Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan tempat pertama seseorang mendapatkan pendidikan dalam
segala aspek kehidupan. Meskipun dimulai dari hal-hal baik dimulai dari yang kecil
dan sederhana, justru pendidikan di dalam rumah merupakan pondasi bagi
pendidikan-pendidikan lainnya di luar rumah, khususnya oleh orang tua.
Dalam lingkup sebuah keluarga, orang tua disini berperan sangat penting untuk
mengajarkan nilai-nilai pada anak-anaknya. Tak hanya nilai, berbagai aspek seperti
moral dan spiritual menjadi pendidikan wajib yang harus dikembangkan dalam sebuah
keluarga. Dengan adanya nilai, moral, dan spiritual yang baik, maka sebuah keluarga
diharapkan lebih siap untuk menghadapi lingkungan masyarakat yang tentu saja lebih
kompleks daripada lingkungan keluarga.
Namun, lain halnya jika nilai-nilai tersebut tidak diajarkan oleh orang tua
kepada anak-anaknya. Anak-anak merupakan bibit penerus bangsa. Oleh karena itu,
mereka harus dibekali ilmu, nilai, dan moral yang cukup agar pantas menjadi generasi
penerus bangsa. Jika dalam sebuah keluarga tidak mengajarkan hal-hal tersebut, maka
tidak menutup kemungkinan di dalam sebuah keluarga tersebut tidak menjunjung
tinggi sebuah kejujuran. Terjadi korupsi adalah salah satu akibatnya, karena hal-hal
kecil yang tidak banyak disadari sejatinya bisa disebut korupsi, yang mana akan
dibahas lebih lanjut pada pembahasan selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi korupsi?
2. Apa saja penyebab terjadinya korupsi?
3. Apa saja macam-macam korupsi?
4. Apa saja dasar-dasar hukum tentang korupsi?
5. Bagaimana dampak terjadinya korupsi?
6. Bagaimana upaya pencegahan agar tidak terjadi korupsi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam korupsi.
4. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum tentang korupsi.
5. Untuk mengetahui dampak terjadinya korupsi.
6. Untuk mengetahui upaya pencegahan agar tidak terjadi korupsi .
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Korupsi


Korupsi sudah sering didengar atau diijumpai terutama di negara Indonesia.
Perilaku korupsi sangat mengerikan dan dapat megancam eksistensi suatu bangsa.
Korupsi sangat membahayakan moral dan intelektual masyarakat, tindakan yang
sangat buruk dimana manusia menyeleweng atau menggelapkan sesuatu untuk
kepentingan pribadi atau oranglain. Secara eetimologis istilah “korupsi” berasal dari
bahasa latin, yaitu “corruptio” atau “curruptus: yang artinya sesuatu yang
rusak, busuk, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Sehingga dari asal
katanya, arti korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
Korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan penyalahgunaan
kepercayaan yang dilakukan seorang terhadap suatu masalah atau organisasi demi
mendapatkan keuntungan (Dewantara 2016) Korupsi merupakan kejahatan yang
dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum
terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana
seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana
dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi
(Nadiatus 2010)
Menurut pasal 1 butir 3 Undang-undang No 26 tahun 1999 tentang
penyelengaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, pengertian korupsi
sebagai berikut: “Pengertian korupsi adalah hal ikhwal atau keadan yang menyertai
perbuatan, keadaan tembahan yang memberatkan pidana dan melawan hukum.

2.2 Penyebab Korupsi

Korupsi terjadi karena banyaknya faktor penyebab. Berikut adalah factor-faktor


penyebab korupsi:

1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up


politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi
karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/serba membolehkan atau tidak mau tahu: menganggap biasa bila
ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya
sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika: agama telah gagal menjadi pembendung
moral bangsa dalam mencegah korupsi karena pemeluk agama menganggap
agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga
agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran social (Anonim, 2015)

2.3 Macam-Macam Korupsi


1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pemberi dan penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan
kepada pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa
ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang
dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan oleh
seseorang seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk
memperkuat korupsi yang sudah ada. (Ibnu Santoso 2011)

2.4 Dasar-Dasar Hukum Korupsi


a) TAP MPR RI No. XI/MPR/1998
Salah satu ketetapan MPR RI ini berisi tentang Penyelanggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Ketetapan ini memiliki posisi lebih dibandingkan dengan ketetapan MPR
lainnya. TAP ini berisi cita-cita reformasi yang mengharapkan Indonesia
bersih dan bebas dari KKN. Inti dari ketetapan ini adalah bahwa untuk
menghindari praktisi-praktik KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu
jabatan dalam penyelenggaraan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Aturan ini berisi tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ia dibuat sebagai amanat dari
TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hal yang diatur dalam UU ini adalah asas-
asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Masyarakat
memiliki hak untuk mendapat transparansi dalam hal penyelenggaraan negara.
Diatur pula sebuah komisi yang bertugas untuk memeriksa kekayaan
c) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Undang-undang ini berisi tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Undang-undang ini juga dibuat atas amanat TAP MPR RI No.
XI/MPR/1998. Undang-undang ini secara lengkap membahas tindakan apa
saja yang termasuk dalam korupsi beserta pidananya. Bahkan, mereka yang
secara tidak langsung membantu para pelaku korupsi juga dapat dikenai
pidana. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
korupsi serta peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi juga diatur
dalam Undang-undang ini.
d) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Undang-undang ini membahas tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Dalam pembukaannya, dengan adanya UU ini diharapkan dapat lebih
menjamin kepastian hukum, menghindari adanya keragaman penafsiran
hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, serta perlakuan secara adil merata dalam memberantas tindak
pidana korupsi. Terdapat banyak pasal yang diubah dan disisipkan pula pasal
tambahan.
e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Isi UU ini adalah tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adanya UU ini tidak lepas dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No.
20 Tahun 2001. Di dalamnya diatur hal-hal terkait tugas, wewenang, dan
kewajiban KPK. Diatur pula tata cara pelaporan dan penentuan status
gratifikasi, tempat kedudukan, tanggung jawab, dan susunan organisasi. Selain
itu, hal-hal teknis seperti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, rehabilitasi, kompensasi, dan ketentuan
pidana juga diatur.

f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1999


PP ini mengatur tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara. Karena menyangkut hal-hal teknis, dipilihlah PP
sebagai sumber hukum yang mengatur hal ini. PP ini mengatur tentang teknis
pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara, hubungan antara komisi
pemeriksa dan instansi terkait, dan pengambilan keputusan terkait hasil
pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara. PP ini mulai diberlakukan
semenjak 20 November 1999 hingga sekarang.

g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999


PP ini berisi tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan serta
Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. Dalam PP ini, ditentukan bahwa
anggota komisi pemeriksa ditetapkan dengan keputusan Presiden dan terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota komisi
pemeriksa. Terdapat pula proses seleksi hingga terpilih minimal 20 orang
anggota. Masa jabatannya adalah selama 5 tahun. Pemberhentian dan
penggantian anggota komisi antarwaktu serta pengangkatan dan
pemberhentian komisi pemeriksa di daerah juga diatur dalam PP ini.

h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999


Isi dari PP ini adalah tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa. Mengingat perannya
yang vital dalam pemberantasan korupsi, komisi ini perlu dipantau dan
dievaluasi. Dua hal ini dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat, namun pemantauan ini juga tetap memperhatikan independensi komisi
pemeriksa. Pemantauan dilakukan dengan cara laporan tertulis tiap 6 bulan,
laporan insidental, dan rapat kerja yang dilaksanakan minimal 2 kali setahun.
Evaluasi dilakukan dengan meminta rencana kerja tahunan dan hasil
pelaksanaan tugas komisi pemeriksa serta melakukan perbandingan antara
keduanya.

i) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1999


PP ini membahas Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Negara. PP ini dimaksudkan untuk membuat
masyarakat memiliki peran aktif untuk ikut serta mewujudkan
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, yang dilakukan
dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Ada beberapa bentuk peran serta masyarakat yang mungkin
dilakukan, yaitu mencari, memperoleh, dan memberi informasi mengenai
penyelenggaraan negara, memperoleh pelayanan yang sama dan adil,
menyampaikan saran dan pendapat terhadap penyelenggaraan negara, dan
memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaannya.

2.5 Dampak Korupsi


a) Dampak ekonomi
Yang paling utama,pembangunan terhadap sektor-sektor publik menjadi
terganggu,dana dari pemerintah yang hampir semua di gunakan untuk
kepentingan rakyat seperti fasilitas umum tidak semua di gunakan sebagian
dana tersebut di gelapkan. Dari segi investasi,dengan adanya kasus korupsi
dalam pemerintah, para investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi di
indonesia hal ini akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan
kesejahteraan rendah
b) Dampak korupsi terhadap lingkungan
Praktek korupsi menyebabkan sumber daya alam di negeri ini semakin
tidak terkendali,eksploitasi secara besar-besaran tanpa memperhitungkan daya
dukung lingkungan menyebabkan merosotnya kondisi lingkungan hidup yang
sangat parah bahkan di beberapa tempat sudah melebihi batas sehingga
menyebabkan terjadinya bencana ekologis yang berdampak pada lemahnya
kemampuan warga dalam memenuhi kebutuhan dasar. Eksploitasi
tambang,hutan tanpa prosedur dan proses yang benar banyak di izinkan tanpa
melakukan amdal dan persyaratan lain sebelumnya,semua ini di mungkinkan
karena ada uang sogok dan suap bagi pemberi izin. Hasilnya juga tidak masuk
ke kas negara karena sudah di gunakan untuk membayar "jatah" oknum-
oknum pejabat.
c) Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan
1. Kekerasan di masyarakat semakin kuat
2. Lemahnya garis batas negara
3. Semakin melemahnya alusista dan SDM
d) Dampak korupsi terhadap politik
1. Menguatnya sistem politik yang di kuasai oleh pemilik modal
2. Biaya politik semakin tinggi
3. Banyak pemimpin yang korup
4. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga negara hilang
5. Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi
6. Kedaulatan rakyat hancur
e) Dampak korupsi terhadap hukum
1. Pelemahan terhadap institusi penegak hukum
2. Merusak moral penegak hukum
3. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum
4. Semakin tersisihnya masyarakat kecil di mata hukum
5. Penegakan hukum tidak merata di masyarakat
2.6 Upaya Pencegahan korupsi
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan
pemberantasan korupsi adalah melalui tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ini
dimaksudkan agar masyarakat memiliki benteng diri yang kuat guna terhindar dari
perbuatan yang mencerminkan tindakan korupsi di dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Upaya pencegahan tindakan korupsi dilakukan oleh permerintah
berdasarkan nilai-nilai dasar Pancasila agar dalam tindakan pencegahannya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri. Adapun tindakan
pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melakukan upaya
pemberantasan korupsi di wilayah negara Indonesia diantaranya:
1. Penanaman Semangat Nasional
Penanaman semangat nasional yang positif dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam bentuk penyuluhan atau diksusi umum terhadap nilai-
nilai Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian yang
berdasarkan Pancasila merupakan kepribadian yang menjunjung tinggi
semangat nasional dalam penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya penanaman semangat nasional Pancasila dalam diri
masyarakat, kesadaran masyarakat akan dampak korupsi bagi negara dan
masyarakat akan bertambah. Hal ini akan mendorong masyarakat Indonesia
untuk menghindari berbagai macam bentuk perbuatan korupsi dalam
kehidupan sehari-hari demi kelangsungan hidup bangsa dan negaranya.

2. Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Terbuka


Upaya pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan melalui penerimaan aparatur
negara secara jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan dalam penerimaan
pegawai yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan usaha pemerintah yang
serius untuk memberantas tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap
menyuap dalam penerimaan pegawai. Pemerintah yang sudah berupaya
melakukan tindakan pencegahan dalam penerimaan pegawai perlu disambut
baik oleh masyarakat terutama dalam mendukung upaya pemerintah tersebut.
Jika pemerintah telah berupaya sedemikian rupa melakukan tindakan
pencegahan korupsi dalam penemerimaan aparatur negara tapi masyarakat
masih memberikan peluang terjadinya korupsi, usaha pencegahan yang
dilakukan oleh pemerintah dapat menjadi sia-sia. Selain itu, jika perilaku
masyarakat yang memberikan peluang terjadinya tindakan korupsi dalam
penerimaan pegawai diteruskan, maka tidak dapat dipungkiri praktik tindakan
korupsi akan berlangsung hingga dapat menimbulkan konflik diantara
masyarakat maupun oknum pemerintah.

3. Himbauan Kepada Masyarakat


Himbauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dalam
upaya melakukan pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi di
kalangan masyarakat. Himbauan biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui
kegiatan-kegiatan penyuluhan di lingkup masyarakat kecil dan menekankan
bahaya laten adanya korupsi di negara Indonesia. Selain itu, himbauan yang
dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat menekankan pada apa saja
yang dapat memicu terjadinya korupsi di kalangan masyarakat hingga pada
elite pemerintahan.

4. Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat


Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi juga dilakukan melalui
upaya pencegahan berupa pengusahaan kesejahteraan masyarakat yang
dilakukan pemerintah. Pemerintah berupa mensejahterakan masyarakat
melalui pemberian fasilitas umum dan penetapan kebijakan yang mengatur
tentang kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat yang diupayakan oleh
pemerintah tidak hanya kesejahteraan secara fisik saja melain juga secara lahir
batin. Harapannya, melalui pengupayaan kesejahteraan masyarakat yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup dapat memberikan penguatan kepada
masyarakat untuk meminimalisir terjadinya perbuatan korupsi di lingkungan
masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyakarat yang madani yang bersih
dari tindakan korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pencatatan Ulang Aset


Pencatan ulang aset dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
memantau sirkulasi aset yang dimiliki oleh masyarakat. Pada tahun 2017 ini,
pemerintah menetapkan suatu kebijakan kepada masyarakatnya untuk
melaporkan aset yang dimilikinya sebagai bentuk upaya pencegahan tindakan
korupsi yang dapat terjadi di masyarakat. Pencatatan aset yang dimiliki oleh
masyarakat tidak hanya berupa aset tunai yang disimpan di bank, tetapi juga
terhadap aset kepemilikan lain berupa barang atau tanah. Selain itu,
pemerintah juga melakukan penelurusan asal aset yang dimiliki oleh
masyarakat untuk mengetahui apakah aset yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut mengindikasikan tindak pidana korupsi atau tidak
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus

Kasus korupsi yang sering terjadi dalam lingkungan keluarga yaitu mark up
uang buku dari orang tua. Misalnya setiap awal semesternya sudah bisa dipastikan
kita akan kembali lagi merepotkan kedua orang tua meminta uang untuk membeli
buku-buku perkuliahan semester baru yang sudah ditetapkan dosen. Maka tidak
sedikit yang menganggarkan harga buku yang begitu mahal kepada kedua orang
tuanya. Namun realitanya akhirnya mereka memilih membeli buku dengan harga
miring atau membeli yang KW di salah satu pasar buku. Tidak hanya itu terkadang
siswa bahkan mahasiswa pun memanipulasi uang spp mereka dengan meminta jumlah
yang lebih dan tidak memberikan bukti kwitansi nya sehinggga oran tua tidak tahu,
dan sisanya dibuat makan-makan ataupun jalan-jalan. Gaya hidup mewah ataupun
nongkrong di tempat-tempat elit ini yang mendasari mereka untuk melakukan
manipulasi uang spp sehingga membohongi oran tuanya sendiri.

3.2 Pembahasan

Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan budaya


korupsi, maka keluarga harus didasari dengan pondasi pencegahan korupsi. Ada tiga
jenis karakter dasar yang harus ditanamkan dalam keluarga yaitu kejujuran,
kesederhanaan, dan kemandirian. Biasakan anak untuk bicara, bersikap jujur, hidup
sederhana, dan berani mengatakan tidak untuk korupsi.

Tidak ada UUD resmi yang atau aturan hukum yang berlaku untuk korupsi
dalam lingkungan keluarga sendiri karena memang bukan sesuatu korupsi yang sangat
besar. Tetapi alangkah baiknya jika dicegah dari hal-hal kecil dan ditanamkan budaya
anti korupsi sejak dini sebelum menjadi sesuatu hal yang besar yang sulit untuk di
ubah.

Memberantas korupsi memang sulit tetapi banyak hal yang dapat kita lakukan,
salah satu cara yang paling efektif adalah melalui peranan keluarga. Keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama atau pondasi awal
pembentukan karakter anak. Keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh
berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Oleh karena
itu keluarga menjadi alat yang sangat efektif dalam menumbuhkan budaya anti
korupsi di Indonesia.

Peran mahasiswa sendiri dalam memberantas korupi di lingkungan keluarga


yaitu dapat berupa melakukan pengamatan terhadap perilaku keseharian anggota
keluarga misalnya kegiatan sehari-hari dari hal-hal yang terkecil. Tahapan proses
internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali dari
lingkungan keluarga sangat sulit untuk dilakukankarena anggota keluarga adalah
orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul maka pengamatan
terhadap adanya perilaku korupsi di dalam keluarga menjadi biasa. Tetapi terkadang
ada kendala dimana jika ada tanda perilaku korupsi dilakukan orang yang lebih tua
bagaimana mungkin anak bisa menegur ayah atau mungkin ibunya, solusinya sebagai
mahasiswa harus memberi penjelasan terlebih dahulu apa itu korupsi dan tindakan-
tindakan apa yang mengarah pada perilaku korupsi sehingga orang tua tidak
tersinggung.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan penyalahgunaan
kepercayaan yang dilakukan seorang terhadap suatu masalah atau organisasi demi
mendapatkan keuntungan.

Penegakan hukum yang tidak konsisten, penyalahgunaan kekuasaan,


langkanya lingkungan yang antikorup, rendahnya pendapatan penyelenggara negara,
kemiskinan, dan gagalnya pendidikan agama serta etika pun masih satu dari sekian
banyaknya penyebab terjadinya korupsi.

Korupsi sendiri banyak macamnya dan masing-masing sudah memiliki dasar


hukum yang akan digunakan sebagai tindak lanjutnya. Namun tak semua korupsi
yang terjadi dapat melanggar Undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah.
Contohnya saja seperti korupsi di lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan budaya
korupsi, maka keluarga harus didasari dengan pondasi pencegahan korupsi. Ada tiga
jenis karakter dasar yang harus ditanamkan dalam keluarga yaitu kejujuran,
kesederhanaan, dan kemandirian. Biasakan anak untuk bicara, bersikap jujur, hidup
sederhana, dan berani mengatakan tidak untuk korupsi.

Peran mahasiswa sendiri dalam memberantas korupi di lingkungan keluarga


yaitu dapat berupa melakukan pengamatan terhadap perilaku keseharian anggota
keluarga misalnya kegiatan sehari-hari dari hal-hal yang terkecil dan memberi
penjelasan terlebih dahulu apa itu korupsi dan tindakan- tindakan apa yang mengarah
pada perilaku korupsi sehingga orang tua tidak tersinggung.

4.2 Saran
Sikap untuk menghindari korupsi alangkah baiknya ditanamkan sejak dini. Hal
tersebut tentu saja dapat dimulai dari lingkungan keluarga dan dari hal-hal yang kecil.
DAFTAR RUJUKAN .

DEWANTARA, A. W. (2016). GOTONG-ROYONG MENURUT SOEKARNO DALAM


PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER, DAN SUMBANGANNYA BAGI
NASIONALISME INDONESIA (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada)

Nadiatus Salama. 2010, h. 16-17. Fenomena Korupsi Indonesia (Kajian Mengenai Motif dan
Proses Terjadinya Korupsi), Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang

Septiana Dwiputrianti. Anonim (indopos.co.id, 27 Sept 2015). MEMAHAMI STRATEGI


PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA. Kamus Bahasa Indonesia,
Yogyakarta:Kanisius

Ibnu Santoso, Memburu Tikus-Tikus Otonom, Penerbit Gava Media, Yogyakarta, Cet I, 2011

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis

https://acch.kpk.go.id/images/tema/litbang/modul-integritas/Modul-4-Cara-Mencegah-
Korupsi-pada-Korporasi.pdf

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/422-sinergi-dalam-strategi-pencegahan-korupsi

Anda mungkin juga menyukai