Anda di halaman 1dari 42

Hal – hal Mengenai Pemeriksaan Pemastian Keturunan Beserta

Aspek – aspek Lain yang Bersangkutan

DISUSUN OLEH:

Kelompok B4

Joana De Chantal Laiyan 102011152

Stacia Cicilia 102012132

Arya Darmadi 102012174

Yovita Indriana 102012225

Dian Nurul Hikmah 102012292

Anestesya Monica 102012410

Viqtor Try Junianto 102012414

Ariff Kamal Bin Zulkafli 102012501

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi :

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061

Tahun 2015 / 2016

1
BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

Pada era modern ini sering ditemukan berbagai macam kecenderungan


pelanggaran norma, hukum, dan etika di masyarakat. Salah satu yang sering terjadi
adalah norma kesusilaan, dimana banyak ditemukan penyimpangan perilaku dalam
hubungan rumah tangga. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi,
diantaranya lokasi sepasang suami istri yang berjauhan, komunikasi yang kurang,
kepercayaan antara masing – masing pihak, pergaulan di lingkungan sekitar, dan
masih banyak faktor lainnya. Kasus - kasus yang banyak terjadi akibat faktor – faktor
yang telah disebutkan diatas antara lain adalah perselingkuhan, kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), dan lain – lain.

Pada kasus yang akan dibahas disini penulis akan menjelaskan mengenai
kasus perselingkuhan dan perzinahan. Penulis akan lebih membahas mengenai aspek
hukum, aspek medikolegal dan etika profesi, pemeriksaan – pemeriksaan pemastian
keturunan, hasil laporan, dan aspek sosial dan agama. Pada kasus – kasus perzinahan
yang paling dirugikan adalah anak yang telah dilahirkan saat diluar pernikahan karena
pada negara kita memiliki norma – norma agama, sosial, dan adat yang sangat tinggi.
Pemeriksaan yang akan dibahas berguna untuk mengetahui apakah anak yang
dilahirkan merupakan anak hasil berhubungan orang tersebut atau tidak, sehingga
dapat menentukan tindak lanjutnya. Karena jika benar itu anak dari hasil
hubungannya maka ayah atau ibu biologis korban harus bertanggung jawab dalam
memberi perlindungan dan hak – haknya, ini diatur dalam Undang – undang.

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Skenario 3

Seorang perempuan A datang ke Anda dan menceritakan keluhannya. Ia seorang


wanita karier dan telah bersuami S dengan dua anak. Perkawinan telah berlangsung 12 tahun.
Pada dua bulan yang lalu A telah seorang perempuan muda B yang mengaku sebagai “istri
gelap” suaminya (S) dan ia mengatakan bahwa akibat hubungannya dengan S telah lahir
seorang anak laki – laki. B telah meminta agar S mau mengawininta secara sah demi untuk
kepentingan anak laki – lakinya, tetapi S tidak setuju. B meminta kepada A agar mau
menerimanya sebagai madunya atau setidaknya memberi nafkah bagi anak laki – lakinya.

A kemudian telah berbicara baik – baik dengan S tentang hal ini. S mengakui bahwa 2
tahun yang lalu, sewaktu A sedang tugas keluar negeri selama 6 bulan, ia berkenalan dengan
seorang wanita muda di sebuah cafe, yang dilanjutkan dengan pertemuan di hotel beberpa
kali. S yakin bahwa B bukanlah wanita baik – baik dan ia menganggap bahwa hubungan S
dengan B adalah hubungan yang “short time” saja.

A ingin agar dokter dapat memastikan apakah benar anak laki – laki B adalah benar
berasal dari hubungannya dengan suaminya. A juga meminta pendapat dokter, apa yang harus
dilakukannya agar dapat terlaksana pemeriksaan tersebut.

2.2 Aspek Hukum

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN

Undang – undang nomer 1Tahun 1974 tentang Perkawinan

DASAR PERKAWINAN

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkn
ketuhanan Yang Maha Esa

Pasal 2

3
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3.

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
isteri.. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami
yang akan beristeri lebih dari seorang apabila

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan se¬bagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut

a. Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan¬ hidup isteri-isteri dan anak-
anak mereka;

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang
suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat

4
menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari
Hakim Pengadilan.

KEDUDUKAN ANAK

Pasal 42

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Pasal 43

(1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya.

(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 44

(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan, oleh isterinya, bilamana ia
dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari pada perzinaan
tersebut.

(2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang
berkepentingan.

HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

Pasal 45

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara
kedua orang tua putus.

Pasal 46

(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.

5
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan
keluarga dalam garis lurus ke atas,¬bila mereka itu memerlukan bantuannya.

Pasal 47

(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut dari kekuasaannya:

(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar
Pengadilan.

Pasal 48

Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau meng¬gadaikan barang-barang tetap
yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

Pasal 49

(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak
atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak
dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang
berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :

a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya

b. berkelakuan buruk sekali

(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

Kebijakan Hukum Pidana dalam Tindak Pidana Perzinahan

Pasal 284 KUHP


Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :

1.a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 BW
berlaku baginya;

6
b. seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 BW
berlaku baginya/

2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang
turut bersalah telah kawin

b. seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal
diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

2. Tidak dilakukan penuntutan meaikan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan
bilamana bai mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan dikuti dengan permintaan
bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga.

3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.

4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai.

5. jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya keputusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Pasal 3 UU no.1/1974 tentang perkawinan

1. Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
suami.

2. Pangadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Setelah kita mengetahui unsur-unsur terpenting dari tindak pidana perzinahan yang
harus dipenuhi guna menghukum seseorang sebagai pelaku tindak pidana perzinahan, maka
saya mengajak kita semua untuk mendalami satu persatu unsur pasal perzinahan sehingga
kita bisa mengetahui “rumitnya, baik buruknya”, unsur-unsur yang membangun tindak pidana
perzinahan itu sendiri dalam hukum pidana positif kita, yakni :

a. Salah satu pihak telah menikah sah (Sah-nya perkawinan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

7
Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku dugaan tindak pidana perzinahan, maka
salah satu pihak dari pasangan zinah tersebut telah menikah sah, tentang sah-nya perkawinan,
maka kita bisa melihat Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yang berbunyi : (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika demikian muncul persoalan, bagaimana
jika sebuah pasangan (laki-laki/perempuan) telah melangsungkan proses peminangan
menurut hukum adat dan atau perkawinan menurut hukum adat kemudian hidup bersama
(layaknya suami istri, apalagi kalau sudah dikarunia anak) dan dalam perjalanan hidup
bersama tersebut, ada salah satu pihak tertangkap tangan berzinah, tentu pihak yang
tertangkap tangan berzinah itu tidak dapat dihukum dengan Pasal Perzinahan, oleh karena
belum adanya perkawinan yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.

b. Adanya persetubuhan atas dasar suka sama suka (menekankan bahwa persetubuhan sudah
harus benar-benar terjadi).

Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku dugaan tindak pidana perzinahan, apabila
pasangan yang diduga berzinah tersebut sudah melakukan “Persetubuhan” (Persetubuhan
menurut penjelasan KUHP adalah Peraduan antara anggota kelamin laki-laki dan perempuan
yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kelamin laki-laki harus masuk
kedalam anggota kelamin perempuan sehingga mengeluarkan air mani). Mencermati akan
pengertian persetubuhan dimaksud, maka kita akan mengalami kesulitan dalam
pembuktiannya, mengapa demikian, karena tidak mungkin orang bersetubuh, dilakukan
ditempat yang sekiranya dapat disaksikan dengan mata telanjang, sehingga pembuktian
terhadap unsur persetubuhan ini, biasanya hanya bergantung pada Pengakuan pasangan zinah
serta pembuktian secara medis.

. Kecuali akibat dari perzinahan itu, istri yang berzinah atan perempuan pasangan
zinah hamil atau mempunyai anak dan kemudian pemeriksaan medis (Test DNA) mampu
membuktikannya, maka walaupun tidak ada pengakuan akan perbuatan persetubuhan, tetapi
keadaan diatas telah menjelaskannya.

Biasanya seorang suami/istri yang menjadi korban dari sebuah tindak pidana
perzinahan, ketika menangkap “basah” suami/istrinya dengan pasangan zinahnya, berduaan
didalam kamar hotel, kamar kost bahkan suami/istri pasangan zinah tadi ketika ditangkap

8
mengakui dengan jujur bahwa ia mencintai pasangannya dan sudah menjalin hubungan cinta
untuk waktu yang cukup lama, lalu melaporkan secara pidana kepada aparat negara penegak
hukum dan melalui serangkaian proses hukum, kemudian suami/istri yang berzinah tadi tidak
dapat diproses lebih lanjut oleh karena tidak dapat dibuktikan adanya unsur persetubuhan,
kemudian menyalahkan aparat penegak hukum karena seolah-olah aparat penegak hukum
tidak merespon laporannya, tetapi mau bagaimana lagi, hukum pidana kita memang
mensyaratkan demikian.

c. Harus ada Pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban/dirugikan.

Untuk dapat memproses (dilakukannya tindakan penyidikan) tindak pidana


perzinahan, maka harus ada pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban dari tindakan
perzinahan. Tindak Pidana perzinahan merupakan delik aduan absolut karena tindak pidana
perzinahan tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari suami/istri yang menjadi
korban dari tindakan perzinahan. Atas pernyataan ini, beberapa kalangan sering
mempertanyakan, jika tindak pidana perzinahan merupakan delik aduan absolut, maka
mengapa polisi tanpa adanya pengaduan, juga melakukan pemeriksaan terhadap pasangan
yang diduga berzinah ?

Suami/istri yang menjadi korban perzinahan, lebih menginginkan agar supaya


suami/istrinya yang berzinah dapat ditahan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat
membuat efek jera, akan tetapi hukum pidana positif kita tidak “mengakomodir keinginan”
ini.

2. 3 Aspek Medikolegal dan Etika Profesi

A. Prosedur Medikolegal

Persetujuan tindakan medik

Peraturan menteri kesehatan No 585/menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medik

Pasal 1. Pemerkes No 585/menkes/Per/IX/1989

a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh


pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut;

9
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik
atau terapuetik;

c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh

d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang
bekerja dirumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.

Pasal 2. Pemerkes No 585/Menkes/per/IX/1989

1) Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan

3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan seteah pasien mendapat informasi
yang ade kuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat
ditimbulksnnya

4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3 No 585/menkes/Per/IX/1989

1) Setiap tindakan medis yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis
yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan

2) Tindakan medik yag tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak
diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan

3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata atau diam-diam.

Pasal 4 No 585/menkes/Per/IX/1989

1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak

2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai


bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak
diberikan informasi.

10
3) Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang
perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.

pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989

1) informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang
akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.

2) Informasi diberikan secara lisan

3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.

Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989

1. Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan diberikan
oleh wali/curator.

Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989

1. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan


medik

2. Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik yang


bersangkutan ikut bertanggung jawab.

Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989

1. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin
praktek.

B. Etika Profesi Kedokteran


Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap
atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.

11
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberaoa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :

a) prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.
b) prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
ke kebaikan pasien.
c) prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memoerburuk keadaan pasien.
d) prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

C. Etika Klinik
Jonsen, Siegler, dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan
4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :

a) Medical indication
dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi

keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi meis ini ditinjau dari sisi
etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence. Pertanyaan
etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya
disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.

b) Patient preferences
perlu memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban
yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomi. Pertanyaan etiknya
meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan
keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak
kompeten, nilai, dan keyakinan yang dianut pasien, dll.

c) Quality of life
aktualisasi salah satu tujuam kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga, atau
meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan penilaian

12
kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan
beneficence, nonmaleficence, dan autonomi,

d) Contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budayaa, kerahasiaan, alokasi sumber daya,
dan faktor hukum.

D. Hak Pasien Dan Kewajiban Dokter


Berdasarkan hubungan kontrak di atas, muncullah hak-hak pasien yang pada dasarnya
terdiri dari 2 hak, yaitu :

1. the rights to health care


2. the rights to self determination
Secara tegas the World Medical Association telah mengeluarkan Declaration of
Lisbon on the Rights of the Patient (1991), yaitu hak memilih dokter secara bebas, hak
dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis, hak untuk
menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat, hak untuk
dihormati kerahasiaan dirinya, hak untuk mati secara bermartabat, dan hak untuk
menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.

UU Kesehatan menyebutkan beberapa hak pasien, sperti hak atas informasi, hak atas
second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis,
hak untuk kerahasiaan, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak untuk
memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.

Di sisi lain, para pasien juga memiliki kewajiban, demikian pula dokter juga memiliki
hak. Namun yang lebih utama dibicarakan adalah kewajiban dokter yang dimilikinya sejak
dia mengucapkan sumpah dokter. Kewajiban tersebut adalah :

1. kewajiban profesi sebagaimana terdapat dalam lafal sumpah dokter, kode etik
kedokteran, standar perilaku profesi (SOP) dan standar pelayanan medis (SPM)
2. kewajiban yang lahir oleh karena adanya hubungan dokter-pasien
UU Praktik Kedokteran pasien memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap
tentang rindakan medis sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 45 ayat (3), meminta
pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak
tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal 45 ayat (3) menyatakan

13
tentang penjelasan tersebut diatas sekurang-kurangnya meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tibdakan medis yang akan dilakukan, alternative tindakan lain dan
risikonya, risiko dan komplikasi yang dilakukan. Di sisi lain, pasien berkewajiban
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi
nasihat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan
kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

2.4 Aspek Sosial dan Agama


1. Dampak Perselingkuhan
Apapun jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh suami, dampak negatifnya
terhadap perkawinan amat besar dan berlangsung jangka panjang. Perselingkuhan berarti
pula penghianatan terhadap kesetiaan dan hadirnya wanita lain dalam perkawinan
sehingga menimbulkan perasaan sakit hati, kemarahan yang luar biasa, depresi,
kecemasan, perasaan tidak berdaya, dan kekecewaan yang amat mendalam.

Istri-istri yang amat mementingkan kesetiaan adalah mereka yang paling amat
terpukul dengan kejadian tersebut. Ketika istri mengetahui bahwa kepercayaan yang
mereka berikan secara penuh kemudian diselewengkan oleh suami, maka mereka
kemudian berubah menjadi amat curiga. Berbagai cara dilakukan untuk menemukan bukti-
bukti yang berkaitan dengan perselingkuhan tersebut. Keengganan suami untuk terbuka
tentang detil-detil perselingkuhan membuat istri semakin marah dan sulit percaya pada
pasangan. Namun keterbukaan suami seringkali juga berakibat buruk karena membuat istri
trauma dan mengalami mimpi buruk berlarut.

Secara umum perselingkuhan menimbulkan masalah yang amat serius dalam


perkawinan. Tidak sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian karena istri merasa
tidak sanggup lagi bertahan setelah mengetahui bahwa cinta mereka dikhianati dan suami
telah berbagi keintiman dengan wanita. Pada perkawinan lain, perceraian justru karena
suami memutuskan untuk meninggalkan perkawinan yang dirasakannya sudah tidak lagi
membahagiakan. Bagi para suami tersebut perselingkuhan adalah puncak dari
ketidakpuasan mereka selama ini.

Bagi pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan,


dampak negatif perselingkuhan amat dirasakan oleh istri. Sebagai pihak yang dikhianati,
istri merasakan berbagai emosi negatif secara intens dan seringkali juga mengalami
depresi dalam jangka waktu yang cukup lama. Rasa sakit hati yang amat mendalam

14
membuat mereka menjadi orang yang amat pemarah, tidak memiliki semangat hidup,
merasa tidak percaya diri, terutama pada masa-masa awal setelah perselingkuhan terbuka.
Mereka mengalami konflik antara tetap bertahan dalam perkawinan karena masih
mencintai suami dan anak-anak dengan ingin segera bercerai karena perbuatan suami telah
melanggar prinsip utama perkawinan.

2. Proses Healing
Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami memberikan dampak negatif yang luar
biasa terhadap istri. Berbagai perasaan negatif yang amat intens dialami dalam waktu
bersamaan. Selain itu terjadi pula perubahan mood yang begitu cepat sehingga membuat
para istri serasa terkuras tenaganya. Kondisi ini, yang bisa berlangsung selama berbulan-
bulan, sama sekali tidak mudah untuk dilalui. Salah satu perasaan yang secara intens
dirasakan adalah kesedihan dan kehilangan. Perasaan sedih semakin mendalam pada saat-
saat menjelang ulang tahun pernikahan, ulang tahun pasangan, dan tanggal pada saat
terbukanya perselingkungan. Kesedihan akibat perselingkuhan dapat dijelaskan melalui
model “proses berduka” dari Kubler-Ross yang terdiri dari 5 tahapan:

a) Tahap Penolakan
Awal tahap ini diwarnai dengan perasaan tidak percaya, penolakan terhadap
informasi tentang perselingkuhan suami. Dalam beberapa istri merasa mati rasa yang
merupakan respon perlindungan terhadap rasa sakit yang berlebihan. Bila tidak berlarut-
larut, penolakan ini menjadi mekanisme otomatis yang menghindarkan diri dari luka batin
yang dalam.

b) Tahap Kemarahan
Setelah melewati masa penolakan, istri akan mengalami perasaan marah yang
amat dahsyat. Mereka biasanya akan sangat memaki-maki suami atas perbuatannya
tersebut, sering menangis, bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap suami. Kemarahan
seringkali dilampiaskan pula kepada wanita yang menjadi pacar suami. Keinginan istri
untuk balas dendam kepada suami amatlah besar, yang muncul dalam bentuk keinginan
untuk melakukan perselingkuhan atau membuat suami sangat menderita.

c) Tahap Bargaining
Ketika perasaan marah sudah agak mereda, maka istri akan memasuki tahap
bargaining. Karena menyadari kondisi perkawinan yang sedang dalam masa krisis maka
istri berjanji melakukan banyak hal positif asalkan perkawinan tidak hancur. Misalnya

15
saja berusaha untuk lebih perhatian pada suami, menjadi pasangan yang lebih ekspresif
dalam hubungan seksual, atau lebih merawat diri. Keputusan ini kadang tidak rasional
karena seharusnya pihak yang berselingkuh yang harus memperbaiki diri dan meminta
maaf.

d) Tahap Depresi
Kelelahan fisik, perubahan mood yang terus menerus, dan usaha-usaha untuk
memperbaiki perkawinan dapat membuat istri masuk ke dalam kondisi depresi. Para istri
kehilangan gairah hidup, merasa sangat sedih, tidak ingin merawat diri dan kehilangan
nafsu makan. Mood depresif menjadi semakin buruk bila istri meyakini bahwa dirinyalah
yang salah dan menyebabkan suami berselingkuh.

e) Tahap Penerimaan
Setelah istri mencapai tahap penerimaan, barulah dapat terjadi perkembangan yang
positif. Penerimaan terbagi menjadi dua tipe. Pertama, penerimaan intelektual yang
artinya menerima dan memahami apa yang telah terjadi. Kedua, penerimaan emosional
yang artinya dapat mendiskusikan perselingkuhan tanpa reaksi-reaksi berlebihan. Proses
menuju penerimaan tidak sama bagi semua orang dan rentang waktunya juga berbeda.
Selain perasaan sedih dan marah, para istri juga mengalami obsesi terhadap
perselingkuhan suami. Sepanjang hari mereka tidak bisa melepaskan diri dari berbagai
pertanyaan dan detil-detil perselingkuhan. Banyak istri yang menginterogasi suaminya
berkali-kali untuk memastikan bahwa suami tidak berbohong dan menceritakan
keseluruhan peristiwa.

2.5 Pemeriksaan Paternitas

Tes paternitas adalah metode pembentukan hubungan genetik antara anak dan ayah

dugaan. Terlepas dari kasus-kasus kehamilan akibat perkosaan, di mana ia digunakan untuk

mengidentifikasi pelaku, identifikasi pengujian garis ayah biasanya dicari oleh ibu yang

mencoba untuk membuktikan ayah dari pria yang menolak untuk membayar tunjangan anak.3

Awalnya, pengujian melibatkan analisis keturunan darah, yang meliputi pembandingan

sampel darah untuk keberadaan antigen yang menentukan golongan darah seseorang.

Keuntungan dari metode ini adalah bahwa hal itu berfungsi untuk mengecualikan seorang

16
calon ayah yang terpercaya. Jika seorang anak memiliki antigen yang tidak ditemukan dalam

darah seorang ayah yang diduga, maka pria akan ini dikecualikan sebagai ayah biologis anak

tersebut. Tetapi karena antigen dapat ditemukan pada banyak orang yang tidak terkait, maka

keberadaan antigen dalam ayah dan darah anak tersebut tidak menjamin keterkaitan aktual

genetik mereka, sehingga uji reliabilitas ini dibatasi secara serius.3

Tes paternitas telah meningkat secara signifikan, berkat penemuan tes DNA. Metode ini

didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang tua memberikan kontribusi setengah dari

DNA anak tersebut, dan setiap setengah ini menjadi penanda unik seseorang, berbeda dari

siapa pun lain. Jika penanda DNA seorang pria ditemukan pada seorang anak, maka pria itu

tidak dapat dikesampingkan sebagai ayah dari anak tersebut. Jika pola genetik mereka cocok,

probabilitas bahwa mereka adalah ayah dan anak lebih dari 99 persen.3

Setelah ilmu pengetahuan memungkinkan, upaya untuk menentukan hubungan genetik

antara seorang pria dan seorang anak telah diprakarsai oleh membandingkan beberapa

kriteria. Analisis warna mata, bentuk telinga dan hidung, garis rambut dahi, dan karakteristik

fisik lainnya. Fitur herediter seperti darah, kelompok sistem dan protein serum, yang

ditemukan pada tahun 1900-an, digunakan sebagai penanda untuk menentukan kekerabatan.

Namun, karena kemungkinan garis ayah hanya pada tingkat 30% -40% metode ini tidak

dipakai lagi. The Leukocyte Antigen Manusia (HLA) metode, dikembangkan pada 1970-an,

mengecualikan garis ayah pada tingkat 80%, tetapi hasil tes adalah serupa dengan hasil tes

pada darah kerabat, dan hanya bayi yang berumur 6 bulan yang memenuhi kriteria untuk

pengujian. Setelah penemuan struktur karakteristik dari molekul DNA pada 1950-an,

teknologi genetika molekuler berkembang pesat dan profil DNA telah menjadi alat yang

berharga untuk menentukan garis ayah dan penentuan kekerabatan. Khususnya di 20 tahun

terakhir, analisis DNA telah diterima sebagai metode yang paling dapat diandalkan, dengan

tingkat probabilitas 99,999%.4

17
Tes DNA relatif sederhana dan dapat dilakukan di rumah atau di rumah sakit. Sampel

yang dibuat dengan mengambil swab dari sel kulit dalam pipi. Sampel kemudian dikirim ke

laboratorium untuk dianalisa dan dibandingkan dengan masing-masing orangtua. Hasil

diproduksi baik sebagai laporan inklusioner (mengkonfirmasikan ayah) atau suatu laporan

eksklusioner (mengesampingkan).3

Pemicu Dalam Tes Paternitas

Sebuah tes untuk menentukan ayah bahkan tidak dapat dibuat sampai dimengerti apa

yang sedang di uji, atau dengan kata lain, sampai dimengerti apa itu ayah. Jika ayah hanya

mengacu pada jenis tertentu dari hubungan genetik, maka tes DNA mungkin cukup. Namun

yang terbaik, hal ini menghasilkan pandangan yang sangat tipis dari apa artinya menjadi

seorang ayah, sehingga dapat mempertemukan seorang pria yang memberikan setetes sperma

untuk membantu dalam penciptaan anak yang dia punya. Jika ini adalah yang menjadi

maksud dari menjadi seorang ayah, berarti tes DNA akan menjadi tes yang tepat untuk ayah.4

Makna ayah memiliki tiga komponen yang dapat ditemukan dalam seseorang dari salah

satu ayah, atau penyebaran antara laki-laki yang berbeda. Ini adalah ‘ayah kausal’, ‘ayah

materi’, dan ‘ayah moral’. ‘Ayah kausal’ mengacu pada orang yang bertanggung jawab untuk

membawa anak menjadi ada, dengan satu rute kausal tersebut, menjadi ketentuan dari sperma

di alam reproduksi. ‘Ayah material’ mengacu pada seorang pria yang menyediakan material

untuk anak (dalam hal memberikan perawatan fisik, atau cara memberikan perawatan fisik,

seperti makanan, pakaian, dll). Di sisi lain ‘ayah moral’, mengacu pada pria yang membentuk

hubungan dengan seorang anak dengan penuh kasih sayang. Ayah moral tampaknya yang

paling dihargai. Perbedaan antara ayah moral dan material dapat dipahami secara baik dengan

mempertimbangkan seorang ayah yang hadir membayar tunjangan anak, tetapi tidak

memiliki hubungan sosial dengan orang tua anak. Pria seperti itu memenuhi kriteria untuk

18
menjadi ayah materi, karena ia yang menyediakan sarana pendukung fisik (melalui

penyediaan dukungan finansial bagi ibu), tetapi tidak menjadi Ayah moral karena ia tidak

terlibat dalam setiap jenis hubungan orangtua (tidak ada cinta, tidak peduli sehari-hari).4

Dalam hubungan ayah banyak, bagaimanapun ayah tidak terbagi-bagi sepanjang jalur

tersebut, dan 'ayah moral' tidak hanya peduli terhadap emosional anak, tetapi juga sekaligus

menjadi ayah kausal, yang mampu memberi saham keuangan / tanggung jawab materi untuk

membesarkan dirinya dengan ibunya. Melalui menjadi seorang ayah moral, seorang pria

layak memperoleh hak ayah, termasuk hak untuk membuat keputusan yang mempengaruhi

kehidupan anak tersebut. Hanya seorang pria yang menunjukkan ia mampu bertindak secara

bertanggung jawab sebagai ayah dan hadir saat kepentingan anak harus memiliki hak orang

tua (termasuk, misalnya, hak untuk menentukan residensi, untuk mengambil keputusan

tentang pendidikan dan kesehatan, dll). Klaim ini didasarkan pada gagasan bahwa hak-hak

orang tua, pada dasarnya kekuatan signifikan atas seorang anak, dan bahwa kekuatan tersebut

hanya sah dipegang oleh orang yang telah menunjukkan komitmen kasih sayang untuk

seorang anak.4

Untuk menilai waktu yang tepat untuk melakukan tes paternitas yaitu bergantung pada

apa yang memotivasi atau memicu tes.

a. Pemicu yang terkait dengan kepentingan pria

1. Sebuah Pilihan untuk Anak Genetik Terkait

Seorang pria mungkin ingin memastikan bahwa ia adalah leluhur sebelum mengambil

keuangan dan tanggung jawab lainnya untuk seorang anak. Pilihan ini bisa menjadi akibat

dari beberapa faktor: misalnya, keengganan umum untuk menjadi orangtua, keengganan

untuk menambah keuangan yang tidak perlu, perasaan bahwa ia tidak dapat melakukan

investasi emosional pada seorang anak yang tidak terkait dengannya, atau keinginan yang

19
kuat untuk tidak disaingi. Dengan asumsi, seperti yang diuraikan di atas, bahwa ayah

adalah kegiatan sukarela, semua alasan yang dipertahankan secara moral, meskipun tidak

sesuai dengan imbalan. Tidak ada kewajiban pribadi secara umum untuk bertanggung

jawab atas bayi yang baru lahir yang keberadaannya tidak berasal dari beberapa tindakan

atau kelalaian kita sendiri. Jika keterkaitan genetik penting apakah seorang pria mau

menjadi ayah dari seorang anak (materi, moral atau keduanya), maka ia patut melakukan

tes DNA sebelum ia masuk ke dalam setiap jenis hubungan ayah. Mengingat bahwa

pengujian antenatal janin menggunakan darah ibu belum sepenuhnya dapat diandalkan

(dan mengingat bahwa tes juga akan membutuhkan persetujuan ibu), kesempatan praktis

pertama untuk pengujian akan berada pada saat kelahiran.4

Jika, di sisi lain, ada atau tidak adanya keterkaitan genetik tidak penting bagi

keputusannya untuk menjadi seorang ayah, ia tidak memiliki alasan untuk meminta tes

DNA. Di lain pihak, ia juga tentu wajib ikut serta dalam pengujian sebelum mengambil

tanggung jawab menjadi orang tua sejak menjadi ayah moral yang tidak tergantung pada

menjadi progenitor.4

2. Kemungkinan dari Kesalahan Penentuan Ayah

Seorang pria mungkin yakin bahwa ia dibolehkan untuk menghindari melanjutkan

tanggung jawab finansial bagi seorang anak jika ia bisa menunjukkan bahwa ia dan anak

tidak terkait genetik. Bahkan jika hasilnya menunjukkan adanya kekerabatan genetis, fakta

ini saja tidak akan menghilangkan tanggung jawab masa depan kepada anak karena tes

paternitas bukan tes dari tanggung jawab menjadi ayah moral, tetapi hanya sebuah uji ayah

kausal oleh progenasi. Sementara tes paternitas bisa menunjukkan bahwa pria tidak

memiliki kewajiban pribadi untuk bertanggung jawab atas anak sebagai seorang ayah

kausal, namun berdasarkan pengertian mengenai ayah moral, ia telah memperoleh

kewajiban kepada anak yang kini tidak dapat dikesampingkan.4

20
3. Untuk Mengecualikan Klaim atas Ayah dari Pria Lain

Beberapa kasus perselingkuhan, mungkin melibatkan orang kedua yang ingin

menegaskan klaim untuk menjadi ayah dari anak yang dihasilkan. Kita bisa membedakan

dua keadaan di sini. Yang pertama adalah di mana ayah ayah yang mengaku terjadi

sebelum atau dekat kelahiran anak. Yang kedua adalah ketika perselisihan muncul sesaat

setelah kelahiran anak dan ketika sudah ada seorang ayah moral yang mapan.4

Jenis pertama kasus ditutupi oleh bagaimana akhirnya teratasi dengan bagaimana

hubungan antara orang-orang dewasa yang bersangkutan menyelesaikan sendiri. Jika ibu

dan bentuk non-progenitor keluarga dari pihak anak yang akan diangkat, maka

kemungkinan bahwa non-progenitor akan menjadi seorang ayah moral. Namun, keturunan

darah daging masih memiliki kewajiban yang menjadi hambatan utama, yang ia mungkin

bersedia untuk melepaskan, dan menjalankan kewajiban ini akan membuka jalan untuk

nya menjadi Ayah moral. Dalam kasus ini, anak akan memiliki dua ayah moral, dan

tanggung jawab akan berada di semua orang tua untuk melakukan kebajikan orang tua

yang memadai untuk memastikan bahwa perilaku mereka terhadap satu sama lain tidak

merusak kepentingan anak. Jika ibu dan progenitor membentuk sebuah hubungan, maka

hanya ada sedikit ruang untuk non-progenitor untuk memperoleh kesempatan menjadi

ayah moral tanpa restu aktif dari orang dewasa lainnya.4

Sebuah tes DNA bukan merupakan tes untuk ayah moral, dan bahkan jika hasil tes

dinyatakan negatif, ini tidak akan mempengaruhi status seseorang sebagai seorang ayah

moral. Namun di sisi lain, seorang ayah moral sebaiknya juga ikut serta dalam tes. Dapat

dikatakan bahwa itu adalah untuk kepentingan anak untuk menyelesaikan persoalan dari

genetiknya. Jika hal ini terjadi, maka ayah moral dapat diwajibkan menyerah demi

anaknya.4

b. Pemicu yang terkait dengan kepentingan anak

21
Seorang anak memiliki minat untuk mengetahui asal-usul genetik nya, meskipun apakah

minat ini harus menghasilkan status hak terbuka atau tidak untuk pertanyaan. Kepentingan

untuk mengetahui asal-usul genetik seseorang kadang-kadang dianggap sebagai kebalikan

dari kerugian yang disebabkan oleh ketidaktahuan dari di mana, atau dari siapa, dirinya

berasal. Apakah identitas seseorang sebenarnya hanya tergantung dari mengetahui sejarah

genetik saja, dan apakah dengan tidak mengetahui akan mengarahkan ke segala jenis bahaya

yang nyata, mungkin tidak akan menunjukkan keutamaan, tetapi banyak orang merasa hal ini

perlu. Ini berarti bahwa hubungan ini sebenarnya bergantung pada perspektif individu

tertentu. Oleh karena itu, terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa semua anak perlu tahu

sejarah genetik mereka, dan lebih tepat jika mengatakan bahwa beberapa orang datang karena

merasa tes ini adalah sangat penting bagi mereka untuk memiliki informasi, namun bagi

orang lain mungkin tidak.4

A. METODE PENENTUAN STATUS KEBAPAKAN

1. Sampel dan Penyiapan Sampel untuk Tes DNA

Hampir semua sampel biologis tubuh seperti darah dan bercak darah, seminal, cairan

vaginal, dan bercak kering, rambut (baik rambut lengkap dengan akarnya atau hanya batang

rambut), epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel buccal, tulang, gigi, saliva dengan

nukleus (pada amplop, perangko, cangkir), urine, feces, kerokan kuku, jaringan otot,

ketombe, sidik jari, atau pada peralatan pribadi dapat digunakan untuk sampel tes DNA,

tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam

(buccal swab), dan kuku.5

Pengambilan Sampel Darah

22
Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml dengan

menggunakan antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasi

karena DNAse akan dinonaktifkan. Bila tidak secara langsung dilakukan ekstraksi, darah

dapat disimpan dalam suhU -20oC (freezer).

Tahap isolasi DNA:5

 Tahapan isolasi DNA darah bertujuan untuk mengisolasi jaringan sel darah putih,

sehingga darah yang masih memiliki komponen-komponen lengkap perlu dipisahkan

satu dengan lainnya sehingga yang tersisa hanya sel darah putih. Karena itu ke dalam

tabung yang berisi darah diberikan larutan pelisis sel darah merah yang merupakan

larutan hipotonis. Karena larutan tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis.

Larutan pelisis sel darah merah terdiri atas EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid)

yang akan membentuk kompleks (chelate) dengan ion logam, seperti Mg2+ yang

merupakan kofaktor DNAse. Selanjutnya tabung dibolak-balik denan gerakan

memutar yang membentuk angka 8 agar larutan dapat menyatu dengan sempurna

selama 10 menit. Darah yang telah bercampur dengan pelisis sel darah merah tersebut

lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya

supernatan yang terbentuk dibuang. Untuk melisiskan membran sel dan membran

nukleus sel darah putih yang terisolasi tadi, diberikan larutan pelisis sel darah putih

yang terdiri atas EDTA dan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) yang berfungsi untuk

merusak lipid pada membran sel sehingga leukosit hancur.11

 Tahap selanjutnya yaitu purifikasi. Purifikasi bertujuan untuk membersihkan sel darah

putih dari zat-zat lainnya; Ke dalam larutan tadi kemudian diberikan RNAse dan

diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37°C. Hal tersebut bertujuan untuk

mengoptimalkan kerja enzim yang sangat dipengaruhi oleh temperatur.

23
 Tahap berikutnya yaitu presipitasi; Tahap presipitasi dilakukan dengan cara

meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk

menghomogenkan larutan. Larutan presipitasi protein terdiri atas amonium asetat

yang jika berikatan dengan protein mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang

memiliki kelarutan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan protein mengendap.

Larutan tersebut kemudian disentrifugasi kembali selama 15 menit dengan kecepatan

3000 rpm. Supernatan yang berisi DNA kemudian dituangkan ke dalam tabung berisi

isopropanol dingin dan tabung dibolak-balik kembali dengan gerakan angka 8.

Pemberian isopropanol bertujuan untuk visualisasi DNA. Selanjutnya tabung

disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil dari

sentrifugasi adalah terdapatnya pelet DNA pada dasar tabung yang kemudian

ditambahkan etanol 70% dan dibolak-balik kembali. Pemberian etanol bertujuan

untuk membersihkan DNA dari pengotor-pengotornya. Setelah tercampur, tabung

kemudian disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil

akhirnya adalah DNA yang berada pada tepi dasar tabung.

 Langkah akhirnya adalah dengan pemberian Tris-EDTA yang bertujuan untuk

melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi.5

2. Pemeriksaan Medis Berdasarkan Ciri Fisik

Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik

yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk

muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh

karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya

pemeriksaan paternitas.6

24
Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru berkembang

dalam dua dekade terakhir, merupakan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang

memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA.

Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan

menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal,

kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).6

Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut

merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari pasien, maka

sebaiknya di lakukan pemeriksaan lanjutan.6

3. Pemeriksan Golongan Darah

Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena

merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia

tertentu. Pemeriksaan darah berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang

tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan lain-lain.6

Dalam kasus yang ada kaitannya dengan faktor keturunan, hukum Mendel memainkan

peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang tua kepada anaknya

sesuai hukum Mendel.6

Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut, misalnya pada

peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil (1:1.000.000) untuk kasus-kasus

forensik, hal ini dapat diabaikan.6

Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:

- Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada

salah satu atau kedua orang tuanya.

25
- Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada

anaknya.

Pada manusia dikenal bermacam-macam sistem golongan darah yang antigennya

terletak di permukaan sel darah merah, misalnya sistem ABO, Rhesus, MNS, Kell, Duffy,

Lutheran, Lewis, Kidd, P, Sekretor/nonsekretor, Antigen Limfosit Manusia (HLA), dan lain-

lain. Selain itu dikenal pula antigen-antigen yang terdapat diluar sel darah merah, misalnya

sistem Gm, Gc, Haptoglobin (Hp), serta sistem enzim,misalnya fosfoglukomutase (PGM),

adenilate kinase (AK), pseudokholinesterase (PCE/PKE), adenosin deaminase (ADA),

fosfatase asam eritrosit (EAP), glutamat piruvat transaminase (GPT), 6-fosfo glukonat

dehidrogenase (6PGD), glukose 6 fosfatase dehidrigenase (G6PD), yang terdapat dalam

serum.6

Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang diperiksa,

maka kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem diperiksa maka

kemungkinannya meningkat menjadi 90%.6

Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),

sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya

kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (”singkir ayah”/paternity

exclusion”).6

Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan

Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan darah

lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah. Di dunia

ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih

jarang dijumpai.6

26
Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan

pribumi Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN yang berguna

untuk tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika. Sistem Lutherans

mendeskripsikan satu set 21 antigen. Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis,

Landsteiner-Wiener, P, Yt atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx,

Gerbich, Cromer, Knops, Indian, Ok, Raph dan JMH.6

a. Sistem ABO

Sebelum munculnya analisis DNA untuk ilmu forensik, metode lain dikembangkan untuk

perbandingan noda cairan biologis untuk individu. Yang paling umum dari darah adalah

pengelompokkan ABO. Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3

dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan

darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan

mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor. Hasilnya adalah dua macam

reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu

macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O).

Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A

dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O. Kemudian Alfred Von

Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan

darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan

secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.6-7

Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi

atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi

yang berbeda-beda.6

27
Pengelompokkan ABO mengidentifikasi antigen spesifik yang terdapat pada permukaan

sel-sel darah. Dalam populasi, individu mungkin memiliki bentuk yang berbeda dari antigen,

yang menghasilkan apa yang sering disebut sebagai golongan darah seseorang.

Membandingkan jenis darah yang diperoleh dari bukti suatu noda, dengan seorang individu

yang dicurigai memungkinkan untuk penentuan apakah individu tersebut berkontribusi pada

noda tersebut. Kelemahan utama pada pengelompokkan darah ABO adalah bahwa ada relatif

sedikit jenis darah yang berbeda pada golongan darah ABO di seluruh populasi, sehingga

sulit untuk mengindividukan sebuah noda kejahatan. Hampir 40% dari populasi memiliki

golongan darah A dan O, dan tipe lainya sebanyak 40%. Selain menghasilkan lebih sedikit

informasi dari analisis DNA, golongan darah ABO membutuhkan jumlah sampel yang cukup

besar untuk pengujian yang akurat, lebih dari yang diperlukan untuk prosedur tes DNA saat

ini. Beberapa laboratorium masih menggunakan penggolongan darah ABO sebagai alat

eksklusif sebuah kasus di mana tersedia sejumlah besar sampel. Namun, dengan

perkembangan metode DNA yang lebih cepat dan lebih akurat, laboratorium forensik

sebagian besar telah memberikan batasan untuk pengujian ABO.7

Sistem Golongan Darah ABO 6

b. Sistem Rhesus

28
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali ditemukan pada

tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan

darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai

di India dan Cina.6

Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B,

sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga

sebagai antigen D).6

Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh,

maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada

pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).6

4. Pemeriksaan DNA

DNA atau Deoxyribonucleic acid (asam deoksiribonukleat) adalah struktur kimia yang

membentuk sebuah kromosom sedang asam nukleat sendirimerupakan senyawa-senyawa

polimer yang menyimpan semua informasi gen. Secara struktural, DNA berbentuk double

helix, dua helai material genetic yang terikat spiral satu dengan yang lain. Setiap helainya

mengandung sekuens bas (adenine, guanine, sitosin dan timin) yang disebut nukleotida.

Struktur kimia DNA masing-masing orang adalah sama. Yang membedakan hanya urutan

pasangan basanya. Ada berjuta-juta pasangan basa DNA dimana masing-masing orang

sekuens (urutannya) berbeda. Terdapat pola yang berulang dalam DNA manusia. Pola ini

memberikan kita ‘fingerprint’, yang dapat menentukan apakah 2 sampel DNA berasal dari

orang yang sama, dalam pertalian keluarga, atau tak ada pertalian keluarga sama sekali. Para

ilmuwan menggunakan urutan DNA ini dan menganalisanya untuk mendapatkan

kemungkinan-kemungkinan kesesuaian.

29
Penerapan profil DNA untuk analisis kekerabatan telah menyebar luas dan menawarkan

cara mudah untuk membangun hubungan biologis. Tidak mengherankan, uji paternitas adalah

bentuk paling umum dari pengujian kekerabatan, dibandingkan dengan ratusan ribu tes yang

dilakukan di seluruh dunia setiap tahun. Sejak tes DNA pertama kali muncul pada tahun

1985, DNA analisis telah diterapkan pada sejumlah besar tes kekerabatan, untuk pengujian

hubungan yang lebih kompleks dan identifikasi manusia.

Informasi genetik dapat ditemukan di tulang, gigi, kulit dan jaringan lunak lainnya, air

mata, keringat, air liur, rambut akar, kotoran telinga, air mani, cairan vagina, urin dan darah.

Contohnya, air liur pada puntung rokok atau gelas minum, atau sel-sel kulit pada roda kemudi

atau kaca. Sekitar 95% dari DNA nuklir manusia adalah non-coding DNA, yang disebut

'sampah' DNA. Daerah-daerah non-coding adalah daerah yang diperiksa dalam pengujian

DNA forensik. DNA forensik sidik jari dimulai di Leicester, Inggris, ketika pada tahun 1984

Alec Jeffreys menemukan hypervarible lokus yang terdiri dari sekitar 10 sampai 1000 urutan

secara tandem yang diulang, masing-masing pasangan biasanya basa 10-100 panjang.

Setelah barang bukti telah disaring dan sampel positif telah diidentifikasi, maka analisis

DNA dapat dimulai. Molekul DNA dapat ditemukan di hampir setiap sel di dalam tubuh

seseorang, di dalam inti setiap sel di mana dikemas menjadi 23 pasang kromosom. Satu

kromosom dari masing-masing pasangan merupakan kontribusi dari ibu individu dan lainnya

oleh ayah individu. masing-masing DNA orang adalah unik, kecuali dalam kasus kembar

identik. Kembar identik akan memiliki urutan DNA yang tepat sama. Sifat lain dari DNA

yang penting untuk analisis forensik adalah bahwa DNA seseorang adalah sama di setiap sel

dalam tubuh orang itu di sepanjang hidupnya. Meskipun ada kasus-kasus langka yang

berhubungan dengan kanker, penuaan, dan kejadian selular lainnya, namun kejadian ini

jarang mempengaruhi pemeriksaan forensik.7

30
Tes DNA untuk menetukan asal-usul genetik melibatkan pengujian bahan biologis dari

dua atau lebih individu untuk mengkonfirmasi atau menyangkal asal-usul biologis. Tes

memerlukan perbandingan pola pita non-coding DNA, sehingga memungkinkan untuk

memperkirakan kemungkinan bahwa orangtua yang diduga adalah orangtua biologis dari

anak. Mengingat bahwa persalinan telah jelas membuktikan hubungan antara ibu dan anak,

maka tes biasanya paling sering berhubungan dengan ayah. Pengujian secara konvensional

dilakukan pada sampel yang diperoleh melalui usapan mulut atau tusukan kecil pada jari,

dalam konteks laboratorium. Tetapi sampel sampel juga dapat diperoleh di luar laboratorium,

misalnya air liur dari minuman kaleng atau folikel rambut.

Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa

dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel

sampai ke analisis dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pada pengambilan sampel

dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel

dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan

kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform

biasa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan

untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari

kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan-

bulan. Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah

dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (penggandaan)

sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan

mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA

sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu

tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan

apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi tersebut digunakan untuk

31
penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya

berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel. Selanjutnya kopi

urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena

urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis)

setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprinting. Adanya

kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil

kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta. Finishing dari metode ini adalah

mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprinting dengan pemilik sampel jaringan (tersangka

pelaku kejahatan).6

Tak ada batasan usia dalam pengujian DNA. Bahkan pada janin dan orang yang sudah

meninggal dapat diaplikasikan. Pada tes paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes

DNA dapat dilakukan dengan sampel dari jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-

13 minggu atau dengan cara amniosentesis (tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu.

Untuk pengambilan jaringan janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu

yang ingin melakukan tes DNA prenatal harus berkonsultasi dengan ahli kebidanan

kandungan.6

Tes DNA yang dilakukan saat kehamilan dinamakan tes prenatal atau prenatal testing.

Pada prenatal testing, sampel jaringan bisa didapat dari plasenta (korion) atau cairan amnion

(ketuban). Untuk mendapatkan sampel ini terdapat 2 metode yang dasar yaitu dengan

amniosentesis (pengambilan cairan ketuban) dan CVS (chorionic villous sampling = isolasi

jonjot korion). Adapun amniosentesis dilakukan pada usia kehamilan minggu ke 16-20,

dimana pada usia ini cairan amnion cukup banyak untuk bisa diambil. Prosedur ini dilakukan

dengan panduan ultrasonografi (USG). Sedang CVS dilakukan pada minggu ke 10-13.

Namun kedua metode ini memiliki beberapa resiko diantaranya kebocoran cairan amnion,

infeksi pada rahim dan keguguran yang terjadi pada kurang lebih 1% kejadian. Namun

32
apabila prosedur ini dilakukan pada tangan-tangan yang sudah ahli dan berpengalaman, maka

resiko tersebut diatas dapat ditekan. Hasil dari analisa kedua metode ini cukup reliable dan

akurat. Dari sampel jaringan ini kemudian diisolasi DNAnya untuk dianalisa lebih lanjut

dengan teknik diagnostik PCR.5

Penggunaan Pap Smear ntuk DNA fingerprinting dapat menggantikan prosedur

amniosentesis yang dilakukan secara invasif pada usia kehamilan 16-20 minggu. Metode Pap

Smear ini dilakukan pada usia kehamilan 6 minggu dan dapat menghindari resiko keguguran

1% oleh teknik invasif 1. Para dokter umum di daerah-daerah juga dapat dengan mudah

melakukannya dengan sedikit menambah perlengkapan untuk mesin PCR untuk analisa

DNAnya.5

Ibu

Anak
yang
dicurigai

Ayah

Identifikasi manusia yang ditemukan dari kecelakaan pesawat udara. Darah sampel
diberikan oleh ibu dan ayah yang kehilangan anak. Alel dalam profil manusia berasal
dari ibu dan ayah (ditandai dengan panah).

Ada beberapa pemeriksaan DNA yang biasa dilakukan,yaitu :

a. Konsep Polimorfisme

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk

yang berbeda daru suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada

suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan

bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga

33
memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang

lain.6

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain

ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim

HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada

tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik atau

DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint),

VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length

Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).6

Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme

DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat

polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak

sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA

masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau

bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi

seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan

pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar

dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.6

b. Pemeriksaan DNA Fingerprint

Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985.

Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah non-

coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang

berulang sebanyak n kali.6

34
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan

multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu

mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga

kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali.

Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan

umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR

ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat

dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.6

Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari

DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat melacak VNTR ini

secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacar Jeffreys

yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering digunakan.6

Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu

memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.

Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang

potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA

pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya

dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA

yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran

nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.6

Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat

DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan

dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang

35
dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA

yang merupakan basa komplemennya.6

Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,

dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif

tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini akan tampak

pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di

supermarket).6

Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat

dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak

dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak

tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh

pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal

yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).6

c. Analsis VNTR lain

Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode

pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim

labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode

Southern blot seperti metode Jeffreys.6

Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal

(singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada

sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu

lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA

36
saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita

satunya berasal dari sang ayah.6

Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi

lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku

perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku

perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit

membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal

selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus

sekaligus.6

Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus

identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak

lokus tunggal.6

d. Pemeriksaan RFLP

Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA

setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai

kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan

potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat

membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga

membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode

analisis RFLP.6

VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,

karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode

37
pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan

metode PCR.6

e. Metode PCR

Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak

fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.6

Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan

deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim

polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan

memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan

memperbanyak diri 2n kali lipat.6

Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang sengaja dibuat

dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat

diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.6

Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara

90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded)

akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan

dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang

dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).6

G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada primer

yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA

untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75 derajat

Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang diri

membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.6

38
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin

diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan

menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang

akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara

DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan

larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara

berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).6

Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat

sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan

elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.6

Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali lokus

VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44.

Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga penemuan-penemuan lokus

DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap

saat.6

Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal

dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan

darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan

dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan

kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".6

Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok

yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.6

39
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan

eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti

yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.6

Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk


memperbanyak DNA jutaan sampai milyaran kali memungkinkan dianalisisnya sampel
forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada
pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dan lainnya. Kelebihan lain dari
pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah
berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampe
postmortem yang tak segar lagi.

f. Short Tandem Repeats (STRs)

Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang
berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat)
adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 –
5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode
ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan
diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak
atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya
berkisar antara 200 – 500 pasangan basa.

Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang
memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu
bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak
lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan
menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs
dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs.17,19

Namun metode STRs memiliki kelemahan yaitu mensyaratkan penggunaan tiga belas
lokus sedangkan DNA inti hanya memliki dua salinan molekul dalam setiap sel. Hal ini
menyulitkan untuk menganalisis ketigabelas lokus tersebut, terutama pada laboratorium
dengan prasarana sederhana.7

Analisa Hasil Tes DNA

40
Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan
spesimen, tahap proses laboraturium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan
kesimpulan. Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode
elektroforesis DNA. Intrepretasi hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA
menggunakan marka STR (short tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas
pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang
bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat
diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya.

Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR)
sebagai tahapan amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari
DNA sampel. Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis
untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan
lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang
disebut DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir
adalah DNA berada dalam tahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe
DNA. Mesin PCR akan membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-
angka dan gambar-gambar identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan
mencocokkan tipe DNA korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA
yang telah tersedia dalam database. Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi
ambang yang ditetapkan (misal 90%), maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak
tercurigai.

Pada kasus paternitas maupun maternitas, hasil analisis laboratorium (profil DNA)
akan terlihat berupa pita-pita DNA yang terdapat pada gel poliakrilamid. Pita DNA anak
kemudian dibandingkan dengan pita DNA ayah dan ibunya. Dapat dilihat bahwa masing-
masing orang memiliki dua pita sebagai representasi dua alel yang menggambarkan DNA
pada satu pasang kromosom. Salah satu pita pada kolom DNA anak sama tinggi dengan salah
satu pita ibu yang menunjukkan alel tersebut berasal dari ibu, artinya pita anak yang kedua
berasal dari pihak ayah terlihat bahwa salah satu pita ayah sama tinggi dengan pita kedua
anak. Kemudian dilakukan perhitungan statistik sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
pria tersebut kemungkinan besar adalah ayah dengan kemungkinan sekian persen
dibandingkan dengan orang lain dalam ras yang sama.

2.6 Hasil Laporan

41
BAB II
Penutup

1.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka

5. Dirckx JH. Kamus ringkas kedokteran Stedman untuk profesi kesehatan. Edisi ke 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.520

6. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-2.
Jakarta: FKUI; 1997.h.207-13.

7. Kolbinsky L, Levine, Margolis-Nuno H. 2007. Analysis DNA Forensik. Chelsea House of


Publishing Infobase, New York.

42

Anda mungkin juga menyukai