yang telah diperolahnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah
diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya
lebih dimengerti.
Sewaktu metode menemukan dianggap sebagai suatu metode
mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah
adalah metode yang merupakan belajar menerima, Ausubel menentang
pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode penemuan maupun
dengan metode ceramah bias menjadi belajar menerima atau belajar
bermakna, tergantung dari situasinya.
Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori
adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini
dikemukakan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun
menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar ada dua objek yang dapat diperoleh
siswa, yakni:
a. Objek tak langsung
Objek tak langsung anatara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar sendiri, bersikap positif terhadap
matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.
b. Objek Langsung
Objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Fakta
adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambing
bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Keterampilan
berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat,
misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan
bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas
garis. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat
mengelompokan objek kedalan contoh dan non contoh. Konsep bujur
sangkar, bilangan prima, himpunan, dan vector. Aturan adalah objek
yang paling abstrakyang berupa sifat atau teorema.
4
5. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan belajar klasik. Ia melakukan percobaan
terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu jangka waktu
tertentu dan diberi makan,. Selanjutnya setiap akan diberi makan Pavlov
membunyikan bel. Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada
jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan air liurnya, meskipun tidak
diberi makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan
baik dan harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal
pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6. Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siwa belajar itu melalui meniru.
Pengertian meniru disini bukan berarti mencontek, tetapiu meniru hal-hal
yang dilakukan orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru
berbicara sopan-santun dengan menngunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka
siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh dilihatnya kurang baik, ia pun
menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang
professional.
2. Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep
dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup
dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan mengalami materi yang
hrus dikuasainya itu. Ini menunjukan bahwa materi yang mempunyai suatu
pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak
melewati 3 tahap, yakni:
a. Tahap enaktif
Dalam tahap ini anak secara lngsung terlihat dalam manipulasi
(mengotak-atik) objek.
b. Tahap ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan
mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti
yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
c. Tahap simbolik
Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
8
3. Teori Gestalt
Teori aliran ini adalah John Dewey, ia mengemukakan bahwa
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru
harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelakasaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan
memberikan konsep yang harus ditereima begitu saja, melainkan harus
lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep
tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai
pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses
melalui metode induktif.
4. Teori Brownel
Brownel mengemukakan bahwa belajar matematika harus
merupakan belajar bermakna dan pengertian. Dia menegaskan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.
Aritmatika ataub berhitung yang diberikan pada anak-anak Sekolah Dasar
dulu lebih menitikberatkan hafalan dan mengasah otak. Aplikasi dari
bahan yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran
lainnya sedikit sekali dikupas. Menurut Brownel anak-anak yang berhasil
dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung
yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang
diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang
panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin
formal.
9
5. Teori Dienes
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapa
dianggap sebagai studi tentaang strukur, memisah-misahkan hubungan
diantara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan diantara
strukur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan
dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau
objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanilulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika.
6. Torema Van Hiele
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri:
a. Tahap pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri
secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-
sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika
pada seorang anak diperlihakan sebuah kubus, ia belum mengetahui
sifat-sifat atau keteraturan yangdimiliki oleh kubus tersebut.
b. Tahap analasis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat dimiliki benda
geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan
yang terdapat pada benda geometri itu.
c. Tahap pengurutan
Pada tahap ini anak sudah mulaimampu melaksanakan penarikan
kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Sau hal yang perlu
dikeahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurukan.
d. Tahap deduksi
10
b) Pendekatan Induktif
Pada prinsipnya induktif mempunyai arti pendekatan dari hal
khusus ke hal yang umum atau dari sebagian ke hal yang sifatnya
keseluruhan. Cara belajar yang menggunakan prinsip-prinsip ini disebut
12
c) Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif.
Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang
umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deuduktif
biasanya menggunakan pola pikir yang disebut silogisme. Initerdiri dari
14
ditempuh dengan mengkaitkan hal yang diketahui dengan hal-hal lain yang
diperlukan dan tidak diketahui dari soal, hingga akhirnya apa yang tidak
dicari dapat ditemukan.
h) Pendekatan Intuitif
Selain dari penalaran induktif dan deduktif, ada lagi kegiatan berpikir
yang lain yang dinamakan berpikir intuitif. Intuisi (gerak hati) merupakan
pula sumber pengetahuan seperti halnya akal dan pengalaman.
Pendekatan intuitif merupakan sebuah bentuk lain dari pendekatan
induktif. Pengajaran matematika dengan pendekatan intuitif dan induktif
hanya berbeda dalam contoh-contohnya. Dalam cara intuitif contoh-contoh
yang diberikan biasanya berbentuk permainan, keadaan, persoalan sehari-
sehari yang menarik yang memuat konsep matematika yang diajarkan.
b) Metode Demonstrasi
16
B. Pembelajaran Tematik
1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Pembelajaran tematik berasal dari kata integrated teaching and
learning atau integrated curriculum approach yang konsepnya telah
lama dikemukakan oleh Jhon dewey sebagai usaha mengintegrasikan
perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan
perkembangannya ( Beans, 1993 ; udin sa’ud dkk, 2006 ). Jacob
(1993) memandang pembelajaran tematik sebagai suatu pendekatan
kurikulum interdisipliner (integrated curriculum approach).
Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam
pembelajaran pembelajaran suatu proses untuk mengaitkan dan
memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau antar mata
pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, serta kebutuhan
dan tuntutan lingkungan social keluarga.
Wolfinger ( 1994:133 ) mengemukakan dua istilah yang secara
teoritis memiliki hubungan yang sangat erat, yaitu integrated
curriculum (kurikulum tematik) dan intregated learning (pembelajaran
tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan
sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, ketrampilan, dan sikap.
24
2) Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan atau
kompetensi yang telah disepakati.
belajar yang pertama dengan situasi belajar yang realistis, ia akan berusaha
melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu diubah-ubah kondisinya
sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih
disempurnakan.
8) Metode Karyawisata
Dengan metode karyawisata, guru mengajak siswa ke suatu tempat
(objek) tertentu untuk mempelajari sesuatu dalam rangka suatu pelajaran
di sekolah. Berbeda dengan darmawisata, di sini para siswa sekedar pergi
ke suatu tempat untuk rekreasi. Metode karyawisata berguna bagi siswa
untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan
beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor,
percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai
sejarah/kebudayaan tertentu.
11) Seminar
Seminar merupakan suatu pembahasan masalah secara ilmiah,
walaupun topik yang dibahas adalah masalah sehari-hari. Dalam
membahas masalah, tujuannya adalah mencari suatu pemecahan, oleh
karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau
keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang
kadang-kadang diikuti dengan resolusi atau rekomendasi.
12) Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung
dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang
pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang
berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan
dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri
secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandangan.
13) Forum
Yang dimaksud dengan forum adalah suatu gelanggang terbuka,
dimana seseorang mendapat kesempatan berbicara tentang masalah
apapun. Pembicara dapat datang dari kelompok massa, dan segera setelah
selesai pembicaraannya ia harus kembali ke tempat semula. Jadi dalam
forum tidak ada anggota tertentu yang duduk terpisah dari pendengar,
tetapi ditekankan pada pemberian kesempatan bagi setiap orang untuk
mengemukakan pikiran dan perasaan di depan khalayak.
14) Panel
Panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang sudah
direncanakan tentang suatu topik di depan para pengunjung. Diskusi panel
dibawakan oleb 3 - 6 orang yang dianggap ahli yang dipimpin oleh
seorang moderator.
37
b) Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas
dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik
tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya
tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif.
Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
c) Gaya Pembelajaran
Gaya mengajar dapat diartikan teknik atau strategi dalam belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Gaya mengajar pada
umumnya diartikan sebagai segala sesuatu cara atau strategi dalam
menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Gaya adalah segala sesuatu cara yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan dan informasi. Gaya juga diartikan sebagai jenis
38
(Authentic Assessment).
b) Pendekatan saintifik
Pengertian Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi
bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik
dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
44
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang
hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan
pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk
46
sehingga akhlak mulia bisa di ukir menjadi habitat hati pikiran dan
tangan (habitat of the mind, heart and hands).
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan
hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan
sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia
dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk
kelangsungan hidup Bangsa ini.
3. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti
melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua
orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik
tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia.
Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk
membangun dan mempertahankan jati diri bangsa. Sayang,
pendidikan karakter di Indonesia perlu diberi perhatian lebih khusus
karena selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma
atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai
pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-
hari. Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan
penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan, namun mengabaikan
pendidikan karakter.
Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang
sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru
dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium,
dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa
yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait
dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan
suatu Kompetensi Dasar.
4. Pendidikan Karakter Dalam RPP
62
2. Elaborasi
Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan
dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang
sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan
pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang
menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles
Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an.
Elaborasi merupakan kegiatan inti pembelajaran. Kegiatan
elaborasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan
siswa mengembangkan ide, gagasan, dan kreasi dalam
mengekpresikan konsepsi kognitif melalui berbagai cara baik lisan
maupun tulisan sehingga timbul kepercayaan diri yang tinggi tentang
kemampuan dan eksistensi dirinya.
Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk
konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses
elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan
ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini
memungkinkan siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam
menguatkan pengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah
peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat
bermanfaat.
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
67
3. Konfirmasi
Kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini
dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang
bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan
selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya
berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka
seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak
meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah
mutlak salah. Semua dapat berubah.
Cara berpikir seperti itu tercermin dalam istilah mental model yang
mendeskripsikan sikap berpikir seseorang dan bagaimana pikirannya
berproses dalam kehidupan nyata. Hal tersebut merepresentasikan
proses perubahan sebagai bagian dari persepsi intuitif. Mental model
itu membantu seseorang dalam mendefinisikan maupun menetapkan
pendekatan untuk memecahkan masalah (wikipedia). Dengan sikap
berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan, mengembangkan
68
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
72
f. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari
bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta
didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena
atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari
kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud
73
A. Pengertian Matematika
Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins(1973) : “ In
short, the question what is mathematics? May be aus wered difficulty
depanding on when the question is answered, where it is answered, who
answers it, and what is regarded as being included in mathematics.”
(pendeknya apakah matematika itu?” dan dijawab secara berbeda-beda
tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, siapa yang
menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam
matematika).”
Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan “apakah matematika
itu?” tidak dapat dengan mudah dijawab dengan satu atau dua kalimat
begitu saja. Karena itu kita harus berhati-hati. Berbagai pendapat muncul
tentang pengertian matematika tersebut, dipandang dari pengetahuan dan
pengalaman masing-masing berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
matematika itu bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik,
matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur,
majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berpikir logis,
matematika adalah sarana berpikir, matematika adalah logika pada saat
dewasa, matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi
pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran,
matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-
kesimpulan yang perlu, matematika suatu sains formal yang murni,
75
dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat konsep atau
topik prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep
selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua
dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya
belum terwujud dan tidak kokoh. Begitu pula dalam mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar
dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.
Kita ambil contoh pada satu bagian kecil yang dipelajari dalam
matematika, yaitu dalam geometri. Pada geometri terdapat unsur-unsur
tertentu antara lain titik, garis, lengkung, dan bidang. Apakah titik itu?
Titik di dalam matematika diasumsikan ada, tetapi tidak dinyatakan
dalam suatu kalimat yang tepat untuk menjelaskannya. Sebab titik adalah
suatu obyek matematika yang tidak didefinisikan (unsur Primitif). Paling-
paling kita hanya mampu untuk sekedar memberikan gambaran bahwa
titik itu tidak mempunyai ukuran panjang, luas, isi dan berat. Suatu titik
digambarkan hanya untuk membantu pemikiran kita saja. Meskipun
demikian kita sepakat bahwa titik itu ada. Oleh karena itu untuk
menggambarkan suatu titik kecil saja, asal kelihatan.
Begitu pula tentang lengkungan dan bidang. Lengkungan kita
peroleh (gambarnya) bila mulai dari suatu titik tertentu kita membuat suatu
jalan (path) dengan alat tulis sampai di suatu titik lain atau kembali lagi
pada titik asal. Sedangkan bidang (datar) adalah sesuatu yang bentuknya
datar seperti permukaan meja yang tidak mempunyai batas pinggir.
Meskipun kita tidak mampu untuk memberikan pernyataan dengan tepat,
tetapi kita sepakat bahwa lengkungan dan bidang itu tidak ada. Titik,
lengkungan, dan bidang itu termasuk kedalam unsur primitif yang
eksistensinya diakui ada. Tanpa pemikiran semacam itu matematika tidak
terwujud.
80
tidak, guru pula yang akan menjadi korban. Perebutan jam mengajar tetap
akan terjadi untuk tetap dapat mempertahankan sertifikasi.
Kedua, penjurusan/peminatan di SMA yang dimulai begitu murid
masuk di kelas I menimbulkan persoalan manajerial baru ihwal
persyaratan pemilihan jurusan/minat. Terutama bila para murid baru
memilih jurusan/peminatan di kelompok tertentu, misalnya kelompok
matematika dan IPA saja. Para kepala sekolah/guru di SMA harus cermat
sekali dalam menampung minat para calon murid agar tidak sering terjadi
perpindahan jurusan/minat. Hal itu mengingat murid boleh pindah minat.
Tapi seringnya pindah minat murid akan menyulitkan pengelolaan sekolah.
Masalah pilihan jurusan/minat itu sebaiknya disosialisasi di kelas III
SMP agar, ketika lulus SMP, murid sudah memiliki gambaran mengenai
jurusan/minat yang akan diambil saat masuk SMA. Penulis menggunakan
istilah “penjurusan” di sini, karena ternyata apa yang disebut peminatan itu
sama dengan penjurusan, hanya ditambah dengan boleh mengambil bidang
studi disiplin lain. Misalnya, kelompok matematika dan IPA boleh
mengambil antropologi. Atau, kelompok IPS boleh mengambil biologi.
Tapi setiap murid wajib mengambil semua mata pelajaran di kelompok
peminatan. Ketika perdebatan awal gagasan peminatan ini muncul,
tidaklah demikian. Pada waktu itu, diharapkan murid betul-betul
mengambil materi yang diminati dan sesuai dengan orientasi belajarnya di
perguruan tinggi nantinya.
Ketiga, soal penambahan jam pelajaran di semua jenjang pendidikan
juga inkonsisten antara latar belakang penambahan dan penerjemahannya
dalam struktur kurikulum. Latar belakangnya adalah karena adanya
perubahan pendekatan proses pembelajaran, tapi dalam struktur kurikulum
terjadi penambahan jumlah jam mata pelajaran. Sebagai contoh,
pendidikan agama di SD kelas I-III dari dua menjadi empat jam seminggu,
yang diikuti dengan perumusan kompetensi dasar (KD) yang seimbang
dengan jumlah jamnya, sehingga yang terjadi tetap mengejar materi, bukan
proses pembelajarannya yang dibenahi. Semestinya yang diubah adalah
85
lamanya tatap muka untuk setiap mata pelajaran, misalnya tatap muka di
SD kelas I-III saat ini per jam mata pelajaran itu selama 35 menit, bisa
ditambah menjadi 45 menit. Di SMP-SMTA, dari 45 menit per jam
pelajaran dapat ditambah menjadi 60 menit per jam pelajaran, sehingga
proses pembelajarannya lebih leluasa.
Problem lain yang dimunculkan dari penambahan jam pelajaran per
minggu itu adalah makin menghilangkan otonomi sekolah, karena waktu
yang tersedia untuk mengembangkan kurikulum sendiri makin sempit.
Bagi sekolah-sekolah swasta, kurikulum baru jelas menimbulkan beban
baru bagi yayasan, karena harus memfasilitasi peningkatan kualitas guru
lewat pelatihan, pengadaan perpustakaan yang lengkap, dan pendidikan
tambahan agar guru dapat mengimplementasikan kurikulum baru tersebut
secara baik, dengan biaya ditanggung sendiri oleh pihak yayasan, yang
ujungnya dipikul oleh para orang tua murid.