Anda di halaman 1dari 13

Permasalahan yang umum terjadi pada lansia yaitu adanya gangguan

kognitif, isolasi sosial, atau adanya ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari sehingga lansia merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap elder abuse
(Stuart, 2009). Menurut Bhatia, Srivastava, & Bansal (2008) elder abuse merupakan
salah satu bentuk perlakuan yang dapat menyebabkan terjadinya masalah kesehatan
utama pada lansia seperti kecacatan fisik, masalah psikologis, masalah gangguan mental,
dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada lansia. Selain itu elder abuse
merupakan penyebab utama dalam meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada
lansia (Dong, Simon, Leon, Fulmer, Beck, Hebert, et al, 2009).
Elder abuse dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi baik pada lansia
maupun pada keluarga (Bonnie cit Yaffe, 2012). Dilihat dari kondisi lansia yang
memudahkan mereka rentan terhadap abuse yaitu adanya kelemahan akibat
penurunan fungsi tubuh, usia sangat lanjut, lansia wanita, ketergantungan dengan
abuser, gangguan fungsi kognitif, keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari, masalah
dalam kebiasaan, dan isolasi sosial (Bonnie cit Yaffe, 2012). Sedangkan faktor
predisposisi oleh keluarga yaitu adanya stres yang dialami oleh keluarga tersebut,
adanya gangguan kesehatan mental, penyakit terkait psikologisnya, pecandu alkohol
dan obat, serta masalah finansial terkait biaya perawatan lansia (Bonnie cit Yaffe,
2012). Selain itu status tempat tinggal, gangguan kognitif, dan depresi juga
merupakan faktor resiko terjadinya elder abuse (Dyer cit Strasser, 2013).
Elder abuse memiliki dampak bagi lansia seperti masalah kesehatan,
finansial, dan sosial. Elder abuse merupakan sumber utama terjadinya stres dan
memiliki dampak jangka panjang bagi kesehatan lansia seperi timbulnya nyeri dada
atau angina, masalah jantung, hipertensi, masalah pernafasan, masalah perut (maag),
serangan panik bahkan hingga menyebabkan fraktur di pinggang (Bain & Spencer,
2009). Tindakan elder abuse juga berdampak pada finansial atau materi milik lansia
sehingga dapat menyebabkan distres dan menimbulkan ketegangan keuangan pada
lansia karena adanya perampasan hak lansia berupa materi oleh caregiver. Elder
abuse juga berdampak pada kondisi sosial dimana efek dari elder abuse yaitu lansia
menjadi kurang dihormati dan dapat mempengaruhi individu, keluarga, dan
masyarakat (Bain & Spencer, 2009).
Elder abuse merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang sekali
atau berulang baik disengaja maupun tidak disengaja atau akibat kurangnya
kepercayaan dalam suatu hubungan sehingga menyebabkan kecacatan seperti
cedera, pelanggaran hak asasi manusia, dan penurunan kualitas hidup
seseorang atau penderitaan bagi lanjut usia (Bhatia, Srivastava,& Bansal,
2008). Menurut WHO menjelaskan bahwa elder abuse merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan dapat menyebabkan cidera, penyakit,
penurunan produktivitas, isolasi, dan perasaan putus asa (WHO, 2002).
Menurut Mattenson & Connel (2007) ada empat teori terkait faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya elder abuse :
1) Teori kekerasan transgenerasional
Teori kekerasan transgenerasional menjelaskan tentang proses
pembelajaran suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak yang pernah
mengalami abuse dan tinggal bersama dengan abuser, mereka akan
tumbuh dan berkembang menjadi seorang abuser dan akan
melakukan abuse kepada anaknya. Selain itu lansia yang mengalami
depresi, distress psikologi, dan adanya gangguan kognitif seperti
Alzheimer dapat merusak hubungan antara lansia dengan caregiver
sehingga memungkinkan terjadinya elder abuse.
2) Teori psikopatologi abuser
Teori ini menyatakan bahwa kondisi psikopatologi abuser
merupakan salah satu faktor resiko elder abuse dimana terdapat
ketidaknormalan pada personalitas dan karakteristik abuser.
Menurut Humprey & Campbell (2004), kondisi psikopatologi
merupakan kondisi dimana abuser memiliki gangguan mental dan
tingkah laku abuser merupakan hasil dari penyakit mental yang
dimilikinya dan adanya pengaruh alkohol atau narkoba sehingga
abuser tidak dapat mengontrol perilakunya.
3) Teori stres pada caregiver
Teori stres pada caregiver yaitu adanya tekanan secara langsung dan
stres pada caregiver hingga mencapai puncaknya sehingga mereka
akan mengekspresikan kemarahan dengan melakukan abuse. Stres
pada caregiver dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan terkait
cara merawat
4) Teori ketergantungan
Teori ketergantungan ini menjelaskan bahwa lansia merupakan
korban abuse akibat adanya kelemahan fungsi tubuh dan penyakit
kronik sehingga lansia akan bergantung pada keluarga yang merawat
ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Hazard et al (2003), ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
lansia mengalami elder abuse adalah sebagai berikut :
1) Menurunnya kesehatan dan adanya gangguan fungsional Kesehatan lansia yang buruk
disertai dengan adanya gangguan fungsional dapat mengurangi kemampuan lansia
dalam mencari dan atau mempertahankan dirinya sendiri sehingga hal ini dapat
memicu ketegangan antara lansia dengan caregiver. Hal ini dapat mengakibatkan
lansia tersebut lebih mudah mendapatkan abuse.
2) Gangguan kognitif
Lansia yang mempunyai gangguan kognitif biasanya memiliki perilaku yang
agresi dan dapat memicu terjadinya ketegangan pada caregiver atau anggota
keluarga lainnya.
3) Pelaku abuser yang menyimpang
Pelaku mempunyai kebiasaan yang buruk seperti pecandu alkohol atau narkoba
dan memiliki penyakit mental yang serius dapat menyebabkan pelaku kehilangan
kontrol sehingga memicu timbulnya perilaku kasar terhadap usia lanjut.
4) Ketergantungan pelaku pada korban
Pelaku sangat bergantung pada korban dalam hal finansial dalam pemenuhan
sehari-hari dan menyalahgunakan hasil berupa uang oleh kerabat atau untuk
mendapatkan harta warisan dari lansia tersebut. Akibatnya jika lansia tidak
memenuhi permintaan abuser, maka abuser dapat bertindak abuse kepada lansia.
5) Pengaturan hidup bersama
Lansia yang hidup bersama dengan pasangan atau anggota keluarga akan mudah
mendapatkan tekanan dan konflik dimana pada umumnya mengarah ke dalam
insiden abuse terhadap usia lanjut.
6) Satus perkawinan
Abuse juga dapat terjadi pada pasangan suami istri yang diakibatkan adanya
tekanan atau konflik di dalam rumah tangga. Elder abuse dapat terjadi apabila
pasangan memiliki riwayat kekerasan, pecandu alkohol, dan memiliki gangguan
mental (Matteson & Connel, 2007).
7) Faktor eksternal yang menyebabkan stres
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan dan ketegangan finansial dapat
menurunkan kekuatan keluarga dan meningkatkan kemungkinan terjadinya abuse.
8) Isolasi sosial
Lansia dengan minimnya kontak sosial akan mudah menjadi korban abuse.
Dengan berkurangnya isolasi pada lansia memungkinkan tindakan abuse untuk
dideteksi dan dihentikan. Dukungan sosial berperan sangat penting bagi
kelangsungan hidup lansia karena dapat menjadi penahan dalam melawan stres.

Pengukuran Elder Abuse


Pengukuran elder abuse dilakukan dengan menggunakan kuesioner tes skrining elder abuse
Hwalek-Sengstock (HS-EAST). Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah lanjut
usia (lansia) beresiko terhadap abuse atau tidak. Kuesioner HS-EAST memiliki 15 item pertanyaan
yang berisi tiga domain yaitu kekerasan terhadap hak lansia atau tindakan abuse secara langsung,
karakteristik tentang keadaan rentan dan kemungkinan terjadinya abuse, pengabaian, dan
eksploitasi.

petunjuk: Membaca pertanyaan dan menulis dalam jawaban. Sebuah respon “tidak” untuk item 1, 6, 12, dan
14; respon dari “orang lain”
untuk angka 4; dan respon dari “ya” untuk semua orang lain yang mencetak gol di “disalahgunakan” arah.
Kuesioner Elder Abuse Hwalek-Sengstock (HS-EAST)

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah ada seseorang yang menemani Anda sehari-hari, mengantar Anda
berbelanja, atau pergi ke dokter? (tidak)
2. Apakah Anda senang menolong orang lain? (ya)
3. Apakah Anda sering merasa sedih atau kesepian? (ya)
4. Siapa yang membuat keputusan tentang hidup Anda seperti bagaimana Anda
harus menjalani kehidupan sehari-hari atau dimana seharusnya Anda tinggal?

Jika jawaban “orang lain” maka centang “Ya” dan jika jawaban “saya sendiri”
maka centang “tidak”.
5. Apakah ada seseorang dalam kehidupan Anda yang membuat Anda merasa tidak
nyaman? (ya)
6. Dapatkah Anda minum obat dan bepergian sendiri? (tidak)
7. Apakah Anda merasa tidak ada seorang pun yang menginginkan
keberadaanAnda? (ya)
8. Apakah ada anggota keluarga yang mengkonsumsi alkohol/suka mabuk? (ya)
9. Apakah ada anggota keluarga Anda yang meminta Anda untuk tetap berada di
tempat tidur atau mengatakan Anda sakit padahal tidak? (ya)
10. Apakah ada orang yang memaksa Anda untuk melakukan sesuatu yang Anda
tidak ingin lakukan? (ya)
11. Apakah ada orang yang mengambil barang milik Anda tanpa persetujuan? (ya)
12. Apakah Anda mempercayai hampir semua anggota keluarga Anda? (tidak)
13. Apakah ada seseorang yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda
menimbulkan terlalu banyak masalah? (ya)
14. Apakah Anda cukup memiliki privasi di rumah? (tidak)
15. Apakah ada orang terdekat Anda yang mencoba untuk menyakiti atau
membahayakan Anda baru-baru ini? (ya)
Mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang terkait dengan memprediksi
dan melindungi dari kejadian pelecehan yang lebih tua adalah kunci untuk
menentukan bagaimana mencegah penyalahgunaan, terutama melalui pencegahan
primer. Perencanaan anggota komite Jeffrey Hall dari Centers for Disease Control
dan Pencegahan menjelaskan: “Ketika kita tahu faktor-faktor apa yang
digabungkan membuat kemungkinan melakukan perbuatan lebih atau kurang dan
ketika kita memahami proses dan apa kondisi dapat menciptakan kerentanan,
pertama-tama kita dapat bertindak secara bermakna dan tegas untuk melindungi
dan meningkatkan kesehatan orang dewasa yang lebih tua, dan, kedua, kita dapat
memperoleh wawasan tentang jenis dan konfigurasi strategi yang mencegah
pelecehan, pengabaian, atau eksploitasi lebih lanjut oleh berbagai pelaku yang
berbeda kategori yang kita tahu ada. "Hall juga mencatat bahwa, dalam konteks
kerangka ekologis, pertimbangan perlu diberikan pada bagaimana faktor risiko
berasal dari berbagai tingkat interaksi sosial - antara individu, dalam hubungan
dan komunitas, dan dalam lingkungan sosial itu mengelilingi mereka. Penting
juga untuk mengeksplorasi dan memahami seperti itu pengaruh beroperasi di
berbagai latar dan konteks budaya. Pembicara lokakarya Robert Wallace dari
University of Iowa mengakui bahwa ada sejumlah faktor risiko untuk tindakan
dan menjadi korban penganiayaan yang lebih tua — beberapa yang cukup mudah
dan lainnya yang rumit untuk diidentifikasi dan diatasi (lihat Tabel 3-1). Dia
mencatat bahwa faktor-faktor risiko yang diketahui ini sebagian besar berasal dari
studi casecontrol; Namun, studi prospektif diperlukan untuk menggambarkan
dengan lebih baik berbagai faktor risiko dan dapat membuat kemajuan signifikan
ke arah pencegahan. Pembicara lokakarya Ron Acierno dari University of South
Carolina mencatat bahwa, sementara penganiayaan yang lebih tua dilakukan oleh
orang asing dan pengasuh berbeda, ada faktor risiko yang tumpang tindih, dan
pengertian tumpang tindih penting untuk merancang intervensi yang efektif.
Wallace mencatat beberapa pendekatan baru untuk mengatasi faktor-faktor risiko
penganiayaan yang lebih tua dan pencegahan yang berpotensi untuk
memindahkan bidang ini meneruskan:

a. Mempertimbangkan penuaan di masyarakat melalui lensa ageism, manusia


hak, sikap sosial dan budaya yang lebih besar, melampaui hubungan
interpersonal, dan pertukaran dan transaksi sosial.
b. Konteks geografis dan informasi melalui kejahatan kekerasan pemetaan.
c. Pengalaman hidup dan viktimisasi: kemungkinan peran yang merugikan
pengalaman masa kecil.
d. Kemungkinan efek genetik.
e. Pengembangan penyaringan potensial "biomarker."
f. Peran ilmu forensik.
g. Pemantauan lansia dan pengobatan jarak jauh atau telemedicine

Lynch membahas pertimbangan etis serta hambatan untuk penatua pelaporan


penyalahgunaan, yang menyebabkan pelaporan yang kurang. Berfokus pada
penyedia dia mencatat bahwa, sebagian besar negara bagian memiliki
persyaratan pelaporan wajib untuk penyalahgunaan dan penelantaran yang
berlaku untuk profesional medis, perawatan kesehatan penyedia, konselor
kesehatan mental, penyedia layanan, dan pemerintah agen yang melakukan
kontak dengan orang tua. Namun, untuk mengatasi beberapa hambatan
pelaporan, Lynch menyarankan bahwa penyedia setidaknya membutuhkan:

1) Definisi umum tentang apa itu pelecehan dan berbagai jenis pelecehan,
2) kesadaran akan hukum pelaporan, dan (3) pengetahuan dan pemahaman
tentang langkah selanjutnya setelah pelaporan.
Alat skrining telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai bentuk kekerasan,
termasuk kekerasan pasangan intim, pelecehan anak, dan penatua
penyalahgunaan. Efektivitas alat tersebut telah diperdebatkan. Meskipun A.S.
Satuan Tugas Layanan Pencegahan merekomendasikan agar dokter memeriksa
wanita untuk kekerasan pasangan intim, telah disimpulkan bahwa bukti saat ini
untuk penyalahgunaan yang lebih tua dan penyaringan penelantaran tidak cukup
untuk menilai potensinya manfaat atau bahaya.1 Meskipun bukti yang ada
terbatas, mengingat hubungan antara pelecehan yang lanjut usia dan hasil
kesehatan yang merugikan dan asosiasi penyalahgunaan yang lebih tua dengan
peningkatan penggunaan layanan kesehatan, upaya sedang dilakukan dibuat
untuk mengembangkan dan menilai alat skrining dalam berbagai pengaturan dan
tumbuh bukti didasarkan pada keefektifannya. Panelis lokakarya
mempresentasikan beberapa upaya-upaya saat ini serta tantangan dan peluang
untuk bergerak penyaringan dan deteksi penyalahgunaan lansia maju. Gambaran
rinci keduanya

PREVENTION

Meskipun besarnya pelecehan orang tua di seluruh dunia, sedikit yang diketahui
tentang cara mencegahnya sebelum terjadi atau bagaimana menghentikannya
setelah dimulai. Penyalahgunaan penatua disaksikan dalam banyak pengaturan,
dan banyak sektor mengenali perlu campur tangan. Beberapa sudah mulai
mengambil tindakan; Namun, upaya mereka dapat diperkuat melalui
peningkatan berbagi pengetahuan di antara para pemangku kepentingan. Yang
lain tidak yakin bagaimana merespons dan membutuhkan alat untuk bisa untuk
mengambil tindakan. Untuk memfasilitasi diskusi tentang peluang pencegahan,
peserta lokakarya terlibat dalam sesi pelarian tentang strategi potensial dan
pertimbangan untuk pencegahan dalam pengaturan yang berbeda: perawatan
kesehatan, masyarakat, sistem hukum, dan sektor keuangan. Pemimpin
kelompok Breakout memfasilitasi sesi dan peserta secara individu memberikan
komentar dari sudut pandang mereka. Intervensi khusus disarankan dari dalam
ini berbagai sektor dibahas sepanjang lokakarya (lihat Kotak 5-1,

5-2, 5-3, dan 5-4).


INTERVENTION

1. HEALTH CARE-KESEHATAN
Dalam konteks perawatan kesehatan, fasilitator kelompok pelarian
lokakarya Elsie Yan dari Universitas Hong Kong menyarankan bahwa
perhatian khusus perlu diberikan pada manajemen kasus dan peralihan
perawatan, misalnya, dari rumah sakit ke rumah. Dalam konteks itu,
penggunaan pendekatan tim dan kemitraan terpadu antara berbagai disiplin
ilmu mungkin diperkuat. Selain itu, pelatihan dalam intervensi harus
menargetkan staf di semua tingkatan, termasuk klinis dan nonklinis.
Disarankan selama sesi bahwa kurikulum untuk disiplin ilmu kesehatan
yang berbeda harus memasukkan pendekatan gerontologis untuk
manajemen kasus dan pelatihan pelecehan terhadap orang tua. Juga
disarankan bahwa penyedia layanan kesehatan harus memberi tahu
individu tentang pilihan mereka, misalnya, tentang penggunaan dan
perbedaan antara arahan tingkat lanjut, perwalian, dan hak mereka untuk
menentukan nasib sendiri. Ketika mempertimbangkan peluang untuk
pencegahan di masyarakat, penyedia layanan kesehatan seperti dokter gigi
berada pada posisi yang baik untuk melakukan intervensi. Menyadari
bahwa dalam pengaturan kelembagaan, sebagian besar kekerasan terjadi di
antara penghuni, peningkatan rasio staf-pasien dan perubahan lingkungan
disarankan sebagai peluang untuk pencegahan. Rekomendasi lain dari
peserta breakout adalah untuk mempromosikan opsi untuk konseling
kepada pengasuh dan memberi tahu mereka tentang kontinum perawatan
dan kualitas perawatan di panti jompo untuk membantu mereka dalam
pengambilan keputusan.

2. LEGAL SYSTEM-SISTEM YANG LEGAL


Fasilitator bengkel lokakarya Charles Sabatino dari Amerika Asosiasi
Pengacara berkomentar bahwa sistem hukum secara tradisional terlibat
belakangan dalam kasus pelecehan yang lebih tua daripada dalam
pencegahan primer. Fokus dalam pencegahan primer telah banyak pada
pendidikan dan pelatihan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk
menyaring dan mendeteksi penyalahgunaan dan eksploitasi serta
mengatasinya sejak dini dan dalam banyak kasus mengalihkannya dari
sistem hukum. Dia menyarankan bahwa para pemangku kepentingan yang
harus ditargetkan untuk pelatihan dalam intervensi hukum dan peluang
untuk pencegahan adalah polisi, jaksa penuntut, hakim, dan profesional
lainnya yang terhubung dengan sistem hukum, seperti mereka yang berada
dalam layanan perlindungan dan di lembaga keuangan. Sistem hukum dan
pengadilan seringkali merupakan bagian dari budaya picik dan secara
alami tidak cenderung untuk keluar dari zona nyaman mereka; namun,
pencegahan penyalahgunaan oleh orang tua melibatkan banyak sektor dan
kolaborasi disarankan untuk meningkatkan efektivitas upaya pencegahan.
Masalah kedua yang dilaporkan Sabatino adalah perwalian. Perwalian
sering dipandang dalam teori hukum sebagai obat untuk penyalahgunaan
dan penelantaran dan untuk masalah kapasitas yang tidak memadai, tetapi
sering kali merupakan bagian dari masalah daripada dari solusinya. Ini
sering digunakan secara berlebihan dan pengadilan cenderung melihat
perwalian sebagai pilihan hitam-putih. Sabatino menyarankan agar sumber
daya intervensi lain dalam sistem hukum bisa lebih penting, tetapi
umumnya kurang dana. Seringkali ada kekurangan struktur untuk berbagai
perangkat hukum yang dapat mencegah pelecehan orang tua, terutama di
sekitar kuasa dan perangkat hukum. Seringkali ini adalah hasil dari hukum
negara yang lemah atau kurangnya pelatihan pengacara dalam pelecehan
yang lebih tua, misalnya, ketika menasihati klien tentang perencanaan
warisan. Penggunaan perencanaan ombudsman yang diperluas adalah
sumber tambahan lainnya yang bisa membantu. Seiring dengan sumber
daya ini dan pengadilan, kurangnya mengetahui apa yang terjadi dalam
kasus-kasus ini adalah masalah kronis. Ada sistem data yang buruk dan
mereka cenderung fokus di bagian depan dan pada berapa banyak kasus
yang diajukan; seringkali tidak diketahui apa yang terjadi pada kasus-
kasus ini setelah mereka memasuki sistem. Satu saran yang datang dari
peserta kelompok breakout adalah mandat rasio staf minimum.

3. Community Bassed-berdasarkan komunitas


dari bidang kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak. Solomon
mencerminkan bahwa nilai koalisi dan peran tim multidisiplin adalah tema
penting yang muncul selama lokakarya. Dia menekankan bahwa dalam
konteks masyarakat, di mana ada banyak aktor, pekerjaan multidisiplin
sangat penting di berbagai lembaga tetapi bahkan dalam satu lembaga.
Lokakarya anggota komite perencanaan dan co-fasilitator sesi breakout
Jeffrey Hall dari Centers for Disease Control and Prevention mengamati
dari diskusi breakout yang orang gunakan berbeda jargon. Dalam konteks
intervensi berbasis masyarakat, terutama yang melibatkan tim
multidisiplin, memahami definisi yang berbeda dari "komunitas" adalah
penting untuk mengembangkan kemitraan. Dia menambahkan bahwa
faktor kunci untuk bergerak maju adalah penggunaan kemitraan non-
tradisional untuk membawa kelompok dan individu ke meja dengan cara
yang belum mereka lakukan di masa lalu. Pada saat yang sama ketika
kelompok pemangku kepentingan yang berbeda dianut, orang dewasa
yang lebih tua sendiri harus diajari tentang pencegahan. Solomon
mencatat bahwa mungkin ada ketegangan di bidang implementasi
intervensi berbasis masyarakat antara model "lakukan saja" dan
menunggu model bukti. Hall menyarankan bahwa, sementara gerakan
untuk membangun basis bukti untuk pelecehan orang tua dan
pencegahannya sedang berlangsung, tindakan akan diperlukan. Sebuah
akomodasi yang masuk akal akan mengarahkan eksplorasi intervensi
tertentu untuk mengatasi penyalahgunaan yang lebih tua dan
memungkinkan pengumpulan informasi untuk menyusun basis bukti yang
dapat digunakan untuk intervensi di masa depan. Mengomentari gagasan
kerangka kerja, Hall mengingatkan bahwa penting untuk tidak
membiarkan kerangka kerja menjadi hambatan. Percakapan tentang
pencegahan penyalahgunaan oleh orang tua perlu memasukkan banyak
perspektif dan menggunakan konsep inklusif.

4. FINANSIAL SEKTOR
Peserta lokakarya Naomi Karp dari Biro Perlindungan Keuangan
Konsumen memberikan beberapa komentar berdasarkan partisipasinya
dalam sesi pelarian sektor keuangan. Dia mencatat bahwa beberapa peserta
sesi membahas tantangan berbagi informasi dalam upaya pencegahan
eksploitasi keuangan. Sebagai contoh, ketika para profesional sektor
keuangan garis depan mendeteksi apa yang mereka duga sebagai
eksploitasi finansial yang lebih tua, mereka seringkali memiliki
kekhawatiran tentang informasi apa yang dapat mereka bagi dengan entitas
pemerintah dan orang lain tanpa melanggar aturan privasi. Dia
mengatakan sejumlah agen federal berusaha untuk memberikan klarifikasi
dan panduan tentang berbagi informasi dan perlindungan privasi. Karp
juga mencatat bahwa ada diskusi tentang peningkatan penggunaan laporan
aktivitas mencurigakan (SAR) di lembaga keuangan. Sekarang ada
kategori untuk eksploitasi keuangan yang lebih tua, upaya harus dilakukan
untuk pengumpulan data yang lebih baik dan berbagi informasi
berdasarkan LAK. Karp menyebutkan perlunya lembaga keuangan untuk
menunda transaksi atau membekukan akun ketika ada dugaan pelecehan,
dan mengatakan akan sangat membantu jika ada katalog pemulihan negara
yang sudah ada. Karp juga mencatat bahwa lembaga keuangan sering
memiliki keprihatinan tentang pelaporan dan bertanggung jawab; undang-
undang negara tentang pelaporan wajib dan ketentuan kekebalan terkait
harus diketahui. Dia juga mencatat Roundtable Layanan Keuangan
memiliki kurikulum pelatihan baru untuk lembaga keuangan yang dapat
memberikan informasi penting.

Anda mungkin juga menyukai