perbedaan gender. Bentuk dari kekerasan ini
seperti pemerkosaan dan pemukulan hingga pada bentuk yang lebih halus lagi,
seperti: sexual harassment (pelecehan) dan penciptaan ketergantungan.
Violence terhadap perempuan banyak sekali terjadi karena stereotipe gender.
Pemerkosaan yang merupakan salah satu bentuk violence yang sering kali terjadi
sebenarnya disebabkan bukan karena unsur kecantikan melainkan karena
kekuasaan dan streotipe gender yang dilekatkan kepada kaum perempuan.
Gender violence yang disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada
dalam masyarakat. Violence yang disebabkan oleh bias gender ini disebut
gender - relate violence.
Bentuk dan macam kejahatan yang masuk dalam kategori gender violence dapat
meliputi, antara lain:
a. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, perkosaan dalam
perkawinan juga termasuk di dalamnya. Arti nya perkosaan yang
terjadi jika seseorang untuk mendapatkan pelayanan seksuaI
dilakukan secara paksa tanpa kerelaan dari yang bersangkutan .
Munculnya ketidakrelaan ini sering kali tidak bisa terekspresikan
yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya malu, ketakutan, dan
keterpaksaan baik dari segi ekonomi, sosial maupun kultural
sehingga tidak ada pilihan lain.
b. Serangan fisik dan tindakan pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga
(domestic violence), termasuk di antaranya penyiksaan terhadap anak-
anak (child abuse).
c. Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital
mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. Penyunatan
ini dilakukan dengan berbagai alasan yang diungkapkan dalam suatu
kelompok masyarakat. Namun, salah satu alasan terkuat yaitu adanya
anggapan dan bias gender di masyarakat, yakni untuk memgontrol kaum
perempuan. Saat ini, penyunatan perempuan sudah mulai jarang dideng ar.
d. Prostitution (pelacuran) merupakan bentuk kekerasan terhadap
perempuan yang dilakukan dengan motif ekonomi yang merugikan kaum
perempuan. Setiap masyarakat dan negara selalu menggunakan standar
ganda terhadap pekerja seksual ini. Di satu sisi pemerintah melarang dan
menangkaipi, tetapi di sisi lain juga menarik pajak dari praktik prostitusi
tersebut. Seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun
tempat praktiknya selalu saja ramai dikunjungi orang.
e. Pornografi merupakan jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis
kekerasan ini termasuk kekerasan nonfisik, yakni berupa pelecehan
terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi
keuntungan seseorang.
f. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program keluarga
berencana. Keluarga Berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi
sumber kekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka memenuhi target
mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan sering kali dija dikan
korban demi program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa
persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal dari kaum
laki-laki juga. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa
197
melakukan sterilisasi yang sering kali membahayakan, baik fisik maupun
jiwa mereka.
g. Jenis kekerasan terselubung (molestation), yakni menyentuh atau
memegang bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara
dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini
sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum seperti dalam
bis.
h. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di
masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual (sexual and
emotional harrasment). Ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umum
terjadi adalah unwanted attention from men. Banyak orang membela bahwa
pelecehan seksual itu sangat relatif karena tindakan itu merupakan usaha
untuk bersahabat. Akan tetapi, sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah
usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut merupakan sesuatu yang
tidak menyenangkan bagi perempuan.
Ada beberapa bentuk yang bisa dikategorikan dalam pelecehan seksual, di
antaranya yaitu:
1) Menyampaikan lelucun jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara
yang dirasakan sangat ofensif.
2) Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor .
3) Menginterogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya
atau kehidupan pribadinya.
4) Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja
atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.
5. Beban majemuk
Perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih panjang waktu
kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga,
termasuk bekerja di luar rumah.

C. Kesetaraan dan Keadilan Gender/KKG(Gender Equality and Equity)


1. Kesetaraan gender
Kesetaraan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut.
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi perempuan dan laki-laki
dalam peluang, alokasi sumberdaya, manfaat, dan atau akses terhadap
pelayanan kesehatan (WHO). Kesetaraaan gender laki-laki dan perempuan
tercapai manakala telah terjadi kesetaraan dalam kekuasaan dan pengaruh,
kesetaraan peluang dan kebebasan untuk bekerja dan atau berusaha, kesetaraan
dalam tingkat pendidikan, ambisi, interest, bakat dan kemampuan, berbagi
tanggungjawab urusan rumah tangga dan merawat anak, dan sepenuhnya bebas
dari tekanan, intimidasi, kekerasan terhadap perempuan baik dirumah tangga
maupun tempat bekerja (UNFPA).
2. Keadilan gender
Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan
perempuan. Keadilan gender adalah merujuk kepada fairness dan justice dalam
mendistribusikan manfaat dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan
yang didasari atas pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan. Perbedaan ini perlu dikenali dan
diperhatikan untuk dipakai sebagai dasar atas perbedaan perilaku yang
diterapkan bagi laki-laki dan perempuan (WHO).

198
3. Pokok Bahasan 3.
PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KESEHATAN (PUG_BK)
Pengarusutamaan gender adalah suatu proses penelaahan implementasi terhadap
perempuan dan laki-laki dari setiap kegiatan, program, kebijakan, undang-undang di
setiap bidang dan tingkat. Pengarus-utamaan gender adalah suatu strategi untuk
memasukkan isu dan pengalaman perempuan dan laki-laki ke dalam suatu dimensi
yang integral dalam rancangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, kebijakan dan
program dalam setiap bidang, agar perempuan dan laki-laki mendapat manfaat yang
sama.

Sasaran akhir pengarus-utamaan gender adalah mencapai keadilan dan kesetaraan


gender seperti gambar berikut:

STRATEGI

PENGARUS TUJUAN :

UTAMAAN EQUALITY &

GENDER PENDEKATAN EQUITY GENDER

A. Karakteristik PUG-BK
1. Bertujuan mencapai kesetaraan gender dan menghapuskan kesenjangan gender.
2. Adanya pertimbangan terhadap peran dan hubungan gender serta dampak
terhadap ketidak-setaraan gender
3. Menggunakan strategi dan pendekatan yang tanggap gender ke dalam kebijakan
dan proses perencanaan program pembangunan

B. Tujuan PUG-BK
Tujuan PUG-BK adalah memastikan bahwa semua kebijakan dan program
kesehatan maupun menciptakan dan memelihara kondisi kesehatan yang optimal
baik untuk perempuan maupun laki-laki dari semua kelompok umur, secara adil dan
setara dengan mengatasi berbagai hambatan yang terkait gender.

C. Strategi PUG-BK
Usaha-usaha untuk mewujudkan PUG-BK dilakukan melalui strategi-strategi
berdasarkan isu-isu yang terjadi. Isu-isu untuk menghilangkan stereotip gender
terdengar cukup kuat di negara-negara Barat pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.
Usaha-usaha untuk menghilangkan nature dengan nurture (sosialisasi dan
perubahan kultur) secara garis besarnya dapat ditempatkan pada peta yang telah
diajukan oleh Socrates tentang kesetaraan gender. Ada dua hal yang mendasar dari
proposal Socrates yang perlu dilakukan: pertama adalah menghilangkan sifat-sifat
feminine wanita (secara ekstrem Socrates mengilustrasikan dengan cara berlari
telanjang bersama-sama pria, dan menghilangkan maternal instink atau sifat-sifat
keibuan). Usaha ini lebih bertumpu pada perubahan sifat pada level individu; kedua
adalah melalui instrumen institusi sosial untuk mendukung usaha pertama. Instrumen
sosial yang digunakan adalah perubahan lingkungan sosial yang kondusif untuk
menghilangkan stereotif gender. Misalnya dengan menciptakan undang-undang
dimana negara harus menyediakan tempat pengasuhan anak komunal,
membenarkan adanya desakralisasi atau kehancuran keluarga, atau melegalkan
aborsi. Semuanya ditujukan agar segala insting keibuan (feminine mode) dapat
dihilangkan, sehingga kesetaraan gender dapat diciptakan.
199
Suatu Strategi Pengarus-Utamaan Gender terdiri dari lima komponen
dasar, yaitu:
 Identifikasi isu gender dan dampaknya
 Membangun isu gender kedalam kebijakan dan program.
 Membangun kapasitas
 Transformasi budaya internal organisasi
 Monitoring

Penentu kebijakan dan pengelola program, serta petugas kesehatan pada umumnya
tentang isu gender dalam kesehatan, serta implikasinya terhadap peran dan fungsi masing-
masing di tiap tingkatan. Mengembangkan materi dan media komunikasi untuk advokasi dan
sensitisasi.
1. Pengarusutamaan Gender ke dalam kebijakan dan program ditiap tingkatan
dengan melakukan analisis kebijakan dengan pendekatan perspektif gender,
memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang menunjukkan kesenjangan
derajat atau masalah kesehatan yang besar antara laki-laki dan perempuan.
Mencarikan upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut melalui kebijakan,
pengaturan alokasi biaya, modifikasi program dan legalisasi.
2. Operasionalisasi Pengarusutamaan Gender melalui pengembangan kapasitas
pengelola program untuk mendisain program berwawasan gender, menerapkan
program berwawasan gender, memantau perkembangan program berwawasan
gender dan dampaknya terhadap kesenjangan gender.
3. Mobilisasi sumber-sumber dan kemitraan yang dilakukan dengan bekerjasama
antara sektor terkait untuk koordinasi/sinkronisasi upaya. Bekerjasama dengan
LSM, NGO, agen donor dan pihak lain. Strategi tersebut dapat dikembangkan
menjadi kegiatan yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan.

200

Anda mungkin juga menyukai