Anda di halaman 1dari 31

TUGAS FARMASI INDUSTRI

CPOB (CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK) dan

PERAN APOTEKER DIINDUSTRI FARMASI

Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc.,Apt

Disusun Oleh :

Nama : Ayu Lestari Sakku Tandung

NPM : 18340194

Kelas : B (Reguler)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
201
1. Apa yang diketahui tentang CPOB ?
Jawab :
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam
seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat
jadi, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Pedoman CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaanya.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu. Pada proses pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat penting untuk menjamin bahwa obat yang bermutu tinggi
tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus
dibentuk ke dalam produk tersebut (to build quality into the product).
Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses
produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai,
serta personel yang terlibat. Oleh karena itu, Pemastian Mutu suatu
obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau secara cermat.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi
menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam
konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis dan
mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang
lingkup CPOB 2012 meliputi 12 aspek yaitu:
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali
Produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validas

1. Manajemen Mutu
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan
risiko yang membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu” yang
memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara
pembuatan obat yang baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen
Risiko mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektifitasnya. Unsur dasar Manajemen Mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa
pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu.

Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang


Baik (CPOB). Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah
aspek Manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan
di sini untuk menekankan hubungan dan betapa penting konsep tersebut
dalam produksi dan pengawasan produk .

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem Pemastian Mutu yang memuaskan dan pembuatan
obat yang benar. Oleh sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab
untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personel hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh
personel hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Industri Farmasi hendaklah memiliki personel yang
terkualifikasi dan berpengalaman praktris dalam jumlah yang
memadai. Tiap personel hendaklah tidak dibebani tanggung jawab
yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat.
Suatu Industri Farmasi harus memiliki struktur organisasi yang
menguraikan tugas dan kewenangan masing-masing personel sesuai
dengan posisinya. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil
yang ditunjuk dengan syarat wakil tersebut memiliki tingkat kualifikasi
yang memadai. Personel kunci yang harus ada di suatu industri
farmasi, mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu, dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi
penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis
sebagai berikut:
1. Personel Kunci
a. Personel Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala
bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen
Mutu.
b. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen
Mutu/kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen
satu dengan yang lain.
2. Organisasi, Kualifikasi dan tanggung jawab
a. Pada struktur organisasi perusahaan, bagian Produksi dan
Pengawasan Mutu harus dipimpin oleh seorang Apoteker
yang berbeda, yang tidak saling bertanggung jawab satu
terhadap yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai
kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat
menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.
b. Manajer produksi harus seorang apoteker yang terlatih serta
memiliki pengalaman praktis yang memadai, diberikan
wewenang dan tanggung jawab penuh mengelola produksi
obat.
c. Manajer Pengawasan Mutu harus seorang Apoteker yang
handal, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang
memadai, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh
dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh
prosedur Pengawasan Mutu.
d. Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu bersama-sama
bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan
prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan
lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi
proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan
personel, pemberian Universitas Sumatera Utara persetujuan
terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan
produk dan bahan terhadap kerusakan serta kemunduran
mutu serta penyimpanan dokumen-dokumen.
e. Tersedia tenaga yang terampil dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan supervisi langsung di bagian Produksi
dan Pengawasan Mutu. Setiap supervisor tersebut harus
terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman
praktis dan bertanggung jawab kepada manajer Produksi dan
Pengawasan Mutu.
f. Tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan
Pengawasan Mutu sesuai prosedur dan spesifikasi yang telah
ditentukan.
g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personel harus
tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko
terhadap mutu obat.
h. Tugas dan tanggung jawab harus diberikan dengan jelas
serta dapat dipahami dengan baik oleh setiap personel.
3. Pelatihan
a. Seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pembuatan
obat, harus dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan
tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.
b. Pelatihan harus diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian
khusus diberikan bagi mereka yang bekerja di daerah steril
dan daerah bersih atau yang bekerja dengan bahan yang
mempunyai resiko tinggi, atau yang menimbulkan
sensitisasi.
c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara
berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk
menjamin agar personel terbiasa dengan persyaratan CPOB.
d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis
yang disetujui oleh manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.
e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personel harus
disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi
personel harus dinilai secara berkala untuk menentukan
apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai
untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
3. Bangunan dan fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai, serta disesuaikan
kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil terjadi risiko kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat. Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang
berasal dari lingkungan dan sarana maka perlu:
1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari
kontaminasi.
2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan
memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.
Universitas Sumatera Utara
3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki
efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.
4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki
efisiensi saringan udara sebesar 99.95 %.
5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki
efisiensi saringan udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem
resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air) .
6. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki
efisiensi saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem
resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air).
7. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder.
8. Kelas G adalah ruang gudang. Bangunan suatu industri farmasi
permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-
langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka
serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai
di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat
dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki
permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai
dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk
lengkungan.

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai,
serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat yang
dihasilkan dapat terjamin, seragam dari bets ke bets, dan memudahkan
pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.
a. Desain dan konstruksi
1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,
produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan.
2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan
rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan
pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang,
mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa
ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur
yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi
hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.
b. Pemasangan dan penempatan
1) Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar
bahan di area yang sama. Peralatan hendaklah dipasang
sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau
pencemaran.
2) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain
hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada
tiap tahap proses. Pipa hendaklah diberi penandaan yang jelas
untuk menunjukkan isi dan arah aliran.
c. Perawatan
1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah
malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian produk.
2) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan
dipatuhi.
3) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan dan
bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah
kontaminasi.
4) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk
antara yang sama secara berurutan atau secara kampanye,
peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat waktu yang
sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal:
hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
5) Peralatan hendaknya diidentifikasi isi dan status kebersihannya.
6) Buku log hendaknya dibuat untuk pencatatan validasi
pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan termasuk
tanggal dan personel yang melakukan kegiatan tersebut.

5. Sanitasi dan higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah
diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi
dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam
pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan, dan
peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene Universitas Sumatera Utara
hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar selalu
memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
a. Produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personel yang
kompeten.
b. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan
karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah
dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila
perlu dicatat.
c. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak
merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan
dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.
d. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi
seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara
teratur untuk memudahkan segragasi antar bets dan rotasi stok.
e. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba atau pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.
f.Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan
atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai
hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan
yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila
perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses
produksi.
g. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada
persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila
perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
h. Sistem penomoran bets/lot Untuk memastikan bahwa tiap bets/lot
produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.
Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan
dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem
penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot
yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot
hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut
hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk
dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.
7. Pengawasan mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari
CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada
semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai
dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian, serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dijual, sampai mutunya
telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tetapi juga mencakup semua keputusan yang
berhubungan dengan mutu produk, yaitu uji stabilitas, program
pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel pertinggal, penyusunan dan perbaharuan
spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian
Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di
bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan
pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa
laboratorium. Selain itu harus didukung dengan sarana yang memadai.
Tugas pokok bagian Pengawasan Mutu, yaitu:
a. Membuat dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.
b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan
seluruh pemeriksaan, pengujian dan analisis.
c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara
tertulis.
d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan
produk.
e. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara,
produk ruahan atau produk jadi.
g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara
berkelanjutan dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan
kondisi penyimpanan bahan dan produk berdasarkan data
stabilitasnya.
h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi
berdasarkan data stabilitas serta kondisi penyimpanannya.
i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi.
Universitas Sumatera Utara
j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur
pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding
tersebut pada kondisi yang tepat.
k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel
yang diambil.
l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan
apakah produk tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau
harus dimusnahkan.
m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian
lain dari perusahaan.

8. Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok.


Inspeksi Diri dilakukan secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif. Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk
mengevaluasi apakah semua aspek Produksi dan Pengawasan Mutu
industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program Inspeksi
Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin. Prosedur
dan Catatan Inspeksi Diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia,
bangunan termasuk fasilitas untuk personel, perawatan bangunan dan
peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,
peralatan, pengolahan dan pengawasan-selamaproses, Pengawasan
Mutu, Dokumentasi, Sanitasi dan Higiene, Program Validasi dan
Revalidasi, Kalibrasi alat atau sistem pengukuran, Prosedur Penarikan
Kembali Obat Jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil
inspeksi diri sebelumnya serta tindakan perbaikan.
Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri dengan
anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan
memahami CPOB. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai
dengan kebutuhan perusahaan, namun Inspeksi Diri yang menyeluruh
hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil
pengamatan hendaklah dicatat dan dijadikan laporan. Selain mencakup
hasil inspeksi diri, laporan tersebut menyertakan evaluasi serta
kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. Audit Mutu berguna sebagai
pelengkap inspeksi diri. Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan
tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali


produk
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan
kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu
dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan
produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang
merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Produk
kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan,
kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan
yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan
keamanan obat yang bersangkutan. Keluhan mengenai produk dapat
disebabkan oleh:
a. Keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi
atau biologis dari produk atau kemasannya.
b. Keluhan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas,
reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain.
c. Keluhan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak
berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera


setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima
laporan mengenai reaksi yang merugikan.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan,
hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan
dengan penarikan kembali segera. Penarikan kembali hendaklah
menjangkau sampai tingkat konsumen.
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali
dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk
hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan
kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh
mata rantai distribusi.
Produk Kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat


dikembalikan ke dalam persediaan
2) Produk kembalian yang dapat diproses ulang.
3) Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang
hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau
pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan dan
mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan
dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang
esensial dari Pemastian Mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian
tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko
terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan
dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah
didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Bagian
dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen
persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personel yang sesuai dan diberi
wewenang.
Dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah sebagai
berikut:
1. Spesifikasi bahan awal
2. Spesifikasi bahan pengemas
3. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan
4. Spesifikasi produk jadi
5. Dokumen produksi induk Universitas Sumatera Utara
6. Prosedur Pengolahan Induk
7. Prosedur Pengemasan Induk
8. Catatan Pengolahan Bets
9. Catatan Pengemasan Bets

11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar dan disetujui serta dikendalikan untuk menghindari
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak haruslah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
suatu produk yang akan diedarkan. Pelulusan bets tersebut menjadi
tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
a. Pemberi kontrak
1) Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak
dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan
dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.
2) Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima
kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan
sesuai izin edar dan persyaratan legal lain.
3) Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang
dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang
telah diluluskan oleh bagian Pemastian Mutu.
b. Penerima kontrak
1) Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan
oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO).
2) Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima
sesuai dengan tujuan penggunaannya
3) Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang
dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga
tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh pemberi
kontrak.
4) Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh
buruk pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk
pemberi kontrak.

12. Kualifikasi dan validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
a. Kualifikasi
1) Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan
validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.
2) Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau
peralatan baru atau yang dimodifikasi.
3) Kualifikasi operasional hendaklah mencakup pengujian yang
perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem
dan peralatan.
4) Kualifikasi kinerja hendaklah mencakup pengujian dengan
menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi
spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan.
b. Validasi proses
1) Validasi prospektif`adalah validasi proses yang dilakukan
sebelum produk dipasarkan.
2) Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses
produksi rutin dilakukan
3) Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang sudah
berjalan.
c. Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi
efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan
residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba,
secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan
d. Validasi metode analisis mempunyai tujuan untuk mengetahui
bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Metode
analisa yang divalidasi antara lain: uji identifikasi, penetapan kadar,
dan uji impuritas.
2. Apa peran Apoteker di Industri Farmasi ?
Jawab :
Peran, Fungsi dan Tugas Apoteker di Industri Farmasi
Peran apoteker di industri farmasi seperti yang disarankan oleh
World Health Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist
yang meliputi :
1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk
informasi obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi
kesehatan. Perlu ada interaksi dengan individu/kelompok di dalam
industri (regulatory, QA/QC, produksi dll) dan individu/kelompok
di luar industri.
2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat
untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada
di industri.
3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan.
4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil
keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri dan
memberikan bimbingan ke bawahannya dalam mencapai sasaran
industri.
5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang
ada di industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk
meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu.
6. Long-life learner,apoteker belajar terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan.
7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri
kepada sejawat apoteker atau lainnya.
8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan
riset dan mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan
bermanfaat untuk kesehatan masyarakat. Peran tersebut diterapkan
di dalam fungsi-fungsi industrial yang diperlukan, yaitu
manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu (Quality
Assurance), registrasi produk, pemasaran produk (Product
Manager), dan pengembangan produk (Research and
Development).
1. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi
Penanggungjawab produksi (kepala bagian produksi/
manajer produksi) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis paling sedikit 5 tahun bekerja di
bagian produksi pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan
pengetahuan di bagian pembuatan obat dan perencanaan
produksi, pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan
dalam pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang
baik, serta keterampilan dalam kepemimpinan yanag
dibuktikan dengan sertifikasi lembaga yang ditunjuk.
Manajer produksi bertanggungjawab atas
terselenggaranya pembuatan obat agar obat tersebut
memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat
dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam batas
waktu dan biaya produksi yang ditetapkan.
Secara rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung
jawab seorang penanggungjawab produksi adalah sebagai
berikut:
1. Bertanggungjawab dalam memastikan bahwa obat
diproduksi dan disimpan sesuai prosedur sehingga
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
2. Bertanggungjawab atas terlaksananya pembuatan obat
dari perolehan bahan, pengolahan, pengemasan, sampai
pengiriman obat ke gudang jadi.
3. Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk
semua pelaksanaan operasi di gudang, penimbangan,
pengolahan, dan pengemasan.
4. Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan
pengadaan bahan menyusun rencana produksi.
5. Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan bets
dan catatan pengemasan bets serta menjamin bahwa
produksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur
pengolahan bets dan prosedur pengemasan bets.
6. Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada
kegagalan
7. Bertanggung jawab atas peralatan yang digunakan
dalam proses produksi, peralatan yang digunakan harus
selalu dikualifikasi dan divalidasi dengan benar.
8. Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan
menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap
peraturan CPOB.
9. Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.
10. Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang
tinggi, kemampuan pengembangan, dan pelatihan serta
melakukan evaluasi tahunan atas semua karyawan yang
dibawahinya.
11. Membuat laporan bulanan.
12. Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi.
13. Mengusahakan perbaikan biaya produksi.
14. Menjaga hubungan kerja yang baik dengan
Penanggungjawab Pengawasan Mutu, Teknik dan
Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Pemasaran.
15. Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini
Pengawas Obat dan Makanan berkaitan dengan kualitas
obat. Kepala Bagian Produksi hendaknya selalu
menjaga hubungan kerja yang baik dengan Manajer
Pengawasan Mutu, Manajer Pemastian Mutu, Manajer
Teknik, Manajer Perencanaan dan Pengadaan Bahan
serta Manajer Pemasaran. Berhubungan baik dengan
pemerintah, dalam hal ini Pengawas Obat dan Makanan
sehubungan dengan kualitas obat.

2. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu


(Quality Control)
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting
dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua
kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium, termasuk
pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan
sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan, produk serta metode pengujiaannya.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa :
1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian,
kualitas, dan keamanannya;
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai
prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi
sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi,
produksi terlebih dahulu;
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan
laboratorium terhadap suatu batch obat telah
dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan sebelum didistribusikan;
4. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya
selama waktu peredaran yang ditetapkan.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang


diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin
bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum
bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk
melakukan pengambilan sampel dan penyelidikan bila
diperlukan Seorang penanggung jawab pengawasan mutu
(Kepala Bagian Pengawasan Mutu / Manajer Pengawasan
Mutu) adalah seorang apoteker yang terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab
pengawasan mutu harus seorang apoteker dengan
pengalaman praktis minimal 2 tahun bekerja di bagian
pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan
pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi,
pemeriksaan bahan pengemas, CPOB dan keterampilan
dalam kepemimpinan.
Seorang penanggung jawab pengawasan mutu
memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam
pengawasan mutu, termasuk :

1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas,


produk
2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan
telah dilaksanakan.
3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk
kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan
prosedur pengawasan mutu lain.
4. Memberikan persetujuan dan memantau semua kontrak
analisis.
5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta
peralatan di bagian pengawasan mutu.
6. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah
dilaksanakan.
7. Memastikan bahwa pelatihan awal dan
berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

3. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu


(Quality Assurance)
Seorang penanggung jawab Pemastian
Mutu/Manajemen Mutu (Quality Assurance) adalah
seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen
Mutu harus seorang apoteker atau Magister Sains atau
Doktor Sains dan memiliki pengalaman paling sedikit 5
tahun sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi,
pengalaman praktek dalam analisis fisika dan kimia,
pengalaman dalam menggunakan metode dan peralatan
laboratorium modern, kemampuan untuk menguraikan
metode analisis serta fasih berbahasa inggris, kesanggupan
dalam manajemen dan motivasi personalia serta memiliki
pengetahuan yang baik dalam proses pembuatan obat dan
CPOB baik nasional maupun internasional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam sistem
mutu, termasuk:
1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan,
membentuk) sistem mutu.
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan
acuan mutu perusahaan.
3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau
inspeksi diri berkala.
4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian
pengawasan mutu.
5. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit
terhadap pemasok).
6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program
validasi.
7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau
peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang
berkaitan dengan mutu produk jadi.
8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.
9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan
dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.
10. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta
menilai efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada
pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang
perbaikan yang berkesinambungan..
11. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam
pembuatan obat, pengemasan, penyimpanan dan
pengawasan mutu.
12. Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan
standar perusahaan.
13. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan
pelatihan CPOB.
14. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola
sistem protap.
15. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi
dan mengambil keputusan serta tindakan atas hasil
penilaian, bila perlu bekerja sama dengan bagian lain.
16. Memastikan penyelanggaraan validasi proses
pembuatan dan sistem pelayanan.
17. Memantau penyimpangan bets.
18. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan
menyetujui perubahan.
19. Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur
pengemasan induk.
20. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.
21. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan
obat jadi sesuai Protap terkait.
4. Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain
Kemasan
Unit ini dikepalai oleh seorang apoteker yang
membawahi Packaging Specialist and Documentation and
Registration Officer. Unit ini bertanggung jawab terhadap
pengembangan kemasan (baik untuk produk baru dan
produk lama) serta menyiapkan dokumen-dokumen untuk
registrasi. Selain itu juga bertugas membuat spesifikasi dan
prosedur pemeriksaan bahan kemas, dan membuat Master
batch bekerja sama dengan kepala unit formulasi.
Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar
(NIE) sebelum dapat dipasarkan. Untuk memperoleh NIE
sebuah industri farmasi harus mendaftarkan produknya ke
BPOM dan melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam
hal inilah seorang apoteker sebagai seseorang yang
kompeten di bidang obat berperan penting. Selain itu,
apoteker sebagai seseorang yang mengetahui peraturan
mengenai kemasan dan label harus mampu dalam mengatur
desain kemasan yang benar. Uraian tugas dan tanggung
jawab bagian registrasi dan desain kemasan:
1. Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan pendaftaran semua
produk / obat. Baik pendaftaran produk baru, atau
pendaftaran ulang suatu produk.
2. Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen
registrasi dengan data valid dan data yang sebenarnya.
3. Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Apoteker sebagai Tenaga Pemasaran
Dalam pelaksanaan peran apoteker sebagai tenaga
pemasaran / ritel perlu diakukan studi kelayakan terlebih
dahulu. Studi kelayakan merupakan suatu kajian sebagai
bagian dari perencanaan yang dilakukan menyeluruh
mengenai suatu usaha dalam proses pengambilan keputusan
investasi yang mengawali resiko yang belum jelas. Melalui
studi kelayakan berbagai hal yang diperkirakan dapat
menyebabkan kegagalan, dapat diantisipasi lebih awal.
Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang
terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada
konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu
sebagai pribadi maupun keluarga. Agar sukses di dunia ritel
maka ritel harus dapat menawarkan produk yang tepat,
dengan harga yang tepat, di tempat yang tepat, dan waktu
yang tepat. Fungsi Ritel adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen
selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap bebagai jenis
produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai
peritel, mereka menyediakan beraneka ragan produk dan
jasa yang dibutuhkan konsumen.
2. Memecah Memecah beberapa ukuran produk menjadi
lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan
konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa
dalam ukuran besar, maka harga barang dan jasa
tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga
membutuhkan barang dan jasa tersebut dalam ukuran
yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian
peritel menawarkan produk-produk tersebut dalam
jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi
para konsumen secara individual.
3. Penyimpanan Persediaan Peritel juga dapat berposisi
sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan dengan
ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan
diuntungkan karena terdapat jaminan ketersediaan
barang dan jasa yang disimpan peritel.
4. Penyedia Jasa Dengan adanya ritel, maka konsumen
akan mendapatkan kemudahan dalam mengonsumsi
produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu,
ritel juga dapat mengantar hingga dekat ke tempat
konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan
konsumen dalam membeli dan menggunakan produk
dengan segera dan membayar belakangan.
5. Meningkatkan Nilai Produk dan Jasa Dengan adanya
beberapa jenis produk dan jasa, maka untuk suatu
aktivitas pelanggan mungkin memerlukan beberapa
barang. Dengan menjalankanfungsifungsi tersebut,
peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir
dengan memberikan nilai tambah bagi produk atau
barang.

Kemajuan industri farmasi sangat ditentukan oleh


strategi dan tenaga pemasaran yang dimiliki perusahaan.
Apoteker sebagai seorang yang kompeten di bidang obat
dapat berperan sebagai Product Manager. Apoteker sangat
potensial dalam memperkenalkan produk industri pada
masyarakat (obat bebas/OTC) atau pada para dokter (obat
ethical) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang
dikuasainya.

6. Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk


Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan
produk harus seorang apoteker yang memiliki pengetahuan
memadai mengenai zat aktif dan berbagai zat pembantu
yang akan digunakan dalam pengembangan formula.
Uraian tugas dan tanggung jawab penanggung jawab riset
dan pengembangan produk adalah:
1. Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru
sesuai dengan permintaan marketing.
2. Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya
produksi dengan membuat formulasi bahan yang
memerlukan biaya rendah tetapi tetap menjaga kualitas.
3. Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat
jika ditemukan permasalahan dalam produksi.
4. Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana
penunjang yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi
(seperti sistem tata udara, sistem pengolahan air, sistem
pengolahan limbah, dan lain-lain).

Anda mungkin juga menyukai