Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN JIWA


“SKIZOFRENIA”

Disusun oleh:
Amalia Maulida
1102015019

Pembimbing:
AKBP dr. Karjana, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 13 MEI-22 JUNI 2019
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Juni 1986
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Polisi Bagian Stapp Perawatan Tahanan
Alamat : Jl. Arita Raya Pondok IV 5/2 Pinang Jakarta Selatan
Tanggal Masuk RS : 30 April 2019
Tanggal Pemeriksaan : 16 Mei 2019
Ruang Perawatan : Ruang Melati 2

1  
 
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Autoanamnesis : Pada tanggal 16 Mei 2019 di Ruang Melati 2
Alloanamnesis : pada tanggal 21 Mei melalui telfon
A. Keluhan Utama
Pasien diantar ke rumah sakit oleh keluarganya karena melempar barang dan
merusak motor serta memukuli kakak dan adiknya
B. KeluhanTambahan
Sulit tidur, marah-marah, bicara sendiri, dan mendengar suara bisikan.
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien Tn. T, 33 tahun, datang ke Poli Jiwa RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto pada tanggal 30 April 2019 Diantar oleh Ayahnya. Pasien datang dengan
keluhan mengamuk, pasien melempar barang-barang di rumah dan merusak motor
juga memukuli kakak dan adiknya karena pasien sempat berantem dengan kakaknya.
Sebelum pasien mengamuk, pasien sudah mengeluh sulit tidur, berbicara sendiri, dan
mendengar suara bisikan.
Pasien mengaku datang ke rumah sakit dengan alasan murung karena
permasalahan dengan istrinya yang tak kunjung selesai. Pasien mengatakan semenjak
awal hubungan pernikahan yaitu sejak tahun 2007 hubungan dengan istrinya tidak
baik, istrinya selalu menuntut pasien untuk memberi uang diluar batas kemampuan
pasien. Pasien juga mengatakan istrinya selingkuh dengan pria lain juga berniat
murtad dari agama islam. Pasien mengatakan ia tidak memiliki riwayat trauma kepala
dan kejang yang menimbulkan masalah medis. Pasien mengkonsumsi rokok tetapi
tidak menimbulkan masalah medis yang berarti.
Sementara menurut pengakuan ayah pasien, pasien datang dengan keluhan
mengamuk menghancurkan barang-barang di rumah dan merusak motor karena
bertengkar dengan kakaknya. Pasien awalnya memukul kakak pasien, ketika itu saat
adiknya melihat pasien memukul kakaknya, adik pasien langsung memukul pasien,
dan kakak pasien juga membalas memukul pasien. Menurut ayah pasien, pasien
memang sering bertengkar dengan kakaknya. Pasien mengatakan ia mengamuk

2  
 
menghancurkan barang karena kesal dengan kakaknya yang mengganggu pasien
mengaji. Seminggu sebelum masuk rumah sakit Ayah pasien mengatakan pasein
terlihat murung dan gelisah.
Sebelum masuk rumah sakit pasien sempat mendapat bisikan yang menyuruh
pasien untuk murtad dari agama islam. Pasien mengatakan sosok yang membisikkan
hal tersebut ialah seorang perempuan yang sering pasien lihat di cermin rumahnya.
Saat pemeriksaan pasien mengatakan sudah tidak pernah mendengar suara bisikan.
Saat pemeriksaan, pasien mengaku seorang habib dan ustad suci. Ia menuntut
ilmu agama dari berbagai habib yang berasal dari Arab Saudi di berbagai kota di
Indonesia. Pasien juga mimiliki tato lafaz Allah di kening serta kaligrafi Allah dan
Muhammad pada lengan kanan dan kiri. Pasien beranggapan bahwa dalam agama
islam seseorang boleh bertato, asalkan tato tersebut ialah kaligrafi Allah dan
Muhammad.
Pasien mengaku tidak pernah merasa sedih dan senang secara berlebihan. pasien
juga mengaku tidak pernah merasa cemas secara berlebihan, berdebar-debar, merasa
asing dengan sekeliling, dan kesulitan bernafas.

D. Riwayat Gangguan Dahulu


1. Gangguan Psikiatrik
Berdasarkan keterangan pasien, pasien sudah sering masuk Rumah
Sakit POLRI sebanyak lebih dari lima kali yang dimulai dari tahun 2012,
Dengan keluhan yang sama yaitu sering mendengar bisikan. Gejala awal
tersebut muncul sejak pasien sering bertengkar dengan istrinya. Pasien
mengaku tidak teratur dalam meminum obat karena merasa keluhan sudah
menghilang.

Menurut keterangan ayah pasien, pasien pertama kali dirawat pada


tahun 2012 dengan keluhan mengamuk dan marah-marah, melihat mahluk
halus di cermin, dan berbicara sendiri. Pasien mulai seperti ini semenjak

3  
 
bertengkar dengan istrinya. Istrinya selalu menuntut pasien untuk memberi
uang diluar batas kemampuan pasien.

Tahun 2014 pasien kembali dirawat dengan keluhan yang sama yaitu
mengamuk, marah marah, sulit tidur dan bicara kacau.

Pada tahun 2017 pasien kembali kambuh karena tidak meminum obat
secara teratur, dan dirawat selama 16 hari. Dan mengalami perbaikan.

Tahun 2018 pasien juga dua kali bolak-balik rumah sakit masih
dengan keluhan yang serupa. Baru kemudian dibulan april 2019 pasien
kembali dibawa ke poli jiwa dengan keluhan yang sama dan berlangsung
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

2. Gangguan Medik
Tidak terdapat riwayat penyakit yang berarti terhadap gangguan
psikiatri pasien. Riwayat trauma kepala dan kejang disangkal.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien mengkonsumsi rokok satu bungkus perhari, tetapi tidak
mengkonsumsi alkohol dan zat psikoaktif.

E. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Jakarta, 29 Juni 1986. Pasien lahir dengan usia
kehamilan cukup bulan dengan persalinan normal, dalam kondisi baik
secara fisik dan mental. Kondisi kesehatan ibu secara fisik baik selama
kehamilan dan persalinan.

4  
 
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tuanya. Proses perkembangan dan
pertumbuhan sesuai dengan anak sebaya. Pasien tidak pernah mendapat sakit
berat, demam tinggi, kejang, ataupun trauma kepala.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Tidak ada hambatan dalam proses belajar. Tumbuh kembang baik dan
normal seperti anak seusianya. Pergaulan antar teman sebaya baik. Pasien
tidak memiliki masalah yang berarti dalam proses belajarnya.
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Pasien tumbuh dalam lingkungan yang sederhana. Pasien sering
bermain dengan teman-teman sebayanya, pasien berteman dengan laki-laki
dan perempuan.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien menempuh pendidikan kepolisian hingga tuntas, lalu
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi namun tidak tamat karena pasien
lebih memilih berhubungan serius dengan kekasihnya.
2. Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD hingga tuntas
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP hingga tuntas
c. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA hingga tuntas
d. Pendididikan Polisi: Pasien menyelesaikan pendidikan polisi
e. Perguruan Tinggi: Pasien mengikuti kuliah hingga semester 4
3. Riwayat Pekerjaan
Setelah menyelesaikan pendidikan kepolisian tahun 2007, pasien
bekerja sebagai polisi di polres Jakarta selatan sampai saat ini.
4. Kehidupan Beragama
Pasien percaya dengan adanya Tuhan, pasien meyakini agama Islam,
pasien mengerti tentang ajaran Islam dan taat beribadah.

5  
 
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien menikah pada tahun 2007 dengan alasan hamil di luar nikah.
Pasien memiliki dua anak laki-laki. Semenjak awal hubungan pasien dan istri
tidak baik karena masalah ekonomi.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam peradilan yang menyangkut hukum dan
tidak pernah melanggar serta berurusan dengan aparat hukum.

F. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Pasien memiliki satu kakak
perempuan yang telah meninggal, satu kakak laki laki, dan satu adik laki-laki.
Dari anamnesis diketahui hubungan pasien dengan kakak laki-laki pasien kurang
baik. Ibu pasien meninggal tahun 2014. Sejak kecil pasien diasuh oleh kedua
orang tua pasien. Tidak diketahui ada riwayat penyakit yang sama dengan pasien
di dalam keluarga pasien. Dari anamnesis diketahui pasien telah pisah rumah
dengan istri pasien sejak enam tahun yang lalu, dan saat ini pasien mengatakan
sedang mengurus proses perceraian.

6  
 
Keterangan :

G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien tau bahwa dirinya memiliki riwayat skizofrenia, namun pasien tidak
memahami penyakit tersbut.

H. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien


Pasien ingin pulang ke rumah dan bertemu orang tua dan anak-anaknya.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien laki-laki berusia 33 tahun dengan penampakan fisik sesuai dengan
usianya. Kulit berwarna sawo matang. Pada saat wawancara, pasien
berpakaian tidak rapi dan perawatan diri kurang baik
2. Kesadaran
Compos mentis

7  
 
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien terlihat sedang tidur di tempat tidurnya
b. Selama wawancara : Pasien terlihat tenang dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik
c. Sesudah wawancara : Pasien duduk di tempat tidur.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif dan tenang
5. Pembicaraan
Pasien dapat berbicara dan menjawab pertanyaan secara spontan, lancar
dan jelas.
B. Mood dan Afek
1. Mood : Hipotim (saat pemeriksaan)
2. Afek : Sempit (saat pemeriksaan)
3. Keserasian : Serasi

C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Pikiran
1. Arus pikir
a. Kontinuitas : Koheren
b. Hendaya bahasa : Tidak terganggu
2. Isi pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Miskin isi pikir : Tidak ada
c. Waham : Ada (waham kebesaran)

8  
 
d. Obsesi : Tidak ada
e. Kompulsi : Tidak ada
f. Fobia : Tidak ada
E. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)
1. Taraf pendidikan : Pendidikan Polisi
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien dapat menyebutkan pemeriksaan
dilakukan pada pagi hari dan dapat menyebutkan
sudah berapa lama ia dirawat
b. Tempat : Baik, pasien dapat memberitahukan bahwa
sekarang pasien sedang berada di RS
c. Orang : Baik, pasien mengenali orang-orang di sekitarnya

6. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik, pasien dapat mengingat tempat, tangal, dan
tahun kelahiran
b. Jangka pendek : Baik, pasien dapat menyebutkan menu sarapan
pasien
c. Segera : Baik, pasien dapat menyebutkan kembali 3 benda
yang disebutkan oleh pemeriksa
7. Pikiran abstraktif : Baik, pasien dapat menyebutkan perbedaan apel dan
pir
8. Visuospasial : Baik, pasien dapat menggambar bentuk yang
pemeriksa minta
9. Kemampuan menolong diri : Pasien tidak membutuhkan bantuan untuk
makan, mandi dan berganti pakaian.

9  
 
F. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien tampak tenang dan tidak menunjukkan gejala
agresif.

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik, pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk
2. Uji daya nilai : Baik, pasien menjawab ketika diberikan simulasi
jika berada di ruangan yang terbakar apa yang
harus dilakukan.
3. RTA : Terganggu (saat pemeriksaan)
H. Tilikan
Derajat 4 (Pemahaman behwa dirinya sakit, tetapi tidak mengetahui
penyebabnya)
I. Reliabilitas (Tarif Dapat Dipercaya)
Pemeriksa mendapat kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 110/80 mmHg
b. Respiration Rate : 20x/menit
c. Heart Rate : 80x/menit
d. Suhu : 36 ˚C
4. Sistem Kardiovaskular : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

10  
 
5. Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
6. Sistem Gastrointestinal : Bising usus (+) normal
7. Ekstermitas : Edema (-). Sianosis (-), akral hangat
8. Sistem Urogenital : Tidak diperiksa

B. Status Neurologik
1. Kesadaran: Komposmentis
2. Nervus kranialis :
Kanan Kiri
N.I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Refleks Cahaya Langsung + +
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III, IV, VI
M.rectus medius Normal Normal
M.rectus superior Normal Normal
M.rectus inferior Normal Normal
M.Obliqus inferior Normal Normal
M.levator palpebral Normal Normal
Refleks tak langsung Normal Normal
N.V
Sensorik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V1 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V2 Tidak dilakuakan Tidak dilakukan
V3
Refleks Kornea + +

11  
 
Motorik Normal Normal
Mengigit
Membuka rahang
N.VII
Sensorik (pengecapan 2/3 Tidak dilakukan
anterior lidah)
Motorik Mengerutkan dahi =Normal
Mengangkat alis = Normal
Memejamkan mata = Normal
Meringis/senyum = Normal
Menggembungkan pipi = Normal
N.VIII
Gesekan tissue Normal
Garpu tala
Rhinne Tidak dilakukan
Weber
Swabach
N.IX
Refleks Menelan Normal
Pengecapan 1/3 posterior Tidak dilakukan
lidah
N.X
Refleks muntah Tidak dilakukan
Letak uvula Normal
Disfoni (-)
Disatria (-)
Disfagi (-)
N.XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
N.XII
Deviasi lidah (menjulur) Normal
Atrofi (-)
Fasikulasi (-)
Tremor (-)

3. Fungsi Motorik :
Kanan Kiri
Kekuatan

12  
 
Ekstremitas atas Normal
Ekstremitas bawah
Tonus
Ekstermitas atas Normotonus Normot
onus
Ekstremitas bawah Normotonus Normot
onus
Klonus
Patella (-) (-)
Achiles (-) (-)

Refleks Fisiologis
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Refleks Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Gorda (-) (-)
Oppenheim (-) (-)

13  
 
4. Fungsi Sensorik

5. Otonom
BAB Normal
BAK Inkontinentia (-), frekuensi BAK
normal
Hidrosis Normal

6. Koordinasi
Romberg Normal
Disdiadokokinesis Normal
Tes jari- hidung Normal
Tes tumit- lutut Normal
Rebound phenomenon Normal

C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakuan pemeriksaan penunjang

14  
 
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. Tn. T 33 tahun datang ke RS POLRI diantar ayahnya dengan keluhan


mengamuk merusak motor, melempar barang, dan memukuli saudara
kandungnya.
2. Sebelum pasien mengamuk diketahui pasien merasa sulit tidur, suka
berbicara sendiri, dan mendengar suara bisikan di telinganya.
3. Riwayat trauma kepala, demam tinggi dan kejang yang sampai menimbulkan
masalah medis yang bermakna disangkal. Pasien juga tidak pernah
mengkonsumsi alkohol dan zat psikoaktif tetapi pasien mengkonsumsi rokok
satu bungkus perhari, namun tidak pernah menimbulkan masalah medis yang
berarti
4. Sebelum pasien dirawat, pasien mendengar bisikan yang menyuruh pasien
murtad dari agama islam
5. Pasien mengatakan, saat di rumah melihat mahluk halus di cermin
6. Pasien tidak pernah merasa sedih dan senang secara berlebihan.
7. Pada temuan status mental didapatkan mood eutim, afek luas, tidak terdapat
halusinasi auditorik dan visual, waham kebesaran, dan RTA terganggu.
8. Tilikan derajat 4

VI. FORMULA DIAGNOSTIK


1. Setelah seluruh pemeriksaan, pada pasien ditemukan adanya sindroma atau
perilaku dan psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan
penderitaan (distress) dan ketidakmampuan/hendaya (disability/
impairment) dalam fungsi serta aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan
definisi yang tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat
diperiksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik

15  
 
yang bermakna. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif karena pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan zat
psikoaktif. Pasien merokok namun tidak ada gejala yang bermakna ke arah
skizoafektif. (F1)
4. Pasien ini termasuk dalam gangguan skizofrenia karena terdapat gangguan
dalam penilaian realita dengan adanya gangguan persepsi yaitu riwayat
halusinasi dan terdapat gangguan isi pikir. (F2)
5. Pada pasien ini tidak didapatkan gejala afektif yang menonjol. (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform
dan ganguan terkait stress. (F4)

Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna


dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:

a. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus


Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah
memiliki riwayat trauma kepala maupun kejang. Pasien juga tidak pernah
menggunakan zat psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat
gangguan mental organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gangguan dalam menilai
realita pada pasien berupa halusinasi dan ganggu isi fikir berupa waham, juga
tidak pernah mengalami perasaan sedih atau senang yang berlebihan dan
menetap dalam periode tertentu. Gejala tersebut dialami pasien selama kurang
lebih tujuh tahun, sehingga dapat digolongkan kedalam gangguan psikotik
kelompok skizofrenia (F20), maka berdasarkan PPDGJ III ditegakkan
diagnosis untuk Aksis I adalah Skizofrenia Paranoid (F20.0)

16  
 
b. Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
c. Aksis III : Kondisi Medis Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
d. Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan
Terdapat masalah keluarga “primary support group”, yaitu istri pasien
tidak patuh kepada pasien dan menuntut pasien untuk memberikan uang lebih
dari kemampuan pasien.
e. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global
Assement of Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF 60-51,
gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (pada saat pemeriksaan).

Evaluasi multiaksial
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah rumah tangga dengan istri pasien
Aksis V : GAF 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
(pada saat pemeriksaan).

VII. DIAGNOSIS
a. Diagnosis : F20.0 Skizofrenia Paranoid
b. Diagnosis Banding : F25 Gangguan Skizoafektif

VIII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : Ad bonam. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan
pasien tidak sampai pada tahap mengancam nyawa pasien.

17  
 
b. Ad Sanationam : dubia ad malam. Kemungkinan pasien terhadap
kekambuhan penyakitnya adalah buruk. Pasien diketahui sering
mengalami kekambuhan (relaps) terhadap penyakit yang dialaminya.
c. Ad Functionam : dubia ad bonam. Fungsi peran, sosial, penggunaan
waktu luang, serta perawatan diri pasien mengalami perbaikan setelah
melakukan pengobatan rawat inap dengan kepatuhan dan ketaatan pasien
dalam pengobatan.
Pasien rawat inap yang sudah menunjukkan perilaku yang baik
setelah pengobatan dan tidak lagi menunjukkan gejala-gejala yang
buruk maka dapat direkomendasikan untuk pulang ke rumah dan
menjalani rawat jalan dengan pengawasan keluarganya. Dengan
mendapat perawatan yang tepat dari pihak rumah sakit jiwa, keluarga
pasien penderita skizofrenia berharap pasien akan pulih kembali dari
simtom-simtom penyebab gangguan tersebut dan dapat beraktivitas
seperti biasa serta tidak lagi membebani keluarga dan masyarakat.

IX. RENCANA TERAPI


1. Psikofarmaka
a. Persidal 2 x 2 mg
2. Psikoterapi
a. Psikoedukasi
a) Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien.
b) Mengingatkan pasien perlu minum obat sesuai aturan dan datang
kontrol ke poli kejiwaan.
c) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
b. Psikoterapi
a) Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan
masalahnya.

18  
 
b) Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang atau dapat dikendalikan.
c) Reassurance : Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat
sangat penting untuk menghilangkan gejala.

19  
 
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
I. DEFINISI
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran jernih
(clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh
gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat
ditemukan uji kognitif yang buruk.

II. ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. Tetapi terdapat
beberapa hipotesis yang mendukung terjadinya skizofrenia, antara lain:

a. Faktor biologis

Pada penderita skizofrenia dapat ditemukan gangguan organik berupa pelebaran


ventrikel tiga dan lateral; atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala; disorientasi spasial sel piamid
hipokampus; serta penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral.

b. Faktor Biokimia

Gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan
neurotransmitter sentral, yaitu peningkatan aktivitas dopamine (hipotesis dopamine).

20  
 
Teori lain mengatakan terjadi peningkatan neurotransmitter serotonin (5-HT2A) dan
norepinefrin pada system limbik;
- Hipotesis dopamine

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui secara pasti. Hipotesis yang


paling banyak yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamine sentral. Dopamin
terlibat dalam mengontrol pergerakan, kognisi afek dan neuroendokrin.
Reseptornya dikategorikan sebagai reseptor mirip D2 dan D1. Reseptor D2
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap antipsikotika generasi pertama (APG I)
misalnya haloperidol. Hiperaktivitas dopamine di simtom limbik dikaitkan
dengan simtom positif. Antipsikotika yang bersifat antagonis D2 efektif
mengobati simtom positif.

- Hipotesis Glutamat

Fensiklidin dan ketamine bekerja menghambat kanal ion reseptor


glutamatergic N-methyl-D-asparte (NMDA), menyebabkan hipofungsi
NMDA dan menyetuskan psikosis. Tidak seperti pada agonis dopamine,
pensiklidin dan ketamine dapat menginduksi simtom positif dan negative
skizofrenia, baik pada subjek sehat maupun pada skizofrenia. Peningkatan
dopamine pada basal ganglia pasien dengan skizofrenia merupakan akibat
rendahnya glutamate neuron kortikal-striatal

- Hipotesis Serotonin dan Noreepinefrin

Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-


HT2A) dan kelebihan norepinefrin di forebrain limbik (terjadi pada beberapa
penderita skizofrenia)

21  
 
c. Genetik

Angka kejadian skizofrenia meningkat pada keluarga dengan riwayat yang


sama dan diturunkan secara bermakna, kompleks, serta poligen.

d. Gangguan Morfologi dan Fungsional Otak


Tidak ada gangguan fungsiaonal dan struktural yang patognomonik
ditemukan pada penderita skizofrenia. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu
pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum
awitan penyakit dan atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih spesifik
gangguan girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala dan disorientasi spasial
pyramid hipokampus. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini
tampaknya statis dan telah di bawa sejak lahir dan pada beberapa kasus perjalanannya
bersifat progresif .
Lokasi otak yang terganggu menentukan gangguan perilaku yang ditemui
pada skizofrenia, misalnya gangguan hipokampus dikaitkan dengan defisit memori
dan atropi lobus dihubungkan dengan symptom negatif skizofrenia. Gangguan region
korteks prefrontal pada skizofrenia bermanifestasi defisit pada memori kerja,
persepsi, atensi dan smooth parsial eye movement. Disfungsi pada kortiko-serebri-
talamik-korteks dapat pula menyebabkan gangguan fungsi kognitif .

e. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting terjadinya
kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang berisiko adaalah pasien yang
hostilitas tinggi, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif
terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (disebut Keluarga dengan
Ekspresi Emosi tinggi)

22  
 
III. KLASIFIKASI

a. Skizofrenia Paranoid

Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih
tertunda bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat
sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai
wahamnya. Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama,
dan mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali
memperlihatkan perilaku disorganisasi.
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :
• Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling)
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
- Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas:
• Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relative tidak nyata/ tidak menonjol

b. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis ini ditegakkan pada penderita usia remaja atau dewasa muda,
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III:
• Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
• Kepribadian yang menonjol, yaitu pemalu dan senang menyendiri;

23  
 
• Perilaku yang tidak bertanggung jawab. Afek yang dangkal dan tidak wajar,
tidak menentu. Gejala ini harus timbul secara continue (diamati selama 2-3
bulan)
• Terdapat gangguan afektif dan proses fikir yang menonjol. Halusinasi dan
waham umumnya tidak menonjol. Dapat ditemukan juga preokupasi yang
dangkal dan dibuat-buat terhadap berbagai tema abstrack.

c. Skizofrenia katatonik
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III:
• Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
• Minimal terdapat satu perilaku yang ditemukan pada pasien dari kriteria di
bawah ini :
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang, pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung
disekitarnya.
- Negativism katatonik, yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau
usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.
- Rigiditas katatonik, yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rijit
- Postur katatonik, yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau
aneh
- Kegembiraan katatonik, yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin
dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan)

d. Skizofrenia tak terinci


Pada penderita ditemukan gejala psikotik yang menonjol, tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi
pasca-skizofrenia.
• Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia

24  
 
• Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik
• Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.

e. Depresi pasca-skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu
serangan gangguan skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi
tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut
dapat berupa gejala positif atau negatif (biasanya lebih seing gejala negatif).
Sebagai pedoman diagnostik adalah:
• Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia)
• Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada
• Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya
kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu.

f. Skizofrenia Residual
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis)

g. Skizofrenia Simpleks
• Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
- Gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

25  
 
- Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara social.
• Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.

h. Skizofrenia Lainnya
i. Skizofrenia YTT

IV. Manifestasi Klinis


Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala di
bawah ini:
1. Gangguan pikiran
Gangguan proses pikir
Pasien biasanya mengalami gangguan proses piker. Tanda-tandanya adalah:
• Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak nyambung. Ide tersebut
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar.
• Pemasukan informasi berlebihan: arus pikir pasien secara terus-
menerus mengalami ganagguan karena pikirannya sering dimasuki
informasi yang tidak relevan.
• Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
mungkin mengandung arti simbolik).
• Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa saat (beberapa menit).
Kemudian biasanya dengan topik lain. Perhatian pasien sering
sangat mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat.

26  
 
• Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berdasarkan bunyi kata-
kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikiran.
• Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang
baru saja diucapkan seseorang.
• Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi
terapi kemampuan berpikir abstraknya sangat buruk.
• Alogic: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh
resisten yang disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara
dalam jumlah banyak tetapi sangat sedikit ide yang disampaikan
(miskin isi pembicaraan).
• Tangensialitas: pasien menjawab pertanyaan secara memutar-mutar
dan tak sampai ke tujuan serta tak berhubungan.
• Inkoheren atau “word salad” pembicaraaan pasien sangat tidak
terorganisasi, hampir tidak bisa dimengerti.

Gangguan isi pikir


• Waham
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak
sesuai fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh”.
a. Waham kejar: kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai, dicelakai,
diusik, atau dibicarakan oleh seseorang, organisasi dan kelompok
lain.
b. Waham kebesaran: kepercayaan bahwa dirinya memiliki
kemampuan khusus, kekayaan dan ketenaran.
c. Waham erotomania: keyakinan bahwa dirinya dicintai sesorang.
d. Waham rujukan: Pasien meyakini ada “arti” bahwa peristiwa-
peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut seolah-seolah
diarahkan pada dirinya.

27  
 
e. Waham dikontrol: keyakinan bahwa tubuhnya atau tindakannya
dikontrol oleh kekuatan dari luar.
f. Waham nihilistik: keyakinan bahwa akan terjadi kiamat atau
manusia akan punah.
g. Waham somatik: keyakinan bahwa terjadi gangguan fungsi organ
atau kesehatan.

Gangguan persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi yaitu pengalaman atau terjadinya persepsi tanpa adanya stimulus
eksternal. Pengalaman tersebut dirasakan sangat jelas, kuat dan mempengaruhi
persepsi normal dan tidak dapat dikontrol. Halusinasi paling sering ditemui dan
biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihtan, penciuman,
perabaan dan pengecapan. Halusinasi pendengaran paling sering pada skizofrenia dan
gangguan terkait .

2. Ilusi dan depersonalisasi


Pasien dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan
asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap
lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata .

3.Gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak patognomonik):
• Afek tumpul atau datar: ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika
afek tersebut seharusnya diekspresikan.
• Afek tak serasi: afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai
pikiran dan pembicaraan pasien.

28  
 
• Afek labil: dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.

4. Perilaku motorik abnormal atau sangat disorganisasi

5.Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien
tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun
gangguan ada pada dirinya dapa dilihat oleh orang lain.

V. DIAGNOSIS

PEDOMAN DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III :

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) - “Thought echo“ = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan,
walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda; atau
-“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
-“Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b) -“Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
-“Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
-“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar;

29  
 
(tentang “dirinya“ = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
-“Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d) Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide
berlebihan (over loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi
setiap hari selama berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus
menerus;
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;

30  
 
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor;
d) Gejala – gejala “negatif”, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
4. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.

VI. Diagnosis Banding


Skizofrenia harus dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan
psikosis aktif. Semua kemungkinan-kemungkinan harus disisihkan dengan hati-hati
misalnya gangguan skizoafektif, gangguan afektif berat, dan semua kondisi organik
yang sangat mirip dengan skizofrenia, misalnya stadium awal Khorea, Huntington,
stadium awal penyakit Wilson, epilepsi lobus temporalis, tumor lobus temporalis atau
frontalis, stadium awaal multipel sklerosis dan sindroma lupus eritomatosus, porfiria,
paresis umum, penyalahgunaan obat yang kronik. Hati-hati menilai katatonia untuk
kondisi medik/neurologik.

31  
 
VII. TATALAKSANA
1. Psikososial

Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan


kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi
interpersonal pada pasien skizofrenik. Tujuannya adalah memungkinkan
seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan
keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri.

Berbagai metode dan situasi digunakan untuk membantu memperoleh kembali


keterampilan lamanya atau membentuk keterampilan baru. Hal ini meliputi
lokakarya terlindung, klub kerja, dan program penempatan paruh waktu atau
transisional. Mendorong pasien untuk memperoleh pekerjaan yang
menguntungkan merupakan suatu cara menuju sekaligus petanda kesembuhan.
Banyak pasien skizofrenik mampu melakukan pekerjaan berkualitas tinggi meski
menderita sakit. Yang lain mungkin menunjukkan keterampilan luar biasa atau
bahkan kecemerlangan pada bidang tertentu akibat adanya aspek idiosinkratik
tertentu gangguannya.

2. farmakoterapi
• Anti Psikotik Generasi I
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif.

Antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek simpang yang


mengganggu dan serius. Efek yang paling sering menganggu adalah akathisia dan
gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek yang potensial serius
mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.

32  
 
• Anti Psikotik Generasi II (Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda dibanding antipsikotik
standar, dan memengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga
menghasikan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta
lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia, contohnya, penarikan diri.
Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikolik atipikal ini tampaknya efektif untuk
pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik
antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia. secara unik efektif untuk gejala
negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa
SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin
(Zyprexa), sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin sebagai Obat lini pertama untuk
penanganan skizofrenia.

33  
 
3. Terapi kejang listrik
dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut.
Beberapa pasien skizofrenia yang tidak berespons dengan obat-obatan dapat
membaik dengan TKL

VIII. PROGNOSIS
• Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala;
• Indikasi prognosis baik pada pasien skizofrenia gejala psikotik timbul secara
mendadak (akut); awitan gejala timbul setelah usia 30 tahun. Jenis kelamin
perempuan dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik
- Pasien dengan gejala positif
- Adanya penyebab skizofrenia yang jelas (tidak terkait dengan gangguan
system saraf pusat) salah satu pencetusnya adalah gangguan suasana
perasaan (khususnya gangguan depresi)
- Aktivitas social dan pekerjaan berlangsung baik sebelum timbul gejala;

34  
 
- Tidak ada keluarga yang menderita skizofrenia
- Pasien yang menikah dan telah berkeluarga
- Dukungan penuh keluarga untuk kesembuhan pasien
• Prognosis buruk dalam kesembuhan pasien umumnya terkait dengan riwayat
trauma perinatal, tidak ada remisi dalam waktu 3 tahun, sering timbul relaps.
Riwayat kekerasan, riwayat penyalahgunaan zat, dan tidak adanya dukungan
keluarga untuk kesembuhan pasien.

35  
 
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan Skizofrenia
Paranoid. Hal ini dibuktikan dengan adanya gangguan dalam menilai realita pada
pasien berupa riwayat halusinasi auditorik dan visual dan ganggu isi fikir berupa
waham kebesaran.
Tidak dijumpai adanya gangguan neurologis, riwayat kejang, riwayat trauma,
atau gangguan pada fungsi intelektual pasien, sehingga gejala pada pasien tidak
memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan mental organik. Pasien juga bukan
merupakan pengguna zat psikoaktif sehingga pada pasien tidak bisa digolongkan
dalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaaan zat psikoaktif.
Penatalaksanaan untuk skizofrenia paranoid dibagi dua, yakni
penatalaksanaan farmakologi dan non-farmakologi. Pengobatan pada pasien ini
dipilih Persidal dengan dosis awal 2 mg diberikan 2 kali perhari. Karena persidal
merupakan obat antipsikotik atipikal dengan efek samping yang minimal.
Indikasi pemberiannya adalah terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta
pada kondisi psikosis yang lain, dengan gejala-gejala tambahan (seperti;halusinasi,
delusi, gangguan pola pikir, kecurigaan dan rasa permusuhan) dan atau dengan
gejala-gejala negatif yang terlihat nyata (seperti;blunted affect , menarik diri dari
lingkungan sosial dan emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif
(seperti; depresi, perasaan bersalah dan cemas) yang berhubungan dengan
skizofrenia. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor
serotonin dan dopamine.
Selain farmakologi pasien juga ditunjang dengan psikoterapi bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
gangguan psikologik. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada keluarga dan
lingkungan sekitar agar tidak terjadi stigmatisasi terhadap pasien dan membangun
sistem pendukung yang kuat untuk menunjang perbaikan pasien.

36  
 
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. 2012. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta : IKJ FK Unika Atma Jaya.
Puri BK, dkk. 2011. Buku Ajar Psikiatri edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Muchid, Abdul. 2007. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif.
Jakarta: Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Depkes RI.

37  
 

Anda mungkin juga menyukai