Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI, 2019

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

OLEH :

Nirmala, S.Ked

NIM : 10542018510

PEMBIMBING:

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes., Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


MAKASSAR

2019
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .......................................................................................... i

Lembar Pengesahan……………………………………………………….. ii

Kata Pengantar……………………………………………………………... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

1. Defenisi ................................................................................................. 3
2. Indikasi ................................................................................................. 3
3. Bantuan Hidup Dasar ............................................................................ 3
A. Defebrilasi ..................................................................................... 12
4. Panduan RJP ......................................................................................... 13
A. Airway ........................................................................................... 13
B. Breathing ....................................................................................... 13
C. Circulation ..................................................................................... 13
5. Kompresi Dada ..................................................................................... 16
6. Kedalaman Kompresi ........................................................................... 19

BAB III PENUTUP ................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nirmala, S.Ked

NIM : 10542 0185 10

Judul Referat : Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Telah menyelesaikan tugas referat ini dalam rangka tugas kepaniteraan

klinik pada Bagian Anestesi, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Juli 2019

Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir, M. Kes., Sp.An

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Segenap tahmid senantiasa tercurah kepada Sang Pemilik kehidupan yang Maha
Pengasih dan Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan lancar. Sholawat dan salam untuk
Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta yang membimbing manusia
menuju surga serta mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi.

Alhadulillah berkat hidayah dan pertolongannya, penulis dapat menyelesaikan


tugas referat yang berjudul “Resusitasi Jantung Paru (RJP)” dalam rangka
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesi, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Dalam Penyelesaian referat ini, peneliti ucapkan banyak terima kasih atas semua
bantuan, doa serta motivasinya kepada pihak yang ikut memberi andil dalam
penyelesaian referat ini, terutama kepada dosen pembimbing . dr. Zulfikar Tahir,
M.Kes, Sp.An yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
pengarahan dan koreksi sampai referat ini selesai.

Penulis sadar bahwa penulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan referat ini.

Demikian, semoga referat ini bisa bermanfaat untuk penulis dan para pembaca,
Insya Allah, Amin.

Makassar, Juli 2019

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi

pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas

dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Tindakan

RJP ini tidak hanya berlaku dalam ruangan operasi, tapi dapat juga

diluar jika terdapat suatu kejadian dimana ada seorang pasien atau

korban, dalam usaha mempertahankan hidupnya dalam keadaan mengancam jiwa. Hal

ini dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS).

sebagai lanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup. Sedangkan bantuan yang

dilakukan dirumah sakit sebagai lanjutan atau BHD disebut sebagai bantuan hidup

lanjut atau Advance Cardiac Life Support (ACLS).

Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan dengan

mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun

tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti

napas, kandungan oksigen dalam darah organ penting, terutama

otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan akan

oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan

menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Tindakan ini dapat

dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang

kesehatan. Keadaan yang perlu perhatian dan dapat menyebabkan Systemic

Cardiopulmonary Sistem (SCA) adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan

1
respiratori, dan banyak lagi. Pada saat pertama kali menemukan pasien

atau korban penilaian dini harus dilakukan. Jika dalam penilaian

ditemukan sumbat jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan tidak ada

nadi maka tindakan BHD harus dilakukan dengan segera.

Menurut American Heart Association (AHA), rantai kehidupan mempunyai

hubungan erat dengan resusitasi jantung paru, karena penderita

yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang besar untuk dapat hidup

kembali. RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari AHA

yaitu 2010 American Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care.1

Ketika seorang pasien menderita serangan jantung di ruang terbatas seperti

pesawat udara, kapal selam, atau dalam computed tomography (CT) / magnetic

resonance imaging (MRI) suites, atau selama transfer antar rumah sakit, melakukan

CPR efektif di ruang terbatas yang tersedia atau pada pasien Mengangkut troli dengan

cara konvensional cukup menantang. Dengan demikian, kami melakukan pencarian

literatur untuk mengidentifikasi berbagai cara untuk memberikan CPR pada posisi

yang tidak biasa yang mungkin menarik bagi praktisi anestesi.2

2
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Defenisi

Cardiopulmonary Resusitasi (CPR) adalah upaya mengembalikan

fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab

dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan

paru ke keadaan normal. Bantuan hidup dasar (BHD) atau basic

life support (BLS) termasuk jantung, aktivasi respon sistem gawat darurat.1

Cardiopulmonary resuscitation (CPR) terdiri dari penggunaan kompresi dada dan

ventilasi buatan untuk mempertahankan aliran sirkulasi dan oksigenasi selama henti

jantung (lihat gambar di bawah). Meskipun tingkat kelangsungan hidup dan hasil

neurologis buruk untuk pasien dengan henti jantung, resusitasi dini yang tepat - yang

melibatkan defibrilasi dini - dan penerapan perawatan henti henti jantung yang tepat

mengarah pada peningkatan kelangsungan hidup dan hasil neurologis.3

B. Indikasi

Kompresi dada umumnya diindikasikan untuk semua yang tidak dapat diandalkan.

Pasien cardiac arrest. Tidak seperti intervensi medis lain, kompresi dada dapat

diinisiasi oleh kesehatan.4 Dilakukan pada keadaan henti nafas atau henti jantung.

C. Bantuan Hidup Dasar

A. Penguasaan Jalan Nafas.

1. Membebaskan Jalan Nafas.

Pada penderita dimana tidak ditemukan adanya pernafasan, maka harus

3
dipastikan penolong memeriksa jalan nafas apakah terdapat benda asing ataupun

terdapat lidah penderita yang menghalangi jalan nafas.

 Teknik angkat dagu tekan dahi.

Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami cedera kepala,

leher maupun tulang belakang

Gambar : 1

 Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).

Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera kepala, leher

maupun tulang belakang.

Gambar 2 : Manuver Jaw Thrust

2. Membersihkan Jalan Nafas.

 Teknik sapuan jari.

Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon / tidak sadar untuk

membersihkan benda asing yang masuk ke jalan nafas penderita. Jari telunjuk

4
ditekuk seperti kait untuk mengambil benda asing yang menghalangi jalan nafas.

Gambar : 3

 Posisi pemulihan.

Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan adanya cedera leher

maupun tulang belakang. Posisi penderita dimiringkan menyerupai posisi tidur miring.

Dengan posisi ini diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan

apabila terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut dapat mengalir keluar

melalui mulut sehingga tidak masuk ke jalan nafas.

3. Sumbatan Jalan Nafas.

Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas bagian bawah yaitu

bagian bawah laring (tenggorokan) sampai lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan

nafas pada penderita respon / sadar ialah karena makanan dan benda asing lainnya,

sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar ialah lidah yang menekuk ke

belakang. Untuk mengatasinya umumnya menggunakan teknik heimlich maneuver

(hentakan perut-dada).

 Heimlich Maneuver

Pada penderita respon / sadar. Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan

penolong dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita. Hentakkan rangkulan

tangan ke arah belakang dan atas dan minta penderita untuk memuntahkannya.

Lakukan berulang-ulang sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon / tidak

sadar.
5
Gambar 4 : Manuver Helmich

 Heimlich Maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.

Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong berjongkok di atas paha

penderita. Posisikan kedua tumit tangan di antara pusat dan iga kemudian lakukan

hentakan perut ke arah atas sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut penderita bilamana

terdapat benda asing yang keluar dari mulut penderita. Lakukan 2-5 kali sampai jalan

nafas terbuka

 Heimlich Maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil yang respon /

sadar. Penolong berdiri di belakang penderita.

Posisikan kedua tangan merangkul dada penderita melalui bawah ketiak.

Posisikan rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan hentakan

dada sambil meminta penderita memuntahkan benda asing yang menyumbat. Lakukan

berulangkali sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.

 Heimlich Maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil yang tidak

respon / tidak sadar.


6
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita tidak respon /

tidak sadar di atas namum posisi penolong berada di samping penderita dan posisi

tumit tangan pada pertengahan tulang dada.

B. Bantuan Pernafasan

Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan bantuan pernafasan pada

penderita yang ditemukan tidak terdeteksi adanya nafas namun nadi masih berdetak

dan jalan nafas tidak mengalami gangguan antara lain :

1. Menggunakan mulut penolong :

 Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru). APD dan Masker RJP

 Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).

Gambar 5 : APD dan Masker RJP

 Mulut ke mulut ataupun hidung.

7
2. Menggunakan alat bantu nafas : menggunakan kantung masker berkatub.

Gambar 6 : Kantung Masker Bedah

Di udara bebas kandungan oksigen ialah sebesar kurang lebih 21%. Dari

kandungan oksigen sebanyak 21% tersebut, sebanyak 5% digunakan manusia dalam

proses pernafasan. Sehingga terdapat sekitar 16% kandungan oksigen dari udara

pernafasan yang manusia keluarkan. Sisa oksigen sebanyak 16% inilah yang

digunakan untuk memberi bantuan nafas kepada penderita yang terdeteksi tidak

terdapat nafas.

Pada manusia dewasa frekuensi pemberian nafas buatan ialah sebanyak 10-12

kali bantuan nafas per menit dengan durasi tiap bantuan nafas ialah 1,5-2 detik tiap

hembusan bantuan nafas.

Memberikan bantuan nafas kepada penderita bagi penolong bukan tanpa resiko.

Terdapat resiko yang mungkin dialami penolong antara lain : penyebaran penyakit,

kontaminasi bahan kimia dan muntahan penderita. Langkah-langkah dalam


8
memberikan bantuan nafas kepada penderita terdeteksi tidak terdapat nafas antara

lain :

1. Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.

2. Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan alat tersebut tidak

bocor (tertutup rapat).

3. Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor melalui hidung

penderita dengan cara mencapit lubang hidung penderita.

4. Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada manusia dewasa).

Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada penderita bergerak naik).

5. Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi penderita masih

terdeteksi.

6. Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi pemberian bantuan

nafas (dewasa : 10-12 kali bantuan nafas per menit).

7. Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai dengan bergerak naik

turunnya dada penderita.

C. Bantuan Sirkulasi

Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan jantung luar. Hal

tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek pompa jantung yang dinilai cukup

untuk membantu sirkulasi darah penderita pada saat kondisi penderita mati klinis.

Kedalaman penekanan pijatan jantung luar pada manusia dewasa ialah 4-5 cm ke

dalam rongga dada.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan A, B dan C di

atas. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan bahwa penderita

tidak ada respon / tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan tidak terdapat denyut

9
nadi. Pada manusia dewasa resusitasi jantung paru dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio

15 kali kompresi dada berbanding 2 kali tiupan bantuan nafas (15:2) apabila

dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per siklus apabila dilaksanakan oleh

2 (dua) orang penolong.

Teknik kompresi dada pada manusia dewasa :

1. Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras (misal : lantai).

2. Posisikan penolong berada di samping penderita.

3. Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu hati).

Gambar 7 : Menelusuri Ulu Hati

4. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari titik

pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).

10
Gambar 8 : Mengukur Titik Pijatan

5. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan lainnya diletakkan

di atasnya untuk menopang.

6. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan. Posisi Pijat Jantung

Gambar 9 : Posisi Pijatan Jantung

7. Lakukan pijatan jantung luar5


11
D. Defebrilasi

Defibrilasi dilakukan pada kondisi cardiac arrest yang shockable yaitu

dengan irama ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardia dengan tanpa nadi.

Segera setelah 5 siklus RJP dilakukan dan dilakukan penilaian dan masih

ditemukan VF atau VT tanpa nadi maka dapat segera dilakukan terapi defibrilasi

dan langsung dilanutkan dengan CPR selama 5 siklus atau 2 menit kemudian6.

Beberapa jenis terapi energy defibrilasi yang dapat dilakukan sesuai

indikasi disrtimia yang terjadi pada pasien :

1. Biphasic waveform defibrillations. Energi optimal untuk mengakhiri VF

yang dipakai bergantung pada spesifikasi alat antara 120 – 200 Joule, bila

tidak ada pakai yang 200J. Bilamana VF berhasil diatasi tetapi timbul VF

ulang, shock berikut gunakan energi yang sama.

2. Monophasic waveform defibrillators, masih digunakan di banyak institusi,

memberikan energi secara unidirectional. Energi awal dan energi harus 360J.

3. Cardioversion untuk atrial flutter, disritmia supraventrikuler,

seperti paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT), dan VT dengan

hemodinamik yang stabil umumnya memerlukan energi 50 – 100 J

monophasic, lebih kecil dibandingkan dengan atrial fibrillation (AF)

100 – 120J. Energi optimal untuk kardioversi dengan

biphasic waveform belum diketahui. Energi 100 – 120J efektif

dan dapat diberikan pada takiaritmia yang lain. Kardioversi tidak

akan efektif untuk terapi takikardia junctional atau takicardia ektopik atau

multifokal.6

12
D. Panduan RJP

2017 (Diperbaharui)

1. Sebaiknya sebelum penempatan saluran udara lanjutan (saluran udara supraglotik

atau saluran trakea), penyedia EMS memberikan CPR dengan siklus 30 kompresi

dan 2 napas. Penyedia EMS dapat menggunakan tingkat 10 napas per menit

(1 napas setiap 6 detik) untuk memberikan ventilasi asinkroni selama kompresi

dada terus-menerus sebelum penempatan saluran udara lanjutan.

2. Rekomendasi yang diperbarui ini tidak menghalangi rekomendasi 2015 yang

menjadi alternatif yang memungkinkan sistem EMS menerapkan paket perawatan

sebagai penggunaan awal dari kompresi dada dengan gangguan yang minim

(seperti ventilasi yang tertunda) untuk OHCA yang terlihat terjatuh7

 Fase-Fase Pada Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Bantuan hidup dasar (BHD) atau basic life support (BLS) ialah oksigenasi

darurat yang diberikan secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung

melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat

menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Untuk dapat

mengingat dengan mudah tindakan pada BHD ini dirumuskan dengan huruf A,

B dan C yaitu : 11

a. Airway (jalan nafas)

b. Breathing (bantuan nafas)

c. Circulation (bantuan sirkulasi)

2. Bantuan Hidup lanjut Bantuan Hidup terus-menerus

Terdiri atas bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah

D (Drugs): Pemberian obat-obatan.

13
Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan:

Penting:

 Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang

diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu

diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi

ventrikel(11).

 Natrium Bicarbonat : Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv

dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus

setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu

sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa

terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada

sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama(11).

 Sulfate Atropin : Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi

atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus

bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus

bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis

yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5

menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi

2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis

lebih besar.

 Lidokain : Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia

dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama

diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari

kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut.

Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya

14
fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol

denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel.

Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila

perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak

lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1

mg/ml) 11.

Berguna:

 Isoproterenol : Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi

hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2

sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %),

dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit.

Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan

Atropine11.

 Propanolol : Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti

berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi

ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine.

Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan

pengawasan yang ketat(11).

 Isoproterenol : Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi

hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2

sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %),

dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit.

Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan

Atropine11

15
Kortikosteroid : Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB

methyl prednisolone sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat)

untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada

kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon

sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru

seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap

6 jam11

E. Kompresi Dada

Ketika deffebrilasi gagal mengembalikan sirkulasi, restorasi aliran darah

diperlukan. umumnya diproduksi oleh kompresi dada strategi canggih sedang

dipelajari, standarnya adalah manual. Beberapa ukuran aliran darah adalah meskipun

lebih banyak iklan kompresi dada di mana sternum tertekan setidaknya 2 inci

setidaknya 100 kali per menit, dengan separuh waktu dalam kompresi.8

Tiga dekade setelah laporan awal Kouwenhoven, peneliti juga di program

Sekolah Kedokteran Johns Hopkins mengajukan teori alternatif aliran darah ke depan

selama upaya resusitasi untuk henti jantung.4 Mereka mengusulkan itu kompresi dada

untuk henti jantung primer menyebabkan peningkatan dalam tekanan intrathoracic,

yang ditransmisikan ke intrathoracic vascular, menghasilkan aliran darah ke depan.

Peneliti resusitasi akademik ini mengusulkan itu dengan kompresi dada

masing-masing tekanan intrathoracic naik karena jatuhnya saluran udara; toraks teori

pompa. Teori ini mengasumsikan bahwa kenaikan tekanan intrathoracic menyebabkan

kolapsnya paru saluran udara, sehingga mengurangi pergerakan udara keluar dari

paru-paru dan mengurangi ukuran struktur intratoraks, tetapi tidak perlu sama.

Runtuhnya struktur vena tures di inlet toraks dipostulatkan untuk mencegah

16
retrograde aliran darah vena dan dengan setiap relaksasi kompresi dada, tekanan

intrathoracic turun bersama kembalinya darah vena.2,4 Ini kemudian temuan baru dari

resus kardiopulmoner citation (CPR) kelompok penelitian Hopkins mengarah ke

inisial mereka rekomendasi tingkat kompresi dada manual 60 / min dengan jeda

berbeda pada kompresi dada maksimal.

Konsep ini asing bagi kelompok riset resusitasi kami, serta untuk menyadarkan

para peneliti di Departemen Bedah dan Fisiologi di Pusat Medis Universitas Duke

(Durham, NC, AS), memimpin kami untuk bekerja sama dalam sebuah penelitian

membandingkan kelangsungan hidup hewan dengan penangkapan VF yang dirawat

tingkat kompresi dada manual 60 / menit versus 120 / menit.

“Kami menemukan itu jika dibandingkan dengan tingkat kompresi 60 / menit,

tingkat kompresi 120 / menit menghasilkan lebih banyak hewan yang berhasil

defibrilasi; 12/13 dari penerimaan hewan kompresi pada 120 / menit dibandingkan

2/13 pada kompresi dada ingkat sion 60 / mnt P <0,002 ”. 5 “Dan lebih dari 24 jam

yang selamat (8/13) pada laju kompresi dada cepat versus 2/13 pada 60 / mnt P <0,03.

Semua 24 jam yang selamat sadar dan bisa duduk, berdiri, dan minum secara

normal ”

17
Ga,mbar 10 : Penekanan Thorax

Gambar 10 untuk menggambarkan seseorang dengan posisi anterior-besar diameter

dada terior, saat kompresi dada untuk jantung penangkapan kemungkinan besar tidak

akan menghasilkan kompresi jantung tetapi peningkatan yang berirama meningkat

dalam tekanan intrathoracic sebagai mekanisme aliran darah selama upaya resusitasi

untuk henti jantung

18
F. Kedalaman Kompresi

Kompresi dada adalah komponen terpenting Cardusopulmonary Resuscitation

(CPR). Mereka bekerja dengan secara manual 'meremas' jantung dan mendorong

darah ke seluruh tubuh agar organ vital tetap hidup. Agar kompresi dada menjadi

efektif, mereka harus dilakukan pada kedalaman yang benar untuk memaksimalkan

aliran darah. Komite Penghubung Internasional untuk Resusitasi (ILCOR)

menyarankan agar kompresi dada dilakukan pada kedalaman 5 - 6cm di atas bagian

tengah dada.

Gambar : 11

Kedalaman ini diperlukan untuk memberikan aliran darah yang cukup ke organ

vital. Kompresi dada yang tidak mencapai kedalaman ini tidak mungkin efektif dalam

memindahkan darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu sangat penting bahwa penolong

pertama dan penanggap pertama dapat melakukan kompresi dada yang memadai dan

bertukar secara teratur untuk mencegah kelelahan. Idealnya, penyelamat harus

melakukan kompresi dada tidak lebih dari 2 menit sebelum bertukar.10

19
BAB III

KESIMPULAN

Cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah serangkaian tindakan

menyelamatkan nyawa, untuk mendukung dan mempertahankan pernapasan dan

sirkulasi untuk bayi, anak atau orang dewasa yang telah mengalami serangan jantung

atau pernapasan, sehingga meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. CPR

mencakup aplikasi manual kompresi dada dan ventilasi untuk pasien henti jantung,

dilakukan dalam upaya mempertahankan viabilitas sampai bantuan tingkat lanjut tiba.

Prosedur ini adalah komponen dasar dari penunjang hidup dasar (BLS) dan penunjang

kehidupan jantung lanjut (ACLS).

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganthikumar. 2016. Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Fakultas Kedokteran Udayana.

2. Kluwer. Cardiopulmonary Resuscitation : Unusual Techniques For Unusual

Situations. Journal of Emergencies, Trauma and Shock. 2018

3. Bon MD. Cardipulmonary Resuscitation. Sep. 18 2018.

4. Rajab. Taufiek, Charleck, Pozner. 2011. Technique for Chest Compressions in

Adult CPR. Word Jurnal Of Emergency Surgery 6 : 41.

5. www.simdos.unud.ac.id / accesed at 28 Juny 2019/

6. www.med.unhas.ac.id// accesed at 28 Juny 2019/

7. Pembaharuan Pedoman AHA untuk bantuan dasar hidup Pediatrik Dewasa dan

kulitas CPR American Heart Association. 7 Nov 2018.

8. Patil, Helperin, Becker. 2015. Cardiac Arrest Resuscitation and Reperfusion.

University of Pennsylavania.

9. Ewy. 2018. The Mechanism of Blood Flow during Chest compressions for

Cardiac Arrest is probably influenced by the patient chest configuration.

10. www.firstaidforfree.com// accesed at 30 Juny 2019/

11. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. 2010

21

Anda mungkin juga menyukai