Anda di halaman 1dari 18

TUGAS HUKUM AGRARIA KELAS E

KASUS SENGKETA HAK MILIK

Delvis Patrik
110110170286

Dosen :
Dr. Nia Kurniati, S.H., M.H.

Universitas Padjadjaran
Jatinangor
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

putusan Pengadilan Negeri Takengon Nomor Perkara : 27/Pdt. G/ 2015/ PN Tkn.

BAHWA, PENGGUGAT adalah sebagai pemilik sah sebidang tanah pekarangan

seluas 8,83 M2 (delapan koma delapan puluh tiga meter persegi), berdasarkan
Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Nomor: 67/1992 tanggal 11 Mei
1993 dan Berita Acara Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor: 67/1992 tanggal
18 Januari 1996, yang terletak di Kampung Bale Atu Kecamatan Lut Tawar
Kabupaten Aceh Tengah, dengan batas-batasnya:

- Sebelah Utara : dengan bagian Halimah Binti HL. Kalam;

- Sebelah Selatan : dengan Aisyah Abubakar Binti HL. Kalam

- Sebelah Timur : dengan Jalan Inpres;

- Sebelah Barat : dengan tanah rumah Suwandi dan Agus


Amiruddin;
Selanjutnya disebut: objek sengketa;

asal mula dan dasar PENGGUGAT memperoleh hak atas objek sengketa adalah
berdasarkan warisan dan sebagai harta peninggalan dari almarhum orang tua
PENGGUGAT, yaitu: HL. Kalam;

setelah almarhum HL. Kalam meninggal dunia, maka secara serta merta
kemudian oleh seluruh ahli waris melakukan pembagian harta warisan di
Pengadilan Agama Takengon dan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh sesuai
dengan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Nomor: 67/1992 tanggal
11 Mei 1993 dan Berita Acara Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor: 67/1992
tanggal 18 Januari 1996, dimana objek sengketa jatuh dan menjadi hak bagian dari
PENGGUGAT;
setahu bagaimana dengan serta merta tanpa persetujuan dan tanpa
sepengetahuan PENGGUGAT, oleh almarhum Abu Bakar (orang tua TERGUGAT
I dan TERGUGAT II) telah mengalihnamakan objek sengketa kepada dirinya
sendiri melalui TURUT TERGUGAT berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor: 340
Tahun 2003 tanggal 04 September 2003 atas nama Abu Bakar, untuk itu mohon
diperintahkan TURUT TERGUGAT untuk mengeluarkan objek sengketa dari
Sertifikat Hak Milik Nomor: 340 Tahun 2003 tanggal 04 September 2003 atas nama
Abu Bakar;

PENGGUGAT pernah menjumpai Abu Bakar semasa hidupnya untuk


mengembalikan objek sengketa kepada PENGGUGAT, namun Abu Bakar tidak
menanggapinya. Bahkan Abu Bakar dengan leluasa masih menguasai objek
sengketa milik PENGGUGAT, dan sekarang ini objek sengketa dikuasai oleh
TERGUGAT I dan TERGUGAT II;

secara hukum objek sengketa merupakan milik PENGGUGAT yang dibuktikan


berdasarkan bukti hak Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Nomor:
67/1992 tanggal 11 Mei 1993 dan Berita Acara Pelaksanaan Putusan (Eksekusi)
Nomor: 67/1992 tanggal 18 Januari 1996;

oleh karena itu jelas dan terang TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT
TERGUGAT telah melakukan perbuatan licik (doll praesentis) dan telah
memutarbalikan fakta agar segala akibat hukum yang lahir atas objek sengketa
dengan dilakukannya pembuatan sertifikat hak milik terhadap objek sengketa dan
secara tanpa hak, dan melawan hukum telah menduduki dan menguasai objek
sengketa hak milik Penggugat, sehingga tidak sesuai dengan norma hukum, serta
melanggar asas kepatutan dan asas kepantasan, hal mana tindakan dan perbuatan
TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT dapat dikwalifisir sebagai
perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad);

oleh karenanya tindakan dan perbuatan TERGUGAT I ,TERGUGAT II dan


TURUT TERGUGAT di atas, yang dengan sengaja dan tanpa alas hak yang benar
serta tanpa ada dasar hukum yang jelas telah menghilangkan hak PENGGUGAT
sebagai pihak yang satu-satunya mempunyai hak milik atas objek sengketa adalah
sebagai perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad), yang dapat
mendatangkan kerugian bagi PENGGUGAT;

oleh karena secara hukum TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT


telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad), sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, menyebutkan: "Tiap-tiap
perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian hak maka diwajibkan
pihak-pihak yang membuat kerugian menggantikan kepada pihak yang
dirugikan,” maka dalam hal ini tentunya yang mengalami kerugian adalah
PENGGUGAT.

I
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Hak Atas Tanah


Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53
UUPA, antara lain:

 Hak Milik
 Hak Guna Usaha
 Hak Guna Bangunan
 Hak Pakai
 Hak Sewa
 Hak Membuka Tanah
 Hak Memungut Hasil Hutan
 Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya


bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak
memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk
mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak
tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah
hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat.
Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak
ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga
lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah
Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain :

I
 Hak gadai,
 Hak usaha bagi hasil,
 Hak menumpang,
 Hak sewa untuk usaha pertanian.

2. Hak Milik Atas Tanah

Hak milik adalah hak untuk menikmati sesuatu kebendaan dengan leluasa dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal
tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan tidak menganggu hak
orang lain(pasal 570 KUHper). Pengertian hak milik dalam pasal 570 itu masih
dalam arti luas dari benda, yang dapat menjadi objek hak milik, tidak hanya benda
tidak bergerak tetapi juga benda bergerak, lain halnya dengan rumusan yang
tercantum dalam pasal 20 UU nomor 5 tahun 1960, dimana dalam rumusannya itu
hanya mengenai benda tidak bergerak, khususnya atas tanah. Yang berbunyi:
“hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan yang tercantum dalam pasal 6
UUPA”. Hak kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh atas suatu benda
(berwujud dan tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak).

Sifat terkuat dan terpenuh ini memberikan kepada pemilik untuk :

1) Mengasingkan (menyerahkan) selama-lamanya hak miliknya kepada pihak


lain.

2) Menyerahakan untuk sementara (jus in re alina)

3) Meletakkan sebagai jaminan.

4) Mempertahankan terhadap setiap gangguan.

5) Mengadakan gugatan (aksi) pada pihak yang merugikannya (revindicatie)

Dari ketentuan pasal 570 KUHper dapat diuraikan pengertian sebagai berikut:

a) Hak milik adalah hak paling utama, karena pemilik dapat menikmati
sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya.

I
b) Dapat menikmati sepenuhnya, artinya pemilik dapat memanfaatkan
semaksimal mungkin , dan dapat memetik hasil sebanyak-banyaknya.

c) Dapat menguasai sebebas-bebasnya artinya pemilik dapat melakukan


perbuatan apa saja tanpa batas terhadap benda miliknya itu, misalnya memelihara
sebaik-baiknya, membebani dengan hak-hak kebendaan dan memindah
tanggankan.

d) Hak milik tidak dapat diganggu gugat, baik oleh orang lain maupun oleh
penguas, kecuali dengan syarat-syarat dan menurut ketentuan UU.

e) Tidak dapat di gugat, hendaklah diartikan sejauh untuk memenuhi


kebutuhan pemiliknya secara wajar, dengan memperhatikan kepentingan orang
lain (kepentingan umum)1.

Pengunaan dan penegasan hak milik dibatasi oleh kepentingan orang lain,
bagaimanapun juga menurut system hukum Indonesia, hak milik memiliki
fondasi sosial, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan
hak milik, harus me,perhatikan 4 hal berikut ini:

1. Ketentuan hukum yang berlaku, seperti UU gangguan, UU nomor 5 Tahun


1960, UU pencabutan hak atas tanah.

2. Ketertiban umum.

3. Hak-hak orang lain, seperti hak jasa pekarangan, hak guna usaha, hipotek
dan lain-lain.

4. Fungsi sosial.

2.1. Ciri-ciri Hak Milik

a). Hak Utama

Hak milik adalah hak utama, induk dari semua hak kebendaan, Soeten Malikul
Adil (1962:17), menyebut hak milik itu sebagai hak pangkal (original rech), karena
dengan adanya hak ini, maka dapat terjadi hak lain. Tanpa ada hak milik terlebih
dahulu tidak mungkin ada hak kebendaan yang diatas sesuatu benda, hak milik

1
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. 2000, Bandung, hal.
144

I
tidak terdapat sedangkan hak-hak kebendaan lain terbatas, hak milik itu tidak
terbatas penggunaanya oleh pemiliknya.

b). Utuh dan Lengkap

Hak milik secara utuh dan lengkap melekat diatas benda hak milik sebgai satu
kesatuan , hak milik yang melekat pada rumah itu sebagai keseluruhannya, tidak
ada hak milik atas semua kamar saja dalam suatu rumah, dengan demikian tidak
mungkin dilakukan pemindah tangganan atas sebuah kamar kepada pihak lain
sebagai hak milik, tidak mungkin ada hak milik di dalam hak milik.

c) Tetap. Tidak Lengkap

Hak milik sifatnya tetap, tidak lengkap oleh hak kebendaan lain . hak milik adalah
hak utama, induk, pangkal, tidak mungkin lengkap oleh hak-hak kebadaan lain.
Hak milik hanya lenyap apabila berpindah tangan kepada orang yang berhak
menguasai setelah tenggang waktu tertenggang waktu tertentu, sebaiknya hak
kebendaan lain dapat lenyap apabila menghadapi hak milik.2

Pendapat lain menyatakan ada 4 ciri hak milik berdasarkan pasal 570 KUHper
yaitu:

1) Berhak menikmati adapt yang akan diatur dengan peraturan pemerintahan.

2) Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan


dengan peraturan peraturan.

3) Tidak mengganggu hak orang lain (hinder), jika perlu dicabut untuk
kepentingan umum dengan memberikan ganti rugi.

4) Tidak menyalah gunakan hak dalam pelaksanaannya (misbruik van staft


recth).3

2.2. Cara Memperoleh Hak Milik

Cara untuk memperoleh hak milik yang dijelaskan dalam UUPA pasal
22,26 yaitu sebagai berikut:

1. Menurut hukum adat yang akan diatur dengan peraturan pemerintah

2
Ibid, Hal. 151.
3
Mariam Darus Badrudaman, Mencari Sumber Hukum Benda Nasional, hal. 46

I
2. Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

3. Ketentuan undang-undang.

Seluruh cara penyerahan hak milik harus dengan memenuhi syarat pengawasan
oleh pemerintah, sedangkan menurut pasal 584 KUHper ditentukan lima cara
untuk memperoleh hak milik sebagai berikut:

1. Pengakuan (toeeigenieng) yaitu memperoleh hak milik atas benda-benda


yang tidak ada pemiliknya, (Res Nullius). Res Nullius hanya atas benda yang
bergerak misalnya memburu rusa di hutan, memancing ikan laut di laut, dan lain-
lain.

2. Perlekatan (Nat Rekking) yaitu suatu cara untuk memperoleh hak milik
dimana benda itu tambah besar atau berlipat ganda karena alam. Contoh: tanah
bertambah besar akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon berbuah, dan lain-lain.

3. Daluarsa (verjaring) yaitu suatu cara untuk memperoleh hak milik atau
membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan
atas syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU tahun 1945 KUHper, ada dua
macam daluarsa:

a. Acquisitieve verjaring adalah suatu cara memperoleh hak milik karena


lewatnya waktu.

b. Extinctieve verjaring adalah membebaskan seseorang dari satu penagihan


atau penuntutan hukum karena daluarsa atau lewat waktu.

Ada 4 syarat daluarsa:

a) Bezitter sebagai pemilik

b) Bezit itu harus denagn jujur (itikad baik)

c) Bezit harus terus menerus dan tidak terputus

d) Bezit itu telah berusia 20 tahun atau 30 tahun (Tahun 1963 KUHper)

4. Pewarisan yaitu suatu proses peralihan hak milik tau warisan dari pewaris
pada ahli warisnya. Pewaris dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu karena
UU dan wasiat.

I
5. Penyerahan yaitu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan
hak milik pada pihak yang lainnya.4

Hoge raad berpendapat bahwa cara-cara memperoleh hak milik tersebut tidak
lengkap dan tidak terlalu sistematis. Dikatakan tidak lengkap karena di dalam
pasal 584 KUHper tidak disebutkan cara-cara lain, padahal cara memperoleh hak
memperoleh hak milik tidak hanya ada pada kelima cara itu, tetapi juga dikenal
cara-cara lain, seperti pencabutan hak, pembebasan hak, hibah, wasiat dan
pencampuran harta kekayaan pada saat bersamaan, dikatakan tidak terlalu
sistematis, karena segala jenis perolehan hak milik terdapat campur aduk,
terutama pada nomor d dan e, seharusnya yang lebih dahulu adalah nomor e, baru
kemudian karena warisan.

2.3. Batasan Hak Milik

Dari ketentuan-ketentuan pasal 570 KUHper dapat diketahui pembatasan-


pembatasan penggunaan hak milik antara lain:

a. Tidak bertentangan dengan UU

Penggunaan hak milik dibatasi oleh undang-undang artinya harus tidak


bertentangan dengan undang-undang dan peraturan umum yang berlaku. Dan
perakteknya pengertian bertentangan dengan undang-undang telah diperluas
menjadi bertentangan dengan hukum, dengan demikian segala perbuatan
penggunaan hak milik yang bukan saja bertentangan dengan undang-undang
melainkan juga bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum pun dapat
dilarang, misalnya penggunaan rumah sebagai tempat pelacuran, perdaganggan
minuman keras, perdaganggan narkoba, pusat perjudian.

b. Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain

Penggunaan hak milik tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap orang lain
dan hak-hak orang. Misalnya pemilik pabrik yang membuang limba pabriknya
kesungai, sehingga menganggu kesehatan dan kebersihan masyarakat sekitanya.

4
Sudikno Merto, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), hal. 103

I
Kerugian akibat gangguan (hinder) dapat digiugat melalui pasal 1365 KUHper
tentang onrechtmatinge daad (perbuatan melawan hukum)

c. Penyalah gunaan hak (misbruik van recht)

Berbuat semaunya termasuk menyakah gunakan hak itu, penggunaan hak milik
itu dibatasi oleh kepentingan orang lain, penggunaan hak milik harus secara wajar.
Walaupun orang mempunyai hak milik, tidaklah berarti ia boleh berbuat
seenaknya, penyalahgunaan hak adalah menggunakan hak milik sedemikian rupa
sehingga kerugian orang lain lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat yang
diperoleh akibat dari penngunaan hak tersebut.

d. Pembatasan oleh hukum tetangga

Hukum tetangga adalah hukum yang membatasi kebebasan seseorang dalam


penggunaan dan penguasaan hak miliknya, atau juga dapat disebut suatu hukum
yang mengatur hak dan kewajiban orang yang hidup bertetangga, yang mana
penggunaan dan pengguasaan hak milik bersama, konsep ini sesuai dengan
ketentuan pasal 6 UUP no 5 Tahun 1960, bahwa hak milik mempunyai fungsi
sosial.

e. Pencabutan hak untuk kepentingan umum

Adakalnya hak milik dicabut dari pemiliknya apabila kepentingan umum


menghendakinya, tetapi pencabutan itu harus dengan alasan, prosedurdan anti
kerugian yang layak menurut undang-undang. Pemerintah tidak boleh menurut
semaunya saja mencabut hak orang, walaupun dengan alasan hak milik
mempunyai fungsi sosial.

Batasan dalam UUPA menunjukkan bahwa hak milik bukanlah merupakan


lambing kekuasaan yang tidak terbtas atau hak asasi yang tidak terbatas, akn
tetapi dibatasi oleh kepentingan umum yang diungkapkan oleh hukum public.

2.4. Hak Milik Bersama

Hak milik bersama dapat terjadi karena perjanjian atau Karena undang-undang,
dikatakan hak milik bersama (medeeigendom) karena terdapat beberapa orang
pemilik atas suatu benda yang sama, setiap pemilik peserta memiliki bagian yang
tidak dapat dipisahka dari benda itu, pemilikan bersama itu bisa berupa:

I
a. Pemilikan terhadap benda tertentu, seperti rumah susun.

b. Terhadap seluruh aktiva (piutang), dan pasiva (utang seperti harta


perkawinan), warisan.

Menurut ketentuan pasal 573 berbunyi “pembagian benda yang menjadi milik
lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan mengenai
pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam pasal 1066 sampai
dengan 1125 bab 17 buku 11 KUHper mengenai hak milik bersama dengan
warisan”. Hak milik bersama ada dua macam:

1) Hak milik bersama yang bebas

Hak milik ini terjadi karena perjanjian antara berapa pemilik bersama atas suatu
benda, para pemilik bersama dapat meminta pemisahan dan pembagian terhadap
benda bersama itu. Setiap pemiliki bersama memiliki bagian sebagi harta
kekayaan yang berdiri sendiridan berhak menguasai bagiannya itu dan berbuat
apa saja tehadap bendanya, tanpa perlu izin dari pemilik bersama lainnya.

2) Hak milik bersama terikat

Hak milik ini terjadi karena ketentuan dan sebagai akibat hubungan hukum yang
sudah ada lebih dahulu, dalam hak milik bersanma yang terikat terhadap
kesatuan mengenai benda bersama dan pembagian tidak mungkin dilakukan, tipa
pemilik bersama tidak dimungkinkan berbuat apa saja tanpa izin dari pemilik
bersama lainnya.

2.5. Sertifikat Ganda

Sertifikat hak atas tanah adalah merupakan produk dari suatu instansi yakni
Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah. Menilik dari proses pembuatan dan
penerbitannya maka sudah sangat mungkin untuk terbitnya suatu sertifikat hak
atas tanah yang ganda, mengingat bahwa kegiatan administrasi pertanahan yang
belum sempurna atau mungkin tidak akan bisa sempurna, selain itu juga
kemungkinan terjadinya kelalaian dari petugas Badan Pertanahan Nasional
mengingat para petugasnya juga manusia biasa yang setiap saat bisa lalai. Apalagi
mengingat bahwa hukum pertanahan kita adalah merupakan peninggalan
kolonial di mana dahulu terdapat berbagai alasan yang bermacam-macam,

I
sebagai akibat sistem hukum Belanda yang pluralistik. Sertifikat ganda juga ada
beberapa kemungkinan, misalnya obyeknya sama tetapi alas haknya berbeda atau
obyeknya sama tetapi namanya, nomornya, alas haknya berbeda, bisa juga
obyeknya sama, lokasinya sama tetapi bisa sama sebagian, bisa sama seluruhnya.

Dalam hal tertentu bisa saja terjadi pemalsuan baik sengaja maupun tidak sengaja
dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah. Dalam hal sertifikat hak atas tanah
palsu ada 2 (dua) kemungkinan yakni sertifikat tersebut memang benar-benar
palsu misalnya: cap, tanda tangan ataupun blankonya yang palsu, atau sertifikat
tersebut asli tetapi palsu maksudnya bahwa sertifikat tersebut sengaja yang oleh
mempunyai dipalsukan. Misalnya seorang pemilik sertifikat memalsukan
sertifikatnya sendiri sehingga sertifikat manjadi ganda dengan tujuan untuk
memperkaya diri. Tetapi tidak jarang juga bahwa terjadinya sertifikat ganda
karena kesengajaan atau pemalsuan, sehingga dalam hal ini ada unsur pidana.

Sertifikat tanah selain berfungsi untuk melindungi hak pemilik, sertifikat tanah
juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa
haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya. Keharusan
mendaftarkan tanahnya dimaksud agar menjadikan kepastian hukum bagi
mereka dalam arti demi kepastian hukum bagi pemegang hak dalam sertifikat.

Pendaftaran tanah yang ada akan memberikan kepastian agar tidak terjadinya
sertifikat ganda dan memberikan kepastian akan hak kepada seseorang untuk
memiliki tanah, dengan pendaftaran tersebut dapat dijadikan bukti untuk
membantah klaim dari pihak lain, mengelakkan suatu sengketa perbatasan karena
dengan sertifikat yang diperoleh dari pendaftaran tanah mengandung surat ukur
yang telah diteliti dan cermat dan juga telah terdaftar dalam penetapan
perpajakan. Sehingga dengan demikian pendaftaran tanah semakin memberikan
kekuatan status kepemilikan tanah bagi pemegang haknya.

I
BAB III

PEMBAHASAN

Analisis kasus

Dari kasus diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tergugat I dan tergugat II
menempati dengan mendirikan bangunan rumah sehingga perbuatan tergugat I
dan tergugat II menguasai tanah objek perkara merupakan perbuatan melawan
hukum sebagaimana dalam pasal 1365 KUHPerdata yang memuat unsur-unsur
Perbuatan Melawan hukum, ada 4 unsur Perbuatan Melawan Hukum:

Menggunakan tanah yang bukan hak miliknya dalah pelanggaran hukum, maka
Tergugat I dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum


Dikatakan Perbuatan melawan Hukum tidak hanya hal yang bertentangan
dengan Undang-undang, tetapi juga jika berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang memenuhi salah satu unsur berikut:
 Bertentangan dengan hak orang lain;
 Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sediri;
 Bertentangan dengan kesusilaan;
 Bertentangan dengan keharusan (kehati-hatian, kepantasan,
kepatutan) yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat
mengenai orang lain atau benda

2. Adanya unsur kesalahan;


Unsur kesalahan dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan dan
akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku;

3. Adanya kerugian;

I
Yaitu kerugian yang timbul karena PMH. Tiap PMH tidak hanya dapat
mengakibatkan kerugian uang saja, tetapi juga dapat menyebabkan
kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan
kesenangan hidup.

4. Adanya hubungan sebab akibat;


Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan kausal
antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan
sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan;

Berdasarkan pasal 579 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap pemegang


kedudukan berkuasa dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai berikut :

1. Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus


mengembalikan pula segala hasil kebendaan, bahkan hasil-hasil itulah
diantaranya, yang mana kendati sebenarnya tidak dinikmati olehnya,
namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya.

2. Ia harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga.”

I
BAB IV
PENUTUP

Pokok permasalahan/sengketa dalam perkara ini adalah perbuatan melawan


hukum yang menurut penggugat adalah tanah dengan berita acara pelaksanaan
putusan nomor : 67/1992 tanggal 18 januari 1996 yang berada di kampung bale
atu, kecamatan lut tawar, kabupaten aceh tengah.
Penggugat mendapatkan tanah tersebut berdasarkan warisan dan harta
peninggalan dari almarhum orang tua penggugat yaitu HL. Kalam dan kemudian
oleh seluruh ahli waris telah dibagi di pengadilan agama takengon dan putusan
pengadilan tinggi banda aceh.
Namun, pada tahun 1978, orang tua penggugat telah mewariskan tanah
tersebutkepada penggugat, dan kemudian penggugat menjual tanah tersebut
kepada orang tua para tergugat dengan bukti slip pembayaran.
Kemudian bahwa ternyata hal ini telah pernah dipersengketakan di pengadilan
tinggi agama banda aceh dan ternyata objek sengketa adalah tanah waris yang
telah di faraid kepada ahli warisnya dimana dalam hal ini adalah penggugat, dan
telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat. Sehingga hakim
mengabulkan gugatan penggugat sebahagian dan menghukum para tergugat
untuk membayar denda dan biaya persidangan dan mengosongkan lahan.

I
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. 2000,
Bandung.
Mariam Darus Badrudaman, Mencari Sumber Hukum Benda Nasional.
Sudikno Merto, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW).

putusan Pengadilan Negeri Takengon Nomor Perkara : 27/Pdt. G/ 2015/ PN Tkn.

Anda mungkin juga menyukai