Anda di halaman 1dari 3

cacing tanah dan kelinci

ORIENTASI

Di sebuah pohon tua di pinggir hutan, tinggallah seekor kelinci liar yang bernama Gembul. Setiap hari
Gembul mencari makanan di kebun-kebun sayur milik petani. Gembul memiliki seorang sahabat, yaitu
seekor kancil. Mereka mencari makanan bersama-sama.

KOMPLIKASI

Hingga suatu hari, Kancil tidak muncul di depan rumahnya. Gembul mencarinya ke rumah Kancil.
Gembul melihat Kancil sedang tiduran dengan wajah ketakutan.

"Ada apa, Kancil? Kenapa kamu tidak datang hari ini?" tanya Gembul.

"Tadi malam, aku kelaparan karena persediaan makananku sudah habis. Aku ke kebun sayur yang
paling dekat dari sini. Seingatku, waktu kita mencari makan, sayurannya sudah siap panen," kata
Kancil.

"Lalu? Kenapa kamu ketakutan?" tanya Gembul tidak sabar.

"Sesampainya di kebun itu, ketika aku akan memetik sayur, aku melihat banyak sekali ular. Mereka
mendekatiku. Badannya panjang dan besar, dan kulitnya mengkilat tertimpa cahaya bulan. Aku
ketakutan, takut digigit mereka. Aku tidak berani ke sana lagi," kata Kancil sambil mengigil ketakutan
di bawah selimut.

"Ular? Ah, tidak mungkin. Aku tidak percaya!" kata Gembul.

"Buktikan saja! Aku tidak ikut!" kata Kancil sambil menutup kepalanya dengan selimut.

Dengan bergegas Gembul menuju kebun sayur yang dekat dari rumah Kancil. Dia tidak percaya kalau
kebun itu ada ularnya. Karena selama ini dia sering mengunjungi kebun itu untuk mencuri sayur.

Sesampainya di kebun sayur, Gembul mengendap-endap memasuki kebun. Dia takut ketahuan Pak
Tani. Tanpa sengaja, kakinya menginjak sesuatu yang licin. Gembul mengangkat kakinya. Dia terkejut
telah menginjak sesuatu. Tiba-tiba sekelompok cacing tanah keluar dari permukaan tanah yang
diinjak oleh kelinci. Kelinci kaget melihat begitu banyak cacing. Ia menyangka itu adalah ular. Karena
kancil menceritakan ciri ciri ular mirip dengan cacing. Ia hanya tidak tahu bahwa cacing berukuran
lebih kecil dari ular. Dia sangar terkejut, dan diam sejenak. Kemudian dia membalikkan badan, segera
berlari. Tiba-tiba, muncul rasa penasaran. Dia melompat mendekati gerombolan cacing itu.
Diamatinya sekali lagi.

"Apakah kalian anak-anak ular?" tanya Gembul ketakutan.


Cacing-cacing itu tertawa cekikikan mendengar pertanyaan Gembul. "Bukan. Kami cacing. Kami
tinggal di dalam tanah," kata seorang cacing.

"Oh pantas, tubuh kalian tidak panjang dan besar," kata Gembul lega. "Apa yang kalian lakukan di
sini?"

"Kami sedang menyuburkan tanah," kata mereka bersamaan.

"Oh begitu. Tapi kalian tidak memakan kelinci kan?" tanya Gembul ingin tahu.

"Kami tidak doyan daging kelinci," kata seekor cacing sambil tertawa terbahak-bahak. "Jangan-jangan
kamu temannya Kancil yang semalam datang ya?"

"Syukurlah," kata Gembul. "Iya, dia temanku."

"Semalam ketika melihat kami, dia berteriak ular. Kami juga terkejut ketika dia berteriak seperti itu.
Kami kira ada ular pula. Kemudian kami sadar kalau yang dianggap ular adalah kami," kata seekor
cacing tertawa. Begitu pula dengan cacing-cacing lainnya.

Gembul juga tertawa. Dalam hatinya pun malu memiliki teman seperti itu, yang tidak berpikir dahulu
sebelum bertindak.

REORIENTASI

Gembul dengan melompat-lompat riang menuju rumah Kancil. Dia buka selimut yang menutupi
kepala Kancil sambil tertawa, "Mereka bukan ular!"

"Lalu?" tanya kancil terkejut.

"Mereka cacing," kata Gembul, "ayo kita cari makan lagi."

"Sungguh bukan ular?" tanya Kancil masih tidak percaya.

"Makanya, kalau lapar di waktu malam, bawa penerang, sehingga kamu tahu apa yang kamu lihat,"
kata Gembul.

KODA

Sejak itu Kancil selalu menyimpan makanan apabila dia kelaparan. Kancil bersikap hati-hati sejak itu
agar dia tidak diketawai oleh teman-temannya lagi. Bersikap hati-hati dan berpikir dahulu sebelum
berucap adalah tindakan yang bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai