Anda di halaman 1dari 17

Nama / NIM : Cinthya Injillina Ga / 652018038

Kelompok : ke-1

Tanggal Praktikum : kamis, 25 juli 2019

Judul : Hukum Raoult

I. Dasar Teori
Dalam kehidupan sehari- hari, istilah larutan sudah sering didengar. Larutan
didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi
baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat berpariasi.
Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang
mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan
larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah
zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut
(Baroroh, 2004).
Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang
terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Dengan mengetahui besarnya
kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan
dapat diduga gaya-gaya intermolekul apa yang bekerja dalam larutan. Karena itu,
memelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap arsial sebagai unsi dari
suhu, konsentrasi, dan sebagainya, dapat dipelajari sebagai siat larutan. (bird,1987)

Hukum Raoult

Dalam gas, ideal berarti tidak ada gaya intermolekul dalam gas tersebut. Dalam
cairan, ideal berarti semua gaya intermolekul baik gaya intermolekul pada molekul-molekul
sejenis (misal pelarut-pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misalnya zat pelarut-zat
terlarut) adalah sama. (bird,1987)

Campuran ideal adalah campuran yang menaati hukum Raoult. Larutan yang
menyimpang dari perilaku garis lurus disebut larutan nonideal. Larutan ideal adalah larutan
yang daya tarik antara molekul-molekulnya sama, artinya daya tarik antara molekul pelarut
dan molekul terlarut, sama dengan daya tarik molekul pelarutnya atau molekul zat
terlarutnya. Definisi larutan ideal dapat diambil sebagai pernyataan Raoult yaitu, tekanan uap
parsial dari tiap-tiap komponen dalam larutan sama dengan tekanan uap komponen tersebut
dalam keadaan murni hasil kali fraksi mol dalam larutan. (Sukardjo, 1990).

Raoult adalah seorang ahli kimia dari Perancis, ia mengamati bahwa pada
larutan ideal yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya, maka
perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya ( misal A) PA/PA°
sebanding dengan fraksi mol komponen (XA) yang menguap dalam larutan pada suhu
yang sama. Misalkan suatu larutan yang terdiri dari komponen A dan B menguap,
maka tekanan uap A (PA) dinyatakan sebagai :

PA = PA°. XA
PA adalah tekanan uap di atas larutan
XA adalah fraksi mol komponen A
PA° adalah tekanan uap A murni
Larutan yang memenuhi hukum ini disebut sebagai larutan ideal. Pada kondisi ini,
maka tekanan uap total (P) akan berharga
P = PA + PB = XA. PA°+ XB. PB°
dan bila digambarkan maka diagram tekanan uap terhadap fraksi mol adalah seperti
diperlihatkan pada gambar Dari gambar terlihat bahwa fraksi mol A berjalan dari kanan ke
kiri, artinya fraksi mol berharga 1 pada bagian kiri sehingga tekanan uap murninya (PA°)
berada di ordinat kiri. Sebaliknya fraksi mol B berjalan dari 0 sampai 1 dari kiri ke kanan,
sehingga tekanan uap B murni (PB°) akan berada di ordinat bagian kanan. Harga tekanan
total larutan ideal pada berbagai variasi komponen diperlihatkan oleh garis yang
menghubungkan PB dan PA. Salah contoh larutan ideal adalah larutan benzena- toluena.
(Endang, 2004)
Bila dua cairan bercampur maka ruang di atasnya berisi uap kedua cairan tersebut.
Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (poi) di ruangan itu lebih kecil daripada
tekanan uap jenuh cairan murni (poi), karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat
sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan
fraksi molnya masing-masing (xi)

(Syukri, 1999).

Penyimpangan hukum Raoult terjadi karena perbedaan interaksi antara partikel


sejenis dengan yang tak sejenis. Misalnya campuran A dan B, jika daya tarik A-B lebih
besar dari A-A atau B-B, maka kecenderungan bercampur lebih besar, akibatnya jumlah
tekanan uap kedua zat lebih kecil daripada larutan ideal disebut penyimpangan negatif.
Penyimpangan positif terjadi bila daya tarik A-B lebih kecil daripada daya tarik A-A dan
B-B, akibatnya tekanan uapnya menjadi lebih besar dari larutan ideal. Sifat suatu larutan
mendekati sifat pelarutnya jika jumlahnya lebih besar. Akan tetapi larutan dua macam
cairan dapat berkomposisi tanpa batas, karena saling melarutkan. Kedua cairan dapat
sebagai pelarut atau sebagai zat terlarut tergantung pada komposisinya (Syukri,1999).

Larutan biner yang terdiri dari 2 komponen zat terlarut A dan pelarut B, bila gaya
tarik antara A dan B sama besar dibandingkan gaya tarik antara A dengan A dan B
dengan B, maka pelarutan tidak akan menimbulkan efek kalor atau ΔHf berharga nol.
Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua
komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan semacam
ini disebut larutan ideal. (Widjajanti,2004)
Tetapi kenyataannya dalam banyak larutan gaya tarik antara A dan B tidak sama
dengan gaya kohesi antara A dengan A dan B dengan B, sehingga proses pelarutan
menimbulkan efek kalor. Pada kondisi ini larutan dikatan non ideal.

a. Penyimpangan Negatif
Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara A
dengan A atau B dengan B, maka proses pelarutan merupakan reaksi eksoterm
dengan harga Δ Hl < 0. Hal ini akan menyebabkan tekanan uap larutan lebih
kecil dibandingkan tekanan uap yang dihitung menggunakan hukum Raoult.
(Syukri,1999)
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut penyimpangan negatif, seperti
diperlihatkan pada gambar 1.2. garis lengkung memperlihatkan terjadinya
penyimpangan tersebut.

Gambar 1.2. Diagram Tekanan Uap dengan Penyimpangan Negatif

Contoh larutan non ideal dengan penyimpangan negatif adalah campuran antara aseton-
kloroform.
b. Penyimpangan Positif
Jika gaya tarik antara A dan B lebih lemah daripada gaya kohesi masing- masing
komponen maka Δ Hl > 0 atau reaksi pelarutan endoterm. Akibatnya tekanan uap larutan
lebih besar daripada tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult dan disebut
penyimpangan positif. (Syukri,1999)

Larutan non ideal dapat menunjukkan penyimpangan positif (dengan tekanan uap
lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif
(dengan tekanan uap lebih rendah). Pada tingkat molekul penyimpangan negatif muncul
bila zat terlarut menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi
kecenderungannya untuk lari ke fase uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus
kebalikkannya yaitu bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama
lain . (Oxtoby, 2001).

II. Tujuan
1. Menentukan pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran
2. Mengidentiikasi sesuai atau tidaknya dengan hukum Raoult

III. Alat dan Bahan


Alat :
 Alat refluks
 Batu porselen
 Corong
 Termometer biasa
 Kaki tiga + kawat kasa
 Pembakar bunsen
 Korek api
 Gelas beaker
 Pilius
 Pipet volume
 Termometer digital
 Statif dan klem

Bahan : Aseton, kloroform, dan aquades

IV. Metode
1. Dirangkai alat refluks seperti pada gambar:
Hal yang perlu diperhatikan :
 Termometer tercelup di tengah-tengah cairan, namun jangan sampai
menyentuh dinding gelas reflux.
 Setiap kali memasukkan kedua cairan, sumber panas/api harus dijauhkan
dari alat mengingat cairan yang mudah terbakar.
2. Dijauhkan api dari alat, dan dituangkan 10 mL kloroform ke dalam labu
refluks dengan pipet volume melalui pemasukan cairan. Dipanaskan sampai
mendidih dan dicatat suhunya.
3. Dijauhkan api dali alat, kemudian dituangkan 2mL aseton kedalam labu.
Dipanaskan perlahan-lahan hingga mendidih, dan pada suhu konstan dicatat
suhu didihnya.
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 ml aseton
sampai jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 ml ; setiap kali
sesudah penambahan, campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkanlah campuran ini ke dalam wadah kosong yang tertutup
rapat dan aman.
6. Dicuci labu refluks kemudian dikeringkan dengan jalan diangin-anginkan.
7. Setelah kering, dituangkan 10 ml aseton ke dalam labu refluks,kemudian
dipanaskan dengan perlahan-lahan dan catat suhu didihnya.
8. Dijauhkan dari api, kemudian ditambahkan 2 ml kloroform, dan dipanaskan
perlahan-lahan kemudian dicatat suhu didihnya. Demikian seterusnya sampai
jumlah kloroform yang ditambahkan mencapai 10 ml. Setiap kali sesudah
penambahan, campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
Perhatian :
Berhati-hatilah bekerja dengan kloroform, karena zat ini bersifat racun jika
masuk ke dalam saluran pernapasan.
V. Hasil
A. Titik Didih Kloroform : Aseton
Volume Suhu pada saat
Kloroform Aseton menetes pertama kali
10 mL 0 mL 45,5 °C
10 mL 2 mL 47 °C
10 mL 4 mL 42 °C
10 mL 6 mL 41,2 °C
10 mL 8 mL 39,2 °C
10 mL 10 mL 37,7°C

B. Titik Didih Aseton : Kloroform


Volume Suhu pada saat
Aseton Kloroform menetes pertama kali
10 mL 0 mL 52 °C
10 mL 2 mL 49,2 °C
10 mL 4 mL 36,3 °C
10 mL 6 mL 43,2 °C

VI. Pembahasan
Pada percobaan ketiga ini dilakukan praktikum hukum raoult yang bertujuan
Menentukan pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran dan
Mengidentiikasi sesuai atau tidaknya dengan hukum Raoult. Sesuai dengan
hukum raoult apabila larutan zat dalam B dalam A bersifat ideal maka gaya tarik
menarik antara molekul A dan B sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A
atau antara B dan B. Bahan yang digunakan ada praktikum ini adalah campuran
dari kloroform dan aseton dengan voleme berbeda. Kloroform dan aseton adalah
senyawa organik yang bersifat non polar yang mudah menguap dan memiliki titik
didih yang rendah sehingga campurannya tidak ideal karena interaksi antar
molekulnya berbeda.
Praktikum pertama dimasukan kloroform 10 mL kedalam tabung reluks dan
diamati penetesan pertama uap air dan di catat suhunya. Penambahan aseton
kedalam kloroform ditentukan oleh titik didih dari kloroform murni. Berdasarkan
teori titik didih kloroform bebesar 61-62 °C pada tekanan 1 atm. Tetapi pada suhu
45 °C sudah menetes. Ini dikarenakan perbedaan tekanan ruang laboratorium yang
tidak mencapai 1 atm. Perbedaan tersebut diduga karena pemanasan yang tidak
tetap sehingga energi yang dihasilkan berubah-ubah atau tidak konstan. Pada
praktikum yang kedua dimasukan aseton 10 mL kedalam tabung reluks dan
diamati penetesan pertama uap air dan di catat suhunya. Pada pengukuran aseton
murni titik didih teorinya sebesar 56 °C pada ttekanan 1 atm atau 760 mmHg.
Akan tetapi pada praktikumnya di laboratorium aseton menetes pertama kali
dengan suhu 52 °C. Sama halnya dengan kloroform titik diidih teori berbeda
dengan praktikum dikarenakan oleh perbedaan tekanan pada saat melakukan
pengukuran.
Komposisi dari suatu campuran larutan akan mempenaruhi titik didih
larutannya. Semakin besar komposisi zat terlarut dalam suatu larutan akan
mempengaruhi titik didih dari larutan. Pada percobaan ini seharusnya titik
didihnya semakin naik karena terjadi reaksi eksoterm. yaitu pelepasan kalor oleh
sistem. Tetapi yang terjadi pada praktikum ini semakin ditambah larutannya maka
titik didih larutannya semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada saat
melakukan pengukuran suhu, termometer sering mati dan juga pada saat
penambahan zat terlarut kolf masih pada suhu panas sehingga larutan cepat
menetes dan suhunya menjadi lebih turun.
Campuran aseton dan kloroform adalah campuran yang menyimpang dari
keadaan ideal. Campuran aseton dan kloroform sama-sama bersifat polar dan
saling menyukai satu sama lain. Aseton dapat berikatan hidrogen satu sama lain
namun kloroform, tidak. Dengan demikian, tekanan uap campuran cenderung
lebih rendah dari keadaan idealnya karena keduanya lebih menyukai keadaan
dalam campuran dari pada kedua komponen berdiri sendiri. Seperti pada gambar

Garis lengkung memperlihatkan terjadinya penyimpangan tersebut. larutan non ideal


dengan penyimpangan negatif adalah campuran antara aseton- kloroform.
Pada percobaan dilakukan dua perlakuan, dimana pada perlakuan pertama, kloroform
bertindak sebagai pelarut dan aseton sebagai zat terlarut. Penambahan volume aseton yang
semakin meningkat menyebabkan fraksi mol kloroform dalam campuran semakin berkurang.
Berkurangnya fraksi mol kloroform dalam campuran menyebabkan terjadinya penurunan titik
didih campuran. Pada perlakuan kedua, aseton bertindak sebagai pelarut, dan kloroform
sebagai zat terlarut . Penambahan volume kloroform yang semakin meningkat menyebabkan
fraksi mol aseton dalam campuran semakin berkurang. Berkurangnya fraksi mol aseton
dalam campuran menyebabkan terjadinya penurunan titik didih campuran.

VII. Jawab Pertanyaan


i. Untuk menghitung 10 ml larutan CHCl3
 Menghitung massa :
m CHCl3 = 𝜌x V
= 1,49 g/cm3 x 10 mL
= 14,9 g
 Menghitung jumlah mol (n)
Mol CHCl3
𝑚
n CHCl3 = 𝑀𝑟
14,9 𝑔
= 119,4 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,1248mol
ii. Untuk menghitung 2 ml larutan CHCl3
 Menghitung massa :
m CHCl3 = 𝜌x V
= 1,49 g/cm3 x 2 mL
= 2,98 g
 Menghitung jumlah mol (n)
Mol CHCl3
𝑚
n CHCl3 = 𝑀𝑟
2,98 𝑔
= 119,4 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0249 mol

iii. Untuk menghitung 4 ml larutan CHCl3


 Menghitung massa :
m CHCl3 = 𝜌x V
= 1,49 g/cm3 x 4 mL
= 5,96 g
 Menghitung jumlah mol (n)
Mol CHCl3
𝑚
n CHCl3 = 𝑀𝑟
5,96 𝑔
= 119,4 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0499 mol

iv. Untuk menghitung 6 ml larutan CHCl3


 Menghitung massa :
m CHCl3 = 𝜌x V
= 1,49 g/cm3 x 6 mL
= 14,9 g
 Menghitung jumlah mol (n)
Mol CHCl3
𝑚
n CHCl3 = 𝑀𝑟
8,94 𝑔
= 119,4 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0748 mol

v. Untuk menghitung 10 ml larutan (CH3)2CO


 Menghitung massa :
m (CH3)2CO = 𝜌x V
= 0,79 g/cm3 x 10 mL
= 7,9 g
 Menghitung jumlah mol (n)
𝑚 7,9 𝑔
Mol ( CH3)2CO = 𝑀𝑟 = 58,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,1360 mol

vi. Untuk menghitung 2 ml larutan (CH3)2CO


 Menghitung massa :
m (CH3)2CO = 𝜌x V
= 0,79 g/cm3 x 2 mL
= 1,58g
 Menghitung jumlah mol (n)
𝑚 7,9 𝑔
Mol ( CH3)2CO = = = 0,0272 mol
𝑀𝑟 58,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙

vii. Untuk menghitung 4 ml larutan (CH3)2CO


 Menghitung massa :
m (CH3)2CO = 𝜌x V
= 0,79 g/cm3 x 4 mL
= 3,16g
 Menghitung jumlah mol (n)
𝑚 7,9 𝑔
Mol ( CH3)2CO = 𝑀𝑟 = 58,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,0544 mol

viii. Untuk menghitung 6ml larutan (CH3)2CO


 Menghitung massa :
m (CH3)2CO = 𝜌x V
= 0,79 g/cm3 x 6 mL
= 4,74 g
 Menghitung jumlah mol (n)
𝑚 7,9 𝑔
Mol ( CH3)2CO = 𝑀𝑟 = 58,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,0816 mol

ix. Untuk menghitung 8 ml larutan (CH3)2CO


 Menghitung massa :
m (CH3)2CO = 𝜌x V
= 0,79 g/cm3 x 8 mL
= 6,32 g
 Menghitung jumlah mol (n)
𝑚 7,9 𝑔
Mol ( CH3)2CO = = = 0,1088 mol
𝑀𝑟 58,1 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1. Menghitung fraksimol CHCl3 untuk setiap percobaan


a. CHCl3/kloroform ( pelarut), (CH3)2CO/aseton (zat terlarut) dengan
perbandingan
10 : 0 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙+𝑛(𝐶𝐻
3 )2 𝐶𝑂

0,1248 𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0)𝑚𝑜𝑙

=1

b. CHCl3/kloroform: (CH3)2CO/aseton = 10 : 2 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙
3 𝑙+𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂

0,1248𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0,0272)𝑚𝑜𝑙

= 0,8211

c. CHCl3: (CH3)2CO = 10 : 4 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙
3 +𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂

0,1248𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0,0544)𝑚𝑜𝑙

= 0,6964

d. CHCl3: (CH3)2CO = 10 : 6 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙
3 +𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂

0,1248𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0,0816)𝑚𝑜𝑙

= 0,6047

e. CHCl3: (CH3)2CO = 10 : 8 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙
3 +𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂

0,1248𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0,1088)𝑚𝑜𝑙

= 0,5342

f. CHCl3: (CH3)2CO = 10 : 10 ml
𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙3
X CHCl3 = 𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙
3 +𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂

0,1248𝑚𝑜𝑙
=(0,1248+0,1360)𝑚𝑜𝑙

= 0,4785
2. Fraksi mol Aseton dari setiap percobaan
a. (CH3)2CO/aseton (pelarut) CHCl3/kloroform ( terlarut), dengan perbandingan
10 : 0 ml
𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂
X (CH3)2CO = 𝑛(𝐶𝐻
3 )2 𝐶𝑂+𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙

0,1360 𝑚𝑜𝑙
= (0,1360+0)𝑚𝑜𝑙

=1
b. (CH3)2CO/aseton (pelarut) CHCl3/kloroform ( terlarut), dengan perbandingan
10 : 2 ml
𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂
X (CH3)2CO = 𝑛(𝐶𝐻
3 )2 𝐶𝑂+𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙

0,1360 𝑚𝑜𝑙
= (0,1360+0,0249 )𝑚𝑜𝑙

= 0,845
c. (CH3)2CO/aseton (pelarut) CHCl3/kloroform ( terlarut), dengan perbandingan
10 : 4 ml
𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂
X (CH3)2CO = 𝑛(𝐶𝐻
3 )2 𝐶𝑂+𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙

0,1360 𝑚𝑜𝑙
= (0,1360+0,0499 )𝑚𝑜𝑙
= 0,731
d. (CH3)2CO/aseton (pelarut) CHCl3/kloroform ( terlarut), dengan perbandingan
10 : 6 ml
𝑛(𝐶𝐻3 )2 𝐶𝑂
X (CH3)2CO = 𝑛(𝐶𝐻
3 )2 𝐶𝑂+𝑛𝐶𝐻𝐶𝑙

0,1360 𝑚𝑜𝑙
= (0,1360+0,0748)𝑚𝑜𝑙

= 0,645
XA = 1-XB

3. Grafik titik didih sebagai fungsi fraksi mol kloroform dan fraksi mol aseton

Volume (mL) Titik Didih larutan


XB Kloroform XA Aseton
Kloroform : Aseton (°C)
10:0 45,5 1 0
10:2 47 0,8211 0,1789
10:4 42 0,6964 0,3036
10:6 41,2 0,6047 0,3953
10:8 39,2 0,5342 0,4658
10:10 37,7 0,4785 0,5215
0:10 52 0 1
2:10 49,2 0,1552 0,8448
4:10 36,3 0,2684 0,7316
6:10 43,2 0,3551 0,6449
60

50

40
Titik Didih larutan
Titik Didih (°C)

XB Kloroform
30
XA Aseton
Linear (Titik Didih larutan)
20
Linear (XB Kloroform)
Linear (XA Aseton)
10

0
0 2 4 6 8 10 12
Fraksi Mol

4. Campuran kloroform dan aseton bukan termasuk campuran yang ideal, tetapi non
ideal. Karena jika dilihat dari sifat aseton yang semi polar sedangkan kloroorm
bersifat polar sehingga kedua larutan tidak dapat bercampur dengan baik. Dan jika
dilihat dari grafiknya titik didihnya tidak beraturan.sehingga campuran larutan ini
termasuk non ideal.
5. Ada penyimpangan. Dari grafik dapat terlihat penyimpangan yang terjadi. Karena dari
grafiknya menunjukan titik didih sebagai fungsi fraksi mol tidak mempengaruhi
keduanya. Adanya penyimpangan yang terjadi termasuk Penyimpangan Negatif,
karena Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara A
dengan A atau B dengan B, maka proses pelarutan merupakan reaksi eksoterm dengan
harga Δ Hl < 0. Hal ini akan menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil
dibandingkan tekanan uap yang dihitung menggunakan hukum Raoult. (Syukri,1999)
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut penyimpangan negatif. Penyimpangan
dari hukum Raoult terjadi karena kecenderungan bercampurnya kloroform dan aseton
yang lebih besar sehingga jumlah tekanan uap kedua zat lebih kecil daripada larutan
ideal. Penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan negatif karena disebabkan
oleh adanya gaya tarik menarik antara kloroform dan aseton lebih kuat daripada gaya
tarik menarik antara molekul-molekul kloroform maupun gaya tarik menarik antara
molekul-molekul aseton. Dari hal-hal tersebut mengakibatkan titik didihnya turun
sehingga menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (eksotermik) dan
mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0).
6.
Literatur Percobaan
Titik didih kloroform 61-62°∁ pada tekanan 760 45,5 °∁ pada tekanan 720
mmHg mmHg
Titik didih aseton 56,5°∁ pada tekanan 760 52 °∁ pada tekanan 720
mmHg mmHg
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan titik didih
1. Perbedaan tekanan laboratorium dan tekanan pada literatur
2. Kesalahan paralaks dalam membaca termometer digital, seharusnya yang dibaca
adalah nilai yang stabil sedangkan dalam pengamatan sering dilihat yang
pergerakan nilainya paling lama padahal masih terus berjalan.
3. Suhu pada saat pemanasan tidak dijaga agar tetap atau stabil, karena nilai suhu
naik dengan cepat
4. Adanya gaya tarik-menarik antara molekul aseton dan molekul kloroform yang
sama-sama bersifat polar sehingga keduanya lebih menyukai berada di fase cair.
Oleh karenanya, ketika suhu semakin meningkat dan tekanan uap atmosfer sama
dengan tekanan uap dalam kolf menyebabkan larutan mendidih (berada dalam
kesetimbangan). Namun kalor yang diterima tidak serta merta digunakan untuk
menguap/mendidih, tapi digunakan untuk memutuskan ikatan antar kedua
molekul. Sehingga pengaruh perbedaan suhu dan tekanan juga mempengaruhi
cepat lambatnya pemutusan ikatan antarmolekul yang sejenis (bersifat polar).
Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa gaya tarik-menarik antarmolekul yang
sejenis (polar) juga mempengaruhi perbedaan titik didih yang diperoleh.

VIII. Kesimpulan
1. Penambahan volume aseton yang semakin meningkat menyebabkan fraksi mol
kloroform dalam campuran semakin berkurang. Berkurangnya fraksi mol
kloroform dalam campuran menyebabkan terjadinya penurunan titik didih
campuran.
2. Aseton bertindak sebagai pelarut, dan kloroform sebagai zat terlarut .
Penambahan volume kloroform yang semakin meningkat menyebabkan fraksi
mol aseton dalam campuran semakin berkurang. Berkurangnya fraksi mol
aseton dalam campuran menyebabkan terjadinya penurunan titik didih
campuran.
3. Terjadi penyimpangan hukum Raoult, karena campuran kloroform denan
aseton adalah campuran larutan non ideal dan termasuk pada penyimpangan
negati.
IX. Daftar pustaka
Baroroh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar 1. Banjar Baru : Universitas
Lambung Mangkurat.
Bird, Tony. 1987. Kimia isik Untuk Universitas. Jakarta : PT. Gramedia.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Sukardjo. 1990. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta

Syukri. 1999. Kimia Dasar. ITB press. Bandung.

Widjajanti, Endang. 2004. Sifat Larutan Biner Non-Elektrolit. Yogyakarta : UNY.

X. Lampiran
TA
Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai

  • Gagal Ginjal
    Gagal Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Gagal Ginjal
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Gagal Ginjal
    Gagal Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Gagal Ginjal
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Destilasi Campuran
    Destilasi Campuran
    Dokumen8 halaman
    Destilasi Campuran
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Karya Ilmiah Populer
    Karya Ilmiah Populer
    Dokumen12 halaman
    Karya Ilmiah Populer
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Ekstraksi Pigmen
    Ekstraksi Pigmen
    Dokumen20 halaman
    Ekstraksi Pigmen
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Ekstraksi Pigmen
    Ekstraksi Pigmen
    Dokumen20 halaman
    Ekstraksi Pigmen
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Ekstraksi Pigmen
    Ekstraksi Pigmen
    Dokumen20 halaman
    Ekstraksi Pigmen
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat
  • Destilasi Campuran
    Destilasi Campuran
    Dokumen8 halaman
    Destilasi Campuran
    Cinthya Lina ElfYeongwonhi
    Belum ada peringkat