Anda di halaman 1dari 85

1

1. Jelaskan secara rinci perkembangan teori belajar mengajar dan penerapannya


dalam pembelajaran matematika!
Jawab :
Salah satu dari ciri pengajaran matematika pada masa kini adalah
penyajian yang didasarkan pada teori belajar mengajar yang pada saat ini
sedang popular dibicarakan oleh para pakar pendidikan. Berdasarkan cirri
tersebut, dalam modul kelima ini akan dibicarakan tentang perkembangan
teori belajar mengajarnya dan penerapannya dalam pengajaran matematika.
Dalam perkembangannya modul kelima ini membahas tentang
kegunaan dari belajar yang terbagi menjadi dua kegunaan yaitu sebagai
berikut:
1) Aliran Psikologi Tingkah Laku
2) Aliran Psikologi kognitif

Aliran Psikologi Tingkah Laku


Psikologi belajar atau disebut pula dengan Teori Belajar adalah teori
yang berkembang dengan perkembangan intelektual siswa. Di dalamnya
terdiri dari dua hal, yaitu:
a. Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual
anak, dan
b. Uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa
dipikirkan pada usia tertentu.

Psikologi mengajar atau Teori Mengajar berisi tentang petunjuk


bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap
belajar. Jadi teori belajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar,dan dalam
aliran psikologi tingkah laku ini terdapat beberapa teori psikologi dari
beberapa ahli yaitu : Thorndike, Skinner, Ausubel, Gagne, Paulov, dan
Baruda.
1. Teori Thorndike
2

Edward Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa hokum


belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini
belajar akan lebih berhasil bila respon terhadap suatu stimulus segera
diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senag atau kepuasan ini
bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya.
Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan
tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri
sebagai akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu
kesuksessan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjeng
sukses berikutnya. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
2. Teori Skinner
Menurut Surrhus Frederic Skinner dalam teorinya menyatakan
bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatife.
Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu.
Untuk mengubah tingkah laku anak dari negative menjadi positif,
guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk
memperkirakan (mempredeksi) dan mengendalikan tingkah laku anak.
Guru di dalam kelas mempunyai tugas mengarahkan anak dalam aktivitas
belajar, karena pada saat tersebut, control berada pada guru, yang
berwenang memberikan intruksi ataupun larangan pada anak didiknya.
3. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan anatara belajar
menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya
menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja.
Selain itu untuk dapat membedakan anatara belajar menghafal dengan
belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi
3

yang telah diperolahnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah
diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya
lebih dimengerti.
Sewaktu metode menemukan dianggap sebagai suatu metode
mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah
adalah metode yang merupakan belajar menerima, Ausubel menentang
pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode penemuan maupun
dengan metode ceramah bias menjadi belajar menerima atau belajar
bermakna, tergantung dari situasinya.
Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori
adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini
dikemukakan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun
menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar ada dua objek yang dapat diperoleh
siswa, yakni:
a. Objek tak langsung
Objek tak langsung anatara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar sendiri, bersikap positif terhadap
matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.
b. Objek Langsung
Objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Fakta
adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambing
bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Keterampilan
berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat,
misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan
bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas
garis. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat
mengelompokan objek kedalan contoh dan non contoh. Konsep bujur
sangkar, bilangan prima, himpunan, dan vector. Aturan adalah objek
yang paling abstrakyang berupa sifat atau teorema.
4

5. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan belajar klasik. Ia melakukan percobaan
terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu jangka waktu
tertentu dan diberi makan,. Selanjutnya setiap akan diberi makan Pavlov
membunyikan bel. Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada
jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan air liurnya, meskipun tidak
diberi makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan
baik dan harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal
pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6. Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siwa belajar itu melalui meniru.
Pengertian meniru disini bukan berarti mencontek, tetapiu meniru hal-hal
yang dilakukan orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru
berbicara sopan-santun dengan menngunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka
siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh dilihatnya kurang baik, ia pun
menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang
professional.

Aliran Psikologi Kognitif


1. Teori Piaget
Piaget menyebut bahwa struktur konitif ini sebagai Skemata
(Scemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat
mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus yang
disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang
secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa
memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketrika ia masih
5

kecil. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki


struktur kognitif yang lebih lengkapdari pada ketika ia masih kecil. Karena
terbatasnya skema pada anak-anak, seorang anak yang baru pertama kali
melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru
memiliki konsep cecak yang sering dilihar rumahnya. Ia baru memiliki
konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama
kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus. Peristiwa
seperti ini sering kali berlanjut pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena
kurangnya perbendaharaan kata atau dalam kehidupan sehari-harinya
konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya, sering kali orang menyebut
kuda laut atau singa laut, pada hal kedua binatang itu jauh berbeda cara
hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda
ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk
tubuhnya yang hampir sama.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang
secara kronologis:
a. Tahap Sensori Motor (Sensori Motor Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh
melaluiperbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori
(koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman ini bersatu dengan
dirinya, ini berarti bahwa suatu objekitu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya, ia mulai berusaha untuk
mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dario
pandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini, ia
mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat
perpindahannya.
b. Tahap Pra Operasi (Pre Operasional Strage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi
konkret. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget disini adalah
berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan
6

sekelompok objek (classifying), menata letak-letak benda menurut


urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini,
pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret
dari pada pemikiran logis, sehingga jika iamelihat objek-objek yang
kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.
Contoh:
 Perlihatkan lima buah kelereng yang sama besar di atas meja.
Kemudian ubahlah letak kelereng iti menjadi agak berjauhan.
Apabila ditanyakan kepada anak yang masih pada tahap ini. Ia
akan menjawab kelereng yang letaknya berjauhan lebih banyak.
c. Tahap Operasi Konkrit ( concrete operational stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di
sekolah dasar, sehingga sudah semestinya guru-guru sekolah dasar
maupun guru-guru sekolah pendididikan guru mengetahui benar
kondisi anak pada tahap ini. Guru-guru harus mengetahui benar
kondisis anak pada tahap ini. Guru-guru harus mengetahui benar
kemampuan apa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan
kemampuan apa yang belum dimilikinya. Umumnya anak-anak pada
tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasi dan sereasi, mampu
memandang suatu objek dari suatu sudut pandang yang berbeda secara
objektif, dan mampu berpikir reversibel.
d. Tahap Operasi Formal
Tahap oprasi formal merupakan tahap akhir perkembangan kognitif
secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan
penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan
benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar
tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.
Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya
dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan
7

generalisasi yang telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk


melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan-hubungan,
memahami konsep promosi. Jadi, anak pada operasi formal tidak lagi
berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkret, tetapi
berhubungan dengan tipe berpikir. Apakah situasinya disertai oleh
benda-benda konkret atau tidak, bagi anak berpikir formal tidak
menjadi masalah.

2. Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep
dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup
dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan mengalami materi yang
hrus dikuasainya itu. Ini menunjukan bahwa materi yang mempunyai suatu
pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak
melewati 3 tahap, yakni:
a. Tahap enaktif
Dalam tahap ini anak secara lngsung terlihat dalam manipulasi
(mengotak-atik) objek.
b. Tahap ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan
mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti
yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
c. Tahap simbolik
Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
8

pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap inisudah mampu


menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.

3. Teori Gestalt
Teori aliran ini adalah John Dewey, ia mengemukakan bahwa
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru
harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelakasaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan
memberikan konsep yang harus ditereima begitu saja, melainkan harus
lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep
tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai
pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses
melalui metode induktif.

4. Teori Brownel
Brownel mengemukakan bahwa belajar matematika harus
merupakan belajar bermakna dan pengertian. Dia menegaskan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.
Aritmatika ataub berhitung yang diberikan pada anak-anak Sekolah Dasar
dulu lebih menitikberatkan hafalan dan mengasah otak. Aplikasi dari
bahan yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran
lainnya sedikit sekali dikupas. Menurut Brownel anak-anak yang berhasil
dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung
yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang
diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang
panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin
formal.
9

5. Teori Dienes
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapa
dianggap sebagai studi tentaang strukur, memisah-misahkan hubungan
diantara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan diantara
strukur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan
dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau
objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanilulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika.
6. Torema Van Hiele
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri:
a. Tahap pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri
secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-
sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika
pada seorang anak diperlihakan sebuah kubus, ia belum mengetahui
sifat-sifat atau keteraturan yangdimiliki oleh kubus tersebut.
b. Tahap analasis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat dimiliki benda
geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan
yang terdapat pada benda geometri itu.
c. Tahap pengurutan
Pada tahap ini anak sudah mulaimampu melaksanakan penarikan
kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Sau hal yang perlu
dikeahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurukan.
d. Tahap deduksi
10

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara


deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus.
e. Tahap akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-
postulat dari geometri euclid.
2. Jelaskan secara rinci pendekatan pembelajaran matematika dan metode
pengajaran matematika!
Jawab :
Pendekatan Pembelajaran Matematika
a) Pendekatan Spiral
Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan
ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi
kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang
diberikan. Pendekatan spiral juga dapat berarti suatu strategi
pengembangan pembelajaran berdasarkan atas lingkup lingkungan, dari
lingkup lingkungan yang paling dekat dengan siswa menuju kelingkup
lingkungan yang lebih jauh. Hal ini berarti menanamkan pengertian
terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari
siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian digunakan alat
peraga sebagai media untuk membantu siswa dalam memahami konsep
yang dipelajarinya. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau
kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat
kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus
melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak dan abstrak dengan
menggunakan pendekatan induktif yaitu dari contoh-contoh ke
kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju
ke kompleks.
11

 Kelebihan Pendekatan Spiral


Kelebihan dari pendekatan spiral adalah :
a. Membuat siswa (peserta didik) menjadi lebih mudah dalam memahami
materi yang diajarkan, karena materi yang diajarkan disajikan
berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa yang dimulai dari
konsep yang sederhana menuju konsep yang rumit secara bertahap.
b. Memudahkan siswa (peserta didik) dalam pemusatan perhatian pada
konsep-konsep yang diajarkan karena konsep yang diajarkan dimulai
dari konsep yang sederhana menuju konsep yang rumit secara
bertahap.
c. Dapat dikombinasi dengan berbagai metode pengajaran.

 Kekurangan Pendekatan Spiral


Kekurangan dari pendekatan spiral adalah :
a. Dalam proses belajar mengajar dibutuhkan banyak waktu, karena guru
perlu mempersatukan konsep yang telah dipelajari para siswa pada
pembelajaran sebelumnya, yang juga kebanyakan dari mereka berasal
dari sekolah yang berbeda dan dari berbagai macam pemikiran. Serta
dalam mengingatkan pada siswa (peserta didik) tentang materi yang
berkaitan.
b. Materi yang diajarkan berupa konsep-konsep, dimana dalam
pembelajarannya tidak diajarkan dalam satu selang waktu melainkan
dalam beberapa selang waktu maka dalam pelaksanaannya total waktu
yang diperlukan tentunya tidak sedikit.
c. Ingatan siswa (peserta didik) terbatas, untuk mengingat dalam waktu
jangka panjang.

b) Pendekatan Induktif
Pada prinsipnya induktif mempunyai arti pendekatan dari hal
khusus ke hal yang umum atau dari sebagian ke hal yang sifatnya
keseluruhan. Cara belajar yang menggunakan prinsip-prinsip ini disebut
12

dengan pengajaran pendekatan induktif. Beberapa ahli pendidikan


diantaranya dalam dictionary of education mendefisikan metode induktif
sebagai berikut : Mengajar yang menyajikan kepada seluruh murid akan
sejumlah contoh spesifik tetapi cukup unutk memampukan dia sampai
kepada suatu aturan, prinsip atau fakta yang pasti.
Secara umum pendekatan induktif dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Mengajar dengan menggunakan pendekatan induktif adalah
mengemukakan beberapa pernyataan yang dari pernyataan-pernyataan
tersebut dapat dibuat sebuah kesimpulan.
b. Pendekatan yang menggunakan suatu proses penaklukan yang tinggi
dimana siswa tidak diajarkan bahan pengajaran itu secara langsung,
siswa hanya diberitahu hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran
tersebut.
c. Pelajar diharuskan mencari, meneliti dan mempelajarinya sendiri serta
mengemukakan suatu hasil kesimpulan dari kajian-kajian yang
dilakukan.
d. Mengutamakan contoh pada awal pengajaran dan dibuat generalisasi
daripadanya.
Pada hakekatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan
atas akal yang berhubungan dengan benda-benda pikiran yang abstak. Ini
bertentangan dengan sejarah diperolehnya matematika. Menurut sejarah,
matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman, dan
pernah dikembangkan sebagai analogi dan coba-coba.
Karena matematika merupakan ilmu deduktif, seharusnya mengajarkan
dengan pendekatan deduktif pula, cara demikian dilakukan dalam program
pengajaran matematika tradisional, sebalum program pengajaran
matematika (modern) yang sekarang digunakan. Para ahli pendidikan
matematika menyadari bahwa murid-murid masih sukar mengunakan
akalnya dalam belajar metematika yang menggunakan pendekatan
deduktif. Berdasarkan atas pertimbangan ini, dan alasan lain, maka pada
13

program pengajaran matematika sekarang banyak dipakai bermacam-


macam pendekatan.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pendekatan induktif jika
dibandingkan dengan pendekatan deduktif :
Kelebihan pendekatan induktif
a) Konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti siswa
melalui benda-benda yang konkrit
b) Pendekatan akan sangat efektif jika diterapkan pada siswa sekolah
dasar dan siswa sekolah menengah pertama. Pada kelas rendah,
pendekatan induktif akan sangat baik, karena pendektan ini akan
sangat memudahkan siswa menangkap konsep-konsep yang diajarkan.
Pada prinsipnya, pendekatan induktif diarancang agar aktivitas yang
dilakukan oleh guru dapat menarik minat dan perhatian siswa untuk
belajar.
Kekurangan pendekatan induktif
a) Penalaran induktif ini tidak dapat menjamin kesimpulan berlaku secara
umum. Oleh karena itu dalam matematika formal, hanya dapat diapkai
induksi lengkap/ induksi matematika.
b) Menghabiskan lebih banyak waktu jika dibandingkan dengan
pendekatan deduktif.
c) Apabila pendekatan induktif digunakan pada kelas yang kuat, maka ia
akan merasa pengajaran yang diberikan dengan pendekatan induktif
terlalu bertele-tele dan akan sangat membosankan. Kelas seperti ini
akan lebih cocok jika diterapkan pendekatan deduktif dalam proses
pengajarannya.

c) Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif.
Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang
umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deuduktif
biasanya menggunakan pola pikir yang disebut silogisme. Initerdiri dari
14

dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi).


Kedua pernyataan pendukung silogisme disebut premis (hipotesis).
d) Pendekatan Informal
Pembahasannya dilakukan sesuai dengan sistem formal yang
bersangkutan dengan menggunakan unsuryang tidak didefinisikan,
aksioma, definisi, dan sifat-sifat yang sudah dibuktikan kebenarannya.jika
akan diberikan sebuah definisi atau sifat baru ini harus berdasar kepada
yang sudah diketahui. Sifat baru itu hanya boleh dimasukkan ke dalam
sistem, jika sudah dibuktikan dulu kebenarannya
e) Pendekatan formal
Jika pembahasan suatu bagian dari sebuah sistem formal
menyimpang dari cara formal, pembahasan itu disebut menggunakan
pendekatan informal (tidak formal). Sebagai contoh, misalnya
mengenalkan suatu rumus dan menggunakannya untuk menyelesaikan soal
– soal tanpa menurunkannya atau membuktikan terlebih dulu
kebenarannya. Di bawah ini adalah suatu pengajaran dengan pendekatan
informal.
f) Pendekatan Analitik
Pembahasan bahan pelajaran bisa dimulai dari hal yang tidak diketahui
sampai kepada yang sudah diketahui atau sebaliknya dari yang sudah
diketahui menghasilkan apa yang ingin diketahui. Bila prosedur yang
ditempuh adalah dari apa yang belum diketahui ke yang sudah diketahui,
maka dikatakan menggunakan pendekatan analitik. Sedangkan prosedur
sebaliknya adalah pendekatan sintetik.
Pada pendekatan analitik, masalah yang ingin diselesaikan perlu
dipecah-pecah hingga jelas hubungan antara bagian-bagian yang belum
diketahui dengan yang sudah diketahui.
g) Pendekatan Sintetik
Sudah dijelaskan bahwa pendekatan sintetik merupakan kebalikan dari
pendekatan analitik. Jadi pada pendekatan sintetik pembahasan mulai dari
yang diketahui yang belum diketahui. Langkah-langkah secara berurut
15

ditempuh dengan mengkaitkan hal yang diketahui dengan hal-hal lain yang
diperlukan dan tidak diketahui dari soal, hingga akhirnya apa yang tidak
dicari dapat ditemukan.
h) Pendekatan Intuitif
Selain dari penalaran induktif dan deduktif, ada lagi kegiatan berpikir
yang lain yang dinamakan berpikir intuitif. Intuisi (gerak hati) merupakan
pula sumber pengetahuan seperti halnya akal dan pengalaman.
Pendekatan intuitif merupakan sebuah bentuk lain dari pendekatan
induktif. Pengajaran matematika dengan pendekatan intuitif dan induktif
hanya berbeda dalam contoh-contohnya. Dalam cara intuitif contoh-contoh
yang diberikan biasanya berbentuk permainan, keadaan, persoalan sehari-
sehari yang menarik yang memuat konsep matematika yang diajarkan.

Metode Pengajaran Matematika


a) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalalm proses belajar
mengajar.
Metode ceramah atau kuliah mimbar adalah suatu bentuk pengajaran
dimana dosen mengalihkan informasi kepada sekelompok besar mahasiswa
dengan cara yang terutama bersifat verbal (lisan) (Tjipto Utomo dan Ruijter,
1985 :184). Sedangkan Gilstarp dan Martin (1975 ; 8) mendefinisikan metode
ceramah sebagai suatu metode mengajar dimana guru memberi penyajian
fakta-fakta dan prinsip-prinsip secara lisan. Dari dua definisi metode ceramah
sebelumnya dapat kita definisikan bahwa Metode ceramah adalah sebagai
sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan
dan penutupan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok peserta didik.

b) Metode Demonstrasi
16

Metode demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dan


bersahaja. Karena metode ini adalah metode mengajar yang pertama kali
digunakan manusia, sebagaimana yang dilakukan oleh manusia gua yaitu pada
waktu mereka mereka menambahkan kayu unutuk memperbesar api unggun,
sementara anak-anak mereka memperhatikan dan menirukannya.
Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan
memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau
benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang
sering disertai dengan penjelasan lisan. Walaupun dalam proses demonstrasi
peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat
menyajikan bahan pelajaran lebih konkret.
c) Metode Diskusi
Diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa individu untuk
saling tukar pendapat atau informasi tentang suatu masalah atau bersama-sama
mencari pemecahan masalah dan kebenaran atas masalah tersebut.
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian dan penguasaan bahan
pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa atau sekelompok
siswa melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh guna mengumpulkan pendapat membuat
kesimpulan atau penyusunan berbagai alternatif pemecahan atas suatu
masalah.
d) Metode Eksperimen
Metode Eksperimen pemakaiannya akan beriringan dengan logika
induktif (penarikan kesimpulan berdasarkan sejumlah bukti, fakta atau data),
dari keadaan yang diamati melalui eksperimen.
Metode eksperimen dimaksudkan sebagai kegiatan guru atau siswa
untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil
percobaan itu. Maka metode eksperimen merupakan format interaksi belajar
mengajar yang mengakibatkan logika induksi untuk menyimpulkan
pengamatan terhadap proses dan hasil percobaan yang dilakukan.
e) Metode Tugas dan Resitasi
17

Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana


guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Masalahnya tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam
kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, diu
rumah siswa, atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.
Metode ini diberikan karena bahan pelajaran terlalu banyak, sementara
waktu sedikit. Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR)
tetapi jauh lebih luas daripada itu. Tugas biasanya bisa dilaksanakan di rumah,
di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lainnya.
f) Metode Latihan
Metode latihan yang disebut juga metode training, merupakan suatu
cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
Juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain
itu, metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga
tidak dapat disangkal bahwa metode latihan mempunyai beberapa kelemahan.
Maka dari itu, guru yang ingin menggunakan metode latihan ini kiranya tidak
salah bila memahami karateristik metode ini.
g) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa tetapi dapat pula dari
siswa kepada guru. Metode tanya jawab terdiri dari tiga istilah, yaitu :
Pertanyaan: Pertanyaan dapat ditandai sebagai kata-kata atau kalimat yang
digunakan untuk memperoleh respon verbal.
Respon : Respon dapat menunjuk kepada pemenuhan dari yang diharapkan
sebuah pertanyaan yakni sebuah jawaban.
Reaksi :Reaksi dapat menunjuk kepada perubahan dan penilaian terhadap
pertanyaan atau respon.
h) Metode Kerja Kelompok
18

Metode kerja kelompok adalah cara pengajaran terhadap siswa dengan


membagi menjadi kelompok-kelompok, untuk mencapai suatu tujuan tertentu
secara bersama-sama dan ditandai oleh adanya tugas bersama, pembagian
tugas dalam kelompok, dan adanya kerjasama antara anggota kelompok untuk
menyelesaikan tugas kelompok. Metode ini merupakan format belajar-
mengajar yang menitikberatkan kepada interaksi antar anggota dalam
menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama.
i) Metode Inkuiri (Penemuan)
Dalam pengajaran matematika yang umumnya biasa dilaksanakan,
siswa menerima bahan pelajaran melalui informasi yang disampaikan oleh
guru. Pada cara ini materi disampaikan hingga bentuk akhir, sedangkan cara
belajar siswa merupakan dengan menerima (reception learning).
Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang
dilakukan oleh siswa. Dalam belajarnya ini menemukan sendiri hal-hal yang
baru. Ini tidak berarti yang ditemukannya itu benar-benar baru sebab sudah
diketahui oleh yang lain. Tetapi baru disini adalah baru bagi dirinya saja,
karena hal itu telah dikenal orang.
3.Jelaskan secara rinci tentang pembelajaran realitis dan pembelajaran
tematik!
Jawab:
A. Pembelajaran Realistik
1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat
mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang
dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat itu bisa berupa
kemungkinan meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya,
kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan lain persepsi
seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap
sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran
matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila
anak tersebut mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut
mengetahui manfaat matematika bagi diri dan kehidupannya, karena
19

itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan


manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik
belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan
matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan
Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics
Education (RME) (Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer,
1994). Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika
ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat
dengan anak. Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu
(Soedjadi, 2001a:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang
dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit yang
dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan,
sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut
juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua konsep matematisasi
yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam
matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya
dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal
bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh matematisasi
horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi
masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah dunia
nyata ke masalah matematika.
20

Proses pembelajaran matematika dengan RME menggunakan


masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik awal dalam
belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas
matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan
mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah
tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan
menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki. Kemudian siswa dengan
bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematisasi vertikal
(melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan
konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat
mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada
masalah kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan bahwa terdapat tiga
prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a. Petunjuk menemukan kembali/matematisasi progresif (guided
reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan
untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep
matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan
masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan
solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur
sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau
hasil (Fauzan, 2001:2).

b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)


Topik-topik matematika disajikan kepada siswa dengan
mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah
kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses
penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal
kontekstual tersebut.

c. Mengembangkan model sendiri (Self developed models)


21

Dalam menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi


kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri,
sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa.
Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah
kepada bentuk yang lebih baik menuju arah pengetahuan
matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan

pembelajaran seperti berikut “masalah kontekstual” “model dari

masalah kontekstual tersebut” “model kea rah formal”


“pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).

2. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK


Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME
maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model pembelajaran
ini (Nur, 2000: 8), yakni:
a. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada
di sekitar siswa dan berbasis pada pengalaman yang telah dimiliki
siswa, sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi
terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
b. Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas atau
eksplorasi, yaitu siswa menciptakan dan mengelaborasi model-
model simbolik dan aktivitas matematika mereka yang tidak
formal, misalnya menngambar, membuat diagram, membuat tabel
atau mengembangkan notasi informal.
c. Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan
pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah
procedural (algoritma) serta keterampilan.
d. Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan
masalah.
e. Siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan
memahami matematika dengan penalaran.
22

f. Siswa belajar matematika dengan pemahaman secara aktif


membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan
awal.
g. Dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja,
intuisi – coba – salah – dugaan/spekulasi – hasil.
h. Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan siswa
lainnya.
i. Memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi
horizontal dan matematisasi vertikal.

3. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA


REALISTIK
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR
uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran
matematika realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta
untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau
masalah dengan memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas)
terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini
karakteristik PMR yang diterapkan adalah karakteristik pertama.
Selain itu pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang
terlaksananya prinsip pertama dari PMR.
Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah
kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara
pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan.
Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan
siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: bagaimana
kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu
dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan
kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika. Di
samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan
23

menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan


model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah (soal).
Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu hasil dari diskusi itu
dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap
ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan
Langkah 4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang
dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang
konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.
Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.

B. Pembelajaran Tematik
1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Pembelajaran tematik berasal dari kata integrated teaching and
learning atau integrated curriculum approach yang konsepnya telah
lama dikemukakan oleh Jhon dewey sebagai usaha mengintegrasikan
perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan
perkembangannya ( Beans, 1993 ; udin sa’ud dkk, 2006 ). Jacob
(1993) memandang pembelajaran tematik sebagai suatu pendekatan
kurikulum interdisipliner (integrated curriculum approach).
Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam
pembelajaran pembelajaran suatu proses untuk mengaitkan dan
memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau antar mata
pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, serta kebutuhan
dan tuntutan lingkungan social keluarga.
Wolfinger ( 1994:133 ) mengemukakan dua istilah yang secara
teoritis memiliki hubungan yang sangat erat, yaitu integrated
curriculum (kurikulum tematik) dan intregated learning (pembelajaran
tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan
sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, ketrampilan, dan sikap.
24

Perbedaan yang mendasar dari konsepsi kurikulum tematik dan


pembelajaran tematik terletak pada perencanaan dan pelaksanaannya.
Idealnya, pembelajaran tematikseharusnya bertolak pada kurikulum
tematik, tetapi kenyataan menunjukan bahwa banyak kurikulum
yangmemisahkan mata pelajaran yang satu dengan lainnya (separated
subject curriculum) menuntut pembelajran yang sifatnya tamatik
(integrated learning).
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai
pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran
untuk memberikanpangalaman yang bermakna bagi siswa. Dikatakan
bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi
pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori
pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai
dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori
belajarini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori
Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna
tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan
sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, ketrampilan, dan sikap.
Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai
pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran
untuk memberikanpangalaman yang bermakna bagi siswa. Dikatakan
bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi
pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori
pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai
25

dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori


belajarini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori
Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna
dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang
berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak.

2. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN TEMATIK


Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik diantaranya :
a. dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat
digunakan untuk memadukan mata pelajaran.
2) Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji
harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3) Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa.
4) Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebgian minat
siswa.
5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-
peristiwa yang terjadi didalam rentang waktu belajar.
6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang
berlaku serta harapan masyarakat.
7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar.

b. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran tematik perlu diperhatikan


prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Guru hendaknya bersikap otoriter “single actor” yang mendominasi
aktivitas dalam proses pembelajaran.
2) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.
3) Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang
sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pembelajaran.

c. Dalam proses penilaian pembelajaran tematik perlu diperhatikan prinsip-


prinsip sebagai berikut :
1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri
(self evaluation) disamping bentuk penilaian lain.
26

2) Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan atau
kompetensi yang telah disepakati.

3. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK


Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan pandangan
tentang kehidupan nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran
tematik(terpadu) (William dalam Udin Sa’ud, 2006).
Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topic dan unit
tematisnya, Forgaty(1991) mengemukakan bahwa ada sepuluh cara atau
modeldalam merencanakan pembelajaran tematik :
a. Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan disiplin ilmu atas
mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa Indonesia,
IPA, dan sebagainya.
b. Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh anggapan bahwa butir-
butir pembelaaajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran
tertentu.
c. Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep
ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
d. Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan
topic-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
e. Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat
adanya”overlapping”konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
f. Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan
tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
g. Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk
ketrampilan.
h. Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic
dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama dalam sebuah
topic tertentu.
i. Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa
dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan
pengetahuan dihubungkan dengan pemakaiannya.
j. Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran
yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk
pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah
27

siswa mengadakan study lapangan dalam situasi, kondisi maupun


konteks yang berbeda-beda
4.Jelaskan secara rinci tentang model-model pembelajaran (kurikulum
2013)!
Jawab:
Ragam Model Pemelajaran
1. Model Pemelajaran Langsung
Model pemelajaran langsung dirancang secara khusus untuk
menunjang proses belajar siswa berkenaan dengan pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik
dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Model pemelajaran
langsung tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan
resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat
dengan model pemelajaran langsung.
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas.
Pemelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi harus tetap menjamin
keterlibatan siswa. Jadi lingkungan belajar harus diciptakan yang
berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa.
Pada model pemelajaran langsung terdapat fase-fase yang
penting. Pada awal pemelajaran guru menjelaskan tujuan, latar
belakang pemelajaran, dan juga menyiapkan siswa untuk memasuki
materi baru dengan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang
telah dimiliki siswa yang relevan dengan materi yang akan dipelajari
(apersepsi). Fase ini dilakukan untuk memberi motivasi pada siswa
untuk berperan penuh pada proses pemelajaran.
Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi materi ajar atau
demonstrasi mengenai ketrampilan tertentu. Pada fase
mendemonstrasikan pengetahuan, hendaknya guru memberikan
informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, sehingga akan
memberi dampak yang positif terhadap proses belajar siswa.
28

Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan


latihan dan memberi umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada
fase ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan atau
keterampilan yang telah dipelajarinya dalam kehidupan nyata.
Seperti telah dijelaskan bahwa pemelajaran langsung akan
terlaksana dengan baik jika dirancang dengan baik. Ciri utama yang
dapat terlihat pada saat melaksanakan pemelajaran langsung adalah
sebagai berikut:
 Tugas perencanaan
1) Merumuskan tujuan pemelajaran
2) Memilih isi/materi
Guru harus mempertimbangkan berapa banyak informasi yang
akan diberikan kepada siswa dalam kurun waktu tertentu.
Guru harus selektif dalam memilih konsep yang akan diajarkan
dengan model pemelajaran langsung
3) Melaksanakan analisa tugas
Dengan menganalisa tugas, akan membantu guru menentukan
dengan tepat apa yang akan dilakukan siswa untuk
melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari.
c) Merencanakan waktu
Guru harus memperhatikan bahwa waktu yang tersedia sepadan
dengan kemampuan, bakat siswa, dan motivasi siswa agar
mereka melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang
optimal.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pemelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pemelajaran. Para siswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pemelajaran kooperatif
29

adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota


kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pemelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran,
berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang
efektif dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada
tingkat yang relatif sejajar.
Proses pemelajaran dengan model pemelajaran kooperatif dimulai
dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (3–5 siswa
per kelompok). Setiap siswa ditempatkan di dalam kelas sedemikian
rupa sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi
dengan baik tanpa mengganggu kelompok yang lain. Guru membagi
materi pelajaran, baik berupa lembar kerja siswa, buku, atau
penugasan. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dan memberikan pengarahan tentang materi yang harus
dipelajari dan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan.
Siswa secara sindiri-sendiri mempelajari materi pelajaran, dan jika ada
kesulitan mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya dalam
kelompok. Untuk menguasai materi pelajaran atau menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan, setiap siswa dalam kelompok ikut
bertanggungjawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi,
saling tukar ide/gagasan, pengetahuan dan pengalaman, demi
tercapainya tujuan pemelajaran secara bersama-bersama.
Evaluasi dilakukan berdasarkan pencapaian hasil belajar komulatif
dalam kelompok. Kemampuan atau prestasi setiap anggota kelompok
sangat menentukan hasil pencapaian belajar kelompok. Untuk itu
penguasaan materi pelajaran setiap siswa sangat ditekankan dalam
pemelajaran kooperatif.
Guru melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa,
mengarahkan keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada
saat diperlukan. Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya
berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan model
30

pemelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat mengembangkan


semua potensinya secara optimal dengan cara berpikir aktif dan kreatif
dalam proses pemelajaran.
Dalam model pemelajaran kooperatif terdapat enam langkah
utama, yang dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan
pemelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, hingga diakhiri
dengan langkah memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu.
Beberapa model-model pembelajaran yang dapat membuat peserta
didik aktif dan dapat dijadikan acuan pengajaran keterampilan di kelas
pada kurikulum 2013, antara lain seperti berikut:
1. Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi (collaboration learning)
menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil dan memberinya
tugas di mana mereka saling membantu untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan kelompok. Dukungan sejawat, keragaman
pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu
mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan
antara lain mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim
quiz.

2. Model Pembelajaran Individual


Pembelajaran individu (individual learning) memberikan
kesempatan kepada peserta didik secara mandiri untuk dapat
berkembang dengan baik sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Metode yang dapat diterapkan antara lain tugas mandiri, penilaian
diri, portofolio, galeri proses.

3. Model Pembelajaran Teman Sebaya


Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-
benar dikuasai hanya apabila seorang peserta didik mampu
31

mengajarkan kepada peserta didik lain. Mengajar teman sebaya


(peer learning) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu dengan baik. Pada waktu yang sama, ia
menjadi narasumber bagi temannya. Metode yang dapat diterapkan
antara lain: pertukaran dari kelompok ke kelompok, belajar melalui
jigso (jigsaw), studi kasus dan proyek, pembacaan berita,
penggunaan lembar kerja, dll.

4. Model Pembelajaran Sikap


Aktivitas belajar afektif (affective learning) membantu
peserta didik untuk menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya.
Strategi yang dikembangkan dalam model pembelajaran ini
didesain untuk menumbuhkan kesadaran akan perasaan, nilai dan
sikap peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain:
mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian
diri dan teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi
penasihat.

5. Model Pembelajaran Bermain


Permainan (game) sangat berguna untuk membentuk kesan
dramatis yang jarang peserta didik lupakan. Humor atau
kejenakaan merupakan pintu pembuka simpul-simpul kreativitas,
dengan latihan lucu, tertawa, tersenyum peserta didik akan mudah
menyerap pengetahuan yang diberikan. Permainan akan
membangkitkan energi dan keterlibatan belajar peserta didik.
Metode yang dapat diterapkan antara lain: tebak gambar, tebak
kata, tebak benda dengan stiker yang ditempel dipunggung lawan,
teka-teki, sosio drama, dan bermain peran.

6. Model Pembelajaran Kelompok


32

Model pembelajaran kelompok (cooperative learning)


sering digunakan pada setiap kegiatan belajar-mengajar karena
selain hemat waktu juga efektif, apalagi jika metode yang
diterapkan sangat memadai untuk perkembangan peserta didik.
Metode yang dapat diterapkan antara lain proyek kelompok,
diskusi terbuka, bermain peran.
7. Model Pembelajaran Mandiri
Model Pembelajaran mandiri (independent learning) peserta
didik belajar atas dasar kemauan sendiri dengan
mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki dengan
memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik yang dapat
diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi,
visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan
alat/bahan berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi,
refleksi karya, melalui kontrak belajar, maupun terstruktur
berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery,recovery).

8. Model Pembelajaran Multimodel


Pembelajaran multimodel dilakukan dengan maksud akan
mendapatkan hasil yang optimal dibandingkan dengan hanya satu
model.
5. Jelaskan secara rinci tentang
a) metode pembelajaran!
b) teknik pembelajaran!
c ) gaya pembelajaran!
Jawab:
a) Metode pembelajaran
1) Metode Ceramah
Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru
terhadap kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah
“berbicara". Dalam ceramahnya kemungkinan guru menyelipkan
33

pertanyaan pertanyaan, akan tetapi kegiatan belajar siswa terutama


mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok pokok penting, yang
dikemukakan oleh guru; bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa.

2) Metode Tanya Jawab


Dalam menggunakan metode mengajar, tidak hanya guru saja yang
senantiasa berbicara seperti halnya dengan metode ceramah, melainkan
mencakup pertanyaan-pertanyaan dan penyumbangan ide-ide dari pihak
siswa. Cara pengajaran yang seperti ini dapat dibedakan dalam dua jenis
ialah: (1) metode tanya-jawab, dan (2) metode diskusi.
3) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan
masalah. Dalam kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang
dihadapi oleh manusia; sedemikian kompleksnya masalah tersebut,
sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban saja,
melainkan harus menggunakan segala pengetahuan yang kita miliki untuk
mencari pemecahan yang terbaik.

4) Metode Kerja Kelompok


Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-
mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu
kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja
kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam macam tujuan
pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa fäktor misalnya
tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas
pengajaran di dalam keIas.

5) Metode Demonstrasi dan Eksperimen


34

Antara metode demonstrasi dan eksperimen sebenarnya berbeda,


akan tetapi dalam praktek sering dipergunakan silih berganti atau saling
melengkapi.
Metode demonstrasi merupakan suatu metode mengajar di mana
seorang guru, orang luar atau manusia sumber yang sengaja diminta atau
siswa menunjukkan kepada kelas suatu benda aslinya, tiruan (wakil dari
benda asli) atau suatu proses, misalnya bagaimana cara membuat peta
timbul, bagaimana cara menggunakan kamera dengan hasil yang baik, dan
sebagainya. Sedangkan metode eksperimen ialah suatu metode mengajar
di mana guru bersama siswa mencoba mengerjakan sesuatu serta
mengamati proses dari hasil percobaan itu. Misalnya, karena ingin
memperoleh jawaban tentang kebenaran sesuatu, mencari cara-cara yang
lebih baik, mengetahui elemen/unsur-unsur apakah yang ada pada suatu
benda, ingin mengetahui apakah yang akan terjadi, dan sebagainya.

6) Metode Pemberian Tugas dan Resitasi


Metode ini mengandung tiga unsur ialah:
1. Pemberian tugas.
2. Belajar.
3. Resitasi
Tugas, merupakan suatu pekerjaan yang harus diselesaikan.
Pemberian tugas sebagai suatu metode mengajar merupakan suatu
pemberian pekerjaan oleh guru kepada siswa untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu. Dengan pemberian tugas tersebut siswa belajar,
mengerjakan tugas.

7) Metode Drill (Latihan)


Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-
latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh
suatu keterampilan tertentu. Kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu
itu selalu diulang-ulang, akan tetapi bagaimanapun juga antara situasi
35

belajar yang pertama dengan situasi belajar yang realistis, ia akan berusaha
melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu diubah-ubah kondisinya
sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih
disempurnakan.

8) Metode Karyawisata
Dengan metode karyawisata, guru mengajak siswa ke suatu tempat
(objek) tertentu untuk mempelajari sesuatu dalam rangka suatu pelajaran
di sekolah. Berbeda dengan darmawisata, di sini para siswa sekedar pergi
ke suatu tempat untuk rekreasi. Metode karyawisata berguna bagi siswa
untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan
beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor,
percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai
sejarah/kebudayaan tertentu.

9) Metode Pemecahan Masalah (PROBLEM SOLVING)


Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode pengajaran
yang mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan persoalan-
persoalan. Adakalanya manusia memecahkan masalah secara instinktif
(naluriah) maupun dengan kebiasaan, yang mana pemecahan tersebut
biasanya dilakukan oleh binatang.

10) Metode Mengajar Secara Kelompok


Metode-metode mengajar yang digunakan untuk kelompok yang
jumlahnya besar, sedemikian besar jumlahnya sehingga dibutuhkan teknik
tersendiri untuk mengatasinya, sebab kelompok itu dipandang sebagai
massa dengan segala sifat yang menjadi ciri-ciri massa. Walaupun tidak
selalu bahwa guru itu menghadapi kelompok besar, namun kiranya perlu
mengetahui beberapa diantaranya, karena mungkin suatu saat ia
membutuhkan. Metode-metode ini lebih banyak diterapkan untuk orang
dewasa.
36

11) Seminar
Seminar merupakan suatu pembahasan masalah secara ilmiah,
walaupun topik yang dibahas adalah masalah sehari-hari. Dalam
membahas masalah, tujuannya adalah mencari suatu pemecahan, oleh
karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau
keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang
kadang-kadang diikuti dengan resolusi atau rekomendasi.

12) Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung
dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang
pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang
berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan
dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri
secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandangan.

13) Forum
Yang dimaksud dengan forum adalah suatu gelanggang terbuka,
dimana seseorang mendapat kesempatan berbicara tentang masalah
apapun. Pembicara dapat datang dari kelompok massa, dan segera setelah
selesai pembicaraannya ia harus kembali ke tempat semula. Jadi dalam
forum tidak ada anggota tertentu yang duduk terpisah dari pendengar,
tetapi ditekankan pada pemberian kesempatan bagi setiap orang untuk
mengemukakan pikiran dan perasaan di depan khalayak.

14) Panel
Panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang sudah
direncanakan tentang suatu topik di depan para pengunjung. Diskusi panel
dibawakan oleb 3 - 6 orang yang dianggap ahli yang dipimpin oleh
seorang moderator.
37

15) Musyawarah Kerja


Musyawarah kerja atau rapat kerja (raker) merupakan suatu
pertemuan yang hanya dihadin oleh sekelompok massa tertentu yang
bergerak dalam bidang kerja sejenis. Dengan massa yang lebih terbatas,
raker dilaksanakan untuk saling bertukar pengalaman atau pengetahuan
dalam bidang kerja masing-masing, untuk mengevaluasi program-program
kerja yang telah dilaksanakan atau untuk mengadakan pembaharuan dalam
bidang kerja tersebut.

b) Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas
dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik
tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya
tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif.
Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
c) Gaya Pembelajaran
Gaya mengajar dapat diartikan teknik atau strategi dalam belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Gaya mengajar pada
umumnya diartikan sebagai segala sesuatu cara atau strategi dalam
menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Gaya adalah segala sesuatu cara yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan dan informasi. Gaya juga diartikan sebagai jenis
38

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk


belajar.
Menurut Husdarta dan Saputra mengajar adalah “merupakan suatu
proses yang ssangat kompleks, guru berperan tidak hanya sekedar
menyapaikan informasi kepada siswa saja tetapi juga guru harus
membimbing siswa agar siswa mau belajar, karena mengajar adalah
sebagai upaya yang di sengaja, maka guru terlebih dahalu harus
mempersiapkan bahan yang akan di sajikan kepada siswa. Brotosuryo
tujuan strategi gaya mengajar adalah untuk memberikan kontrol diri,
keterlibatan, tangung jawab diri dan perhatian terhadap siswa supaya
kualitas-kualitas ini akhirnya membentuk kualitas dapat berjalan terus dan
bergairah di dalam kehidupan mereka baik di dalam maupun di luar dunia
pelajaran penddikan jasmani. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan
usaha guru untuk membuat belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar
hanya akan berhasil jika siswanya secara aktif mengalami sendiri proses
belajar. Seorang guru tidak dapat mewakili belajar siswanya. Sorang
siswa belum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada
dalam satu ruangan dengan guru yang sedang mengajar.
6.Jelaskan secara rinci tentang contextual teaching dan learning (CTL)!
Jawab:
A. PEMBELAJARAN CTL
1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya
39

(Authentic Assessment).

2. Konsep Dasar CTL


Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari
satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan kepada
proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks
CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran,
akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajarai dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak
akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
40

dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa


dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi bagaimana
materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari.

3. Karateristik Pembelajran Berbasis CTL


 Kerja sama
 Saling menunjang
 Menyenangkan, tidak membosankan
 Belajar dengan bergairah
 Pembelajaran terintegrasi
 Menggunakan berbagai sumber
 Siswa aktif
 Sharing dengan teman
 Siswa kritis guru kreatif
 Dinding kelas dan lorong – lorong penuh dengan hasil karya siswa,
peta – peta, gambar – gambar, artikel, humor, dll.
Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya
siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.

7.Jelaskan secara rinci tentang


a) Pembelajaran kooperatif
b) Pendekatan saintifik
c) PBL (Program Basic Learning)
d) Discovery Learning
Jawab:
a) Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang
lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin
41

dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan


bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk menguasai
materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari
pembelajaran kooperatif.
Slavin, Abrani, dan Chambers( 1996 ) berpendapat bahwa belajr
melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu
perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif,
perspektif elaborasi kognitif.
Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif
dijelaskan dibawah ini.
1. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota
kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2. Didasarkan Pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat
fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi
pelaksanaan, dan fungsi control. Demikian juga dalam
pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang
agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan
apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya,apa yang
harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain sebagainya.
3. Kemauan Untuk Bekerjasama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerjasama perlu
ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota
kelompok bukan hanya saja harus diatur tugas dan tanggungjawab
42

masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling


membantu.
4. Keterampilan Bekerjasama
Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui
aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan
bekerjasama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau
dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.
Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat
menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan
kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
Prinsip-prinsip pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yang dijelaskan
seperti di bawah ini:
1. Prinsip Ketergantungan Positif(positive interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas
sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota
kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota
kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan
oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua
anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
2. Tanggungjawab Perseorangan (individual accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh
karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai
dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk
keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu
memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian
individu bias berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)
43

Pembelajaran kooperatif memeberi ruang dan kesempatan yang luas


kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling
memeberikan informasi dan saling memebelajarkan. Interaksi tatap
muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap
anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan,
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi
kekurangan masing-masing.
4. Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi.

b) Pendekatan saintifik
Pengertian Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi
bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik
dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
44

meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan


proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan
guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah
dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu
teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner
disebut juga teori belajar penemuan.
2.2 Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan


pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuanembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah:
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan
suatu masalah secara sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

2.3 Langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan


saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik).
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat
mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses
pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat
45

ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.


Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata,
peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin
tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru
membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda
atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih
kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang
hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan
pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk
46

mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik


mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam
bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan.
Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang
lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai
yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai
sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut
dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai
cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul
sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/,
aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti,
47

jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan


berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi
yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat
menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
e. Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah
data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi
dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya
secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara
individual membuat kesimpulan.
c) PBL (Program Basic Learning)
Pengertian
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman
John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar
berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan
dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
48

bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat


diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris
Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk
menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru
untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru
menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah
yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan
memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang
lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam
proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta
didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi
tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang
bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah
dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta
didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan,
kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator
(guru).
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning),
selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran
inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta
didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta
didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
ketrampilan untuk memecahkan masalah.
49

Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal,


pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu
dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai
dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan
masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini
harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya,
melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang
berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi
yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok
untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

B. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi
pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya
menyimpulkannya.
2. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa
masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan
metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif.
50

B. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
menekankan padaproses penyelesaian masalah. Dalam implementasi
model pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan
pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Model
pembelajaran berbasis masalah ini dapat diterapkan dalam kelas jika :
a. Guru bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal
materi pelajaran saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
b. Guru mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan
membuat kemampuan intelektual siswa bertambah.
c. Guru menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam
belajarnya.
d. Guru menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara
teori yang dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang dihadapinya di
luar kelas.
e. Guru bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan, mengenal antara fakta
dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat
tugas secara objektif.

C. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis


Masalah
Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis
masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi
peserta didik.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta
didik.
51

4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana


mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai
peserta didik.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
Disamping keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan,
yaitu :
1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
d) Discovery Learning (Penemuan)
Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran
yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif
dalam proses pembelajaran.
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan
penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-
52

prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan


melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah
metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan
dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh
pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari
piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif
didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa
yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid
mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang
terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan
mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan
informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat
perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan
kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif,
melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model
pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern.
Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar
sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan
melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran
yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan,
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi
sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri.
53

Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang


menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata –
mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar
penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di
transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning


Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran
dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara
aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi
banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan
digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan
pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak
meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara
kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar
dan mneggunakan ide-ide orang lain.
C. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
 Kelebihan discovery learning
1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
(problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
3. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
54

4. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan


menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

 Kekurangan discovery learning


1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman
antara guru dengan siswa
2. Menyita waktu banyak.
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Tidak berlaku untuk semua topik .
8.Jelaskan secara rinci strategi belajar mengajar matematika!
Jawab:
Strategi belajar mengajar adalah kegiatan guru dalam proses belajar
mengajar yang dapat memberi kemudahan atau fasilitas pada siswa agar dapat
mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Devinisi yang lain
mengatakan bahwa strategi belajar mengajar itu terdiri atas semua komponen
materi prngajaran (paket pengajaran) dan produk yang akan digunakan untuk
membantu siswa mencapai tujuan.
Menurut Bloom tujuan pengajaran meliputi tiga kawasan belajar
(learning domain) yaitu kognitif (kemampuan atau pengetahuan), efektif
(sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Tujuan kognitif meliputi enam
aspek yaitu: pengenalan, pemahaman, penerapan analisis, sintesis dan
evaluasi. Tujuan pengajaran kawasan belajar afektif ada 5 tingkat yaitu:
penerimaan akan sikap atau sintesis, merespon, menilai sikap, mengatur sikap
dan menginternalisasi sikap. Tujuan belajar psikomotor terdiri dari 5 tingkat
yaitu: persepsi atas rangsangan, kesiapan, bertindak secara fisik, respon yang
terarah, respon yang mekanis dan respon yang disadari.
Secara umum ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang
meliputi hal-hal berikut:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku dan kepribadian peserta didik sebagaimana yang
diharapakan. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu,
tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga
mudah difahami oleh peserta didik.
55

2. Memilih system pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan


pandangan hidup masyarakat. Memilih cara pendekatan belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran serta
bagaimana guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian, dan
teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan
mempengaruhi hasilnya.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan
pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sitem
instruksional yang bersangkuatan secara keseluruhan
A. Klarifikasi Strategi Belajar Mengajar
Menurut Tabrani Rusyan ada 9 klarifikasi Strategi Belajar Mengajar
yaitu:
1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Konsep dasar strategi belajar mengajar meliputi beberapa hal yaitu:
a. Menetakan spesifikasi dan kualifikasi perubahantingkah laku.
b. Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah
belajar mengajar.
c. Memilih prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar.
d. Menerapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.

2. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar


Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan
tersebut harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:
a. Pengembangan bakat secara optimal.
b. Hubungan anatarmanusia.
c. Efisiensi ekonomi.
56

d. Tanggung jawab selaku warga negara.

3. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem


Belajar mengajar selaku suatu system instruksional mengacu pada pengartian
sebagai seperangkat komponen yang saling tergantung satu sama lain untuk
mencapai tujuan.

4. Pola-pola Belajar Siswa


Pola-pola belajar siswa meliputi:
a. Signal learnig (belajar isyarat)
b. Stimulus response learning (belajar stimulus-respon)
c. Chaining (ranatai atau rangkaian)
d. Verbal association (asosiasi verbal)
e. Discrimination learning (belajar kriminasi)
f. Concept learning (belajar konsep)
g. Rule learning (belajar aturan)
h. Problem solving (memecahkan masalah)

5. Memilih Sistem Belajar Mengajar


Berbagai sistem pengajaran yang menarik perhatian akhir-akhir ini adalah:
equiry-discovery approach, expository approach, mastery learning, dan
humanistik education.
a. Equiry Discovery Approach
Equiry Discovery Approach adalah belajar mencari dan menemukan
sendiri.
b. Expository Learning
Dalam sitem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapakan
secara rapi, sistematis dan lengkap, sehingga peserta didik tinggal
menyimak dan mencernanya saja secara tertip dan teratur.
c. Mastery Learning
57

Dalam kegiatan Mastery Learning ini guru harus menusahakan upaya-


upaya yang dapat mengantarkan kegiatan peserta didik kearah tercapainya
penguasaan penuh terhadap bahan pelajaran yang diberikan.
d. Humanistic Education
Karakteristik pokok metode ini anatara lain bahwa guru hendaknya jangan
menbuat jarak terlalu tajam dengan siswanya. Guru harus menempatkan
diri berdampingan dengan siswa sebagai senior yang selalu siap menjadi
sumber atau konsultan yang selalau berbicara. Taraf akhir dari proses
balajar mengajar menurut pandangan ini adalah “self actualization”
seoptimal mungkin dari setiap peserta didik.
e. Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan berbagai cara pendekatan atau sistem belajar mengajar
seperti diuraiakan sebelumnya, di sarankan pengorganisasian dibentuklah
kelompok-kelompok belajar.
B. Implementasi Belajar Mengajar
Hal-hal yang dilakukan guru dalam melaksanakan tugas proses belajar
mengajar adalah:
1. Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan
kegiatan-kegiatan organisasi belajar.
2. Organisasi belajar yang merupakan usahakan menciptakan wadah dan
fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang
mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar.
3. Menggerakkan peserta didik merupakan usaha memancing,
membangkitkan dan mengarahkan memotivasi belajar siswa. Penggerak
atau motivasi disisni pada dasarnya mempunyai makna lebih dari pada
pemerintah, mengarahkan, mengaktualkan dan memimpin.
4. Supervise dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang,
membantu, menugaskan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah di desain
sebelumnya.
58

C. Metode, Teknik, Pendekatan Pembelajaran


Untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang maksimal, guru
memang tidak cukup mengandalkan rancangan yang telah dibuatnya. Guru
harus tetap mencari metode dan strategi pembelajaran yang tepat. Untuk itu
seorang guru dapat menggunakan metode, teknik, model, pendekatan
pembelajaran yang tepat yaitu sebagai berikut:
1. Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah di susun
tercapai secara optimal. Metode yang dapat di gunakan dalam mengajar
matematika antara lain: Metode ceramah, metode diskusi, metode
pemberian tugas ( retirasi ), metode brain storning
2. Teknik mengajar mrupakan penerapan secara khusus atau metode
pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan
guru, ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan siswa. Misalnya
mengajarkan perkalian dengan penjumlahan berulang.
3. Model pembelajaran mempunyai pengertian yang amat dekat dengan
strategi pembelajaran. Membedakan model pembelajaran dengan strategi
maupun metode adalah memiliki 4 ciri khisus yaitu:
a) Rasional teoritik yang logis yang disusun penciptanya.
b) Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
berhasil.
d) Lingkungan belajar yang diperlukan agar pembelajaran tercapai.
4. Pendekatan merupakan tititk tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses belajar. Pendekatan atau prosedur yang harus di lalui di dalam
mengajar antara lain:
1) Pendekatan deduktif yaitu pendekatan dari umum ke khusus.
2) Pendekatan Induktif yuatu pendekatan dari khusus ke umum.
3) Pendekatan Sintetis yaitu prosedur mengajar di mulai dari yang di
ketahui kemudian melangkah dengan logika dan akhirnya menemukan
atau mendapatkan hal-hal yang ditnyakan.
59

4) Pendekatan Analisis yaitu pendekatan yang di mulai dari yang tidak di


ketahui kemudian melangkah dengan runtut sehingga mendapatkan hal-
hal yang ditanyakan.
5) Pendekatan Paikem yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini guru tidak lagi
menjadi pusat belajar tetapi sebagai fasilitator sehingga peserta didik
dapat aktif dalam proses belajar mengajar. Contoh pembelajaran paikem
yaitu jigsaw, STAD, TGT dan lain-lain.
6) Pendekatan Kontekstual ( contextual Teaching and Learning ) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di
ajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
7) Pendekatan Spiral dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran
konsep dimulai dengan benda-benda riil konkret, kemudian pada tahap
yang lebih tinggi konsep itu diajarkan lagi dalam bentuk pemahaman
yang lebih abstrak.
8) Pendekatan prosedural yaitu strategi pengembangan materi pembelajaran
berdasarkan aras urutan penyelesaian suatu tugas pembelajaran.
9) Pendekatan penemuan terbimbing, dalam pendekatan ini siswa didorong
untuk berfikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum
berdasarkan bahan yang di fasilitasi guru.
9.Jelaskan secara rinci:
a) Pendidikan karakter dalam RPP !
b) Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi!
c) Mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring
(saintifik)!
Jawab:
A. Pendidikan Karakter dalam RPP
1. Pengertian Karakter
60

Pada awalnya, manusia itu lahir hanya membawa “personality”


atau kepribadian. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam dan
ada banyak sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda
bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama.
Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :
a. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas,
berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.
b. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan
ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan
bersenang-senang.
c. Phlegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari
konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak,
menyukai hal yang pasti.
d. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan
kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin
sangat disukai.
Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak
sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes
sampai pengukuran potensi manusia.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai
berbagai jenis nilai hidup agar mampu memahami, peduli dan
bertindak atas dasar nilai-nilai inti etika/moral, seperti kejujuran,
kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Itu adalah pilihan dari
masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina
sejak usia dini.
Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses
mengetahui yang baik (knowing the good), mencintai kebaikan (loving
the good), dan bertindak yang baik (acting the good), yakni suatu
proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik
61

sehingga akhlak mulia bisa di ukir menjadi habitat hati pikiran dan
tangan (habitat of the mind, heart and hands).
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan
hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan
sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia
dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk
kelangsungan hidup Bangsa ini.
3. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti
melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua
orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik
tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia.
Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk
membangun dan mempertahankan jati diri bangsa. Sayang,
pendidikan karakter di Indonesia perlu diberi perhatian lebih khusus
karena selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma
atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai
pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-
hari. Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan
penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan, namun mengabaikan
pendidikan karakter.
Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang
sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru
dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium,
dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa
yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait
dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan
suatu Kompetensi Dasar.
4. Pendidikan Karakter Dalam RPP
62

Dalam praktiknya sebagai seorang guru kita harus menanamkan


pendidikan karakter ini di dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran
atau RPP. Sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan RPP biasa namun
pada RPP berkarakter ini dijabarkan nilai-nilai yang terkandung di
dalam proses KBM atau kegiatan belajar mengajar. Salah satu yang
berbeda di dalam RPP berkarakter adalah adanya penjabaran berupa
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi di dalam langkah-langkah
kegiatan mengajar.
Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa
”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar”. Rencana pelaksanaan pembelajaran
merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan tindakan
yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Rencana
pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen-
komponen pembelajaran.
RPP adalah rencana yang digunakan guru untuk merealisasikan
rancangan yang telah disusun dalam silabus. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ada 18 nilai karakter yang disepakati dimasukkan ke dalam RPP:
religius , jujur, toleransi , disiplin , kerja keras , kreatif , mandiri ,
demokratis , rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air ,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab .
63

B. Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi


Paradigma behaviorisme dan kognitivisme
Behaviorisme adalah teori yang berlandaskan pada prinsip
stimulus-respon. Menurut teori ini seluruh perilaku manusia muncul
karena rangsangan eksternal. Tokoh yang berkontribusi pada teori ini di
antaranya adalah Ivan Pavlov. Dengan menggunakan teori itu sebagai
dasar pengelolaan kegiatan pembelajaran, peran utama pendidik sebagai
faktor eksternal harus memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa
mampu merespon dengan baik serta meningkatkan perhatian atas apa yang
harus dipelajarinya. Guru juga berperan agar respon yang siswa berikan
diarahkan pada prilaku yang guru harapkan.
Tidak semua pakar sependapat dengan teori itu. Alasannya, respon
dalam teori behaviorisme hanya berlaku pada hewan. Secara faktual
kekuatan pada diri manusia tidak sesederhana itu. Manusia sebagai
makhluk yang berakal dapat menunjukkan tingkat aktivitas yang jauh
lebih sempurna. Manusia dapat mengembangkan aktivitas pikirannya jauh
lebih kompleks. Manusia tidak hanya dapat merespon, namun dapat
mengembangkan potensi pikirannya tanpa ada stimulus dari luar dirinya
sekalipun. Manusia menunjukan kelebihannya sebagai konsekuensi dari
proses berpikir atas akal yang dimilikinya.
Para ahli dari kelompok kognitif pada dasarnya berargumen bahwa
“kotak gelap” otak manusia itu harus dibuka dan dipahami. Para
pembelajar dipandang sebagai prosesor informasi dalam komputer. Oleh
karena itu terdapat beberapa kata kunci dalam usaha
memahami kecakapan berpikir seperti : skema, pengolahan informasi,
manipulasi simbol, pemetaan informasi, penafsiran informasi, dan mental
model.
Tidak semua pakar sependapat dengan teori itu. Alasannya, respon
dalam teori behaviorisme hanya berlaku pada hewan. Secara faktual
kekuatan pada diri manusia tidak sesederhana itu. Manusia sebagai
makhluk yang berakal dapat menunjukkan tingkat aktivitas yang jauh
64

lebih sempurna. Manusia dapat mengembangkan aktivitas pikirannya jauh


lebih kompleks. Manusia tidak hanya dapat merespon, namun dapat
mengembangkan potensi pikirannya tanpa ada stimulus dari luar dirinya
sekalipun. Manusia menunjukan kelebihannya sebagai konsekuensi dari
proses berpikir atas akal yang dimilikinya.
Para ahli dari kelompok kognitif pada dasarnya berargumen bahwa
“kotak gelap” otak manusia itu harus dibuka dan dipahami. Para
pembelajar dipandang sebagai prosesor informasi dalam komputer. Oleh
karena itu terdapat beberapa kata kunci dalam usaha
memahami kecakapan berpikir seperti : skema, pengolahan informasi,
manipulasi simbol, pemetaan informasi, penafsiran informasi, dan mental
model.
Studi kognitivisme berfokus pada kegiatan batin atau mental,
membuka kotak gelap pikiran manusia agar dapat memahami bagaimana
orang belajar. Proses mental seperti berpikir, mengingat, mengetahui,
memahami, memecahkan masalah perlu dicermati dengan teliti.
Pengetahuan dapat dipahami sebagai skema atau konstruksi simbol-simbol
mental. Belajar dipandang sebagai proses perubahan pada pikiran siswa.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berkarakter
memperkenalkan istilah Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK).
EEK ini diletakkan di dalam prosedur pembelajaran pada bagian inti.
Berikut penjelasan dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK) dan
nilai-nilai yang terkandung. Penanaman nilai inilah yang nantinya
diharapkan akan menjadikan peserta didik menjadi lebih berkarakter dan
lebih membawa perubahan untuk bangsa Indonesia..
1. Eksplorasi
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui
peningkatan pemahaman atas suatu fenomena (American Dictionary).
Eksplorasi adalah kegiatan pembelajaran yang digunakan untuk
membuat rencana untuk membangun pengetahuan dasar siswa. Strategi
yang digunakan memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan
65

menerapkan strategi belajar aktif. Kegiatan ekplorasi merupakan


kegiatan pembelajaran yang didesain agar tecipta suasana kondusif
yang memungkinkan siswa dapat melakukan aktivitas fisik yang
memaksimalkan pengunaan panca indera dengan berbagai cara, media,
dan pengalaman yang bermakna dalam menemukan ide, gagasan,
konsep, dan/atau prinsip sesuai dengan kompetensi mata pelajaran.
Bentuk kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui demonstrasi,
eksperimen, observasi langsung, simulasi, bermain peran, dan lain-lain
yang memaksimalkan aktivitas fisik. Pendekatan belajar yang
eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu
pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi
dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun
oleh guru. Perlu ada keterlibatan siswa untuk memperluas,
memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya. Dalam hal
ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi
kegiatan belajar. Nilai-nilai yang dapat ditanamkan dalam eksplorasi,
antara lain guru:
a. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan
prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif,
kerjasama)
b. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang
ditanamkan: kreatif, kerja keras)
c. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara
peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya
(contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai,
peduli lingkungan)
66

d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan


pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri,
mandiri)
e. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri,
kerjasama, kerja keras)

2. Elaborasi
Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan
dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang
sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan
pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang
menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles
Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an.
Elaborasi merupakan kegiatan inti pembelajaran. Kegiatan
elaborasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan
siswa mengembangkan ide, gagasan, dan kreasi dalam
mengekpresikan konsepsi kognitif melalui berbagai cara baik lisan
maupun tulisan sehingga timbul kepercayaan diri yang tinggi tentang
kemampuan dan eksistensi dirinya.
Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk
konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses
elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan
ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini
memungkinkan siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam
menguatkan pengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah
peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat
bermanfaat.
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
67

2. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan


lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis;
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif;
5. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar;
6. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun
kelompok;
7. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;

3. Konfirmasi
Kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini
dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang
bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan
selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya
berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka
seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak
meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah
mutlak salah. Semua dapat berubah.
Cara berpikir seperti itu tercermin dalam istilah mental model yang
mendeskripsikan sikap berpikir seseorang dan bagaimana pikirannya
berproses dalam kehidupan nyata. Hal tersebut merepresentasikan
proses perubahan sebagai bagian dari persepsi intuitif. Mental model
itu membantu seseorang dalam mendefinisikan maupun menetapkan
pendekatan untuk memecahkan masalah (wikipedia). Dengan sikap
berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan, mengembangkan
68

ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah menemukan


kebenaran yang lain.
Model ini dapat dinyatakan dalam diagram seperti tertuang yang
meliputi enggage, explore, explain, extend, dan berpusat pada
pengembangan kemampuan mengevaluasi sebagaimana yang
dikembangkan Anthony W. Lorsbach dari Universitas Illinois.
Dalam prakteknya guru meningkatkan kemampuan ini melalui
pengembangan materi. Baik mengenai hal apa yang ingin
diketahui siswa lebih jauh, seperti apa tingkat pemahaman dan
penguasaan yang ingin dikembangkan dan keraguan apa yang melekat
dalam pemahaman tersebut.
Sikap keraguan itu perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan
terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas
kebenaran suatu informasi. Siswa melakukan uji kesahihan apakah
informasi yang dijadikan landasan kesimpulan itu benar-benar kuat.
Penguatan itu sendiri diperoleh melalui kegiatan eksplorasi melalui
perluasan pengalaman, elaborasi melalui sharing dan observation,
proses dan genaralisasi dan akhirnya siswa menerapkan pembelajaran
yang berstandar dengan merujuk pada paradigma kognitifisme.
Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap
berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat
ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Dengan sikap berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan,
mengembangkan ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah
menemukan kebenaran yang lain.
Konfirmasi merupakan tahap akhir dari pembelajaran. Pada bagian
ini guru memberikan feedback terhadap para peserta didik. Kegiatan
konfirmasi adalah kegiatan pembelajaran yang diperlukan agar
konsepsi kognitif yang dikonstruksi dalam kegiatan ekplorasi dan
elaborasi dapat diyakinkan dan diperkuat sehingga timbul motivasi
yang tinggi untuk mengembangkan kegiatan eksplorasi dan elaborasi
lebih lanjut. Bentuk kegiatan konfirmasi dapat dilakukan melalui
69

penguasaan yang ingin dikembangkan dan keraguan apa yang melekat


dalam pemahaman tersebut.
Sikap keraguan itu perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan
terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas
kebenaran suatu informasi. Siswa melakukan uji kesahihan apakah
informasi yang dijadikan landasan kesimpulan itu benar-benar kuat.
Penguatan itu sendiri diperoleh melalui kegiatan eksplorasi melalui
perluasan pengalaman, elaborasi melalui sharing dan observation,
proses dan genaralisasi dan akhirnya siswa menerapkan pembelajaran
yang berstandar dengan merujuk pada paradigma kognitifisme.
Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap
berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat
ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Dengan sikap berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan,
mengembangkan ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah
menemukan kebenaran yang lain.
Konfirmasi merupakan tahap akhir dari pembelajaran. Pada bagian
ini guru memberikan feedback terhadap para peserta didik. Kegiatan
konfirmasi adalah kegiatan pembelajaran yang diperlukan agar
konsepsi kognitif yang dikonstruksi dalam kegiatan ekplorasi dan
elaborasi dapat diyakinkan dan diperkuat sehingga timbul motivasi
yang tinggi untuk mengembangkan kegiatan eksplorasi dan elaborasi
lebih lanjut. Bentuk kegiatan konfirmasi dapat dilakukan melalui
kegiatan refleksi, penilaian langsung, penghargaan atas prestasi atau
kemajuan belajar, penilaian kolaboratif, dan lain-lain yang dapat
meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam menindaklanjuti
kegiatan pembelajaran berikutnya. Nilai-nilai yang dapat ditanamkan
dalam konfirmasi, antara lain guru:
a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta
didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya
diri, santun, kritis, logis)
70

b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi


peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang
ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
c. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang
ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
d. Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain
dengan guru: Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam
menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan,
dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai
yang ditanamkan: peduli, santun) membantu menyelesaikan
masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli)
e. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan
hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
f. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai
yang ditanamkan: cinta ilmu)
g. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau
belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli,
percaya diri)
h. Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan:
peduli)
i. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai
yang ditanamkan: cinta ilmu).

C. Mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring


(saintifik)
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik).
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses
pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya,
71

percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data


atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural.
Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai
atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran
disajikan sebagai berikut:
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati
sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka
secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan
pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan
pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
mencari informasi.

b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
72

pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan


dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik.
Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan
dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan
pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan
pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah
pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu
peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu
semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk
mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang
tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan
dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

f. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari
bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta
didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena
atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari
kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud
73

Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan


melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan
sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
g. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat
menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
h. Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan
saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau
informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan
menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara
bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual
membuat kesimpulan.
10.Jelaskan secara rinci hakekat matematika!
Jawab:
Berbicara mengenai hakikat matematika artinya menguraikan tentang
apa sebenarnya matematika itu,baik itu ditinjau dari arti kata matematika,
karakteristik matematika sebagai suatu ilmu, maupun peran dan kedudukan
74

matematika di antara cabang ilmu pengetahuan serta manfaatnya.


Berkenaaentn dengan persekolahan, disamping dibicarakan mengenai
matematika secara umum, akan dibicarakan pula matematika secara khusus
yaitu tentang matematika sekolah.
Sebagai guru matematika di sekolah, sudah sewajarnya untuk
mengetahui hal-hal tersebut di atas. Dengan mengetahui hal itu, di samping
wawasan kita tentang matematika menjadi lebih luas kita akan untuk memilih
warna strategi belajar mengajar matematika secara tepat.

A. Pengertian Matematika
Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins(1973) : “ In
short, the question what is mathematics? May be aus wered difficulty
depanding on when the question is answered, where it is answered, who
answers it, and what is regarded as being included in mathematics.”
(pendeknya apakah matematika itu?” dan dijawab secara berbeda-beda
tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, siapa yang
menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam
matematika).”
Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan “apakah matematika
itu?” tidak dapat dengan mudah dijawab dengan satu atau dua kalimat
begitu saja. Karena itu kita harus berhati-hati. Berbagai pendapat muncul
tentang pengertian matematika tersebut, dipandang dari pengetahuan dan
pengalaman masing-masing berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
matematika itu bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik,
matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur,
majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berpikir logis,
matematika adalah sarana berpikir, matematika adalah logika pada saat
dewasa, matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi
pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran,
matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-
kesimpulan yang perlu, matematika suatu sains formal yang murni,
75

matematika adalah sains yang memanipulasi simbol, matematika adalah


ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang
mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika adalah ilmu
yang abstrak dan deduktif.
Istilah mathematics (inggris), mathematik (jerman), mathematique
(perancis), matematico (itali), matematiceski (rusia), atau
mathematick/wiskunde (belanda) berasal dari perkataan latin mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti
“relating to learning.” Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science). Perkataan
mathematike berhubungan pula sangat erat dengan sebuah kata lainnya
yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan etimologis perkataan matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan
berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran),
sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen disamping di samping penalaran. Matematika terbentuk
sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan
penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman
manusia dalam dunianya secara empiris, kemudian pengalaman itu
diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan
penalaran di struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan
berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang
telah terbentuk itu dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah
dimanipulasi secara tepat, digunakan notasi dan istilah yang cermat yang
disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan bahasa
matematika.
Namun ada pula kelompok lain yang berpandangan bahwa ilmu
komputer dan statistika bukan bagian dari matematika. Kelompok
matematikawan ini berpendapat bahwa matematika adalah ilmu yang
76

dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Ilmu adalah untuk ilmu,


matematika itu adalah ilmu yang dikembangkan dengan kepentingan
sendiri. Ada atau tidak adanya kegunaan matematika, bukanlah urusannya.
Menurut pendapatnya, matematika itu adalah ilmu tentang struktur yang
bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat,abstrak, ketat dan sebagainya.
Bagaimana menurut anda?? Walaupun pendapat ini benar, tetapi dapat
menyebabkan pengajaran matematika itu kering, kurang kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari, sukar dan semacamnya.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
mengenai bunyi.
Reys, dkk. (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir,
suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Kemudian Kline (1973) dalam
bukunya mengatakan pula, bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan
menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya
matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan
menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh
karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika
adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya matematika adalah masa
dewasa dario logika. Pada permulaannya cabang-cabang matematika yang
ditemukan adalah aritmatika atau berhitung, Aljabar dan Geometri. Setelah
itu ditemukan kalkulus yang berfungsi sebagai tonggak penopang
terbentuknya cabang matematika baru yang lebih kompleks, antara lain
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik,
77

matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang


didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
mengenai bunyi. Masih banyak lagi definisi-definisi tentang matematika,
tetapi tidak satupun perumusan yang dapat diterima umum. Atau sekurang-
kurangnya dapat diterima dari berbagai sudut pandang.
Rambut kepala sama hitam, lain orang lain pendapat. Kita tidak
menyallahkan pendapat-pendapat itu karena memang ada benarnya. Gajah
seperti tiang listrik ada benarnya tapi hanya untuk kakinya, gajah seperti
tali ada benarnya tapi hanya untuk ekornya, gajah seperti pipa ada
benarnya tapi hanya untu belalainya, gajah seperti rempeh (nampan) ada
benarnya tapi hanya untuk telinganya yang lebar. Begitu pendapat orang
buta mengenai gajah yang mereka pegang. Akan tetapi adakah pengertian
gajah haruslah kita ketahui secara keseluruhan tentang gajah itu,
keseluruhan fisiknya, cara hidupnya dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan gajah.
Begitu pula dengan matematika, dikatakan bahasa atau sarana
berpikir ada benarnya juga. Hanya apakah pengertian matematika hanya
sampai disitu? Tentunya tidak! Matematika dari hanya sekedar bahasa dan
sarana berpikir. Yang jelas, matematika mencakup bahasa, bahasa khusus
yang disebut bahasa matematika. Dengan matematika kita dapat berlatih
berpikir secara logis, dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya
bisa berkembang dengan cepat.
Dari definisi-definisi di atas, kita sdikit mempunyai gambaran
pengertian tentang matematika itu, dengan menggabungkan pengertian
dari definisi-definisi tersebut. Semua definisi itu dapat kita terima, karena
memang matematika dapat ditinjau dari segala sudut, dan matematika itu
sendiri bisa memasuki seluruh kehidupan manusia, dari yang paling
sederhana sampai kepada yang paling kompleks.

MATEMATIKA SEBAGAI ILMU DEDUKTIF


78

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses


pengerjaan matematis harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima
generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan
pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk membantu pemikiran,
pada tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-
contoh khusus atau ilustrasi geometris.
Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari
kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam
apalagi dengan ilmu pengetahuan umumnya. Metode mencari kebenaran
yang dipakai oleh matematika adalah metode deduktif, sedangkan oleh
ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif atau eksperimen. Namun
dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara
induktif, ttpi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan
harus bisa dibuktikan secara deduktif. Dalam matematika, suatu
generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya
sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Sebagai contoh dalam ilmu fisika, bila dengan percobaannya
seseorang telah berhasil menunjukkan kepada kita bahwa ketika ia
mengambil sebatang logam kemudian dipanaskan dan memuai, kemudian
sebatang logam lainnya dipanaskan ternyata memuai lagi dan seterusnya
mengambil beberapa contoh jenis-jenis logam lainnya dan ternyata selalu
memuai jika dipanaskan, maka ia dapat membuat kesimpulan atau
generalisasi bahwa setiap logam dipanaskan itu memuai. Generalisasi
yang dibuat secara induktif itu, dalam ilmu fisika dibenarkan.

Matematika sebagai Ilmu Terstruktur


Matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang
terorganisasikan. Hal itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan
(underlined terms, basic terms, primitive terms), kemudian pada unsur
yang didefinisikan, keaksioma/postulat, dan akhirnya pada teorema.
Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkhis, terstruktur, logis,
79

dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat konsep atau
topik prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep
selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua
dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya
belum terwujud dan tidak kokoh. Begitu pula dalam mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar
dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.

Kita ambil contoh pada satu bagian kecil yang dipelajari dalam
matematika, yaitu dalam geometri. Pada geometri terdapat unsur-unsur
tertentu antara lain titik, garis, lengkung, dan bidang. Apakah titik itu?
Titik di dalam matematika diasumsikan ada, tetapi tidak dinyatakan
dalam suatu kalimat yang tepat untuk menjelaskannya. Sebab titik adalah
suatu obyek matematika yang tidak didefinisikan (unsur Primitif). Paling-
paling kita hanya mampu untuk sekedar memberikan gambaran bahwa
titik itu tidak mempunyai ukuran panjang, luas, isi dan berat. Suatu titik
digambarkan hanya untuk membantu pemikiran kita saja. Meskipun
demikian kita sepakat bahwa titik itu ada. Oleh karena itu untuk
menggambarkan suatu titik kecil saja, asal kelihatan.
Begitu pula tentang lengkungan dan bidang. Lengkungan kita
peroleh (gambarnya) bila mulai dari suatu titik tertentu kita membuat suatu
jalan (path) dengan alat tulis sampai di suatu titik lain atau kembali lagi
pada titik asal. Sedangkan bidang (datar) adalah sesuatu yang bentuknya
datar seperti permukaan meja yang tidak mempunyai batas pinggir.
Meskipun kita tidak mampu untuk memberikan pernyataan dengan tepat,
tetapi kita sepakat bahwa lengkungan dan bidang itu tidak ada. Titik,
lengkungan, dan bidang itu termasuk kedalam unsur primitif yang
eksistensinya diakui ada. Tanpa pemikiran semacam itu matematika tidak
terwujud.
80

Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi itu selanjutnya dapat


dibentuk unsur-unsur matematika yang terdefinisi. Misalnya: Segitiga
adalah lengkungan tertutup sederhana yang merupakan gabungan dari tiga
buah segmen garis (sudah barang tentu definisi tentang ruas garis, operasi
gabungan, dan lengkungan tertutup sederhana lebih dahulu). Bilangan
genap adalah bilangan bulat yang habis dibagi dua ( pengertian bilangan
bulat dan habis dibagi sebelumnya telah dipahami).
Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi dan unsur-unsur terdefinisi
dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat.
Misalnya, melalui sebuah titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis
ke seuatu titik yang lain. Keseluruhan lebih besar daripada bagiannya.
Pernyataan-pernyataan tersebut diatas tidak perlu dibuktikan
kebenarannya, karena tanpa membuktikannya secara formal sudah dapat
diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran logis.
Tahap selanjutnya, dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi, unsur-
unsur yang terdefinisi, dan aksioma atau postulat dapat disusun teorema-
teorema kebenarannya harus dibuktikan secara deduktif dan berlaku
umum. Misalnya, jumlah ketiga sudut sebuah segitiga besarnya 180
derajad (ukuran sudut dalam derajad telah didefinisikan terlebih dahulu),
jumlah dua bilangan ganjil menghasilakan bilangan genap. Dari teorema
yang telah dibentuk dapat dirumuskan lagi teorema baru sebagai
pengembangan atau perluasannya.

Contoh lainnya dapat kita lihat konsep-konsep yang ada dalam


sruktur aljabar atau aljabar modern atau aijabar abstrak seperti grup, ring,
field, integral domain dan teorema-teoremanya yang nampak dengan jelas
merupakan suatu sistem matematika yang mempunyai keteraturan sruktur
yang terorganisasikan dengan baik.

Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu


81

Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa


matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Dengan perkataan
lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuannya dan pengembangannya
bergantung dari matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan
cabang-cabang dari fisika dan kimia ( modern ) yang ditemukan dan
dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya tentang persamaan
differensial ,penemuan dan pengembangan teori mendel dalam biologi
melalui konsep probabilitas, teori ekonomi mengenai permintaan dan
penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus
tentang differensial dan integral.
Dari kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan, seperti
yang telah diuraikan di atas, tersirat bahwa matematika itu sebagai suatu
ilmu berfungsi pula untuk melayani ilmu pengetahuan. Dengan perkataan
lain, matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai
suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam
pengembangan dan operasionalnya. Cabang matematika yang memenuhi
fungsinya yang seperti disebutkan terakhir itu dinamakan dengan
matematika Terapan (Applied Mathematics).
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui
model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan
matematika, diagram, grafik, atau tabel. Tujuan umum pendidikan
matematika adalah untuk dapat memiliki ;
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika dengan matematika yang
dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain
ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat ataupun sarana
komunikasi.
82

3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat


dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan suatu masalah.
Hakekat matematika dapat diketahui, karena objek penelaahan
matematika, yaitu sasarannya telah diketahui, sehingga dapat pula
diketahui bagaimana cara berpikir matematika itu. Matematika tidak hanya
berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya,
melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Namun menunjukan
kuantitas seperti itu belum memenuhi sasaran matematikan yang lain,
yaitu yang ditujukan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Sasaran
atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan
prinsip. Objek penelaahan tersebut menggunakan simbol-simbol yang
kosong dalam arti, dalam arti ciri ini memungkinkan dapat memasuki
wilayah bidang studi atau cabang lain.
11.Jelaskan perubahan secara rinci perubahan mindset
Jawab :
Perubahan kurikulum, di mana pun, sebetulnya hampir sama, selalu
membutuhkan penyesuaian pola pikir para pemangku kepentingan (stake
holder). Demikian pula yang terjadi pada Kurikulum 2013 ini, ia hanya
mungkin sukses bila ada perubahan paradigma atau lebih tepatnya mindset
para guru dalam proses pembelajaran. Hal itu mengingat substansi
perubahan dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013 ini adalah
perubahan proses pembelajaran, dari pola pembelajaran ala bank, yaitu
guru menulis di papan tulis dan murid mencatat di buku serta guru
menerangkan--sedangkan murid mendengarkan--menjadi proses
pembelajaran yang lebih mengedepankan murid untuk melakukan
pengamatan, bertanya, mengeksplorasi, mencoba, dan
mengekspresikannya. Proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk
aktif tersebut hanya mungkin terwujud bila mindset guru telah berubah.
Mereka tidak lagi memiliki mindset bahwa mengajar harus di dalam kelas
83

dan menghadap ke papan tulis. Mengajar bisa dilakukan di perpustakaan,


kebun, tanah lapang, atau juga di sungai. Media pembelajaran pun tidak
harus buku, alat peraga, atau komputer. Tanam-tanaman dan pohon di
kebun, sungai, dan sejenisnya juga dapat menjadi media pembelajaran.
Mengubah mindset guru seperti itu tidak mudah, karena sudah berpuluh
tahun guru mengajar dengan model ala bank. Tidak mudah bila tiba-tiba
guru harus berubah menjadi seorang fasilitator dan motivator. Mengubah
mindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemendikbud dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kegagalan mengubah mindset
guru akan menjadi sumber kegagalan implementasi Kurikulum 2013.
Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam
waktu singkat, melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahal Kurikulum
2013 itu harus dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Komprominya
adalah persoalan teknis dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi
perubahan mindset harus dilakukan terus-menerus dengan cara mendorong
guru untuk terus belajar.
Problem di lapangan
Implementasi Kurikulum 2013 akan menemui sejumlah masalah di
lapangan. Selain persoalan paradigmatik, seperti mengubah mindset guru
tersebut, ada problem teknis yang berkaitan dengan perubahan struktur
kurikulum yang menyebabkan adanya pelajaran yang hilang maupun
bertambahnya jam. Semuanya itu berimplikasi pada nasib guru.
Pertama, penghapusan mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan
komputer) di SMP berimplikasi besar terhadap eksistensi para pengampu
bidang TIK yang latar belakang pendidikannya TIK. Mereka akan
disalurkan ke mana? Pengajar TIK dengan latar belakang IPA, matematika,
atau lainnya dapat dengan mudah disalurkan ke mata pelajaran lain sesuai
dengan kompetensinya. Tapi tidak mudah bagi pengajar bidang TIK yang
sudah tersertifikasi. Mungkin mereka dapat disalurkan untuk mengajar
prakarya yang berbasiskan teknologi. Tapi masalahnya adalah apakah
regulasi yang menyangkut sertifikasi mendukung kebijakan tersebut. Bila
84

tidak, guru pula yang akan menjadi korban. Perebutan jam mengajar tetap
akan terjadi untuk tetap dapat mempertahankan sertifikasi.
Kedua, penjurusan/peminatan di SMA yang dimulai begitu murid
masuk di kelas I menimbulkan persoalan manajerial baru ihwal
persyaratan pemilihan jurusan/minat. Terutama bila para murid baru
memilih jurusan/peminatan di kelompok tertentu, misalnya kelompok
matematika dan IPA saja. Para kepala sekolah/guru di SMA harus cermat
sekali dalam menampung minat para calon murid agar tidak sering terjadi
perpindahan jurusan/minat. Hal itu mengingat murid boleh pindah minat.
Tapi seringnya pindah minat murid akan menyulitkan pengelolaan sekolah.
Masalah pilihan jurusan/minat itu sebaiknya disosialisasi di kelas III
SMP agar, ketika lulus SMP, murid sudah memiliki gambaran mengenai
jurusan/minat yang akan diambil saat masuk SMA. Penulis menggunakan
istilah “penjurusan” di sini, karena ternyata apa yang disebut peminatan itu
sama dengan penjurusan, hanya ditambah dengan boleh mengambil bidang
studi disiplin lain. Misalnya, kelompok matematika dan IPA boleh
mengambil antropologi. Atau, kelompok IPS boleh mengambil biologi.
Tapi setiap murid wajib mengambil semua mata pelajaran di kelompok
peminatan. Ketika perdebatan awal gagasan peminatan ini muncul,
tidaklah demikian. Pada waktu itu, diharapkan murid betul-betul
mengambil materi yang diminati dan sesuai dengan orientasi belajarnya di
perguruan tinggi nantinya.
Ketiga, soal penambahan jam pelajaran di semua jenjang pendidikan
juga inkonsisten antara latar belakang penambahan dan penerjemahannya
dalam struktur kurikulum. Latar belakangnya adalah karena adanya
perubahan pendekatan proses pembelajaran, tapi dalam struktur kurikulum
terjadi penambahan jumlah jam mata pelajaran. Sebagai contoh,
pendidikan agama di SD kelas I-III dari dua menjadi empat jam seminggu,
yang diikuti dengan perumusan kompetensi dasar (KD) yang seimbang
dengan jumlah jamnya, sehingga yang terjadi tetap mengejar materi, bukan
proses pembelajarannya yang dibenahi. Semestinya yang diubah adalah
85

lamanya tatap muka untuk setiap mata pelajaran, misalnya tatap muka di
SD kelas I-III saat ini per jam mata pelajaran itu selama 35 menit, bisa
ditambah menjadi 45 menit. Di SMP-SMTA, dari 45 menit per jam
pelajaran dapat ditambah menjadi 60 menit per jam pelajaran, sehingga
proses pembelajarannya lebih leluasa.
Problem lain yang dimunculkan dari penambahan jam pelajaran per
minggu itu adalah makin menghilangkan otonomi sekolah, karena waktu
yang tersedia untuk mengembangkan kurikulum sendiri makin sempit.
Bagi sekolah-sekolah swasta, kurikulum baru jelas menimbulkan beban
baru bagi yayasan, karena harus memfasilitasi peningkatan kualitas guru
lewat pelatihan, pengadaan perpustakaan yang lengkap, dan pendidikan
tambahan agar guru dapat mengimplementasikan kurikulum baru tersebut
secara baik, dengan biaya ditanggung sendiri oleh pihak yayasan, yang
ujungnya dipikul oleh para orang tua murid.

Anda mungkin juga menyukai