Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN HASIL PENELITIAN

FUNDAMENTAL

STUDI PENGHILANGAN Cr(VI) DARI LIMBAH CAIR DENGAN


MENGGUNAKAN DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA L):
PERCOBAAN DAN MODELING

(TAHUN KE 1 DARI RENCANA 2 TAHUN)


OLEH

Dr. Ir. Mariana, M.Si (NIDN: 0015076703)


Dr. Ir. Farid Mulana, M.Eng (NIDN: 0008027203)
Hisbullah, ST, M.Eng.Sc (NIDN: 0013077004)

Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,


sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Program Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2012
Nomor: 140/UN11/A.01/APBN-P2T/2012 tanggal 2 April 2012

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
NOVEMBER 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
RINGKASAN ii
SUMMARY iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 11
BAB IV METODE PENELITIAN 13
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 28
UCAPAN TERIMA KASIH 29

DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi tannin 3


Tabel 4.1 Kondisi percobaan yang akan dilakukan pada proses batch 15

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2. 1 Struktur kimia dari (a) asam galat dan (b) asam elagat 4
Gambar 2. 2 Sturktur kimia dari catechin 5
Gambar 2. 3 Daun jambu biji 7
Gambar 4.1 Skema Kerja Penelitian 13
Gambar 4.2 Percobaan yang akan digunakan untuk proses batch 14
Gambar 4.3 Plot data model isoterm Langmuir 18
Gambar 4.4 Plot data model isoterm Freundlich 19
Gambar 5.1 Hubungan waktu kontak dan dosis bio-sorbent terhadap
efisiensi penyerapan Cr (VI) 20
Gambar 5.2 Hubungan waktu kontak dan dosis adsorben terhadap
Kapasitas penyerapan \Cr(VI) 21
Gambar 5.3 Hubungan waktu kontak dan konsentrasi sorbat terhadap
efisiensi penyerapan Cr(VI) pada kondisi netral 23
Gambar 5.4 Hubungan waktu kontak dan konsentrasi adsorbat terhadap
kapasitas penyerapan Cr (VI) pada kondisi netral 24
Gambar 5.5 Hubungan Waktu kontak terhadap massa bio-sorbent akhir 25
Gambar 5.6 Laju kinetika orde satu semu penyerapan ion logam Cr (VI)
pada dosis bio-sorbent 1 gram 26
Gambar 5.7 Laju kinetika orde dua semu penyerapan ion logam Cr(VI) pada
dosis bio-sorbent 1 gram 26

vii
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini kegiatan perindustrian di dunia telah berkembang dengan pesat. Hal
ini selain menimbulkan dampak positif juga mendatangkan suatu masalah baru bagi
lingkungan sehingga dibutuhkan suatu penanganan yang efektif dan efisien. Salah satu
contoh pencemaran karena buangan industri adalah pencemaran yang ditimbulkan oleh
limbah yang mengandung logam berat terlarut. Limbah dengan kandungan logam-
logam berat yang cukup tinggi dapat menjadi polutan yang berbahaya. Salah satu logam
berat yang berbahaya adalah logam berat krom. Logam berat krom yang terkandung
dalam limbah biasanya memiliki valensi tiga (Cr3+) dan valensi enam (Cr6+). Limbah
logam berat krom diantaranya berasal dari industri pelapisan logam (electroplating),
industri cat/pigmen dan industri penyamakan kulit (leather tanning). Limbah Cr(VI)
menjadi perhatian karena sifat karsinogenik yang dimilikinya. Uniknya, hanya Cr(VI)
yang bersifat karsinogenik sedangkan Cr(III) tidak. Tingkat toksisitas Cr(III) hanya
sekitar 1/100 kali dari Cr(VI). Beberapa upaya penanganan dari limbah Cr(VI) yang
telah dilakukan yaitu reduksi kimia dan ion exchange (Slamet dkk. 2003).
Pada umumnya metode yang digunakan untuk penanganan limbah Cr(VI)
membutuhkan biaya yang besar dan proses yang panjang. Terdapat alternatif lain untuk
memisahkan krom dari limbah industri yakni dengan metode adsorpsi menggunakan
biomaterial. Cara ini merupakan metode yang sangat menjanjikan untuk mengolah
buangan industri, terutama karena harganya murah dan memiliki kapasitas penyerapan
yang tinggi. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan dengan memanfaatkan
biomaterial sebagai bio-sorbent untuk menyerap Cr(III) dengan menggunakan rumput
laut (Sudiarta, 2009), pemanfaatan kulit kacang tanah sebagai bio-sorben zat warna
reaktif Cibacron Red (Aprilia Susanti, 2009), penyerapan ion tembaga dengan
menggunakan kitosan dari cangkang kepiting (Ajeng dkk, 2010).
Sutrasno dkk. (2008) sebelumnya telah melakukan penelitian dengan
memanfaatkan kulit batang jambu biji untuk menyerap ion logam Cr(VI). Hasil yang
didapat yaitu kulit batang jambu biji memiliki daya adsorpsi ion krom hingga lebih dari
90% pada pH=2. Penelitian ini menggunakan daun jambu biji sebagai bio-sorbent. Daun

1
merupakan bagian tumbuhan yang berpori, sehingga dapat digunakan sebagai proses
adsorpsi. Selain itu daun jambu biji mengandung zat tannin. Zat tannin dapat dijumpai
pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi
maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Zat tannin
merupakan senyawa polifenol yang dapat mengikat logam berat dan zat tannin juga
berperan dalam menyerap bakteri patogen sehingga dapat menyembuhkan penyakit
diare. Selain karena daun jambu biji merupakan material berpori, prinsip penyerapan
oleh zat tannin tersebut yang mendasari penggunaan daun jambu biji sebagai bio-
sorbent dalam penyerapan logam berat dari limbah cair.
Tannin adalah senyawa polifenol alami dan merupakan bagian yang penting
dalam unsur-unsur sekunder tanaman, bersifat larut dalam air dengan berat molekul
500-3000 g/mol serta mampu mengikat alkaloid, gelatin dan protein (Wiryawan,1999).
Kandungan tannin pada daun jambu biji sebesar 9-12% (www.litbang.deptan.go.id).
Mengingat ion logam krom Cr(VI) yang dihasilkan sangat banyak pada limbah
industri di Indonesia, maka biomaterial ini sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai bio-sorbent karena disamping memanfaatkan limbah daun jambu biji juga
sangat ramah terhadap lingkungan. Penyerapan ion logam krom Cr(VI) dengan
menggunakan biomaterial ini mempunyai daya penyerapan yang lebih besar
dibandingkan dengan metode penyerapan yang telah dikembangkan sebelumnya
(Subiarto, 2000). Selain itu penggunaan bio-sorbent ini juga dapat memberikan nilai
tambah pada daun jambu biji yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Porositas
Daun jambu biji merupakan material berpori. Pori yang dimiliki daun jambu biji
inilah yang membuat daun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai biosorben. Pori-pori
pada daun jambu biji ini akan menyerap logam Cr(IV) yang terkandung di dalam suatu
limbah dimana lebih dikenal dengan adsorpsi fisika.

2.2 Tannin
Tannin adalah salah satu jenis senyawa yang termasuk kedalam golongan polifenol.
Senyawa tannin terdapat didalam tumbuhan, baik itu di daun, di batang, maupun di
buah. Salah satu kegunaan tannin adalah untuk penyamakan kulit yang mencegahnya
dari kebusukan karena sifat tannin yang dapat mengikat protein.
Tabel 2.1 Spesifikasi tannin
Massa jenis 0,65 gr/cm3
Temperatur
800C
maksimum
Jangkauan pH 2-11
Sumber: Subiarto, 2000

Menurut struktur kimianya, tannin dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu tannin
terhidrolisis dan tannin terkondensasi.
1. Tannin terhidrolisis
Tannin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika
dididihkan dalam asam klorida encer. Tannin terhidrolisis biasanya berupa senyawa
amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air terutama air panas
yang membentuk larutan koloid. Tannin yang dapat dihidrolisis adalah ester asam
galat dan dimernya (asam digalat dan asam elagat) dengan monosakarida, terutama
glukosa. Tannin yang dapat dihidrolisis sering dibagi menjadi gallotannin yang
menghasilkan asam galat setelah dihidrolisis, dan elagitannin yang menghasilkan

3
asam elagat setelah dihidrolisis. Sturktur kimia dari asam galat dan asam elagat
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kimia dari (a) asam galat dan (b) asam elagat

2. Tannin Terkondensasi
Tannin terkondensasi dikenal juga dengan nama flavotannin yang mempunnyai
berat molekul yang tinggi. Salah satu yang dapat diisolasi dari tannin terkondensasi
adalah catechin, suatu senyawa flavonoida dengan rumus empiris C15H14O6 yang
dapat digunakan sebagai bahan pewarna dan penyamak kulit. Senyawa flavonoida
adalah suatu kelompok senyawa alam yang mempunyai struktur dasar terdiri atas
cincin benzopiran dengan suatu substituen fenil terikat pada atom karbon yang
berdampingan dengan atom oksigen. Nama lain untuk tannin terkondensasi adalah
proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon
penghubung satuan terputus dan akan membebaskan monomer antosianidin.
Kebanyakan proantosianidin bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan
sianidin. Tannin terkondensasi terdapat di dalam tanaman paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Tannin terkondensasi merupakan struktur yang stabil, dimana
terdiri dari gabungan ikatan karbon. Tannin terkondensasi dikenal juga dengan nama
flavotannin yang mempunnyai berat molekul yang tinggi. Salah satu yang dapat
diisolasi dari tannin terkondensasi adalah catechin, suatu senyawa flavonoida
dengan rumus empiris C15H14O6 yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna dan
penyamak kulit. Struktur kimia dari catechin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

4
Gambar 2.2. Sturktur kimia dari catechin

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa alam yang mempunyai


struktur dasar terdiri atas cicin benzopiran dengan suatu substituen fenil terikat pada
atom karbon yang berdampingan dengan atom oksigen. Nama lain untuk tannin
terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas,
beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan akan membebaskan
monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin bila direaksikan dengan asam
akan menghasilkan sianidin

Menurut Iwan (2002) sifat utama tannin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
tergantung pada gugusan phenolic-OH yang terkandung dalam tannin, dan sifat tersebut
secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Sifat Fisika
Sifat fisika dari tannin adalah sebagai berikut:
a. Jika dilarutkan dalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa
asam dan sepat.
b. Jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan mengendap.
c. Tidak dapat mengkristal.
d. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein
tersebut.

2) Sifat Kimia
Sifat kimia dari tannin adalah:

5
a. Merupakan senyawa komplek dalam bentuk campuran polifenol yang
sukar dipisahkan sehingga sulit mengkristal.
b. Dapat diidentifikasi dengan kromotografi.
c. Senyawa fenol dari tannin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan
pemberi warna

Tannin bisa diperoleh dari hampir semua jenis tambuhan hijau di seluruh dunia
baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang
berbeda-beda. Menurut Iwan (2002), sebagian besar flavonoid yang berasal dari hasil
biosintesa diubah menjadi tannin, sehingga flavonoid tersebut merupakan salah satu
fenol alam terbesar.
Ada beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh diwilayah Indonesia yang dapat
menghasilkan tannin, antara lain: tanaman pinang (Areca catechu LINN), tanaman
akasia (Acasia sp), gabus (Quarcus infektoria), bakau (Rhizopora dpn), jambu biji
(Psidium guajava, L), pinus, gambir dan banyak lainnya. Tannin yang dihasilkan dari
tumbuh-tumbuhan mempunyai ukuran partikel dengan range yang besar. Tannin
tumbuh-tumbuhan diperoleh dari kayu, kulit, daun dan buah.

2.3 Jambu Biji (Psidium guajava, L)


Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris
disebut Lambo guava, sedangkan dalam bahasa latinnya adalah Psidium guajava, Linn.
Tanaman jambu biji berasal dari Brazilia Amerika Selatan, kemudian menyebar ke
Thailand dan menuju ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Bukti dari jambu biji
pernah singgah di Thailand adalah dengan adanya jambu bangkok yang terkenal enak,
besar, berdaging besar, dan tanpa biji, berbeda dengan jambu biji yang ada didaerah
pulau Jawa disebut jambu klutuk yang mempunyai biji yang banyak.
Penyebaran tanaman jambu biji di Indonesia terpusat di pulau Jawa, antara lain
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Pusat penanaman
tanaman jambu biji yang lain adalah di pulau Sumatra dan Kalimantan (Kemal, 2000).
Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah tropis dengan ketinggian 5 – 1200 m diatas
permukaan laut (dpl). Hal ini disebabkan karena pada derah tropis kelembapan udara
cenderung rendah yang berarti udara kering karena miskin uap air, kondisi ini sangat

6
cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu biji. Jambu biji juga dapat tumbuh dengan
baik diberbagai jenis tanah, baik pada tanah yang subur ataupun pada tanah yang
gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik, atau pada keadaan
tanah yang liat dan sedikit pasir (Kemal, 2000).
Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang,
umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai
penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ
terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah
organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui
konversi energi cahaya menjadi energi kimia. Daun merupakan material yang berpori.
Pori-pori daun disebut dengan stomata. Stoma berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma
mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis dan mengeluarkan O2
sebagai hasil fotosintesis.
Sejak dahulu daun jambu biji telah banyak digunakan sebagai salah satu obat
tradisional. Penyakit-penyakit yang bisa diatasi oleh daun jambu biji antara lain adalah
penyakit demam berdarah, diare, dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut bisa diatasi
oleh daun jambu biji karena kandungan jambu biji yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan virus (anonymous, 2010).

Gambar 2.3 Daun jambu biji

Bentuk daun jambu biji biasanya bercorak bulat telur dengan ukuran yang agak besar.
Pada daun jambu biji terkandung zat tannin sebagai kandungan utama. Selain itu daun

7
juga mengandung minyak atsiri dengan komponen penyusunnya adalah α-­‐pinene,
β-­‐pinene, limonene, mentol, terpenyl asetat, isopropyl alkohol, longicyclene,
caryophyllene, β-­‐bisabolene, oksida caryophyllene, β-­‐copanene, farnesene, humulene,
selinene, cardinene dan curcumene. Selain minyak atsiri, daun mengandung, nerolidiol,
β-­‐sitosterol, ursolat, krategolat, dan asam guayavolat. Daun juga mengandung minyak
lemak 6%, dan avikularin (Kemal, 2000).

2.4 Kromium (Cr)


Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cr dengan nomor atom 24. Krom berwarna abu-abu, keras sehingga
memerlukan proses pemolesan yang cukup tinggi. Krom adalah salah satu unsur
terbanyak yang terdapat dikerak bumi dengan konsentrasi rata-rata 100 ppm. Rentang
konsentrasi kromium dalam tanah adalah antara 1 - 3000 mg / kg, dalam air laut 5-800
mg/liter, dan di sungai dan danau antara 28 mg / liter dan 5,2 mg / liter. Hubungan
antara Cr (III) dengan Cr (VI) sangat tergantung pada pH dan oksidatif sifat lokasi tetapi
dalam banyak kasus, Cr (III) adalah spesies dominan meskipun di beberapa daerah di
tanah air dapat mengandung sampai 39 mg dari total kromium dari 30 mg Cr (VI) yang
ada.
Senyawa-senyawa krom dalam konsentrasi tinggi tergolong sebagai bahan
berbahaya dan beracun, oleh sebab itu dengan adanya senyawa krom dalam bentuk
padatan dan cairan dapat menjadi bahan pencemar. Senyawa Cr (III) dan Cr (VI)
banyak ditemukan dalam limbah industri pelapisan logam dan penyamakan kulit. Kadar
senyawa Cr (III) dan Cr (VI) yang dihasilkan oleh kegiatan industri ini umumnya lebih
tinggi dari ambang batas yang diperbolehkan. Oleh karena itu sebelum limbah cair
industri ini dibuang ke lingkungan harus dilakukan penanganan sampai batas aman.
Kadar maksimum total krom yang diperbolehkan ada dalam air minum adalah 0,05 mg/l
(SK-Menteri Kesehatan RI, No. 907 tahun 2002, tentang Kualitas Air Minum). Adapun
baku mutu limbah cair untuk kadar maksimum total krom bagi kegiatan industri adalah
0,5 g/l dan 0,1 mg/l untuk krom (VI)( Kep-51/ MENLH/ 10 / 1995) (Sri Ratna J.,
2007).
Krom digunakan untuk mengeraskan baja, pembuatan baja tahan karat dan
membentuk banyak alloy (logam campuran) yang berguna. Kebanyakan digunakan

8
dalam proses pelapisan logam untuk menghasilkan permukaan logam yang keras dan
indah dan juga dapat mencegah korosi. Krom memberikan warna hijau emerald pada
kaca. Industri refraktori menggunakan kromit untuk membentuk batu bata, karena
kromit memiliki titik cair yang tinggi, pemuaian yang relatif rendah dan kestabilan
struktur kristal.
Beberapa senyawa kromium digunakan sebagai katalis, misalnya Phillips
katalis untuk produksi polietilen adalah campuran dari kromium dan silikon dioksida
atau campuran dari krom dengan titanium dan aluminium oksida. Kromium merupakan
logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat. Dengan sifat ini,
kromium banyak digunakan sebagai pelapis pada ornamen-ornamen bangunan,
komponen kendaraan, seperti knalpot pada sepeda motor, maupun sebagai pelapis
perhiasan seperti emas. Emas yang dilapisi oleh kromium ini lebih dikenal dengan
sebutan emas putih.
Perpaduan Kromium dengan besi dan nikel menghasilkan baja tahan karat.
Kromium (IV) oksida digunakan untuk pembuatan pita magnetik yang digunakan dalam
performa tinggi dan standar kaset audio. Asam kromat adalah agen oksidator yang kuat
dan merupakan senyawa yang bermanfaat untuk membersihkan gelas laboratorium dari
setiap senyawa organik. Kalium dikromat merupakan zat kimia reagen, digunakan
dalam membersihkan gelas laboratorium dan sebagai agen titrating.
Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat
toksik, dalam tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+.
Krom dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika
kontak dengan kulit menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit
perut dan muntah. Kromium (III) adalah zat esensial bagi manusia dan apabila
kekurangan kromium (III) dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kondisi jantung
melemah, gangguan metabolisme dan diabetes. Tetapi jika terlalu banyak kromium (III)
didalam tubuh manusia juga dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan, misalnya
ruam kulit. Kromium (VI) adalah zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Orang-
orang yang bekerja di industri baja, tekstil, dan juga orang-orang yang merokok sangat
rentan terkena dampak dari kromium (VI). Kromium (VI) menyebabkan berbagai efek
kesehatan. Apabila kromium (VI) terhirup maka dapat menyebabkan iritasi dan hidung
mimisan.

9
Bahaya kesehatan yang berkaitan dengan kromium bergantung pada keadaan
oksidasinya. Krom yang mempunyai valensi 3 memiliki tingkat toksisitas yang rendah,
sedangkan krom yang hexavalent memiliki tingkat toksisitas yang tinggi sehingga bisa
dikatakan beracun.

10
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan khusus penelitian ini adalah :


1. Mempelajari kemampuan adsorpsi ion logam Cr(VI) oleh menggunakan bio-sorbent
2. Menggunakan model matematik yang ada yang yang dapat menggambarkan
fenomena pemisahan Cr(VI) dalam limbah cair
3. Mengetahui variabel- variabel proses optimum di dalam pemisahan Cr(VI) dalam
limbah cair

Manfaat Penelitian dari penelitian ini diharapkan:


1. Mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem penurunan konsentrasi
logam berat yang merupakan limbah B3.
2. Dalam bidang ilmu pengetahuan dapat dijadikan penelitiaan ini sebagai tambahan
informasi tentang pembentukan neraca massa, energi dan neraca ion.
3. Mempopulerkan dan mengaplikasi hasil penelitian ilmu dasar untuk rekayasa pada
sistem penurunan limbah B3 dalam larutan.
4. Mempelajari karakteristik dan kemampuan daun jambu biji sebagai bio-sorbent
penyerap ion logam Cr (VI)
5. Menjadikan daun jambu biji menjadi sesuatu yang lebih berguna dan bernilai
ekonomi tinggi

Luaran dari pelitian ini diharapkan:


1. Hasil penelitian yang diperoleh berupa model matematik yang dapat digunakan
untuk menggambarkan fenomena pemisahan Cr(IV) dari larutan dengan
menggunakan bio-sorbent sehingga dapat dijadikan acuan dasar pengolahan
limbah cair yang mengandung krom.
2. Peningkatan kemampuan meneliti tim peneliti.
3. Diketahui pengaruh beberapa variabel proses terhadap penghilangan Cr(VI) dari
larutan sebagai informasi dasar guna penelitian berkelanjutan dalam
mengungkapkan mekanisme proses dan pemisahan.

11
4. Sebagai upaya untuk mengejar ketinggalan Indonesia dalam bidang ”Neraca
Massa dan Energi”, sementara di luar negeri sudah sampai pada aplikasi ke
industri
5. Menambah wawasan dan ketrampilan peneliti melalui aktivitas penelitian dan
pendidikan yang berkesinambungan, sehingga dapat menangani problem-
problem yang dihadapi oleh industri-indutri kimia di Naggroe Aceh Darussalam.
6. Publikasi pada jurnal ilmiah dan seminar nasional
7. Pengembangan ipteks

12
BAB IV
METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu metode percobaan dan
pemanfaatan model matematik yang ada.

4.1 Percobaan
Persiapan bahan yang diperlukan meliputi pengadaan bahan-bahan berupa: (1)
daun jambu biji; (2) aquades; dan (3) larutan K2Cr2O7 sebagai sumber Cr(VI).
Sedangkan peralatan yang dipersiapkan meliputi: (1) erlemenyer; (2) pipet volum; (3)
aluminium foil; (4) corong pemisah; (5) gelas ukur; (6) magnetic stirrer/water batch; (7)
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS); (8) oven listrik; (9) blender; (10)
timbangan; (11) kertas saring; dan (12) labu ukur.

DAUN JAMBU BIJI

Dicuci dengan air

DAUN JAMBU BIJI BERSIH


Dikeringkan dengan Oven Dryer
Pada suhu 50 0C

DAUN JAMBU BIJI KERING

Dihaluskan dengan Blander

DAUN JAMBU BIJI HALUS

PROSES ADSORPSI
Dimasukkan larutan Cr6+ kemudian diaduk dengan waktu dan dosis adsorben yang telah
ditentukan dan pada suhu kamar untuk menentukan pengaruh laju kinetika terhadap reaksi

PROSES ANALISA
Larutan Cr6+ yang telah diadsorb dianalisa dengan menggunakan alat AAS (Atom Adsorbstion
Spectrofotometer)

Gambar 4.1 Skema Kerja Penelitian

13
Bahan baku berupa daun jambu biji dibersihkan dari kotoran-kotoran yang
menempel dengan menggunakan air bersih. Setelah itu daun jambu bij dikeringkan
dengan menggunakan oven dryer pada suhu 50OC sampai berat bahan baku menjadi
konstan. Terakhir bahan baku dihaluskan dengan menggunakan blander dengan ukuran
biosorben > 25 mesh untuk memperbesar luas permukaan kontak antara biosorben
dengan adsorbat.
Pembuatan larutan logam Cr(IV) dengan konsentrasi yang ditentukan.
Ditimbang K2Cr2O7 sesuai yang ditentukan dan dilarutkan dengan aquades.
Sampel krom diuji dengan menggunakan variabel konsentrasi bio-sorbent, sorbat dan
waktu kontak yang telah ditentukan. Sampel Cr(IV) dengan konsentrasi yang ditentukan
dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang telah berisi adsorben. Dosis adsorben tetap.
Waktu tinggal untuk proses adsorpsi divariasikan. Filtrat disaring dengan kertas saring
Whatman 41 dan siap untuk dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer serapan
atom (AAS).
Analisa sampel dan Cr(IV) sisa menggunakan AAS (Atom Adsorbstion
Spectrofotometer).

1. Erlenmeyer (300mL)
2. Batang pengaduk (Stirring bar)
Daun Jambu 3. Constant-temperature bath (25oC)
Biji 4. Pengaduk (Magnetic stirrer )

3
2

Krom (K2Cr2O7).

Gambar 4.2 Percobaan yang akan digunakan untuk proses batch

14
Tabel 4.1 Kondisi percobaan yang akan dilakukan pada proses batch
Parameter Nilai

Konsentrasi bio-sorbent [gram] 1– 5


konsentrasi Cr(VI) awal [ppm] 1
o
Suhu [ C] 25
Waktu reaksi [min] 50 – 120
Waktu pengendapan [min] 30

4.2 Penggunaan Model matematik


Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan cairan pada permukaan zat penyerap
(adsorben). Zat yang diserap disebut adsorbat. Adsorpsi dapat didefinisikan juga
sebagai suatu proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida sehingga berpindah
ke permukaan zat padat yang menyerap (McCabe, 1999). Menurut Richardson, et al.
dalam Nurhayati (2009), adsorpsi didefinisikan sebagai suatu proses difusi molekul-
molekul dari fluida ke permukaan adsorben padat.
Proses adsorpsi dimulai dengan pergerakan sebagian besar adsorbat dari fluida
menuju lapisan film adsorben. Kemudian adsorbat berdifusi menuju permukaan
adsorben hingga terserap ke permukaan pori bagian dalam dari adsorben tersebut
(Nurhayati, 2009). Adsorpsi dibedakan menjadi dua cara yaitu adsorpsi fisika dan
adsorpsi kimia).

4.2.1 Adsorpsi Fisika


Adsorpsi fisika atau fisisorpsi terjadi akibat adanya gaya tarik menarik antar
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya tarik menarik ini disebut dengan
interaksi Van Der Waals (Atkins, 1997). Interaksi Van Der Waals yang terjadi akan
semakin lemah apabila jarak jangkauan adsorbat oleh adsorben semakin jauh. Pada
adsorpsi fisika, molekul adsorbat yang melambung pada permukaan adsorben akan
kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi oleh permukaan itu.
Entalpi fisisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan temperatur sampel, biasanya
berkisar pada -20 kJ/mol. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk

15
menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap
mempertahankan identitasnya

4.2.2 Adsorpsi Kimia


Partikel adsorbat yang melekat pada permukaan adsorben dengan membentuk
ikatan kimia disebut adsorpsi kimia atau kimisorpsi. Ikatan yang terbentuk biasanya
ikatan kovalen dan cenderung mencari tempat yang dapat memaksimumkan bilangan
koordinasinya dengan substrat dalam adsorben. Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar
dibandingkan dengan fisisorpsi, yaitu -200 kJ/mol.
Smith (1981) dalam bukunya Chemical engineering kinetics membedakan
adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika berdasarkan beberapa parameter. Semuanya telah
diringkas dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perbedaan adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia


Parameter Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia
Adsorben Semua padatan Beberapa diantaranya padatan
Semua gas di bawah Beberapa gas yang reaktif secara
Adsorbat
temperatur kritis kimia
Temperatur Kisaran temperatur rendah Umumnya temperatur tinggi
Panas adsorpsi (entalpi) Rendah (≈ Δ Hkondensasi) Tinggi
Tidak aktif, E rendah;
Laju, energi aktivasi Sangat cepat, E rendah
Aktif, E tinggi
Kemampuan adsorbat Mungkin terjadinya lapisan
Lapisan tunggal
melapisi adsorben ganda
Reversibilitas Reversibilitas yang tinggi Lebih sering irreversibel
Untuk menentukan area aktif dan
Untuk menentukan luas
Kegunaan dapat menjelaskan reaksi kinetik
permukaan dan ukuran pori
permukaan
Sumber: Smith, 1981

4.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi


Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai berikut:
1. sifat-sifat kimia dan fisika dari adsorben, meliputi luas permukaan, ukuran pori dan
komposisi kimia.
2. sifat-sifat kimia dan fisika dari adsorbat, seperti ukuran dan polaritas molekul serta
komposisi kimia.
3. faktor-faktor lingkungan seperti pH, tekanan dan temperature.

16
4. konsentrasi adsorben, konsentrasi larutan pada kondisi isotermal memperlihatkan
adanya kecenderungan peningkatan adsorpsi dengan peningkatan konsentrasi.
waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben, waktu kontak dan lamanya
pengadukan bergantung pada keaktifan adsorben yang digunakan.

4.2.4 Isoterm Langmuir


Model Langmuir menjelaskan molekul-molekul adsorbat yang teradsorpsi akan
meningkat secara drastis sampai adsorben mulai jenuh, hal ini terjadi pada konsentrasi
gas yang tinggi. Pada temperatur tetap, laju adsorpsi dan desorpsi akan proporsional
hingga menutupi seluruh permukaan adsorbat membentuk lapisan tunggal (monolayer).
Kesetimbangan terjadi ketika laju adsorpsi sama dengan laju desorpsi. Menurut Smith
(1981), ada beberapa asumsi penting dalam kesetimbangan model Langmuir ini, yaitu:
1. permukaan katalis memiliki aktivitas yang sama (homogen);
2. tidak ada interaksi molekul-molekul yang teradsorpsi;
3. mekanisme adsorpsi yang terjadi sama;
4. adsorpsi terjadi hanya pada satu lapisan.

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka persamaan Langmuir (Popuri et al.,


2007) dapat ditulis sebagai:

q0 bc e
  q e =                                                                                         (4.1)  
1 + bc e
dimana q 0 adalah jumlah maksimum ion logam persatuan berat adsorben (mg
adsorbat/g adsorben), b merupakan hubungan afinitas ikatan (L/mg adsorbat) dan ce (mg
adsorbat/L) adalah konsentrasi. Kurva kesetimbangannya diperoleh dengan memplot
1/qe terhadap 1/ce, sehingga diperoleh slope K / q0 dan intersep 1 / q0 . Nilai K sama
dengan 1/b. Plot data isoterm Langmuir ditunjukkan oleh Gambar 4.3.

17
Gambar 4.3 Plot data model isoterm Langmuir

4.2.5 \ Isoterm Freundlich


Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi
dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich.
Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen
dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda (Annonimous,
2003), sehingga persamaan Freundlich (Popuri et al., 2007) dinyatakan dengan:
1/ n
q e = K F ce (4.2)

dimana KF dan ce adalah konstan dan diperoleh dari percobaan. Nilai 1/n adalah slope
dari plot log qe dengan log ce. Nilai KF sangat bergantung pada nilai n. Persamaan ini
biasa sesuai dengan data untuk adsorpsi gas hidrokarbon oleh arang aktif (Geankoplis,
1993). Gambar 4.4 menunjukkan plot data isoterm Freundlich.

18
F

Gambar 4.4 Plot data model isoterm Freundlich

4.2.6 Kinetika Adsorpsi


Kinetika adalah studi tentang laju dan mekanisme dimana satu jenis (keadaan)
dikonversikan kekeadaan lain (Smith, 1981). Untuk mengetahui laju kinetika adsorpsi
penyerapan ion logam Cr (VI) dengan menggunakan daun jambu biji (Psidium
guajava), maka pada penelitian ini digunakan persamaan laju Lagergren’s. Persamaan
laju ini terdiri dari model kinetika orde satu semu (persamaan 2.1) dan model kinetika
orde dua semu (persamaan 2.2).
dq t
= k (qe − qt ) (4.3)
dt
dq t 2
= k (qe − qt ) (4.4)
dt

19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Waktu Kontak dan Dosis bio-sorbent Terhadap Efisiensi


Penyerapan Cr(VI)
Penentuan waktu kontak dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap
efisiensi penyerapan sehingga dapat diketahui waktu dimana proses adsorpsi
berlangsung secara optimum. Semakin lama waktu kontak antara bio-sorbent dengan
sorbat maka sorbat yang terserap semakin meningkat. Hal tersebut telah dibuktikan
oleh Ajeng (2010) pada penelitiannya. Selain pengaruh waktu kontak, pengaruh dosis
adsorben juga dipelajari pada proses adsorpsi ini. Soemargono, dkk. (2008) menyatakan
bahwa semakin besar dosis adsorben yang digunakan, semakin besar pula kemampuan
penyerapan adsorben. Hal ini berkesesuaian dengan hasil penelitian yang dapat dilihat
pada Gambar 5.1. Menurut Soemargono, dkk. (2008) hal ini disebabkan karena dengan
meningkatnya dosis adsorben maka bertambah besar pula luas permukaan adsorben
yang berkontak dengan adsorbat, sehingga adsorbat yang terserap semakin meningkat.
Gambar 5.1 menjelaskan bahwa waktu kontak dan dosis adsorben berbanding
lurus dengan efisiensi penyerapan.

Gambar 5.1 Hubungan waktu kontak dan dosis bio-sorbent terhadap efisiensi
penyerapan Cr (VI)

20
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pada awal proses penyerapan adsorbat
berlangsung sangat cepat sampai menit ke-30 dan ion logam Cr (VI) yang terserap
terus meningkat. Akan tetapi setelah dikontakkan selama 60 sampai 150 menit efisiensi
penyerapannya cenderung stabil. Menurut Muktamar, dkk.(2004) semakin lama waktu
kontak maka pori-pori adsorben yang semula kosong akan terisi penuh sehingga
menyebabkan kuantitas adsorbat yang diserap oleh adsorben pada waktu tertentu akan
mulai memasuki keadaan statis atau dengan peningkatan yang relatif rendah.
Berdasarkan Gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa proses penyerapan yang
paling optimum yaitu pada waktu kontak selama 30 menit.

5.2 Pengaruh Waktu Kontak dan Dosis Bio-sorbent Terhadap Kapasitas


Penyerapan Cr(VI)
Kapasitas penyerapan adalah banyaknya ion logam yang terserap persatuan
masa adsorben (Nurhayati, 2009). Waktu kontak sangat mempengaruhi kapasitas
penyerapan karena semakin lama waktu pengontakannya semakin banyak juga logam
yang terserap (Ajeng, 2010). Gambar 5.2 memperlihatkan hubungan waktu kontak
terhadap kapasitas penyerapan Cr (VI).

Gambar 5.2 Hubungan waktu kontak dan dosis adsorben terhadap kapasitas
penyerapan Cr(VI)

21
Gambar 5.2 juga memperlihatkan hubungan dosis adsorben terhadap kapasitas
penyerapan Cr (VI). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak
adsorben yang digunakan maka kapasitas penyerapan akan semakin kecil. Hal ini
disebabkan karena semakin banyak adsorben yang digunakan maka pori-pori kosong
yang tersedia dalam adsorben juga akan semakin banyak. Oleh karena itu jika
digunakan untuk menyerap adsorbat dengan konsentrasi yang sama maka kapasitas
penyerapannya akan semakin kecil.

5.3 Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Sorbat Terhadap Efisiensi Penyerapan
Cr(VI)
Waktu kontak antara sorbat dengan bio-sorbent sangat mempengaruhi proses
adsorpsi. Tujuan penentuan waktu kontak di dalam proses adsorbsi ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi penyerapan. Sehingga
dapat diketahui pada variabel waktu berapakah terjadi proses adsorbsi yang optimum.
Pada Gambar 5.3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak antara keduanya,
maka semakin besar pula efisiensi penyerapan yang terjadi. Nurhayati (2009)
menyebutkan bahwa proses adsorpsi dimulai dengan pergerakan sebagian besar
adsorbat dari fluida menuju lapisan film adsorben. Kemudian adsorbat berdifusi menuju
permukaan adsorben hingga terserap ke permukaan pori bagian dalam dari adsorben
tersebut .
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada proses adsorpsi
terjadi beberapa tahapan agar terjadinya penyerapan yang baik. Sehingga dengan
adanya waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben yang semakin lama, tahapan-
tahapan tersebut dapat terjadi dengan baik dan menyebabkan daya penyerapannya
semakin tinggi.
Namun pada rentang waktu antara 60 sampai 120 menit, efisiensi penyerapan
tidak mengalami kenaikan yang signifikan yaitu cenderung stabil. Menurut muktamar,
dkk, (2004) semakin lama waktu kontak maka pori-pori adsorben yang semula kosong
akan terisi penuh sehingga menyebabkan kuantitas adsorbat yang diserap oleh adsorben
pada waktu tertentu akan mulai memasuki keadaan statis atau dengan peningkatan yang
relatif rendah.

22
Gambar 5.3 Hubungan waktu kontak dan konsentrasi sorbat terhadap efisiensi
penyerapan Cr(VI) pada kondisi netral

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa konsentrasi sorbat berbanding terbalik


terhadap efisiensi penyerapan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena dengan
meningkatnya ion logam Cr(VI) (Nurhasni, dkk), efisiensi penyerapan menjadi
berkurang. Menurut Refilda, dkk (2001) penurunan efisiensi penyerapan disebabkan
karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah ion logam dalam larutan tidak
sebanding dengan jumlah biosorben yang tersedia sehingga permukaan adsorben akan
mencapai titik jenuh dan efisiensi penyerapan pun menjadi menurun.

5.4 Pengaruh waktu kontak dan Konsentrasi Adsorbat Terhadap Kapasitas


penyerapan Cr(VI).
Kapasitas penyerapan adalah banyaknya ion logam yang terserap persatuan
massa adsorben (Nurhayati, 2009). Kapasitas penyerapan ini sangat dipengaruhi oleh
waktu kontak serta konsentrasi adsorbat yang digunakan. Menurut Soemargono (2008)
menyebutkan bahwa waktu menentukan lama kontak antara fase terserap (larutan
K2Cr2O7) dengan adsorben, sehingga waktu yang lama bahan yang terserap juga
semakin besar.

23
Hal yang sama juga berlaku untuk konsentrasi adsorbat yang juga berbanding
lurus dengan kapasitas penyerapan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena semakin
banyak adsorben yang digunakan maka pori-pori kosong yang tersedia dalam adsorben
juga akan semakin banyak. Oleh karena itu jika digunakan untuk menyerap adsorbat
dengan konsentrasi yang sama maka kapasitas penyerapannya akan semakin kecil.
Hubungan antara kedua faktor tersebut terhadap kapasitas penyerapan ditunjukkan pada
Gambar 5.4.

Dosis Sorbat:

Gambar 5.4 Hubungan waktu kontak dan konsentrasi adsorbat terhadap kapasitas
penyerapan Cr (VI) pada kondisi netral

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak, maka semakin
besar pula kapasitas penyerapan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan teori, dimana waktu
kontak dan konsentrasi adsorbat berbanding lurus dengan sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya

5.5 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Massa Bio-sorbentAkhir.


Lamanya waktu kontak sangat mempengaruhi efisiensi dan kapasitas
penyerapan. Dimana keduanya berbanding lurus terhadap waktu kontak. Sehingga
dapat disimpulkan pula bahwa semakin lama waktu kontak seiring dengan

24
meningkatnya efisiensi dan kapasitas penyerapan, maka semakin besar pula massa bio-
sorbent akhir yang didapatkan.

Dosis Sorbat:

Gambar 5.5 Hubungan Waktu kontak terhadap massa bio-sorbent akhir

Gambar 5.5 menunjukan bahwa waktu kontak berbanding lurus terhadap massa
akhir bio-sorbent. Hal ini juga berhubungan dengan efisiensi penyerapan Cr(VI) oleh
bio-sorbent. Semakin besar efisiensi penyerapan, maka semakin banyak sorbat yang
terserap ke dalam bio-sorbent.
Pada konsentrasi sorbat yang lebih tinggi yaitu 19 ppm, massa bio-sorbent akhir
yang didapat lebih rendah untuk kondisi netral. Menurut Refilda (2001) hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah ion logam dalam larutan
tidak sebanding dengan jumlah biosorben yang tersedia sehingga permukaan adsorben
akan mencapai titik jenuh dan efisiensi penyerapan pun menjadi menurun. Sehingga
menyebabkan massa biosorben akhir yang didapat semakin berkurang.

5.6 Kinetika Adsorpsi.


Kinetika adsorpsi Cr(VI) pada daun jambu biji diperoleh dengan cara membuat
kurva hubungan waktu kontak (t) terhadap ln (qe - qt) untuk orde satu semu dan waktu
kontak (t) terhadap t/ qt untuk orde dua semu. Gambar 5.6 memperlihatkan laju kinetika
orde satu semu dimana nilai k yang diperoleh sebesar 0,1455 menit-1 dan nilai qe yang

25
didapat sebesar 0,0835 mg/g. Gambar 5.6 memperlihatkan laju kinetika orde dua semu
dimana nilai k yang didapat sebesar 14,5825 g/mg.menit dan nilai qe yang diperoleh
sebesar 0,1291 mg/g.

Gambar 5.6 Laju kinetika orde satu semu penyerapan ion logam Cr (VI) pada
dosis bio-sorbent 1 gram.

Gambar 5.7 Laju kinetika orde dua semu penyerapan ion logam Cr(VI) pada dosis
bio-sorbent 1 gram.

Bedasarkan Gambar 5.6 dan 5.7 dapat disimpulkan bahwa proses penyerapan
ion Cr(VI) dengan menggunakan daun jambu biji mengikuti orde dua semu dengan

26
nilai k sebesar 14,5825 g/mg.menit dan nilai qe sebesar 0,1291 mg/g dengan nilai R2
sebesar 0,9967 sehingga diperoleh persamaan:
dq t 2
= k (qe − qt )
dt (4.5)

27
BAB VI
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Waktu kontak berbanding lurus dengan efisiensi penyerapan Cr(VI) dan
kapasitas penyerapan Cr(VI).
2. Proses penyerapan ion logam Cr(VI) dengan menggunakan daun jambu biji
yang paling optimum terjadi yaitu pada waktu kontak selama 30 menit dalam
range variable yang dilakukan.
3. Efisiensi penyerapan Cr(VI) berbanding lurus dengan konsentrasi bio-
sorbent pada konsentrasi sorbat yang sama. Sedangkan kapasitas penyerapan
Cr(VI) berbanding terbalik dengan konsentrasi bio-sorbent pada konsentrasi
sorbat yang sama
4. Efisiensi penyerapan Cr(VI) berbanding lurus dengan konsentrasi sorbat
pada konsentrasi bio-sorbent yang sama.Sedangkan kapasitas penyerapan
Cr(VI) berbanding terbalik dengan konsentrasi sorbat pada konsentrasi bio-
sorbent yang sama
5. Massa bio-sorbent berbanding lurus dengan dosis sorbat pada konsentrasi
bio-sorbent yang sama.
6. Proses penyerapan ion Cr (VI) dengan menggunakan daun jambu biji
mengikuti orde dua semu dengan nilai R2 sebesar 0,9967.
7. Daun jambu biji dapat digunakan sebagai bioadsorben untuk menyerap ion
logam Cr (VI).
.
6.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penulisan laporan ini, disarankan untuk
melakukan penelitian selanjutnya untuk mempelajari kinetika adsorpsi baik adsorpsi
fisika maupun adsorbsi kimia serta melakukan penelitian untuk proses kontinyu.
Sehingga performance proses penyisihan Cr(VI) menggunakan bio-sorbent daun jambu
biji dapat diketahui.

28
Ucapan terima kasih
Dengan selesainya penelitian ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuannya
sehingga penelitian ini berjalan dengan baik. Terima kasih kepada member Lab Operasi
Teknik Kimia, Unsyiah. Terima kasih khusus kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Program Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2012 Nomor:
140/UN11/A.01/APBN-P2T/2012 tanggal 2 April 2012

29
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Ajeng Tanindya., Dina Fitriasti., “Studi Kinetika Penyerapan Ion Khromium
Dan Iom Tembaga Menggunakan Kitosan Produk Dari Cangkang
Kepiting”, Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.

Atkins, P. W., “Kimia Fisika”, jilid 2, Erlangga, Jakarta (1997)

Geankoplis, C. J., “Transport Processes and Unit Operation”, 3nd Edition, Prentice
Hall, Inc, U.S.A (1993)

Juwita, Sri Ratna., “Penyisihan Cr(III) dalam LImbah Cair dengan Larutan Basa
NaOH/Ca(OH)2 Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk (Model dan
Percobaan)”, Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
(2007).

Kartohardjono, Sutrasno., dkk., “Pemanfaatan Kulit Batang Jambu Biji (Psidium


Guajava) Untuk Adsorpsi Cr(VI) Dari Larutan”, Departemen Teknik
Kimia Universitas Indonesia, Jakarta (2008).

Mariana, C. Sanada, M. Hasegawa, A. Maezawa and S. Uchida., “Cr(III) Removal


from Aqueous Solution by Alkaline Solution,” Journal of Chemical
Engineering of Japan, 39, 7, pp. 724-726 (2006)
M, Nurhayati., “Adsorpsi Ion Logam Pb2+Dengan Menggunakan Kulit Batang
Sukun (Artocarpus altilis)”, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Syiahkuala, Banda Aceh (2009).

Muktamar, Z., dkk., “Adsorbsi dan Desorpsi Herbisida Paraquat oleh Bahan
Organik Tanah”, Jurnal Akta Agrasia, 7, 1, p.11-17 (2004)

Popuri, S. R., Jammala, A., Reddy, K. V. N. S., Abburi, K., “Biosorption of


Hexavalent Chromium Using Tamarind (Tamarindus indica) Fruit
Shell”, Electronic Journal of Biotechnology, ISSN: 0717-3458, 10,3, p.359-
367 (2007)

Prihatman, Kemal, “Jambu Biji/Jambu Batu (Psidium guajava L.)”. Departemen


Menegristek, Jakarta (2000).

Ramadhan, Bayu., Marisa Handajani., “Biosorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan


Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae”, Program Studi
Teknik Lingkungan ITB, Bandung (2008).

Risnasari, Iwan, “Tannin”, Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatra Utara, Medan
(2002)

30
Slamet., dkk., “Pengolahan Limbah Logam Berat Chromium (VI) Dengan Foto
Katalis TiO2”, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Universitas
Indonesia, Jakarta (2003).

Smith, J. M., “Chemical Engineering Kinetics”, 3th edition, McGraw Hill Book
Company, Singapore (1981)

Soemargono., dkk., “Kajian Penyerapan Logam Khrom dari Limbah Industri


Elektroplating Menggunakan Resin Dowex SBR-P”, Jurusan Teknik
Kimia UPN, Jawa Timur (2008)

Subiarto., “Penyerapan Logam Berat Dengan Tannin”, Pusat Pengembangan Limbah


Radioaktif, BATAN (2000)

Sudiarta, I.W., “Biosorpsi Cr(III) Pada Rumput Laut Eucheuma Spinosum


Teraktivasi Asam Sulfat”, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran, Bali (2009).

Susanti, Aprilia., “Potensi Kulit Kacang Tanah sebagai Adsorben Zat Warna
Reaktif Cibacron Red”, Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian
Bogor, Bogor (2009).

Wiryawan, K.G., “Pemanfaatan Tannin Kaliandra (Calliandra calothyrsus)


Sebagai Agen Pelindung Beberapa Sumber Protein Pakan (In Vitro)”,
Fakultas Peternakan IPB, Bogor (1999).

31
Lampiran 1
INSTRUMEN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas


Syiah Kuala (Unsyiah). Sarana pendukung penelitian ini yang tersedia di Laboratorium
Operasi Teknik Kimia Unsyiah, Laboratarium Kimia Fakultas MIPA Unyiah dan
Laboratorium Teknik Kimia POLITEKNIK Provinsi Aceh Lhoksemawe ditunjukkan
pada Tabel L.1.

Tabel L.1 Sarana pendukung penelitian ini yang tersedia di Laboratorium Operasi
Teknik Kimia Unsyiah, Laboratarium Kimia Fakultas MIPA Unyiah dan
Laboratorium Teknik Kimia, POLITEKNIK Provinsi Aceh Lhoksemawe
Peralatan yang
No Kegunaan Kemampuan Keterangan
ada
1. Untuk mengeringkan slurry
sorbent setelah dicampur
Dapat digunakan Lab OTK
dengan DE
1 Oven driyer sampai temperature Teknik Kimia
2. Untuk mengkalsinasi
> 1000oC Unsyiah
sorbent Ca(OH)2/DE setelah
dikeringkan
1. Untuk memanaskan slurry
(air + Ca(OH)2 + DE)
sehingga sesuai dengan
Lab OTK
yang diinginkan pada proses
2 Water batch Sangat bagus Teknik Kimia
persiapan sorbent
Unsyiah
2. Untuk menjaga temperatur
slurry tetap konstant pada
proses persiapan sorbent
Untuk menaikkan temperatur
Lab OTK
water batch sehingga dapat
3 Heater Kondisinya bagus Teknik Kimia
meningkatkan temperatur slurry
Unsyiah
pada proses persiapan sorbent
Lab OTK
Wadah persiapan sorbent dan
4 Erlenmeyer Jumlahnya cukup Teknik Kimia
analisa hasil percobaan
Unsyiah
Untuk mengukur pH slurry Lab OTK
Ketelitiannya
5 pH meter sorebnt pada proses persiapan Teknik Kimia
cukup bagus
sorbent Unsyiah
Laboratorium
Untuk melihat marfologi bio- Teknik Kimia,
Ketelitiannya
6 SEM Analyzer sorbent sebelum dan sesuah POLITEKNIK
cukup bagus
reaksi Provinsi Aceh
Lhoksemawe

32
Laboratarium
Untuk menganalisa konsentrasi Ketelitiannya
7 AAS Kimia Fakultas
Cr(VI) dalam larutan cukup bagus
MIPA Unyiah

Disamping sarana pendukung di atas, Fakultas Teknik Unsyiah juga memiliki


sebuah bengkel yang dapat dimanfaatkan untuk merangkai peralatan penelitian.

Teknik Kimia Unsyiah juga mempunyai Program Magister (S2). Hal ini sangat
membantu pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan baik dalam membantu
mahasiswa S1 dalam percobaan maupun pengolahan dan analisa data dan
pengembangan model matematik.

33
Lampiran 2
CURRICULUM VITAE ANGGOTA PENELITI
CURRICULUM VITAE KETUA PENELITI

1. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Mariana, M.Si.


2. Jenis Kelamin :P
3. Tempat/Tanggal Lahir : Aceh Besar/15 Juli 1967
4. Alamat : Desa Nusa, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar
5. NIP : 19670715 199303 2 003
6. Pangkat/Golongan : Penata TK. I/IIId
7. Jabatan Fungsional : Lektor
8. Jabatan Struktural : Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan T. Kimia Unsyiah
9. Jurusan/prodi : Teknik Kimia
10. Fakultas : Teknik
11. Riwayat Pendidikan :
No PENDIDIKAN IJAZAH/TAHUN SPESIALISASI
1 S1 (Teknik Kimia Unsyiah) 1992 Teknik Kimia
Teknologi Proses,
2 S2 (Teknik Kimia ITB) 1997
Pemisahan dan Modeling
S3 (Material Scinece & Chemical
Teknologi Proses,
3 Engineering, Shizuoka University, 2004
Pemisahan dan Modeling
Hamatasu, Jepang)

12. Pengalaman Penelitian (5 Tahun Terakhir)


No JUDUL PENELITIAN TAHUN SUMBER BIAYA
Treatment of Flue Gas from Incinerators Monbusho Scholarship,
1 2004
using Dry and Wet Scrubber Systems Jepang
Waste Water Treatment (Metal Separation
Post Doctoral Shizuoka
2 from Aqueous Solution by Alkaline 2005 - 2006
University, Jepang
Solution)
Cr(III) Removal from Aqueous Solution by
Alkaline Solution (Batch process): Fundamental Research,
3 2008
Modeling and Experiment, Fundamental DIKTI, 2008
Research, DIKTI, 2008
Peningkatan reaktifitas absorbent Ca(OH)2
untuk penyisihan SO2 hasil pembakaran
4 2009 Rusnas, DIKTI, 2009
sampah menggunakan bag filter reaktor:
Percobaan dan Modeling

5 Peningkatan reaktifitas absorbent Ca(OH)2 2010 Rusnas, DIKTI, 2010


untuk penyisihan SO2 hasil pembakaran

34
sampah menggunakan bag filter reaktor:
Percobaan dan Modeling (Lanjutan)
Peningkatan reaktifitas absorbent Ca(OH)2
untuk penyisihan SO2 hasil pembakaran
6 2011 Rusnas, DIKTI, 2011
sampah menggunakan bag filter reaktor:
Percobaan dan Modeling (Lanjutan)

13. Publikasi (5 Tahun Terakhir)


No JUDUL PENELITIAN TAHUN
Experimental and Modeling Study on CO2 Absorption in a Cyclone Scrubber
1 by Phenomenological Model and Neural Networks, Korean J. Chem. Eng., 2004
21,3, pp. 589-594, 2004
Ca(OH)2/Diatomaceous Earth Sorbents for HCl Removal in a Bag Filter
2 2004
Reactor J. Chin. Inst. Chem. Engrs., 35, 4, pp.285-288, 2004
Preparation of Ca(OH)2/Diatomaceous Earth Sorbents by Calcination for HCl
3 Removal in a Bag Filter Reactor, The 3rd Hokkaido Indonesian Student 2004
Association Scientific Meeting, Hokkaido, Japan, March, 2004
Modeling Study of Dust Collection Efficiencies in a Wet Cyclone Scrubber,
4 Annual Meeting of The Society of Separation Process Engineers, Japan 2004
(SSPEJ), Tokyo, Japan, June, 2004
odeling of Cr(III) Removal from Aqueous Solution by Alkaline Solution,
5 Indonesian 14th Indonesian Student Scientific Meeting in Japan, Nagoya, 2005
Japan, September, 2005
Cr(III) Removal from Aqueous Solution by Alkaline Solution, J. Chem. Eng.
6 2006
Japan., 39, 7, pp. 724-730, 2006

Cr(III) Removal from Aqueous Solution by Alkaline Solution: Modeling and


7 Theoretical Study, Proc. of Rgional Symposium on Computational Mechanics 2006
and Numerical Analysis (CMNA-2006), Banda Aceh, Indonesia, May, 2006.

Effect of pH on Cr(III) Removal from Aqueous Solution by Alkaline


Solution: Modeling and Theoretical Study, Proc. of Annual symposium of
8 2006
Chemical Engineering Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia,
September, 2006.
Cr(III) Removal from Aqueous Solution by Alkaline Solution, J. Chem. Eng.
9 2006
Japan., 39, 7, pp. 724-730, 2006

Gas Absorption by Alkaline Solution in a Cyclone Scrubber: Experimental


13 and Modeling Study, Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 1 2009
Hal. 9-14, Maret 2009, ISSN 1412-5064
Peningkatan Reaktivitas Sorbent Ca(OH)2 Menggunakan
14 Tanah Diatome (DE), Jurnal Purifikasi, Vol.12, No. 2, 31-42, Juli 2011, 2011
ISSN 1411-3465
Kinetika Reaksi Ca(OH)2 dengan SiO2 dalam Reaktor Batch Berpengaduk
15 2011
(sending)

35
Enhancement of Reactivity of Sorbent Ca(OH)2 Using Diatomaceous Earth
16 (DE), Proceeding of USU International Science and Technology Exhibitation 2011
& Seminar (USU-ISTExS 2011), Medan, Indonesia, July 2011

Pengaruh Konsentrasi Adsorbat Terhadap Pemisahan Cr (VI) dalam Limbah


17 Cair Menggunakan Daun Jambu Biji, Proseeding Seminar Nasional Hasil 2012
Riset dan\ Standardisasi Industri II, November 2012

Effect of Process Variables on Cr(IV) Removal from Liquid Waste using


Guava Leaf (Psidium Guajava), Proceeding of 2ND Annual International
18 Conferences Syiah Kuala University (AIC – UNSYIAH), 2012
In Conjuction with 8TH Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-
GT), Banda Aceh 23111, Indonesia. November, 2012  

Banda Aceh, 23 Nopember 2012


Ketua Peneliti,

Dr. Ir. Mariana, M.Si


NIP 19670715 199303 2 003

36
CURRICULUM VITAE ANGGOTA PENELITI
BIODATA ANGGOTA PENELITI

1. Nama lengkap dan gelar : Dr. Farid Mulana, ST., M.Eng.


2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal lahir : Aceh Besar, 8 Februari 1972
4. Alamat : Jl. Prada 1 Lr. Seulanga No. 20 Kp. Pineung Banda Aceh
5. NIP : 19720802 199702 1 001
6. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk. I / III/b
7. Jabatan Fungsional : Lektor
8. Jabatan Struktural : Ketua Bidang Teknologi Proses Jurusan Teknik Kimia
9. Jurusan/Prodi : Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Unsyiah
10. Fakultas : Teknik
11. Riwayat pendidikan

No Pendidikan Ijazah//tahun Spesialisasi


1 S1 Sarjana Teknik Kimia/1996 Proses Teknik Kimia
2 S2 Master Teknik/2002 Materials Science
3 S3 Doktor Teknik/2005 Functional Materials
Engineering

12. Pengalaman Penelitian (5 Tahun Terakhir)


No Judul Penelitian Tahun Sumber Biaya
1 Studi Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Kapas dan 2009 DIPA NAD
Kinerja Mesin
2 Studi Penghilangan Cr(III) dari Limbah Cair dengan 2008 Dikti
Menggunakan Larutan Alkali: Percobaan dan
Modelling
3 Pembuatan Kayu Komposit dari Limbah serbuk Kayu 2008 Swadaya
dan Plastik Polietilen
4 Peningkatan Mutu Minyak Nilam Aceh Menggunakan 2007 BRR NAD-Nias
Proses Adsorpsi Dan Pengkelatan Serta Distilasi
Fraksinasi
5 Hydrogen Absorbing Materials in Carbonaceous-Metal 2006 Monbukogaku,
Hydride Jepang
6 Application of Mechanical Milling to Synthesize a 2006 Monbukogaku,
Novel Quarterly Hydride Jepang
7 Application of Ball Milling Method to Synthesize 2005 Monbukogaku,
Multi-Component Hydrogen Storage Materials Based Jepang
on Lithium

13. Publikasi (5 Tahun Terakhir)


No Judul Publikasi Tahun
1 Kinetika Reaksi Ca(OH)2 dengan SiO2 dalam Reaktor Batch Berpengaduk 2011
(sending)
2 Studi Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Kapas dan Kinerja Mesin 2009

37
3 Studi Penghilangan Cr(III) dari Limbah Cair dengan Menggunakan 2008
Larutan Alkali: Percobaan dan Modelling
4 Penggunaan Proses Adsorpsi Dan Pengkelatan untuk Pemurnian Minyak 2008
Nilam
5 Peningkatan Mutu Minyak Nilam Aceh Menggunakan Proses Adsorpsi Dan 2007
Pengkelatan Serta Distilasi Fraksinasi
6 Pembuatan Tungku Briket bioarang sebagai sumber energi alternative di 2007
Aceh paska gempa dan tsunami seiring dengan naiknya bbm
7 Hydrogen Absorbing Materials in Carbonaceous-Metal Hydride 2006
8 Application of Mechanical Milling to Synthesize a Novel Quarterly Hydride 2006
9 Application of Ball Milling Method to Synthesize Multi-Component 2005
Hydrogen Storage Materials Based on Lithium
10 Preparation and Characterization of Carbonaceous Material-Based 2004
Hydrogen Absorbing Composite
11 Metal Hydride–Carbonaceous Composites Prepared By Mechanical Milling 2004
12 Synthesis of Hydrogen Sorbing Carbonaceous Composites by Mechanical 2004
Milling
13 Application of Ball Milling Method to Synthesize a Novel Ternary Hydride 2004

Banda Aceh, 23 Nopember 2012


Anggota Peneliti

Dr. Farid Mulana,


ST.,M.Eng.
NIP 19720802 199702 1001

38
CURRICULUM VITAE ANGGOTA PENELITI
BIODATA ANGGOTA PENELITI

1. Nama lengkap dan gelar : Hisbullah,  ST,  M.Eng.Sc.


2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tempat/tanggal lahir : Aceh  Besar,  13  Juli  1970
4. Alamat : Gampong  Paya  Ue,  Blang  Bintang,  Aceh  Besar
5. NIP : 19700713  199702  1  002
6. Pangkat/Golongan : Penata Muda/ IIIa
7. Jabatan Fungsional : Lektor
8. Jabatan Struktural : -
9. Jurusan/Prodi : Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Unsyiah
10. Fakultas : Teknik
11. Riwayat pendidikan

No Pendidikan Ijazah//tahun Spesialisasi


1 S1(T. Kimia Unsyiah, Sarjana Teknik Kimia/1996 Proses Teknik Kimia
Indonesia)
2 S2 (University of Malaya, Master Teknik/2002 Materials Science
Malaysian

12. Pengalaman Penelitian (5 Tahun Terakhir)


No Judul Penelitian Tahun Sumber Biaya
1 Pembuatan Kayu Komposit dari Plastik Daur Ulang 2007 Rusnas, DP2M
dengan Memanfaatkan Limbah Serbuk Kayu, Sekam DIKTI
Padi, Sabuk Kelapa dan Jerami sebagai Filler
2 Pembuatan Kayu Komposit dari Limbah serbuk Kayu 2011 Mandiri
dan Plastik Polietilen
3 Studi Awal Produksi Biogas dari Lindi Sampah 2007 Mandiri
Organik Rumah Tangga
4 Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel dari Biji Kapuk 2011 Rusnas, DIPA
Dengan Penambahan Co-Solvent dan Uji Unjuk Kerja NAD
Pada Mesin Diesel
5 Studi Dinamika dan Pengendalian Kolom Distilasi 2010 Mandiri
dengan Bantuan Perangkat Lunak HYSIS
6 Distribusi Logam Berat dalam Air Tanah di Sekitar 2010 BRR-NAD
Lokasi TPA Banda Aceh Pasca Tsunami

13. Publikasi (5 Tahun Terakhir)


No Judul Publikasi Tahun
1 Design of Fuzzy Logic Controller for Regulating Susbtrate Feed to Fed 2003
Batch Fermentation, Trans IChemE, Vol 81, Part C
2 Achieving Adaptive Control through Rule-based Method, Jurnal Teknologi 2003
Terpakai, Vol. 1

39
3 Comparative Evaluation of Various Control Schemes for Fed Batch 2002
Fermentation, Bioprocess and Biosystem Engineering, Vol. 24

Banda Aceh, 23 Nopember 2012


Anggota Peneliti

Hisbullah, ST, M.Eng.Sc.


NIP 19700713 199702 1 002

40

Anda mungkin juga menyukai