Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN KDM NYERI

SITI AZLINDA
NIM 16010136

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2019
LAPORAN PENDAHULUAN NYERI

1.1 Pengertian
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007)
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.

1.2 Fisiologis Nyeri


Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar
pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin,
bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang
bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-
impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang
ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar
dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsa horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa
lapisan atau laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls
nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke
jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau
jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang
sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya
nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan
reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang
melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang
berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan
neurotransmiter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi
nociceptor yang ditransmisikan oleh oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan
jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang
banyak diketahui mekanismenya (Hidayat, 2009).

1.3 Jenis Gangguan


Secara umum, nyeri dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya
peningkatan tegangan otot.
2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang
termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis.
Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, di
antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar. Terdapat jenis nyeri yang spesifik, di
antarnya nyeri somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent paint), nyeri
psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain.
1. Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan
di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan dari kedua jenis
nyeri ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri Viseral
Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, menusuk, Tajam, tumpul, Tajam, tumpul,
membakar. nyeri terus. nyeri terus, kejang.
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Torehan, abrasi Torehan, panas, Distensi, iskemia,
terlalu panas dan iskemia pergeseran spasmus, iritasi
dingin. tempat. kimiawi (tidak ada
torehan).
Reaksi Tidak Ya Ya
Otonom
Refleks Tidak Ya Ya
Kontraksi
Otot
2. Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya
terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral.
3. Nyeri psikogenik adalah nyeri nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang
timbul akibat psikologis.
4. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas
diamputasi.
5. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di
sepanjang atau di beberapa jalur saraf.

1.4 Faktor Yang Mempengaruhi


1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia.Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan
pengkajian, diagnosis dan penanganan secara agresif. Cara lansia berespon
terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon dengan orang yang berusia
lebih muda. Namun individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi
mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri. Karena lansia
hidup lebih lama, mereka kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi
patologis yang menyertai nyeri. Sekali klien yang berusia lanjut menderita nyeri,
maka ia dapat mengalami gangguan fungsi yang serius.
2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan
suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin, misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama.
3. Budaya
Kebudayaan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Cara
individu mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan.
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun.
5. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara
dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman atau tantangan.
6. Gaya koping yang dugunakan
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat seseorang
merasa kesepian. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol
terhadap lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa
yang terjadi. Dengan demikian. Gaya koping mempengaruhi kemampuan
individu tersebut untuk mengatasi nyeri.
7. Kecemasan dan stressor lain
Hubungan antara kecemasan dan nyeri bersifat kompleks. Kecemasan seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan kecemasan. Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih
mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang yang
memiliki status emosional yang kurang stabil.
8. Lingkungan dan dukungan orang terdekat
Faktor lain yang bermakna yang mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung terhadap anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
9. Pengalaman nyeri yang lalu
Setiap individu belajar dari pangalaman nyeri yang lalu. Pengalaman nyeri
sebelumnya berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa tanpa pernah sembuh atau menderita
nyeri yang berat, maka ansietas bahkan rasa takut dapat muncul. Namun dapat
juga sebaliknya (Potter, 2005).

1.5 Masalah/Diagnosa Medis


BPH (Hiperplasia Prostat Benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria (Smeltzer, 2002).

1.6 Konsep Keperawatan


1.6.1 Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas
dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
1. P (pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri,
2. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat,
3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri,
4. S (severity) adalah keparahan atau itensitas nyeri,
5. T (Time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala
nyeri berikut:

1.6.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

1.6.3 Kriteria Hasil dan Intervensi


1. MK: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Kriteria Hasil
a. Tingkat nyeri (2102)
Kode Indikator SA ST
210201 Nyeri yang dilaporkan 3 5
210208 Tidak bisa beristirahat 3 5
210212 Tekanan darah 3 5
Keterangan:
1: Berat
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
3. Intervensi
Manajemen nyeri (1400)
a. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik,
waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
dan faktor-faktor pencetus
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
c. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
d. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
nyeri
e. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Tamsuri, A. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai