Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGERTIAN DOMISILI
Dalam arti hukum, domisili adalah tempat dimana seseorang dianggap senantiasa berada/selalu
hadir untuk melaksanakan hak-haknya dn untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya.
Tempat kediaman hukum pada umumnya adalah sama dengan tempat kediaman senyatanya,
akan tetapi tidak perlu selalu demikian. Domisili sangat pentig bagi subjek hukum, karena:
1. Domisili digunakan untuk menentukan dimana seseorang harus melakukan
perkawinan. hal ini berhubungan dengan suatu peraturan bahwa perkawinan harus
dilaksanakan di tempat salah satu pihak ( Pasal 76 KUH Perdata ).
2. Untuk menentukan dimana subjek hukum harus dipanggil dan ditarik di muka
pengadilan.
3. Untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa terhadap subjek hukum
tersebut. Hal ini berhubungan dengan suatu peraturan bahwa pengadilan yang
berwenang mengadili seseorang dalam perkara perdata adalah pengadilan dalam
wilayah hukum dimana penggugat/tergugat berdomisili ( Pasal 118 ayat 1 dan 2
H.I.R )
Berdasarkan Pasal 17 KUH Perdata, setiap orang dianggap bertempat tinggal dimana dia
terutama hidupnya atau dimana ia menempatkan pusat kediamannya. Apabila sulit ditetapkan
maka tempat tinggal senyatanya dapat dianggap sebagai domisilinya.
Pasal 18 KUH Perdata menyatakan bahwa perpindahan tempat tinggal dilakukan dengan
memindahkan rumah kediamannya ke tempat lain dengan maksud akan menempatkan pusat
kediamannya di tempat yang baru.
Berikut ini adalah macam-macam domisili atau tempat kediaman:
1. Domisili terikat/domisili wajib adalah tempat kediaman yang tidak tergantung pada
keadaan-keadaan orang yang bersangkutan itu sendiri, akan tetapi bergantung pada keadaan-
keadaan orang lain yang dalam arti hukum ada hubungannya dengan orang yang pertama itu.
Orang-orang yang memiliki domisili terikat misalnya:
• Istri yang mempunyai domisili di tempat tinggal suaminya
• Anak yang belum dewasa mempunyai domisili di tempat tinggal orang tuanya
• Orang yang berada di bawah pengampuan memiliki domisili di tempat tinggal curatornya
• Para pekerja/buruh mempunyai domisili di tempat tinggal majikannya jika mereka ikut
diam di rumah si majikan.
2. Domisili bebas/domisili sukarela/domisili berdiri sendiri adalah tempat dimana seseorang
dengan bebas dan menurut pendapatnya sendiri dapat menciptakan keadaan-keadaan di
tempat tertentu atau rumah tertentu. Domisili bebas terdiri dari:
 Domisili yang sesungguhnya , yaitu tempat yang bertalian dengan hal yang melakukan
wewenang perdata pada umumnya ( tempat kediaman orang sehari-hari )
 Domisili pilihan, yaitu tempat yang ditunjuk sebagai tempat kediaman oleh satu pihak
atau lebih dalam hubungannnya dengan melakukan perbuatan tertentu.
Misalnya: dalam perjanjian jual-beli dipilih sebagai tempat pembayaran di kantor Notaris
tertentu. Hal ini untuk menghindari kesulitan harus menggugat debitur di tempat domisili
debitur. Jadi dapat mengajukan perkara ( bila ada sengketa ) di tempat tinggal yang dipilih.
Menurut Pasal 23 KUH Perdata mengatur tentang tempat/rumah kematian orang yang meninggal
dunia, dianggap terletak dimana si meninggal mempunyai tempat tinggalnya terakhir. Penentuan
tentang rumah kematian itu penting bagi berbagai ketentuan yang menyangkut hukum waris.

B. CAKAP HUKUM DAN WEWENANG HUKUM


Kecakapan = cakap = sanggup melakukan sesuatu; mampu; dapat; mempunyai kemampuan dan
kepandaian untuk mengerjakan sesuatu. Faktor-faktor yang mempengarui kecapakan :

· Psikologis
· Fisiologis
· Lingkungan

Kecakapan seseorang bertindak di dalam hukum atau untuk melakukan perbuatan hukum
ditentukan dari telah atau belum seseorang tersebut dikatakan dewasa menurut hukum.
Kedewasaan seseorang merupakan tolak ukur dalam menentukan apakah seseorang tersebut
dapat atau belum dapat dikatakan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
Kedewasaan seseorang menunjuk pada suatu keadaan sudah atau belum dewasanya
seseorang menurut hukum untuk dapat bertindak di dalam hukum yang ditentukan dengan
batasan umur. Sehingga kedewasaan di dalam hukum menjadi syarat agar seseorang dapat dan
boleh dinyatakan sebagai cakap bertindak dalam melakukan segala perbuatan hukum.
Hukum perdata di Indonesia sebagai akibat dari warisan zaman kolonial dikaitkan dengan
golongan penduduk sehingga berlaku bermacam macam patokan umur dewasa bagi masing-
masing golongan penduduk. Menurut pasal 2 KUH Perdata manusia menjadi pendukung hak dan
kewajiban dalam hukum sejak ia lahir sampai ia meninggal. Tetapi Undang-undang menentukan
tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan) adalah kriteria
umum yang di hubungkan dengan keaadaan diri seseorang, sedangkan berwenang (bevoegd)
merupakan kriteria khusus yang di hubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu.
Seseorang yang cakap belum tentu berwenang tetapi yang berwenang sudah pasti cakap.

B. TIDAK CAKAP HUKUM

Tidak memiliki kemampuan subyek hukum untuk melakukan perbuatan yang dipandang sah
secara hukum. Setiap manusia adalah subyek hukum yang memiliki kewajiban. Namun tidak
semua orang cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Menurut ketentuan pasal 1330
Burgerlijk Wetboek ( kitab undang- undang hukum perdata), orang yang tidak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah:
Orang- orang yang belum dewasa

Orang –orang yang belum dewasa ( minderjarig) menurut ketentuan pasal 330 aya 1 Burgerlijk
Wetboek adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin . Pada ayat 2 menentukan bahwa apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur
mereka genap 21 tahun. Maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.

Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan

Mengenai orang- orang yang ditaruh dibawah pengampunan, menurut pasal 433 Burgerlijk
Wetboek ada 3 alasan untuk pengampunan, yaitu :
· Keborosan (verkwisting)
· Lemah akal budinya , misallnya embisil atau debisil
· Kekurangan daya berfikir
C. HAK ABSOLUT DAN HAK RELATIF
Hak relatif dan hak absolut berkaitan dengan erat dengan suatu perikatan. Secara umum, yang
dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.'

Selain dari apa yang disebut di atas, masih tedapat beberapa pengertian perikatan, di antaranya
adalah sebagai berikut :

Hofmann, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum, sehubungan dengan itu seorang atau beberapa
orang daripadanya (debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-
cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Pitlo, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.

Dari definisi-definisi perikatan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa dalam satu perikatan paling
sedikit akan terdapat satu hak dan satu kewajiban. Sedangkan suatu perjanjian dapat
menimbulkan satu atau beberapa perikatan, tergantung dari jenis perjanjiannya.

Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh
hukum. Dalam suatu perikatan, terdapat obyek perikatan dan subyek perikatan. Obyek perikatan
atau biasa disebut dengan prestasi, yaitu dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan
tidak berbuat sesuatu. Subyek perikatan adalah para pihak dalam suatu perikatan, yaitu kreditur
yang berhak atas prestasi dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.

Hak yang timbul dari perikatan sebagai mana disebut di atas, terbagi menjadi dua yaitu hak
relatif dan hak absolut. Hak relatif atau hak perorangan tidak dapat dipisahkan secara tegas dari
hak absolut atau hak mutlak, karena pada hak absolut atau hak mutlak terdapat unsur relatif, dan
demikian juga pada hak relatif terdapat unsur absolut. Hak-hak relatif yang bersifat absolut atau
mutlak adalah terdapat pada sewa menyewa.

Maksud dari hak relatif adalah suatu hak yang hanya dapat berlaku terhadap orang tertentu,
atau suatu hak untuk menuntut sesuatu dari orang tertentu. Yang dimaksud dengan sesuatu di
sini, dapat berupa :
Benda, misalnya rumah atau sejumlah uang.
Prestasi kerja.
Hak untuk melarang seseorang berbuat sesuatu, misalnya melarang seseorang untuk mendirikan
bangunan.
Jadi dapat dikatakan bahwa hak relatif adalah hak perorangan, yang dapat menyangkut suatu
benda tertentu akan tetapi selalu ditujukan kepada seseorang tertentu.

Sedangkan maksud dari hak absolut atau hak mutlak adalah suatu hak yang dinyatakan
berlaku bagi setiap orang. Menurut Pitlo, hak absolut sebagai sinonim dari hak kebendaan
Sedangkan pendapat yang pada umumnya dianut oleh para sarjana adalah bahwa hak kebendaan
merupakan bagian dari hak-hak absolut. Menurut ajaran yang dianut oleh pada umumnya
sarjana, yang dimaksud dengan hak kebendaan adalah hak absolut yang memberikan
kewenangan atas sebagian atau keseluruhan dari suatu benda. Meskipun demikian, ada hak
absolut yang bukan merupakan hak kebendaan, yaitu antara lain adalah hak oktroi, hak
pengarang, dan hak atas merk dagang.

Contoh paling mudah adanya hak relatif dan hak absolut adalah pada transaksi jual beli.
Dengan terjadinya jual beli, maka timbul hak perorangan (hak relatif) atas penyerahan barang
tersebut, dan dengan diserahkannya barang tersebut, maka timbullah hak milik sebagai hak
kebendaan (hak absolut). Hak kebendaan mempunyai sifat "droit de suite" sedangkan hak
perorangan tidak.
D. BADAN HUKUM YANG BERSIFAT UMUM DAN KHUSUS

Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas :


1. Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum publik atau badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau
aparatnya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum/publik, seperti
hukum pidana, hukum tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain
sebagainya. Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia.
2. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu badan hukum yang didirikan atas dasar hukum
perdata atau hukum sipil atau perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama
(membentuk badan usaha) dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented
(contoh : Perseroan Terbatas) atauNon Material (contoh : Yayasan). Di Indonesia bentuk-
bentuk badan usaha (Business organization) beranekaragam dan sebagian besar
merupakan peninggalan pemerintah Belanda.
E. ASAS “NULLUM DELIKTUM NEOLLA POENA SINE PRAEVIA LEGE
PEONALE”
Asas Legalitas (Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali) Asas Legalitas
(Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali) adalah Tidak ada tindak pidana
jika belum ada undang-undang pidana yang mengaturnya lebih dahulu.

Asas legalitas berlaku dalam ranah hukum pidana dan terkenal dengan adagium legendaris
Von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.
Secara bebas, adagium tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik),
tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”. Secara umum, Von
Feuerbach membagi adagium tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:

Asas ini juga berlaku dalam ranah hukum pidana serta terkenal dengan adagium legendaris
Von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.
Secara bebas, adagium itu bisa diartikan dengan “tidak ada tindak pidana (detik), tidak ada
hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”. Secara umum, Von Feuerbach
membagi adagium tersebut menajdi tiga bagian, yakni:

Tidak ada hukuman, jika tak ada Undang-undang


Tidak ada hukuman, jika tak ada kejahatan
Tidak ada kejahatan, jika tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang
Baca Juga : Pengertian, Fungsi Dan 6 Protocol WAN (Wide Area network) Beserta
Kelebihan & Kekurangannya Secara Lengkap
Adagium adalah dasar dari asas bahwa ketentuan pidana tidak bisa perlaku surut (asa non-
retroaktif) sebab suatu delik bisa dianggap sebagai kejahatan jika sudah ada aturan
sebelumnya yang melanggar detik untuk dilakukan, bukan sesudah delik tersebut
dilakukan.

Tujuan Asas Legalitas


Tujuan asas legalitas ialah untuk memperkuat kepastian hukum, serta untuk menciptakan
keadilan serta kejujuran untuk terdakwa, mengefektifkan fungsi penjeraan dalam sangksi
pidana, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta untuk memperkuat rule of law.

Asas tersebut memang sangat efektif dalam melindungi rakyat dari perlakuan
kesewenang-wenangan seseorang yang berkuasa, namun dirasa kurang efektif untuk
penegak hukum dalam merespons pesatnya perkembangan kejahatan, serta dianggap
sebagian ahli sebagai kelemahan yang mendasar

F. SISTEMATIKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA


BERDASARKAN KETENTUAN KETETAPAN MPR NO.III/MPR/2000
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang
harus kita jalankan sebagai warga negara Indonesia yang baik dan bertanggung jawab. Tiap
peraturan tersebut dikelompokkan dalam berbagai kelommpok seperti berikut ini di mana
yang paling atas adalah yang paling kuat di mana peraturan yang bawah tidak boleh
bertentangan dengan hukum di atasnya :
- UUD 1945 / Undang-Undang Dasar 1945
- Tap MPR / Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- UU / Undang-Undang
- Perpu / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- PP / Peraturan Pemerintah
- Kepres / Keputusan Presiden
- Perda / Peraturan Daerah

Agar Rancangan Undang-Undang bisa menjadi Undang-Undang dipelukan melewati empat


tahapan seperti :
1. Persiapan Rancangan Undang-undang.
2. Pembahasan di DPR.
3. Pengesahan oleh Presiden.
4. Diundangkan oleh Sekretariat Negara.

Sedikit Mengenai Sistem Peraturan Perundangan Di Indonesia :

1. UUD '45
- Merupakan hukum dasar
- Berisi 37 pasal
- Mengalami amandeman atau perubahan beberapa kali oleh MPR

2. Tap MPR
- Tap MPR Dibuat oleh MPR untuk melaksanakan UUD 1945
- Memiliki kekuatan hukum mengikat ke luar dan ke dalam majlis
- Berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia
- Kalau Keputusan MPR hanya berlaku bagi anggota majelis atau mengikat ke dalam

3. Undang-Undang
- Dibuat DPR dan Pemerintah/Presiden untuk melaksanakan UUD 45 dan Tap MPR
- Berlaku bagi warga negara Indonesia
4. Perpu
- Yang membuat perpu adalah Presiden jika negara sedang dalam genting / gawat darurat.
- Tidak perlu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
- DPR dapat mengawasi jalannya Perpu

5. PP / Peraturan Pemerintah
- Ada PP Pusat dan PP Daerah
- PP dibuat oleh Presiden (Pemerintah Pusat) atau Gubernur / Walikota / Bupati (Pemerintah
Daerah)
- Dibuat untuk melaksanakan Undang-Undang

6. Keppres
- Presiden berhak mengeluarkan Keputusan Presiden
- Tujuan Keppres adalah untuk administasi negara dan administrasi pemerintahan.

7. Perda
- Perda dibuat pemerintah daerah untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi dengan
menyesuaikannya terlebih dahulu dengan situasi dan kondisi yang ada.
- Tidak boleh bertentangan dengan peraturan pusat.

sumber :
http://www.jurnalhukum.com/cakap-melakukan-perbuatan-hukum-rechtsbekwaamheid
https://ceyawidjaya.wordpress.com/2011/04/21/cakap-hukum/
https://karlinaaafaradila.wordpress.com/2012/03/22/subyek-dan-obyek-hukum/

Anda mungkin juga menyukai