Anda di halaman 1dari 34

REFLEKSI KASUS

“Pria Usia 29 Tahun dengan Fraktur tertutup os humerus sinistra 1/3 distal
displaced non komplikata”

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Diajukan Kepada
Pembimbing: dr. Helmi Baedlowi, Sp.OT

Disusun Oleh
M. Mucharom Chairul Umam
H2A015075

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter


pembimbing dari:
Nama : M. Mucharom Chairul Umam
NIM : H2A015075
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Muhammadiyah Semarang
Judul :Pria Usia 29 Tahun dengan Fraktur tertutup os humerus
Sinistra 1/3 distal displaced non komplikata
Pembimbing : dr. Helmi Baedlowi, Sp.OT

Semarang, Juni 2019


Dokter Pembimbing

dr. Helmi Baedlowi, Sp.OT

2
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari
tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan
menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi
(diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang
mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup). Kebanyakan fraktur terjadi
akibat trauma. Salah satu fraktur yang cukup banyak ditemukan adalah fraktur
humerus.1
Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur
tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang
(fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus
tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau
robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh
darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis).1,2
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.
Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),
retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.2
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat
penting untuk diketahui.

3
BAB II

KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. W
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kebloran 3/IV, Rembang
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Tidak Menikah
No. RM : 25-07-XX
Tanggal Masuk RS : 07/06/2019
Tanggal Keluar RS : 12/06/2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Juni 2019 jam
07.00 WIB.
Keluhan utama :
Lengan kiri atas terasa nyeri
RPS :
Tn. W usia 29 tahun datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan lengan
kiri atas terasa nyeri setelah jatuh dari motor saat menghindari mobil didepannya
yang belok mendadak. Pasien jatuh dengan lengan kiri atas sebagai tumpuan dan
tertimpa tubuh. Nyeri dirasakan terus menerus, dengan skala nyeri VAS 7. Selain
nyeri, pasien merasa lengan kiri atas sulit dan semakin sakit untuk digerakkan.
Tidak terdapat nyeri ditempat lain.

4
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat Pribadi
- Riwayat merokok : disangkal
- Minum-minuman beralkohol : disangkal
Riwayat sosial Ekonomi
- Pasien status belum menikah.
- Pembayaran ditanggung jasa raharja

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 Juni 2019 jam 07.00
1. Keadaan Umum : cukup
2. Kesadaran : compos mentis
3. GCS : E4V5M6
4. Vital Sign
a. TD : 132/78 mmHg
b. Nadi : 89x/menit
c. RR : 21x/menit
d. T : 360 Celcius
5. Status gizi
a. BB : 60 kg
b. TB : 165 cm
c. BMI : 21,6
d. Status gizi : Normal

5
6. Satus Interna
a. Kepala : kesan mesosefal
b. Kulit : turgor cukup
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterik (-/-)
d. Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deformitas (-/-)
e. Telinga : Sekret (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
f. Mulut : Bibir kering (+), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)
g. Leher : Simetris, KGB membesar (-), tiroid membesar (-)
h. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi :
 Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra 2
 Kiri bawah : ICS V linea midclavsinistra1 cm kearah
medial
 Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
 Pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
- Auskultasi : Suara jantung murni: SI, SII (normal)
reguler. Suara jantung tambahan (-)
i. Pulmo

Paru Dextra Sinistra

Depan
Inspeksi Normochest, simetris, Normochest, simetris,
kelainan kulit (-), sudut kelainan kulit (-), sudut
arcus costa dalam batas arcus costa dalam batas
normal, SIC dalam batas normal, SIC dalam batas
normal normal
Pengembangan pernafasan Pengembangan pernafasan
paru normal paru normal
Palpasi Simetris, nyeri tekan (-), Simetris, nyeri tekan (-),
SIC dalam batas normal, SIC dalam batas normal,
taktil fremitus normal. taktil fremitus normal.

6
Gerak dada tidak ada yang Gerak dada tidak ada yang
Perkusi tertinggal, massa (-) tertinggal, massa (-)
Auskultasi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Suara dasar vesicular, Suara dasar vesicular,
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)
j. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk cembung, tidak terjadi perubahan warna pada kulit
- Auskultasi : Bising usus normal
- Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
- Palpasi : Nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba

k. Extremitas
Superior Inferior
Warna kulit Sama dengan daerah sekitar Sama dengan daerah sekitar
/ sama dengan sekitar / sama dengan sekitar
Vulnus laserasi -/- -/-
Hematom -/- -/-
Deformitas -/+ -/-
Oedem -/+ -/-
Nyeri -/+ -/-
Gerak aktif Bebas / Terbatas Bebas / Bebas
Gerak pasif Bebas / Terbatas Bebas / Bebas
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik
Akral dingin -/- -/-

7. Status lokalis regio Brachii Sinistra


a. Inspeksi (Look)
Warna kulit sama dengan sekitar (+) vulnus laserasi (-), edema (+),
deformitas (+)
b. Palpasi (Feel)
Nyeri tekan setempat (+), krepitasi tidak ditemukan, capillary refill time
< 2 detik, sensibilitas baik, akral dingin (-) pulsasi A. Brachialis (+)

7
c. Move
Gerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri. ROM shoulder joint and
elbow joint terbatas, pergerakan sendi jari (+).

IV. DIAGNOSIS SEMENTARA


Suspek fraktur tertutup os humerus sinistra

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan tanggal 09 Juni 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 9.80 10ᶺ3/ul 3,8 – 10,6
Eritrosit 3,92 10ᶺ6/ul 4,4 – 5,9
Hemoglobin 14,50 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 42,30 % 40 – 52
MCV 87,50 fL 80 – 100
MCH 29,30 Pg 26 – 34
MCHC 33,50 g/dl 32 – 36
Trombosit 265 10ᶺ3/ul 150 – 440
RDW 12,40 % 11,5 – 14,5
PLCR 18,9 %
Diff count
- Eosinophil absolute 0,06 10ᶺ3/ul 0,045 – 0,44
- Basophil absolute 0,01 10ᶺ3/ul 0 – 0,2
- Neutrophil absolute 6,95 (H) 10ᶺ3/ul 1,8 – 8
- Limfosit absolute 1,85 10ᶺ3/ul 0,9 – 5,2
- Monosit absolute 0,93 10ᶺ3/ul 0,16 – 1
- Eosinophil 0,60 (L) % 2–4
- Basophil 0,10 % 0–1
- Neutrophil 70,90 (H) % 50 – 70
- Limfosit 18,90 (L) % 25 – 40
- Monosit 9,50(H) % 2–8
Ureum 13,0 mg/dL 10,0 – 50,0
Creatinin 0,63 mg/dL 0,70 – 1,10

8
Albumin 4,0 g/dL 3,2 – 5,2
Globulin 2,9 g/dL 2,9 – 3,0
Glukosa Sewaktu 118 mg/dL <125

2. X Foto Regio Cubiti

X-foto Elbow Kiri AP-lateral :


- Tampak discontinuitas kominutif pada 1/3 distal os humerus sinistra
- Aposisi dan alignment tidak baik
- Tak tampak dislokasi elbow joint kiri
Kesan:
- Fraktur kominutif 1/3 distal os humerus sinistra. Aposisi dan alignment
tidak baik

9
VI. RESUME
Tn. W usia 29 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan lengan kiri
atas terasa nyeri setelah jatuh dari motor saat menghindari mobil yang belok
mendadak dihadapannya. Pasien jatuh dengan lengan kiri atas sebagai
tumpuan dan tertimpa tubuh. Nyeri dirasakan terus menerus, dengan skala
nyeri VAS 7. Selain nyeri, pasien merasa lengan kiri atas sulit dan semakin
sakit untuk digerakkan. Tidak terdapat nyeri ditempat lain. Pada hasil
pemeriksaan di regio brachii sinistra ditemukan: warna kulit sama dengan
sekitar (+), vulnus laserasi (-), edema (+), deformitas (+), nyeri tekan
setempat (+), krepitasi (+), capillary refill time < 2 detik, sensibilitas baik,
akral dingin (-) pulsasi A. Brachialis (+), gerakan aktif dan pasif terbatas
karena nyeri, ROM shoulder joint and elbow joint terbatas, dan pergerakan
sendi jari (+). Pada hasil X-foto Elbow Kiri AP-lateral didapatkan kesan
fraktur kominutif pada 1/3 distal os humerus sinistra. Aposisi dan alignment
tidak baik.

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis
Fraktur tertutup os humerus sinistra
2. Diagnosis Radiologis
Fraktur oblique os humerus sinistra 1/3 distal displaced non komplikata
3. Diagnosis Akhir
Fraktur tertutup os humerus sinistra 1/3 distal displaced non komplikata

VII. INITIAL PLAN


1. Diagnosis kerja
Fraktur tertutup os humerus sinistra 1/3 distal displaced non komplikata
2. Terapi
Medikamentosa:
Infus RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 2x1 ampul

10
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
Non medikamentosa:
Bidai
Operasi :
ORIF(open reduction and internal fixation) humerus sinistra
3. Monitoring :
- Evaluasi keadaan umum dan kesadaran
- Evaluasi Tanda vital
4. Edukasi
- Istirahat cukup
- Imobilisasi lengan kiri atas

X Foto Humerus Kiri Endo-Exo Rotasi


POST ORIF

Dibandingkan foto lama tanggal 07 Juni 2019


- Tampak terpasang plate dan screw pada distal humeri kiri, dengan
gambaran fraktur pada 1/3 distal os humerus, dibandingkan foto lama
- Aposisi dan alignment baik

11
Kesan :
Post ORIF pada fraktur 1/3 distal os humerus sinistra, aposisi dan
alignment baik

VIII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI HUMERUS
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna
dan radius.3
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan
collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.3
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V
dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian
distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol
bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan

13
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial
dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu
depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus pectoralis
major sternum, majus dan merotasi medial medialis dan
cartilago sisi lateral lengan pada sendi lateralis
costalis II- sulcus bahu; kepala
VI, terkadang intertubercul clavicula
cartilago aris dari memfleksikan
costalis I-VII humerus lengan dan kepala
sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi medial thoracodorsalis
lumbales, aris dari lengan pada sendi
crista sacralis humerus bahu; menarik

14
dan crista lengan ke arah
iliaca, costa inferior dan
IV inferior posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis

Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus


M. deltoideus Extremitas Tuberositas Serat lateral Nervus axillaris
acromialis deltoidea dari mengabduksi
dari humerus lengan pada sendi
clavicula, bahu; serat anterior
acromion dari memfleksikan dan
scapula (serat merotasi medial
lateral), dan lengan pada sendi
spina bahu, serat
scapulae posterior
(serat mengekstensikan
posterior) dan merotasi lateral
lengan pada sendi
bahu.
M. Fossa Tuberculum Merotasi medial Nervus
subscapularis subscapularis minus dari lengan pada sendi subscapularis
dari scapula humerus bahu
M. Fossa Tuberculuum Membantu M. Nervus
supraspinatus supraspinata majus dari deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi pada
sendi bahu

15
M. Fossa Tuberculum Merotasi lateral Nervus
infraspinatus infraspinata majus dari lengan pada sendi suprascapularis
dari scapula humerus bahu
M. teres Angulus Sisi medial Mengekstensikan Nervus
major inferior dari sulcus inter lengan pada sendi subscapularis
scapula tubercularis bahu dan
membantu aduksi
dan rotasi medial
lengan pada sendi
bahu
M. teres Margo Tuberculum Merotasi lateral dan Nervus axillaris
minor lateralis majus dari ekstensi lengan
inferior dari humerus pada sendi bahu
scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri

Gambar 1. Anatomi humerus

16
a. Otot

Gambar 2. Anatomi otot lengan atas anterior view

Gambar 3. Anatomi otot lengan atas posterior view

17
b. Persarafan pada humerus

Gambar 4. Persarafan lengan atas posterior view

II. FRAKTUR HUMERUS


A. DEFINISI

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,


tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.2

B. ETIOLOGI

Kebanyakan fraktur dapat terjadi karena trauma dan kegagalan tulang


humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat2:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

18
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa2:


1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian
tulang

C. KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA);9,12
 Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
 A1: spiral
 A2: oblik (>30°)
 A3: transversa (<30°)
 Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
 B1: spiral wedge
 B2: bending wedge
 B3: fragmented wedge
 Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
 C1: Spiral
 C2: Segmental
 C3: Ireguler (significant comminution)

19
Gambar 5. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga
tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa. 12

Gambar 6. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 = bending
wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.12

20
Gambar 7. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, C3 =
fraktur ireguler.12

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;


1. Fraktur sepertiga proksimal humerus
Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis
mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi
pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi
rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara
insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir
distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari
distal fragmen.2,9,10,12
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus
humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen
proksimal akan terjadi.2,8,11,9,12

21
Gambar 8. Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fraktur diatas insersi
pectoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur di bawah
insersi deltoid.12
Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1
berikut:9
Tabel 8. Tabel posisi fragmen fraktur.9
Lokasi fraktur Fragmen proksimal Fragmen distal
Diatas insersi Abduksi, eksorotasi oleh Medial, proksimal oleh
pectoralis mayor rotator cuff deltoideus dan pectoralis
mayor
Antara pectoralis Medial oleh pectoralis, teres Lateral, proksimal oleh
mayor dan tuberositas mayor dan latissimus dorsi deltoideus
deltoideus
Distal tuberositas Abduksi oleh deltoideus Medial, proksimal oleh
deltoideus biceps dan triceps brachii

22
D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.5

E. DIAGNOSIS
Dasar dari penegakkan diagnosis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. ANAMNESIS
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan
persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita
tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian
apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda
misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah
anggota gerak atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin
saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau
beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan
anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar

23
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-
tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri,
sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun, melemah,
atau kelumpuhan.

Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh
pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit)
dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada
anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
a. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

24
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
2) Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut
(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
3) Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
b. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
1) Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
2) Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau
menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

25
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
3) Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan
anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah
fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor
intra artikuler atau ekstra artickuler.
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena
kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri
disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.

26
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint);
ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak
tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula
torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di
belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring,
maka pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii
dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral
adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari
antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar
deviasi.
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi,
dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx)
hanya diukur fleksi dan ekstensi.

27
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.7
b) Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis
fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat
terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu
dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat
membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis
harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali
pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang lebih kompleks.9

F. TATA LAKSANA
1. KONSERVATIF
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani
secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta
rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi,
ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-
union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.6,7,9
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan
dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast
dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian
lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast (pembalut) dapat
diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast) dari bahu hingga
siku atau functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.6,7,9

28
Gambar 9. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif. 7

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda
hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu,
variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.7,9
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi
dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. 7,9
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
 Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur
humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan
kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan
komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan
atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk

29
efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca
trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.9
 Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint
memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih
kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan
collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur
shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur
oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan
hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,
bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan
fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9
 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak
dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi
pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang
minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan
reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2
minggu pasca trauma. 9
 Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan
abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi
kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,
ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 9
 Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan
mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada
sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu
pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau coaptation
splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi
cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan

30
ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar
dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling
dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline). 9

2. OPERASI
Ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii)
dan humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union7,9
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan
tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar
bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis.
Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal medulla yang
kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus dengan ekstensi
intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan
yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union.7,9
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana
penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada
tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk
dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan kedalam
rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan

31
diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada
rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail
keluar dan fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting
mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator. 7,9
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah
tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang
aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 7,9
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka
dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur
penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. 6 Indikasi
umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan
tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak
yang luas. 7,9

G. KOMPLIKASI12
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris
menyebabkan paralisis m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,
harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk
humerus disertai eksplorasi n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,
Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan
menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O,
secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan
operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.

2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,


2007, Bab. 14; Trauma.

3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th


Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.

4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th


Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.

5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.

6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.

7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview

8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415

9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.


Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614

33
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.

11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at


www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012.

12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara


Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.

34

Anda mungkin juga menyukai