Anda di halaman 1dari 6

HASIL SEMINAR PAI

DI
S
U
S
U
N
OLEH

KELOMPOK 1

ARIMBI TAHTA

CICI APRILIA

CUT NOVA

MAULIANI

PERGURUAN TINGGI ISLAM


AL-HILAL SIGLI
TAHUN 2018
ASAS LEGALITAS

A. Definisi Asas Legalitas


Asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan
yang dapat dihukum sebelum ada hukum/undang-undang/ aturan yang
mengaturnya.
Dalam bahasa Arab

ْ َّ‫عقُ ْو َبةَ اِالَّ ِبالن‬


‫ص ِر‬ ُ َ‫الَ َح ِر ْي َمةَ َوال‬
Dalam istilah Belanda dikenal dengan istilah Nullum Dellictum Nulle
Poena Sine Pravie Lege Poenali.

B. Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya


1. Pertanyaan nomor 1 (Pak Bustami )
Bagaimana yang dimaksud dengan takrabul zina?
Jawaban :
Ayat Al-Quran yang melarang kita mendekati zina, mengapa Allah SWT
menggunakan istilah “Wala taqrabu Al Zina (jangan kalian mendekati zina. Q.S
Al Isra 17 : 32). Mengapa tidak dikatakan “Wala taf’alu Al Zina (jangan
melakukan zina)”.
Namun secara psikologi bisa dimengerti bahwa Allah SWT yang
menciptakan manusia sudah tentu Allah Maha Tau terhadap segala kecenderungan
manusia selalu sangat riskan dan sensitif terhadap perbuatan.
Dalam hadist, nabi juga menegaskan jika ada dua makhluk berduaan di
suatu tempat, maka iblis yang akan menjadi orang ketiganya. Mungkin inilah
sebabnya mengapa Allah menggunakan istilah jangan mendekati, bukan jangan
melakukan. Ini artinya mendekati saja sudah berdosa, apalagi melakukannya.
Berbeda jika yang dilarang adalah melakukannya, maka saat mendekatinya belum
masuk kategori dosa.

1
2. Pertanyaan nomor 2 ( Pak Usman )
Bagaimana yang dimaksud dengan “seseorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa yang lain”?
Jawaban :

‫أَالَّ ت َ ِز ُر َوا ذ َِرة ُ ِو ْز َر أ ُ ْخ َرى‬


Artinya: “Bahwasanya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain.” (Q.S An-Najm : 38).
Maksudnya, setiap jiwa yang menzhalimi dirinya sendiri dengan suatu
kekufuran atau suatu perbuatan dosa, maka dosa itu untuk dirinya sendiri, tidak
akan ditanggung oleh orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT :

َ ُ‫ع ُمثْقَلَةٌ اِلى َح ْم ِل َها الَي ُْح َم ْل ِم ْنه‬


.....‫ش ْي ٌء َولَ ْو َكانَ َذا قُ ْربى‬ ُ ‫َوا ِْن ت َ ْد‬
Artinya: “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika
seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul
dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun
( yang dipanggilnya itu ) kaum kerabatnya.”
3. Pertanyaan Nomor 3. ( Pak Lailatul Qadri )
Jika ada perbuatan tindak pidana yang tidak ada ketetapan hukumnya
dalam Al-Quran atau nash, bagaimana cara kita menghukum orang yang
melakukan tindak pidana jika tidak ada ketentuan hukumannya dalam Al-
Quran atau nash ?
Jawaban: ( Di jawab oleh Mauliani, tambahan oleh bapak )
Untuk menentukan hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak
pidana jika hukum yang menentukan hukuman atas perbuatan tersebut tidak ada
dalam AL- qur’an atau nash maka kita harus melihat kepada hadist/sunnah rasul
dan juga jika tidak ada dalam sunnah maka kita harus melihat dasar hukum yang
telah dirumuskan atau ditetapkan oleh ulil amri
Contohnya:
Pada dasarnya semua perbuatan itu boleh dilakukan sampai ada hukum
atau kaidah yang melarangnya. Seperti orang yang korupsi (koruptor), korupsi
merupakan suatu perbuatan jarimah,akan tetapi hukuman buat orang yang korupsi

2
tidak di sebutkan dalam Al-qur’an /nash, akan tetapi ada kaidah yang
menyatakan bahwa korupsi merupakan perbuatan tindak pidana atau jarimah
dan bagi orang yang koruptor akan dijatukan hukuman sesuai dengan yang telah
ditapkan dalam pidana islam maupun dalam hukum pidana umum.
4. Pertanyaan nomor 4 ( Qurratul A’yun )
Mengapa para fuqaha berbeda pendapat tentang penjatuhan hukuman
jarimah ta’zir ?
Jawaban: ( Dijawab oleh Cut nova )
Para furqaha barbeda pendapat mengenai penjatuhan hukuman ta’zir ini,
ada yang membolehkan menyatakan bahwa hukuman itu dijatuhkan karena
meninggalkan perintah (takhif) sedangkan dalam makruh atau manzub tidak ada
perintah melainkan hanya sebuah anjuran oleh karenanya siapapun yang
mengerjakan atau meninggalkan kedua perbuatan tersebut, ia tidak layak dijatuhi
hukuman . sedangkan yang membolehkan penjatuhan tersebut menyatakan bahwa
mandub sebenarnya adalah perintah dan makruh adalah larangan, meskipun
demikian,mengerjakan makruh dan meninggalkan mandub tidak disebut maksiat
melaikan hanya disebut mukhalafah (pelanggaran). Untuk penjatuhan hukuman
ta’zir atas perbuatan pelanggaran disyariaatkan berulang-ulangnya
perbuatan ,tetapi apabila perbuatan itu mengganggu kepentingan umum maka
pelaku dapat dikenakan hukuman tanpa berulang-ulang perbuatan .
5. Pertanyaan nomor 5 ( Ira nanda riski )
Bagaimana ciri-ciri azaz legalitas dalam kaidah hukum ?
Jawaban: ( Dijawab oleh Cici Aprilia )
Ciri azaz legalitas dalam kaidah hukum yaitu:
a. Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
b. Hukuman dijadikan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat
c. Hukuman berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat .
d. Hukuman berrtujuan mencapai kedamaian (ketertiban dan
ketentraman).

3
6. Pertanyaan Nomor 6 ( Zulvikar )
Apakah azas legalitas hanya ada pada bidang pidana saja?
Jawaban:
Azas legalitas tidak hanya ada dalam hukum pidana saja , tetapi juga ada
dalam hukum administrasi negara, hukum tata negara dan lainnya. Hukum
administrasi negara yang menyatakan azas legalitas tersebut pejabat dalam
wewenangnya tersebut, pejabat dalam wewenangnya harus melaksanakan
keputusan dengan sesuai aturan yang ada.
Hukum tata negara menyatakan asas legalitas tersebut bahwa negara
terbentuk dan berdiri dengan adanya pemerintahan yang berdasarkan aturan yang
ada dan dalam pemerintahan tersebut adalah rakyat yang ditunjuk oleh rakyat
untuk memimpin.
Dalam ilmu hukum, asas legalitas adalah asas yang berpedoman bahwa
tidak ada satu orangpun yang bisa dihukum kecuali ada peraturan atau dasar
hukum yang mengatur sebelumnya, demikian halnya dalam hukum pidana Islam
asas legalitas juga berlaku yang didasarkan pada Al-Quran.
7. Pertanyaan nomor 7 ( Khalid Zamzami )
Mengapa hukum pidana sangat memerlukan asas legalitas ?
Jawaban : ( Dijawab oleh Mauliani )
Karena, asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak
diperbolehkan sewenang-wenang oleh alat penegak hukum.
Dalam hukum pidana, asas legalitas diatur dalam Pasal I Ayat (1) KUHP
yang berbunyi, “ Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang – undangan pidana yang telah ada”.
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa hanya perbuatan yang disebut
dengan tegas oleh peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran,
atau ada dasar hukum yang menjelaskan hukumannya dan dapat dikenai hukuman
(pidana).

4
8. Pertanyaan Nomor 8 ( Devidiawati )
Apa perbedaan asas legalitas hukum pidana umum dengan hukum pidana
Islam?
Jawaban : ( Dijawab oleh Arimbi tahta )
Asas legalitas dalam islam bukan berdasarkan pada akal manusia tetapi
dari ketentuan Tuhan. Asas legalitas secara jelas dianut dalam hukum islam,
terbukti adanya beberapa ayat yang menunjukkan asas legalitas tersebut. Hukum
Islam lebih cenderung kepada syariah dan fiqh. Fiqh yaitu hukum praktis yang
diambil dari dalil – dalil terperinci dan syariah yaitu peraturan yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada manusia agar dipedomi dalam berhubungan dengan
tuhannya, dan sesamanya, dengan lingkungannya dan dengan kehidupannya.
Sumber hukum islam dapat berupa dalil nash yaitu al qur’an dan sunnah, dan juga
dalil ghairun nash yaitu qiyas,ijma’,lstihsan dan lain-lain yang merupakan
pendapat para ulama islam.Sedangkan azas legalitas dalam hukum pidana umum
yang sumber hukumnya didasari undang-undang,artinya keputusan harus diambil
berdasarkan suatu ketentuan undang-undang atau keputusan hakim.

Anda mungkin juga menyukai