Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berbagai hal dapat menjadi
penyebab bencana seperti kondisi alam, atau perbuatan manusia. Bencana yang terjadi akan
mengakibatkan kerugian material, kecacatan bahkan kehilangan nyawa. Oleh karena itu,
untuk mencegah timbulnya bencana ataupun dampak buruk akibat terjadinya bencana,
diperlukan pemahaman tentang manajemen bencana. Kita sering mendengar dari televisi
atau radio berita mengenai bencana yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia atau luar
negeri. Berita tentang bencana selalu terkait dengan musibah atau hal yang menyedihkan.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Keperawatan bencana memerlukan pengetahuan keperawatan dasar dan keterampilan
dalam lingkungan yang sulit dengan sumber daya terbatas dan kondisi yang berubah.
Perawat harus menyesuaikan praktik keperawatan dengan situasi bencana khusus saat
bekerja untuk meminimalkan masalah kesehatan dan mengancam nyawa yang disebabkan
oleh berbagai dampak bencana (Gebbie dan Qureshi, 2002; Jennings-Sanders, Frisch dan
Wing, 2005).
Perawat harus bekerja sama dengan profesi kesehatan lain, suka relawan, lembaga
swadaya masyarakat dan pemerintah. Perawat harus mampu mengalihkan fokus perawatan
dari satu pasien untuk sejumlah besar pasien. Sebagai fokus perubahan penanganan bencana
dari perawatan menyelamatkan nyawa dan keadaan darurat kesehatan masyarakat, perawat
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan beradaptasi dengan perubahan fokus
perawatan.
Bila terjadi bencana, maka kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi, anak, dan lansia
mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami dampak buruk dari bencana dibanding

1
orang lain. Perawat mempunyai peran penting membantu mengatasi masalah yang dialami
oleh kelompok rentan ini pada penanggulangan bencana.
Berdasarkan hal di atas, makalah ini bermaksud untuk menelaah lebih jauh tentang
keperawatan bencana pada wanita hamil.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang keperawatan bencana pada wanita hamil
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan dampak, prinsip penanganan, dan tindakan keperawatan bencana pada
wanita hamil
b. Menjelaskan prinsip pemberian makanan pada
c. Menjelaskan sumber daya dan lingkungan yang sesuai kepada wanita hamil yang
terkena bencana.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DAMPAK BENCANA PADA IBU HAMIL


Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan masyarakat. Kelompok
masyarakat rentan (vulnerability) harus mendapatkan prioritas. Salah satu kelompok rentan
dalam masyarakat yang harus mendapatkan prioritas pada saat bencana adalah ibu hamil, ibu
melahirkan dan bayi.Penelitian di beberapa negara yang pernah mengalamibencana,
menunjukan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian bencana. Pada materi ini
akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dampak bencana pada ibu hamil,
melahirkan dan bayi. Dampak bencana yang sering terjadi adalah abortus dan lahir prematur
disebabkan oleh ibu mudah mengalami stres, baik karena perubahan hormon maupun karena
tekanan lingkungan/stres di sekitarnya. Banyak riset yang telah dilakukan pada ibu hamil
diantara korban gempa bumi. Penelitian yang dilakukan antara lain mengamati efek stres
pada wanita hamil, dampak stres pada waktu kelahiran bayi, serta dampaknya pada kelahiran
bayi perempuan atau laki-laki. Hasilnya, ibu hamil yang tinggal di area pusat gempa, dan
mengalami gempa bumi terburuk pada masa kehamilan dua dan tiga bulan, memiliki
risiko melahirkan prematur yang lebih besar dari kelompok lainnya. Pada ibu hamil yang
terekspos bencana alam di bulan ketiga kehamilan, peluang ini meningkat hingga 3,4%.
Tidak hanya itu, stres juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keguguran.
Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan luka yang
mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan rupture uteri. Keadaan ini
dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah sebabnya
ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana alasannya
karena di situ ada dua kehidupan.

B. PRINSIP PENANGANAN BENCANA PADA IBU HAMIL


Undang undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan bencana
sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan
penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam, ataupun manusia, ataupun keduanya. Untuk
menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana dibutuhkan dukungan berbagai pihak

3
termasuk keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya terbanyak
di dunia dan salah satu petugas kesehatan yang berada di lini terdepan saat bencana terjadi
(powers&daily, 2010). Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan),
tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.
Terdapat individu atau kelompok kelompok tertentu dalam masyarkat yang lebih rentan
terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian dan penanganan
khususu untuk mencegah kondisi yang lebih buruk pasca bencana. Kelompok kelompok ini
diantaranya : anak anak, perempuan, terutama ibu hamil dan menyusui, lansia, individu
individu yang menderita penyakit kronik dan kecacatan. Identifikasi dan pemetaan kelompok
beresiko melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah
perencanaan tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi kejadian bencana di masyarakat (
Morrow,1999,powers&daily,2010,WHO&ICN,2009)

C. TINDAKAN KEPERAWATAN YANG SESUAI SAAT TERJADI BENCANA PADA


IBU HAMIL
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita harus
cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa dalam merawat ibu
hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya sehingga meningkatkan kondisi fisik
dan dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya.
Perubahan fisiologi pada ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah, peningkatan
kebutuhan oksigen, dan lain lain sehingga lebih rentan saat bencana dan setelah bencana (
Farida, ida, 2013)
Menurut ida farida (2013) hal hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ibu
hamil
1. Meningkatkan Kebutuhan Oksigen
Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang mengalami
keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk mrmbantu menyelamatkan nyawanya sendiri
daripada nyawa si janin dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus

4
2. Persiapan Melahirkan Yang Aman
Dalam situasi bencana, petugas harus mendapatkan informasi yang jelas dan terpercaya
dalam menentukan tempat melahirkan adalah keamanannya. Hal yang perlu dipersiapkan
adalah air bersih, alat alat yang bersih dan steril dan obat obatan, yang perlu diperhatikan
adalah vakuasi ibu ke tempat perawatan selanjutnya yang lebih memadai.

a. Pra Bencana
1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana.
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menysui sebagai kelompok rentan.
3) Membuat disaster plans di rumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota
keluarga.

b. Saat Bencana
1) melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan resiko kerentanan
bumil dan busui, misalnya :
a) Meminimalkan goncangan pada saat melakukan mobilisasi dan transportasi
Karena dapat merangsang kontraksi pada ibu hamil.
b) Tidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses evakuasi.
2) Petugas bencana harus memiliki kapassitass untuk menolong korban bumil dan
busui.

c. Pasca Bencana
1) Dukung ibu ibu menyusui dengan nutrisi adequate, cairan dan emosional
2) Melibatkan petugas petugas kesehatan reproduktif di rumah penampungan korban
bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaan kesehatan untuk ibu
hamil dan menyusui
3) Melibatkan petugas petugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi,
mengurangi resiko kejadian depresi pasca bencana.

5
D. PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI
DARURAT
Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi dalam upaya
penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat dan
korban bencana adalah kebutuhan pangan, khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai
gizi yang memenuhi standar minimal terutama pada kelompok rentan. Dalam penanganan
gizi pada situasi darurat, respons untuk mencegah dan memperbaiki kekurangan gizi
memerlukan pencapaian standar-standar minimum tidak hanya dari sisi makanan saja
namum juga termasuk pelayanan kesehatan, pasokan air dan sanitasi, hingga hunian dan
penampungan Pada dasarnya tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat adalah:
1) Bertahan hidup
2) Mempertahankan/memperbaiki status gizi, utamanya pada kelompok rentan
3) Menyelamatkan aset produksi
4) Menghindari migrasi missal
5) Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup unuk seluruh penduduk.
6) Mendorong rehabilitasi keadaan secara swadaya masyarakat
7) Mengurangi kerusakan sistem produksi pangan dan pemasarannya

E. PRINSIP PEMBERIAN MAKAN PADA IBU HAMIL


Risiko yang terkait dengan tidak memadainya asupan gizi pada ibu hamil dan menyusui
mencakup komplikasi kehamilan, kematian ibu, kelahiran bayi dengan berat badan kurang,
dan pemberian ASI yang tidak lengkap. Dengan demikian angka-angka yang dimunculkan
dalam perencanaan untuk pemberian jatah umum harus mempertimbangkan kebutuhan
tambahan bagi ibu hamil dan menyusui. Ibu hamil dan menyusui harus mendapatkan
suplemen zat besi setiap hari. Disamping itu para ibu yang baru melahirkan juga perlu
dipastikan telah mendapat kapsul vitamin A sesuai program yang sudah berjalan.
Jadi, prinsip yang harus terpenuhi pada pemberian makan bagi ibu hamil dan menyusui
dalam situasi darurat adalah:
1) Ibu hamil mendapatkan tambahan sejumlah 285 kkal/hari
2) Pemberian mikronutrient sesuai keadaan kehamilan
3) Minimal 2.100 kalori terpenuhi.

6
F. SUMBER DAYA YANG TERSEDIA DI LINGKUNGAN UNTUK KEBUTUHAN
KELOMPOK BERESIKO ( RENTAN)
Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana terhadap kelompok kelompok
beresiko saat bencana baik itu dampak jangka pendek maupun jangka panjang, maka petugas
kesehatan terlibat dalam penanganan bencana perlu mengidentifikasikan sumber daya apa
yang tersedia di lingkungan yang dapat digunakan saat bencana terjadi, diantaranya (enarson,
2000, federal emergency management agency (FEMA),2010, Powers&daily,2010, Veenema
2007) :
1) Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus mensosialisasikan
kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadaap kejadian
bencana.
2) Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari kelompok
beresiko baik itu dari segi fasilitass maupun ketenagaan seperti : berapa jumlah
incubator, untuk bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien anak, ventilator anak, fasilitas
persalinan, fasilitas perawatan pasien dengan penyakit kronik.
3) Adanya symbol symbol atau Bahasa yang bisa dimengerrti oleh individu individu dengan
kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi, lokasi pengungsian dll.
4) Adanya system support berupa konseling dari ahli ahli voluntir yang khusus menangani
kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini kondisi depresi pasca
bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi yang sesuai dapat diberikan untuk
merawat mereka.
5) Adanya agensi agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO) yang
membantu korban bencana pada kelompok beresiko sepeerti : agensi perlindungan anak
dan perempuan, agency pelacakan keluarga korban bencana (tracking center), dll.
6) Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi informasi
informasi tentang bagaimana perencanaan kegawatdaruratan dan bencana pada kelompok
kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.

G. LINGKUNGAN YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN KELOMPOK BERESIKO


Setelah kejadian bencana, adalah penting sesegera mungkin untuk menciptakan
lingkunganyang kondusif yang memungkinkan kelompok beresiko untuk berfungsi secara

7
mandiri sebagaimana sebelum kejadian bencana, diantaranya (enarson, 2014, klynman et al,
2007, powers & daily, 2010, veenema, 2007 ).
1) Menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan ibu hamil dan menyusui untuk
terus memberikan asi kepada anaknya dengan cara memberikan dkungan moril,
menyediakan konsultasi laktasu dan pencegahan depresi.
2) Membantu anak kembali melakukan aktivitas aktivitas regular sebagaimana sebelum
kjadian bencana seperti : penjagaan kebersihan diri, belajar/sekolah, dan bermain.
3) Melibatkan lansia dlam aktivitas aktivitaas sosiao dan program lintas generasi misalnay
denganremaja dan anak anakuntuk mengurangi resiko isolasi social dan depresi.
4) Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk indiividu denga keterbatasan
fisik, misalnya area vakuasi yang dapat diakses oleh mereka.
5) Adanya fasilitas fasilitas perawatan untuk korban bencana dengan penyakit dan infeksi.

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam kondisi bencana, ibu hamil dan melahirkan serta bayinya perlu mendapatkan
prioritas penanganan karena ada dua nyawa sekaligus yang harus diselamatkan dan
perubahan fisiologis ibu hamil dan melahirkan sangan rentan terhadap bencana. Dampak
bencana yang dapat terjadi pada ibu hamil adalah abortus/keguguran, kelahiran prematur,
perdarahan eksternal karena luka dan rupture uterin.
Keperawatan pada ibu hamil saat bencana meliputi pengkajian pada ibu hamil dan bayi,
penanganan masalah kesehatan yang terjadi. Pengkajian yang harus dilakukan pada ibu
hamil adalah kenaikan berat badan, pembengkakan kaki/oedema, peningkatan tekanan darah,
penurunan haemoglobin/anemia, gerakan janin dan denyut jantung janin. Sedangkan yang
harus dikaji pada bayi baru lahir adalah suhu tubuh, keseimbangan cairan dan asupan ASI.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanggulangan bencana pada ibu hamil
dan melahirkan adalah mengurangi risiko tekanan darah rendah, meningkatkan kebutuhan
Oksigen, mempersiapkan kelahiran yang aman, perawatan bayi baru lahir. Faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam perawatan bayi baru lahir adalah menjaga kestabilan
suhu tubuh, menjaga pakaian tetap kering, mengoptimalkan masukan ASI atau susu formula
pengganti ASI.
Keperawatan bencana pada ibu hamil dan bayi setelah bencana di arahkan untuk
membantu ibu menjalani tugasnya, misalnya untuk ibu hamil dibantu memenuhi
kebutuhan sehari-harinya sampai pada waktunya melahirkan dengan selamat. Keperawatan
bencana pada ibu hamil sebelum bencana diarahkan untuk menyiapkan pengetahuan dan
keterampilan ibu hamil untuk siap siaga menghadapi bencana melalui keikutsertaannya
dalam seminar, pelatihan, workshop dan simulasi bencana.

B. SARAN
Berdasarkan uraian dan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan adalah, kita
sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasannya dalam
memberikan informasi kepada masyarakata tentang keperawatan bencana pada ibu hamil.

9
DAFTAR PUSTAKA

Enarson, E (2000). Infocus Programme on crisis response and reconstruction Working Paper I :
Gender and Natural disaster, Geneva : Recovery and Reconstruction Department
Farida, Ida, 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar I : Keperawatan
Bencana pada Ibu dan Bayi. Jakarta : Badan penegmbangan dan pemberdayaan sember daya
manusia, pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Farida, Ida, 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar II : Keperawatan
Bencana pada anak. Jakarta : Badan pengembangan dan pemberdayaan sember daya
manusia, pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Indriyani,S.2014 Bias gender dalam penanganan bencana.
Iskandar Husein, perlindungan terhadap kelompok rentan (wanita, anak, minoritas, suku
terasing,dll). Dalam perpekstif hak asasi manusia, makalah disajikan dalam seminar
pembangunan hokum nasional ke VIII tahun 2003, Denpasar, Bali 14-18 juli 2003
Klynman,Y,Kouppari,N & Mukhier M (Eds) 2007. World disaster report 2007. Focus on
discrimination Geneva, Switzerland : international federation of red cross and Red Crescent
Societies.

10

Anda mungkin juga menyukai