Referat Imanuel
Referat Imanuel
Trauma Kepala
Disusun Oleh :
11-2018-046
Pembimbing :
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trauma merupakan penyebab terbanyak kematian pada usia di bawah 45 tahun dan
lebih dari 50% merupakan trauma kapitis. Trauma kepala merupakan salah satu masalah
kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan
yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis,
intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena trauma
kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga
terdalam, termasuk tengkorak dan otak. Selain itu juga merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena
kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan
usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah,
disamping penanganan pertama yang belum benar, serta rujukan yang terlambat. Di
Amerika Serikat insiden trauma kepala adalah 200 per 100 000 orang per tahun. Di
Indonesia, walaupun belum tersedia data secara nasional, trauma kepala juga merupakan
kasus yang sangat sering dijumpai di setiap rumah sakit.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup
untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-
pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai
tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi
masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan
CT Scan kepala. Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah
pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi, anamnesis dan
pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat
keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.1-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak
saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak
melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis. Perdarahan umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi
oleh pia mater.
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon
(otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon
dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik.
Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi
fosa kranii posterior).
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis.5-7
Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak.
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa trauma kepala atau cedera
kepala adalah suatu kerusakan yang menimpa struktur kepala yang disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat menimbulkan gangguan fugsional
jaringan otak.7,8
Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan
morfologinya.6,7,9
b. Hematom Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara duramater
dan arakhnoid.SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukansekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining . Namun ia juga dapat berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural. Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit )
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas
medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer
dan tentorium juga menunjukan adanya hematom subdural.7,10
d. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi
dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai
derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan.
Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi
tanpa amnesia.Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera
komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde
dan amnesia antegrad.
Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau
hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan
lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita
dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu.defisit neurologis itu misalnya
kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-
gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.
Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan
dimana pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama ddan
tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita
dalam keadaan kooma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktuu.Penderita
sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap
dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.Penderita seringg menunjukan
gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu
diduga akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksiia secara klinis
tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.
Dalam beberapa referensi, trauma maxillo facial juga termasuk dalam bahasan
cedera kepala. Karenanya akan dibahas juga mengenai trauma wajah ini, yang meski
bukan penyebab kematian namun kecacatan yang akan menetap seumur hidup perlu
menjadi pertimbangan.7,9,10
Etiologi
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme dasar
yaitu: Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu obyek atau
sebaliknya. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang hebat,
baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan.
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah
karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan
kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan
di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala.
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma
kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab
ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di
Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala
adalah seperti berikut :
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah
sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
Pada pasien sadar tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau
tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas
maka jalan nafas pasien terbuka / bebas. Bila penderita terdengar mengeluarkan
suara seperti tersedak atau berkumur ada obstruksi parsial. Bila penderita terlihat
Pada pasien tidak sadar atau mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8
ventilasi).
Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
pada leher. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang
dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher. Dalam keadaan curiga
adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan multiple trauma, maka harus
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
ventilasi buatan
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
- Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlah
pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.
- Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga
pleura.
a) Tekanan darah
Umumnya pasien dengan trauma kepala berat mengalami syok yang ditandai
sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga
tanda hipovolemik.
b) Nadi
Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan
dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan resusitasi segera. Pada pasien
dengan trauma kepala berat umumnya mengalami syok yang ditandai dengan
takikardi
c) Suhu
Pada pasien dengan trauma kepala umumnya suhu badan naik atau demam
karena mengeksaserbasi cairan otak.
d) Pernapasan
Umumnya pada pasien dengan trauma kepala yang mengalami syok ditemukan
takipnea.
e) CRT
Pada pasien trauma kelapa yang mengalami syok umumnya ditemukan CRT >2
detik.
f) Akral
Umumnya pada pasien trauma kepala yang mengalami syok ditemukan suhu
akhral dingin, dan akral pucat yang menandakan adanya gangguan perfusi pada
jaringan perifer.
D. Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
A : sadar (Alert)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan
keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey,
Selain itu melihat keadaan pupil, pada trauma kepala sedang umumnya ditemukan
berat umumnya ditemukan pupil tidak actual. Pada trauma kepala dengan
cahaya.
Pada gangguan motoric dapat dilihat dari kemampuan bergerak, kerusakan area
E. Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi
2. Secondary Survey
Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi
tanda vital.
Cari adanya tanda-tanda: Racoon eyes sign (echimosis periorbital), Battle’s Sign
naeurologis lengkap.6,8,9
Pemeriksaan penunjang
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /
edema), adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. PET (positron Emission Tomography)
Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.10.11
Tatalaksana
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa
cedera kepala ringan, sedang, atau berat.
Prinsip penanganan awal meliputi primary survey dan secondary survey.
Dalam penatalaksanaan primary survey hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat primary
survey sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah
homeostasis otak.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara
lain:
a.Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)
b.Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
c.Penurunan tingkat kesadaran
d.Nyeri kepala sedang hingga berat
e.Intoksikasi alkohol atau obat
f.Fraktura tengkorak
g.Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
h.Cedera penyerta yang jelas
i.Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
j. CT scan abnormal
Macam dan urutan prioritas tindakan trauma kepala ditentukan atas dalamnya penurunan
kesadaran pada saat diperiksa:
- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)
- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3
mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang.
Tatalaksana Pembedahan
a) Luka kulit kepala
Hal penting adalah membersihkan luka sebelum melakukan penjahitan. Penyebab
tersing infeksi luka kepala adalah pembersihan dan debridement yang tidak adekuat.
Kehilangan darah dari kulit kepala dapat sangat hebat terutama pada anak-anak.
Perdarahan dari luka kulit kepala dapat diatasi dengan balut tekan, kauterisasi maupun
ligase pembuluh besar. Kemudian dilakukan penjahitan, pemasangan klips atau
staples. Inspeksi secara cermat haru dilakukan untuk menemukan adanya fraktur
tulang tengkorak ataupun benda asing. Terlihatnya cairan CSS pada luka
menunjukkan adanya robekan dura. Ahli bedah saraf harus dikonsulkan pada semua
kasus dengan fraktur tengkorak terbuka atau depresi. Tidak jarang, kumpulan
perdarahan subgaleal teraba seperti fraktur depresi. Dalam keadaan ini diperlukan
pemeriksaan foto polos tengkorak atau CT scan untuk memastikannya.
b) Fraktur depresi tulang tengkorak
Secara umum, fraktur depresi yang memerlukan koreksi secra operatif adalah bila
tebal depresi lebih dari ketebalan tulang di dekatnya atau bila terbuka dan sangat
terkontaminasi. Fraktur depresi yang tidak signifikan dapat ditolong dengan menutup
luka laserasi. CT scan berguna untuk menentukan dalamnya depresi tulang, tetapi
yang lebih penting adalah untuk menentukan ada tidaknya perdarahan intracranial
atau kontusio.
c) Lesi masa intracranial
Lesi ini harus dikeluarkan atau dirawat oleh seorang ahli bedah saraf. Bila tidak
terdapat ahli bedah saraf di fasilitas yang menerima pasien dengan lesi masa
intracranial, maka pasien harus segera dirukuk ke RS yang mempunyai ahli bedah
saraf, Terdapat perkecualian pada keadaan dimana perdarahan intracranial membesar
dengan cepat dan mengancam jiwa dan tidak cukup waktu untuk merujuk pasien.
Walaupun keadaan ini umumnya jarang terjadi di kota, hal seperti ini dapat terjadi di
perifer, Dalam keadaan itu tindakan kraniotomi darurat dapat dilakukan oleh seorang
ahli bedah terlatih untuk melakukan prosedut tersebut, Prosedur ini khususnya untuk
pasien dengan status neurologis yang memburuk dengan cepat dan tdak membaik
dengan terapi non bedah yang diberikan dan prosedur berdasarkan saran ahli bedah
saraf.
Craniotomy
Kraniotomi adalah tindakan pembedahan dengan membuka tulang tengkorak untuk
memberikan akses secara langsung ke otak. Kraniotomi dapat dilakukan pada tumor otak,
perdarahan otak seperti subdural hematoma, epidural hematoma, aneurisma serebri,
malformasi arteriovenous, infeksi otak seperti abses serebri serta trauma otak. Angka
kematian pasca kraniotomi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti diagnosis penyakit yang
menjadi indikasi dilakukannya kraniotomi, komplikasi pasca operatif dan faktor medis
lainnya. 13,14
Prognosis
Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada usia di bawah 45 tahun dan lebih dari
50% trauma merupakan trauma kapitis. Trauma kapitis diklasifikasikan menjadi ringan,
sedang dan berat berdasar kan Glasgow Coma Scale untuk menentukan penatalaksanaannya.
Tidak semua pasien trauma kapitis perlu dirawat inap di rumah sakit,
dilakukan pemeriksaan CT-scan ataupun dioperasi. Terdapat kriteria tertentu untuk tindakan
operasi masing-masing jenis trauma kapitis. Indikasi pembedahan ditentukan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan radiologi.
DAFTAR PUSTAKA