DEMAM THYPOID
3) Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan
gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang
tidak khas) (Mansjoer, Arif, 1999):
a) Perasaan tidak enak badan
b) Lesu
c) Nyeri kepala
d) Pusing
e) Diare
f) Anoreksia
g) Batuk
h) Nyeri otot
Menyusul gejala klinis ynag lain demam yang berlangsung 3
minggu (Rahmad Juwono, 1996) :
a) Demam
(1) Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat pada sore dan malam hari
(2) Minggu II: Demam terus
(3) Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur -
angsur.
b) Gangguan pada saluran pencernaan
(1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung
dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
(2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
(3) Terdapat konstipasi, diare
c) Gangguan kesadaran
(1) Kesadaran yaitu apatis–somnolen
(2) Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit )
4) Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam (Patriani Sarasan, 2008) :
a) Komplikasi intestinal
(1) Perdarahan usus
(2) Perforasi usus
(3) Ileus paralitik
b) Komplikasi ekstra intestinal
(1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
sepsis) miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.
(2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia,
sindrom uremia hemolitik
(3) Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
(4) Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
(5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
(6) Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
(7) Neuropsikiatrik:delirium, meningiemus, meningitie, poline
uritie, perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan
sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih
jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada
keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila
perawatan pasien kurang sempurna.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Corwin (2000)
1) Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid
antara lain :
a) Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis
Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadangkadang
terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris
typhoid.
b) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah
memerlukan pembatasan pengobatan.
c) Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan ()
tidak menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan
darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
(1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
(2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
(3) Laksinasi di masa lampau.
(4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d) Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik
typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris
dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid.
yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa
paling spesifik.Kultur darah dan sumsum tulang positif pada
keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
d. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan adalah (Pakdhe, 2009) :
1) Obat
Sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam
thypoid, yaitu:
a) Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4
x 500 mg, diberikan selama demam berkanjut sampai 2 hari
bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg
selama 5 hari kemudian.
b) Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP Persahabatan),
penggunaan kloramphenikol masih memperlihatkan hasil
penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat– obat terbaru dari
jenis kuinolon.
c) Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 15- mg/Kg/BB/hari,
diberikan selama 2 minggu.
d) Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametosazol-80 mg trimetropim), diberikan selama dua
minggu.
2) Diet
a) Cukup kalori dan tinggi protein
b) Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas
panas dapat diberikan bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi
sesuai tingkat kesembuhan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
serat kasar) dapat diberikan secara aman.
c) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total.
3) Istirahat
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Klien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan
kondisi kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam
untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi
dan buang air kecil perlu perhatian karena kadang – kadang terjadi
obstipasi dan retensi urine.
4) Perawatan sehari – hari
Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang digunakan oleh klien.
5) Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai
mendidih dan hindari makanan pedas (Abdi, 2008).
2. TINJAUAN TEORI ASKEP DEMAM THYPOID
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid (Doenges, 2000)
adalah :
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain
kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat
lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit
membrane mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah
pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda
pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang
bervariasi dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal
tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
5) Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan
berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi
rongga mulut.
6) Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan
perawatan diri dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan
titik nyeri yang dapat berpindah.
8) Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan
peningkatan suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lesi kulit.
Diagnosa Keperawatan (Doenges, 2000):
1) Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2) Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan yang menurun.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan
pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat.
b. Perencanaan
1) Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan menujukan
temperatur dalan batas normal
Kriteria hasil :
a) Bebas dari kedinginan
b) Suhu tubuh stabil 3637 C
Intervensi :
a) Observasi tandatanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan
Respirasi) setiap 23 jam.
Rasional: Tandatanda vital dapat memberikan gambaran
keadaan umum klien.
b) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,941,1C
menunjukkan proses inflamasi.
c) Monitor penurunan tingkat kesadaran.
Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut.
d) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan.
e) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/
keluarga dalam melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan
kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak
minum.
Rasional: Membantu mengurangi demam.
f) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat
antipiretik dan antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan
antibiotik mengobati infeksi basil salmonella typhi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang dan deperosis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan volume cairan
adekuat
Kriteria hasil :
a) tanda vital dalam batas normal
b) nadi perifer teraba kuat
c) haluran urine adekuat
d) tidak ada tandatanda dehidrasi
Intervensi :
a) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor
kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor
kulit menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.
b) Monitor tandatanda vital
Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan
keadaan umum klien.
c) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori
harian.
Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.
d) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan
cairan klien.
e) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.
Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan
cairan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.
Intervensi:
a) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang
sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.
b) Monitor adanya penurunan berat badan.
Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui
peningkatan berat badan 500 gr/minggu.
c) Monitor lingkungan selama makan.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress
dan lebih kondusif untuk makan.
d) Monitor mual dan muntah.
Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.
e) Berikan makanan yang terpilih.
Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
f) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.
Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam
pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan.
g) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi.
h) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan
pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat.
Intervensi:
a) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang
penyakit anaknya.
Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit
demam typoid.
b) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan
klien.
Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam
pengobatan penyakit demam typoid.
c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti.
Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit
tersebut.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
prioritas yang telah dibuat, dimana tindakan yang diberikan mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto, 2003).
d. Evaluasi
1) Hipertermia teratasi
2) Kekurangan volume cairan teratasi
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
4) Kurang pengetahuan teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
(terjemahan), Edisi VIII, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi,
Prima Medika, Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press, Surabaya.
Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto,
Jakarta.