Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMA

BRONKHIAL
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh

- Nurhapipah (1720170043)
- Syifa Fauziah (1720170066)

PROGRAM STUDI AKADEMI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS -SYAF‘IYAH


Jl. Raya Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi 17411 Jawa Barat, Indonesia

2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " asuhan
keperawatan pada asma bronkhial" tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada tauladan terbaik Nabi Muhammad SAW yang karenanya ilmu - ilmu Allah
SWT disampaikan dengan sempurna menjad jalan hidayah bagi umatnya.

Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asma Bronkhial”,
yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari beberapa sumber. Makalah ini di susun
oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini berupaya memberi informasi untuk mengetahui Asma Bronkhial. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat lebih bagi pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terimakasih.

Jakarta, 20 Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian asma bronkhial ................................................................................... 3


2.2 Etiologi dari asma bronkhial ............................................................................... 3
2.3 Patofisiologi terjadinya asma bronchial ............................................................. 4
2.4 Manifestasi klinis klien dengan asma bronkhial ............................................... 5
2.5 Komplikasi pada asma bronkhial ....................................................................... 6
2.6 Penatalaksanaan pada asma bronkhial .............................................................. 7
2.7 Konsep Asuhan keperawatan asma bronkhial .................................................. 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 20


3.2 Saran ...................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering
dijumpai pada anak dengan angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan
kelainan yang kompleks dengan banyak factor berperan dalam patogenesisnya. Oleh
karena itu, tidak mudah untuk membuat definisi secara sederhana yang memuaskan
semua pihak. Para perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002, mendefinisikan asma
sebagai mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai berikut;
timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, setelah
aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.

Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara
sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah
dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Jumlah prevalensi
asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan bervariasi antara negara.
Prevalensi Asma di Indonesia berdasarkan penelitian pada tahun 2002 pada anak usia 13-14
tahun adalah 6-7%. Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia,
antara lain dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam
melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya
lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi asma pada anak
berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia
sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.

1
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan
operasionalnya menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya.

Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof.
R.D Kandouw Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke
waktu baik di Negara maju maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka
semakin memacu dunia kesehatan khususnya keperawatan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pelaksanaan dalam membantu program pemerintah dengan upaya
mengurangi angka kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa itu asma bronkhial?
2. Apa saja etiologi dari asma bronhial?
3. Bagaimana proses terjadinya asma bronkhial?
4. Apa manifestasi klinis klien dengan asma bronkhial?
5. Komplikasi apa sajakah yang terjadi ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada asma bronkhial?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada asma bronkhial?

1.3 Tujuan
2. Memberi informasi kepada pembaca tentang pengertian asma bronkhial .
3. Memberi informasi kepada pembaca tentang etiologi asma bronkhial.
4. Memberi informasi kepada pembaca bagaimana proses terjadinya asma bronkhial.
5. Memberi informasi kepada pembaca tentang asma bronkhial.
6. Memberi informasi kepada pembaca tentang komplikasi yang terjadi pada asma
bronkhial.
7. Memberi informasi kepada pembaca bagaimana penatalaksanaan pada asma
bronkhial.
8. Memberi informasi kepada pembaca tentang asuhan keperawatan asma bronkhial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian asma bronkhial


Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap
suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark, 2013)
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek,
wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak didalam
bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama disebabkan oleh alergi
atau infeksi saluran pernafasan. Kedu, asap rokok dapat mengakibatkan asma pada
anak. (Britannica Concise Encyclopedia, 2007)
Asma bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan serangan
berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas oleh karena
peningkatan ketahanan aliran udara melalui pernafasan bronkeolus. (sport science
and medicine, 2007)
2.2 Etiologi dari asma bronkhial
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
yang juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
2. Faktor Presipitasi
- Alergi
Alergi dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

3
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan
jam tangan.
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga.Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma
yang sudah ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya
karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau
olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:


a. Asma Alergik / Ekstrinsik
Asma ini disebabkan oleh alergen (misal: serbuk sari, binatang, amarah, makanan dan
jamur), kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu ekzema
atau rhinitis alergik.
b. Asma Idiopatik / Non alergik
Asma ini tidak berhubungan dengan alergi spesifik. Serangan asma ini di cetuskan oleh
beberapa faktor common cold, infeksi traktus, respiratorius, latihan, emosi. Beberapa
agen farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lain, pewarna
rambut, antagonis beta–adrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin
menjadi faktor.Serangan asma idiopatik/ non alergik menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlakunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis akut dan
emfisema.
c. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dan bentuk alergi
maupun bentuk idiopatik atau non alergik. (Brunner and Suddarth, 2001; 534)

2.3 Patofisiologi terjadinya asma bronkhial


- Asma pada anak terjadi akibat penyempitan pada jalan napas dan hiperaktif
dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.

4
- Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot otot bronkus menjadi spasme
dan zat antibodi tubuh muncul(immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya
alergi. IgE dimunculkan pada reseptor sel mast yang menyebabkan
pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya.mediator tersebut akan
menimbulkan gejala asma.
- Respon asma menjadi tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai
dengan bronkokonstriksi dapat berulang 4 sampai 6 jam dan terus menerus 2
sampai 5 jam lebih lama; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan napas beberapa minggu atau bulan.
- Asma juga dapat terjadi faktor pencetus karena latihan, kecemasan dan udara
dingin.
- Selama serangan asma, bronkiolus menjadi meradang dan peningkatan sekresi
mokus. Hal ini menyebabkan lumen jalan napas menjadi bengkak, kemudian
meningkatkan resistansi jalan napas dan dapat menimbulkan distres
pernapasan.
- Anak yang mengalami anak mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi
karena edema pada jalan napas. Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli
dan perubahan pertukaran gas. Jalan napas menjadi obstruksi yang kemudian
tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga menjadi penurunan
p02(hipoksia). Selama serangan asma , co2 tertahan dengan meningkatnya
resistensi jalan napas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratoty
dan hypercapnea. Kemudian sistem pernapasan akan mengadakan kompensasi
dan meningkatkan pernapasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan
hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar co2 dalam darah (hypocapnea)
2.4 Manisfestasi klinis klien dengan asma bronkhial
- Wheezing
- Dyspnea dengan lama ekspirasi : penggunaan otot otot asesori pernapasan,
cuping hidung,retraksi dada, dan stridor.
- Batuk kering( tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan napas
sempit
- Tachypnea, tachycardia, orthopnea.
- Gelisah.
- Berbicara sulit atau pendek karena sesak napas.
- Diaphorosis
5
- Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
- Fatigue
- Tidak toleran terhadap aktifitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
- Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
- Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior
- Serangan yang tiba tiba atau berangsur angsur
- Auskultasi ; terdengar ronki dan crackles

Tingkatan pada penderita asma


1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
2.5 Komplikasi pada asma bronkhial
- mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal napas
- chronic persistent bronchitis
- bronchiolitis
- pneumonia
- emphysema

6
2.6 Penatalaksanaan pada asma bronkhial
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
d. Pengobatan/terapy
a. Pengobatan non farmakologik:
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik:
1. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
- Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat:
Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup
2. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard),
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

7
Cara pemakaian: Bentuk suntikan teofillin/aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
3. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma
yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungan obat ini
adalah dapat diberikan secara oral. (Dudut Tanjung., Skp, 2007)

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis
dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien sampai ke taraf optimal melalui
pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu kebutuhan klien.
(Nursalam, 2005)

Dalam asuhan keperawatan pasien dengan asma bronkial, menggunakan


pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen dari proses
keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali
permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang suatu

8
kesehatan seseorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan
berkesinambungan.
Pengkajian keperawatan harus selalu dirancang sesuai kebutuhan klien.
Apabila pada kondisi klien perawat dihadapkan pada klien yang menderita
penyakit akut, perawat perlu membekali diri tentang kondisi gejala yang
berhubungan dan perawat boleh memilih untuk hanya mengkaji sistem tubuh
yang terlibat. Pengkajian keperawatan yang komprehensif biasanya akan
dilakukan pada klien dalam kondisi lebih sehat, kemudian perawat
mempelajari status kesehatan total pasien. (Muttaqin, 2010: 2)
Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Pengumpulan data
1. Identitas klien/biodata
a) Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS dan
tanggal pengkajian
b) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
b) Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau tanpa
produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau dini hari
sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat maka gejala
yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti mengantuk, pucat ,
bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang hebat, takikardia,
kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas, berkeringat. (Margaret
Varnell Clark, 2013)
c) Riwayat kesehatan
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini, tanda dan
gejala yang umum dilaporkan selama pengkajian riwayat meliputi:
 Batuk, terutama di malam hari : batuk menggonggong yang pada awal
kering, yang menjadi batuk berdahak dengan sputum berbusa
 Pernapasan sulit : pendek napas, nyeri dada atau sesak, dispnea saat
beraktifitas.

9
 Mengi

Kaji riwayat medis saat ini dan dimasa lampau untuk mengidentifikasi
faktor resiko, seperti;

 Riwayat rinitis alergi atau dermatitis atopik


 Riwayat atopi(asma,rinnitis alergi,dermatitis atopik) di dalam keluarga
 Episode berulang diagnosis mengi, bronkiolitis atau bronkitis
 Alergi yang diketahui
 Respon musiman terhadap serbuk sari
 Kemiskinan

Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang berhubungan dengan


asma pada anak, riwayat penyakit keturunan atau bawaan seperti asma,
diabetes melitus, dan lain-lain.
1. Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran pola asuh
klien
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre natal,
natal, dan post natal.
d) Riwayat imunisasi dan pemberian makan
- Riwayat imunisasi
Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi BCG, Hepatitis,
Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak belum mendapat imunisasi tanyakan
dan catat imunisasi apa saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan
alasannya
Tabel 2.1
Jadwal Imunisasi Yang Dianjurkan
Bulan Tahun
Jenis
vaksin Lhr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18

BCG 1
Hepatiti 1 2 3

10
sB
Polio 0 1 2 3 4 6
DPT 1 2 3 4 5
Campa 1 2
k
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavir 1 2 3
us
Influen Diberikan setiap tahun
za
Varisel Di berikan 1x
a
MMR 1 2
Thypoi Ulangan tiap 3 tahun
d
Hepatiti 2x, interval 6-12 bulan
sA
HPV 3x
Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 17 juni 2015)

e) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah kelemahan fisik akibat
kurangnya nafsu makan, gelisah, kesulitan bernafas, kesulitan tidur,
berkeringat, takikardia.
b. Tanda-tanda vital
Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran normal
c. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan berat badan
dari normal.
d. Pemeriksaan fisik

11
Pemeriksaan fisik anak yang menderita asma meliputi inspeksi, auskultasi dan
perkusi.
 Inspeksi
Observasi penampilan umum dan warna kulit anak. Selama
perburukan ringan, warna kulit akan tetap merah muda. Akan tetapi,
seiring perburukan kondisi, sianosis dapat terjadi. Upaya pernapasan
beragam. Beberapa anak menunjukan retraksi ringan, sementara anak
anak lain menujukan penggunaan otot tambahan dan pada akhirnya
gerakan kepala naik turun jika tidak ditangani secara efektif. Anak
dapat tampak cemas dan ketakutan atau letargi dan iritable. Mengi
dapat terdengar jelas. Anak yang mengalami asma menetap berat
dapat memiliki dada tong dan selalu menunjukan sedikit peningkatan
upaya pernapasan.
 Auskultasi dan perkusi
Pengkajian menyeluruh terhadap lapang paru sangat penting. Mengi
merupakan tanda utama obstruksi jalan napas dan dapat beragam
diseluruh lapang paru. Serak juga dapat muncul. Kaji keadekuatan
pengisian udara. Suara napas dapat hilang dibasal paru atau di seluruh
lapang paru. Dada yang tenang pada penderita asma dapat menjadi
tanda bahaya. Akibat obstruksi jalan napa berat, gerakan udara dapat
sangat buruk sehingga mengi tidak dapat terdengar saat auskultasi.
Perkusi dapat mengungkap hiper-resonan.
f) Data penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug

12
b) Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pencetusnya allergen,
olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator
humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema
mukosa, sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
d) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru, yaitu:
 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block)
 Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
e) Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
f) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak

13
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Dudut Tanjung., Skp,
2007)
2. Analisa Data

Analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep,


teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi pasien.
Analisa data dilakukan melalui pengesahan data, pengelompokkan data,
membandingkan data, menentukan ketimpangan atau kesenjangan serta
membuat kesimpulan tentang kesenjangan atau masalah yang ada. (Gaffar,
1999)

2. Diagnosa keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
– kapiler
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan O2
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien dengan asma bronkial menurut sdki ,
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas

Tujuan: membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk


mempertahankan jalan nafas tetap paten

Kriteria hasil: menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas,


mis. Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi Rasional

14
Observasi
1. Monitor pola nafas(frekuensi, 1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi
kedalaman, usaha napas)
dan membantu dalam menentukan
intervensi yang akan diberikan.
2. Monitor bunyi napas 2. Suara napas tambahan dapat menjadi
tambahan( mis. Gurgling, indikator gangguan kepatenan jalan napas
mengi, wheezing, ronkhi yang tentunya akan berpengaruh terhadap
kering) kecukupan pertukaran udara.

Terapeutik
3. Posisikan semi fowler atau
3. Peninggian kepala tempat tidur
fowler
mempermudah fungsi pernapasan dengan
gravitasi. Namun, pasien dengan distress
berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernafas. Sokong tangan dan
kaki dengan meja atau bantal membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada
4. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
4. Penghisapan lendir membantu untuk
mengeluarkan sekret, karena anak tidak
5. Pertahankan polusi lingkungan. dapat mengeluarkan sendiri
Contoh debu, asap dll.
5. Pencetus tipe alergi pernapasan dapat
menimbulkan episode aku
Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
6. Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan
terkontraindikasi. Memberikan
mempermudah pengeluaran. Penggunaan
air hangat.
cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
7. Merelaksasikan otot halus dan
bronkodilator, ekspektoran,
menurunkan spasme jalan napas, mengi
mukolitik, jika perlu.
dan produksi mukosa

15
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus – kapiler
Tujuan: menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan
gda alam rentang normal dan bebas gejala disters pernafasan
Kriteria hasil: pasien berpastispasi dalam program pengobatan dan bebas gejala
distres pernapasan
Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan 1. Manisfestasi distres pernapasan tergantung
kemudahan bernapas. pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa, 2. Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi
dan kuku, catat adanya sianosis atau repon tubuh terhadap
perifer(kuku) atau sianosis demam/menggigil. Namun sianosis daun
sentral(sirkumoral). telinga, membran mukosa, dan kulit
sekitar mulut(membran hangat)
menunjukan hipoksemia sistemik.
3. Kaji status mental
3. Gelisah, bingung somnolen dapat
menunjukan hipoksemia/ penurunan
oksigenasi serebral.
4. Takikardi biasanya ada sebagai
4. Awasi frekuensi jantung/irama
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai

16
respon terhadap hipoksemia
5. Pertahankan istirahat tidur, Dorong 5. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
menggunakan teknik relaksasi dan kebutuhan /konsumsi oksigen untuk
aktivitas senggang. memudahkan perbaikan infeksi
6. Tinggikan kepala dan dorong sering 6. Tindakan ini meningkatkan inspirasi
mengubah posisi, napas dalam, dan batuk maksimal, meningkatkan pengeluaran
efektif. sekret untuk memperbaiki ventilasi
7. Kaji tingkat ansietas 7. Ansietas adalah manifestasi masalah
psikologi sesuai dengan respon fisiologi
terhadap hipoksia.

Kolaborasi
1. Berikan terapi oksigen dengan benar, mis., 1. Tujuan terapi oksigen adalah
dengan nasal prong, masker, masker mempertahankan PaO2 di atas 60mm Hg.
venturi Oksigen diberikan dengan metode yang
2. Awasi GDA, nadi oksimetri memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
2. Mengevaluasi proses penyakit dan
memudahkan terapi paru.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan


kebutuhan O2
Tujuan : menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
Krieria hasil : tak ada dyspnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan
normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi respon pasien terhadap 1. Menetapkan kemampuan/kebutuhan
aktifitas. Catat laporan dispnea, pasien dan memudahkan pilihan
peningkatan kelemahan/kelelahan dan intervensi

17
perubahan tanda vital selama dan
setelah aktifitas.
TTV normal :
N :60-100 x/menit
RR: 12-24 x/menit
Td: 120/90
S :36°c
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi 2. Menurunkan stress dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan
indikasi. Dorong penggunaan
manajemen stress dan pengalih yang
tepat.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam 3. Tirah baring dipertahankan selama fase
rencana pengobatan dan perlunya akut untuk menurunkan kebutuhan
keseimbangan aktifitas dan istirahat. metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual
pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernapasan.

4. Bantu pasien untuk memilih posisi 4. Pasien mungkin nyaman dengan


nyaman untuk istirahat atau tidur kepala tinggi, tidur dikursi, atau
menunduk kedepan meja atau bantal.

5. Pantau aktifitas perawat diri yang 5. Meminimalkan kelelahan dan


diperlukan. Berikan kemajuan membantu keseimbangan suplai dan
peningkatan aktivitas selama fase kebutuhan oksigen.
penyembuhan.

4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan


secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap

18
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan
meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda dengan orang


dewasa. Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan bayi maupun dengan orang
tua sangat diperlukan. Disamping itu harus memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi
dan orang tua.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil
pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning
(perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada
evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon
pasien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
pelayanan.

19
BAB III
PENUTUP

3.2 Kesimpulan
Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (mengi)
intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma
bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca,
stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pengobatan serangan asma
dapat dilakukan dengan :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma.
d. Pengobatan/terapy.

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.

20
Daftar Pustaka

- Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.
- Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
- Sari Pediatri, Vol 7, No 1, Juni 2005
- Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
- Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
- Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
- Kyle, Terri. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC
- Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathways. Jak Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
- Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
- Kyle, Terri. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC
- Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathways. Jakarta: EGC
- Axton, Sharon. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
- Suriadi&Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Percetakan
Penebar Swadayaarta: EGC
- Axton, Sharon. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
- Suriadi&Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Percetakan
Penebar Swadaya
- Tim Pokja. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
- Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
- Tim Pokja. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

21

Anda mungkin juga menyukai