Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia baik

negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi disebut juga “silent

killer” karena pada sebagian kasus tidak menunjukkan gejala apapun.

Perkembangan hipertensi berlangsung secara lambat-laun sehingga sering

tidak disadari. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang

bersifat sistemik dan berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu yang

lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang

berlangsung cukup lama (Pudiastuti, 2013).

Hipertensi juga dikenal dengan sebutan “silent killer” atau penyakit

yang kadang muncul tanpa gejala khusus dan datang tiba-tiba. Sillent killer

atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah pembunuh diam-diam.

Masalah hipertensi ini dapat menjadi tolak ukur bahwa pada tahun 2025 kasus

hipertensi akan mengalami kenaikan menjadi 1,6 miliar orang (Kenia, 2013).

Menurut WHO, sekitar 40% dari orang yang berusia lebih dari 25 tahun

memiliki hipertensi pada tahun 2025. Dalam World Health Statistik tahun

2016, WHO melaporkan bahwa sekitar 51% dari kematian akibat stroke dan

45% dari penyakit jantung koroner disebabkan oleh hipertensi. Faktor risiko

utama untuk hipertensi, termasuk riwayat keluarga, gaya hidup, pola makan

yang buruk, merokok, jenis kelamin, Stress, ras, usia, dan tidur (WHO, 2017).

1
2

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah Riskesdas tahun 2016,

prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2010 di

Indonesia adalah sebesar 31,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun

2016 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan

ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang

berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.

Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2016, tapi prevalensi hipertensi di

Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan di Kanada. Di Kanada prevalensi

hipertensi tahun 2008 sekitar 23%. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar

252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi

(Rikesdas, 2017).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Dinkes Provinsi Sumatera Selatan

tahun 2016, prevalensi hipertensi di Sumatera selatan yang didapat melalui

pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 22,6 persen, Prevalensi hipertensi

berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat

dengan bertambahnya umur, Prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung

lebih tinggi dari pada lakilaki, Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi

pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, mungkin

akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik (Dinkes Provinsi Sumatra

Selatan, 2017).

Menurut (Siringoringo, 2013) faktor predisposisi hipertensi salah

satunya adalah Stress. Stress dikatakan sebagai faktor pencetus, karena Stress

dapat mengalami pemendekan waktu pembekuan darah, peningkatan asam

lemak bebas. Stress emosi akut juga dapat mencetus aritmia jantung dan
3

kematian mendadak. Hal ini menyimpulkan bahwa psikososial dan prilaku

yang berhubungan dengan peningkatan resiko hipertensi esensial, salah

satunya adalah pertahanan Stress. Apabila Stress berkepanjangan dapat

berakibat tekanan darah menatap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti,

akan tetapi pada binatang sudah di buktikan.

Hubungan antara Stress dan hipertensi telah lama dievaluasi secara luas.

Stress secara mendadak menunjukkan peningkatan tekanan darah melalui

peningkatan cardiac output dan denyut jantung tanpa pengaruh resistensi

perifer total. Pada keadaan Stress akut didapatkan peningkatan kadar

katekolamine, kortisol, vasopresin, endorphin dan aldosteron, yang mungkin

sebagian menjelaskan mekanisme peningkatan tekanan darah. Meskipun

faktor utama yang berperan karena aktivasi sistem saraf simpatis telah

didukung oleh beberapa penelitian. Penelitian-penelitian pada tikus

merupakan awal dari penelitian untuk menentukan jalur-jalur khusus sistem

saraf pusat, yang mengubah rangsangan yang penuh Stress menjadi tanda-

tanda pencetus suatu respon kardiovaskuler tanpa partisipasi kortikal.

Selanjutnya, Stress akut akan mengurangi ekskresi natrium ginjal, yang

kontribusi peningkatan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa Stress yang berkepanjangan mungkin mempengaruhi orang-orang atau

hewan-hewan untuk memperpanjang periode merupakan hipertensi dan pada

populasi tertentu merupakan faktor resiko perkembangan Stress penginduksi

hipertensi. Kemungkinan Stress yang berkepanjangan menyebabkan hipertensi

merupakan akibat dari faktor tropik dari neurohormonal yang menyebabkan

hipertropi atau atherosklerosis vaskuler. Karena Stress juga dapat


4

mempengaruhi pengukuran tekanan darah yang disebabkan oleh fenomena

“hipertensi- mantel putih” (white-coat hipertension), pada monitoring tekanan

darah pasien rawat jalan timbul sebagai gambaran penting dalam

mengevaluasi pasien dengan hipertensi (Oktaviani, 2012).

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2017,

kasus tertinggi penyakit tidak menular pada kelompok penyakit jantung dan

pembuluh darah adalah penyakit hipertensi esensial, yaitu sebanyak 154.771

kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2016 (215.860 kasus/72,13%)

(Dinkes Kabupaten Musi Rawas Utara, 2018).

Sedangkan data yang peneliti peroleh di Puskesmas Pauh kabupaten

Musi Rawas Utara pada tahun 2015 prevelensi penyakit hipertensi sebesar

1.368 kasus. Pada tahun 2016 dengan prevelensi 1.437 kasus. Dan kejadian

hipertensi di puskesmas Pauh pada tahun 2017 sebanyak 1.559 kasus

hipertensi.

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan pada 6 orang pasien

hipertensi di wilayah kerja puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas utara

didapatkan 4 dari 6 orang pasien hipertensi mengalami stress yang disebabkan

karena banyak faktor, sementara 1 orang mengatakan terjadi hipertensi karena

pola makan yang salah, dan satu orang pasien mengungkapkan hipertensi

akibat faktor keturunan.

Dari data-data di atas maka akan dilakukan penelitian yang berjudul

“Hubungan Tingkat Stress dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pauh

Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Apakah ada hubungan antara tingkat Stress terhadap

kejadian hipertensi di Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun

2018”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan Stress dengan kejadian hipertensi di

Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2018.

2. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat Stress pada pasien

hipertensi di Puskesmas Pauh tahun 2018.

2) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian hipertensi di

Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2018.

3) Untuk mengetahui hubungan tingkat Stress dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi

dan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa, terutama mahasiswa Prodi S1

Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Dehasen, serta menambah

wawasan dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penulis dapat mengetahui

apakah ada hubungan antara tingkat Stress dengan kejadian hipertensi.

2. Praktis
6

Hasi penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan

untuk mencari solusi dan metode terbaik untuk menurunkan kejadian

hipertensi, serta menjadi tolak ukur pasien untuk lebih mengatisipasi

keadaan hopertensi serta komplikasi yang timbul akibat peningkatan

tekanan darah. Pasien diharapkan dapat menghindari tingkat Stress.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, penyakit

jantung koroner dan lain-lain (Kozier, 2011)

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan

tekanan darah di dalam arteri, namun secara umum, hipertensi merupakan

suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam

arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurima, gagal

jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Tedjasukmana, 2012).

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan hampir konstan

pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa

darah. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolic, tekanan

sistolik, atau kedua-duanya secara terus menerus. Bila seseorang memiliki

tekanan darah sistolik dan distoliknya lebih di atas batas normal 140/80

mmHg, sudah terkena hipertensi. Meski tekanan darah seseorang masih

dibawah definisi normal tersebut tidak secara otomatis terbebas dari

kemungkinan terkena hipertensi jika ditemukan beberapa faktor resiko

mengalami kegemukan atau karena kolesterol (Amriana, F. 2012).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi dimana terjadi

7 kronis (dalam jangka waktu yang lama)


peningkatan tekanan darah secara
8

sebagai peningkatan tekanan darah systole (lebih 140 mmHg) dan atau

peningkatan tekanan darah diastole (lebih 90 mmHg) (Arif, D . 2013).

Menurut The Seventh Report of The Joint Nationla Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, dan Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7) oleh WHO tekanan darah normal adalah < 120/80 mmHg.

2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 golongan

yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idioptik dan hipertensi sekunder atau disebut juga

hipertensi renal (Indriana, 2013).

a. Hipertensi Esensial /Primer

Hipertensi esensial meliputi kurang dari 90% dari seluruh

penderita hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah banyak dilakukan

penelitian untuk mencari penyebabnya. Relevan.

Adapun beberapa faktor yang pernah dikemukakan terhadap

mekanisme penyebab hipertensi adalah sebagai berikut :

1. Genetik

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara

barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat

hipertensi dan lebih besar tingkat morbilitasnya maupun

mortalitasnya. Sehingga di perkirakan ada kaitan hipertensi dengan

perbedaan genetik.

2. Jenis Kelamin
9

Penelitian Nurse Helath Study mendapatkan Resiko Relatif

terjadinya hipertensi pada pengguna kontrasepsional. Diantara

penyebab hipertensi sekunder terdapat kecenderungan displasia

fibromuskular arteri renalis pada perempuan. Efektivitas berbagai

antihipetensi sebanding antara perempuan dan pria, namun efek

samping lebih cenderung di alami oleh perempuan. Sebagai

contoh, batuk akibat antihipertensi penghambat enzim konversi

angiotensin lebih cenderung terjadi pada wanita. (Padila. 2013).

3. Garam

Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam

patofisiologi hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan

pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.

Apabila asupan garam kurang dari 3 gr/hari prevalensi hipertensi

hanya beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam

antara 5-15 gr/hari hipertensi meningkat menjadi 15-20%, hal ini

terjadi karena peningkatan volume plasma, curah jantung dan

tekanan darah. Keadaan ini di ikuti oleh peningkatan sekresi garam

sehingga kembali kepada keadaan yang hemodinamik, pada

penderita hipertensi esensial mekanisme ini terganggu (Prabowo,

E. 2014).

4. Sistem Renin

Sistem renin, angiotensin dan aldosteron diketahui berperan

terhadap timbulnya hipertensi. Hal ini timbul oleh karena pada

kenyataannya 20-30 % penderita hipertensi esensial mempunyai


10

renin rendah, 50-60% golongan renin normal dan 15% golongan

rennin tinggi.

5. Berat badan/obesitas

Mereka yang memiliki berat badan yang berlebihan

cenderung memiliki tekanan darah rendah yang lebih tinggi dari

pada mereka yang kurus. Hal ini sebagian disebabkan karena tubuh

orang memiliki berat badan berlebihan harus bekerja keras untuk

membakar kelebihan kalori yang mereka konsumsi. Sebagian

lainnya karena mereka cenderung mengkonsumsi garam lebih

banyak.

Untuk mengukur berat badan ini digunakan rumus BMI

(Body Mass Index) : Berat (kg)/tinggi (m) (Pudiastuti, 2013).

6. Alkohol

Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan

secara keseluruhan semakin banyak alcohol yang diminum

semakin tinggi tekanan darah. Meskipun belum dimengerti

penyebabnya. Yang menarik, orang yang tidak minum alkohol

memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada peminum yang

sekedarnya. Meskipun telah diketahui hubungan antara alkohol dan

tekanan darah, belum ada seorang pun yang menjelaskan

bagaimana hal ini terjadi.

7. Stress

Stress dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang

pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab tekanan darah dalam


11

waktu yang panjang. Hubungan antara Stress dan tekanan darah

sangat membingungkan, dan banyak penelitian terdahulu tidak

dapat memenuhi standar modern saat ini.

b. Hipertensi Sekunder

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya dan

dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Penyakit parenkim ginjal, disebabkan kerusakan parenkim ginjal

yang menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan

mengakibatkan kerusakan ginjal.

2) Sindrom cushing, disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral.

3) Endokrin, jika terdapat hipkalemia bersamaan hipetensi. Tinggi

hormon aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan

kelebihan natrium dan air.

4) hyperplasia adrenal congenital, merupakan penyebab hipetensi

anak

5) kaitan dengan kehamilan, hipetensi gestarional terjadi sampai 10%

kehamilan pertama lebih sering pada ibu muda, diperkirakan

karena aliran uteri plasenta yang kurang baik dan umumnya terjadi

pada TM terakhir.

6) Akibat obat, penggunaan obat yang paling banyak berkaitan

dengan hipertensi adalah pil kontrasepsi oral (OCP), dengan 5%

perempuan mengalami hipertensi dalam 5 tahun penggunaan

(Setiadi, 2013).
12

3. Faktor Resiko Hipertensi

Sedangkan Menurut Mardiana (2014) beberapa faktor resiko yang

dapat menyebabkan terjadinya hipertensi adalah sebagai berikut:

a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang

mempunyai orang tua atau salah satunya menderita Hipertensi maka

orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena Hipertensi

dari pada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita

Hipertensi).

b. Usia

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa

semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.

Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin

menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar Hipertensi terjadi

pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah

pada laki–laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan

darah pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Dengan

demikian, risiko Hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya

usia.

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi

tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi

sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki–laki

lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko Hipertensi


13

akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya

pengaruh hormon.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan

tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat

meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat

membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan

pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik

terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah

baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi

otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah

pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer

(Aryono, 2006 Dalam Mardiana, 2014).

e. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat

kaitannya dengan Hipertensi.Tingginya peningkatan tekanan darah

tergantung pada besarnya penambahan berat badan.Peningkatan risiko

semakin bertambah parahnya Hipertensi terjadi pada penambahan berat

badan tingkat sedang.Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena

Hipertensi.Tergantung pada masing- masing individu. Peningkatan

tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120/80 mmHg akan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.Penurunan


14

berat badan efektif untuk menurunkan Hipertensi, penurunan berat

badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.

f. Stresss

Hubungan antara Stresss dengan Hipertensi diduga melalui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.

Apabila Stresss berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian

tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan

bahwa pajanan terhadap Stresss menyebabkan binatang tersebut

menjadi Hipertensi.

g. Pola Makan

Salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi adalah

kebiasaan pola makan ini terjadi karena kebiasaan pola makan yang

tidak teratur ataupun tidak sesuai dengan energi, kalori ataupun lemak

yang dibutuhkan oleh tubuh akan menyebabkan terjadinya penumpukan

kolestrol sehingga terjadinya arteriosclerosis pada dinding pembuluh

darah (Karjati, 2005).

h. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas,

besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah.

Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang

cukup seperti 30-45 menit berjalan cepat setiap hari membantu

menurunkan tekanan darah secara langsung.Olahraga secara teratur

dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik

Hipertensi maupun normotensi.


15

i. Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler

konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEq/L, Natrium

berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut

dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf

dan kontraksi otot.

Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler

ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah pengaliran pelarut yang

murni melintasi membran semipermeabel dibawah pengaruh tekanan

osmotik.. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat

– zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak

dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air

pada kedua sisi membran.Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7

gram sehari) diabsorpsi terutama di usus halus. Mekanisme pengaturan

keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada perubahan volume

sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan

ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada

jaringan. Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah

– ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara

proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi secara aktif

setelah itu dibawa oleh aliran darah (Oktaviani, 2012).


16

4. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNS 7

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

hipertensi di bagi menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNS 7

TDD Tekanan
TDS Tekanan
Darah
No Klasifikasi TD Darah Sistolik
Diastolik
(mmHg)
(mmHg)
1 Normal < 120 Dan < 80
2 Pra Hipertensi 120-139 Atau 80 – 89
3 Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
4 Hipertensi derajat 2 > 160 Atau > 100
Sumber (WHO, 1997 Dalam Kenia, 2013).

5. Gejala umum dan Komplikasi Hipertensi

Menurut Siringoringo (2013) Penderita hipertensi biasanya tidak

menunjukkan gejala, kenaikan tekanan darah baru diketahui sewaktu

pemeriksaan skrining kesehatan. Gejala umum hipertensi biasanya sakit

kepala, pusing, tinnitus, pingsan. Hampir sama dengan orang yang

normotensi. Adanya sakit kepala ternyata tidak banyak berkorelasi dengan

tekanan darah. Kerusakan organ, terutama jantung, otak dan ginjal,

berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi. Perubahan-perubahan

utama organ yang terlihat termasuk seperti di bawah ini.

a. Jantung, Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan kekakuan

dinding terhadap pengisian diastolic. Peningkatan gejala penyakit

jantung pada tekanan diastolic yang rendah mungkin disebabkan

karena rendahnya tekanan perfusi koroner, yang dengan miokard yang

menebal disertai resistensi arteriol.


17

b. Ginjal, terjadi kerusakan dan gagal ginjal secara perlahan. Hilangnya

kemampuan pemekatan urin akan menyebabkan terjadinya nokturia.

c. Otak. Stroke dan serangan iskemik transient lebih sering ditemukan

pada penderita hipetensi. Selama stroke, tekanan darah dapat

meningkat secara akut.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Mahmudi (2012) evaluasi diagnostik menurut Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita yang dapat dilakukan yaitu :

a. EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium

kiri, adanya penyakit jantung koroner, atau aritmia.

b. Laboratorium : Untuk melihat fungsi ginjal di lakukan pemeriksaan urine

lengkap, ureum, creatinin, BUN dan asam urat serta darah lengkap

lainnya

c. Foto Rontgen : Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung,

vaskularisasi dan aorta yang lebar.

d. Echo Kardiogram : Tampak penebalan dinding ventrikel kiri.

7. Penatalaksanaan

Menurut Sout (2014) tujuan pengobatan Hipertensi adalah menurunkan

morbiditas dengan meminimalkan atau tanpa efek samping. Bila mungkin

tekanan darah bisa dipertahankan sistole 140 mmHg dan diastole 90 mmHg.

a. Pengobatan Non Farmakologi

1) Perubahan cara hidup

2) Mengurangi asupan garam dan lemak


18

Mengurangi asupan garam dan lemak dengan menghindari

makanan mengandung kadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,

mimyak kelapa), makanan yang mengandung garam tinggi (biskuit,

kereker, keripik, dan makanan kering yang asin), makanan dan

minuman kaleng (sarden, sosis, korned, soft drink), makanan yang

diawetkan (dendeng, asinan sayuran, abon, ikan sain, pindang udang

kering, telur asin, selai kacang), susu full cream, mentega, keju,

makanan yang tinggi kolestrol (daging merah, kuning telur, kulit

ayam, serta bumbu- bumbu (kecap, terasi, saou tomat, saus sambal)

3) Mengurangi asupan alkohol

4) Berhenti merokok

5) Mengurangi berat badan bagi penderita obesitas

6) Meningkatkan aktivitas fisik

7) Olahraga teratur minimal setiap pagi (seperti bersepeda, jogging,

aerobic dan lain - lain) yang teratur dapat memperlancar peredaran

darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

8) Menghindari ketegangan dalam keluarga dalam artian menciptakan

suasana yang tentram pada lingkungan rumah

9) Istirahat cukup tidur antara 6 sampai 8 jam per hari

b. Pengobatan Farmakologi

1) Diuretik

Diuretik mempunyai efek anti Hipertensi dengan cara menurunkan

volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah

jantung.
19

2) Beta Bloker

Meknisme anti Hipertensi obat ini melalui penurunan curah jantung

dan penekanan sekresi renin.

3) Kalsium Antagonis

Mekanisme anti Hipertensi obat ini adalah menghambat masuknya

kalsium melalui saluran kalsium, menghambat pengeluaran kalsium

dari pemecahan reticulum endoplasma, dan mengikat kalsium pada

otot polos pembuluh darah.

4) ACE Inhibitor

Obat golongan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan tentang

pengaruh reni-angiotensin pada Hipertensi primer. ACE mengubah

angiotensin I menjadi angiotensin II yang aktif dan mempunyai efek

vasokontriksi pembuluh darah. ACE inhibitor berfungsi menghambat

konversi angiotensin sehingga pembentukan angiotensin II menurun.

5) Alfa Adrenergik Bloking Agen

Zat-zat ini memblok reseptor alfa adrenegik terdapat diatas

pembuluh/ dinding khususnya dimulut atau mukosa, dibedakan 2

reseptor: alfa I dan alfa 2. Bila reseptor tersebut diduduki /aktivasi

oleh nor adrenalin otot polos akan menciut. Alfa bloker melawan

vasokontriksi tersebut akibat aktivasi.

B. Konsep Dasar teori Stress

1. Pengertian

Teori Stress bermula dari penelitian Canon (1929) dalam Yosef

(2014) yang kemudian diadopsi oleh Mayer (1951) yang melatih para
20

dokter untuk menggunakan riwayat hidup penderita sebagai sarana

diagnostic, karena banyak dijumpai kejadian traumatic pada penderita

yang menjadi penyebab penyakitnya (South, M. 2014).

Stress adalah reaksi/respons tubuh terhadap stesor psikososial

(tekanan mental/beban kehidupan). Stress dewasa ini digunakan secara

bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas

berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan

subjektif terhadap Stress; konteks yang menjembatani pertemuan antara

individu dengan stiumulus yang membuat Stress.( Sukadiyanto. 2014).

Menurut Teori Hans Selye (2005) yang dikutip dari buku

Manajemen Stress, Stress adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik

terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh

seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang

berlebihan. (Triyanto, E. 2014).

Stress adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan

lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam

atau merusak terhadap keseimbangan atau ekuilibrium dinamis seseorang.

Ada ketidakseimbangan nyata atau semu pada kemampuan seseorang

dalam memenuhi permintaan situasi yang baru. Perubahan atau stimulus

yang membangkitkan keadaan tersebut adalah Stressor. (Yosep, 2014).

Menurut teori Spielberger (2001) dalam Yosef (2014) yang

menyebutkan bahwa Stress adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang

mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu

stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stress juga biasa


21

diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak

menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

2. Karakteristik Stress

Menurut Kenia (2013), ada beberapa karateristik Stresss adalah

sebagai berikut:

a. Controllability

Yaitu suatu kondisi pemicu Stress yang dapat dikendalikan oleh

individu. Artinya individu mempunyai kemampuan untuk segera

keluar dari lingkungan Stress tersebut. Keyakinan bahwa kita mampu

untuk mengendalikan suatu peristiwa akan memperkecil tingkat

kecemasan.

b. Predictability

Suatu kondisi atau peristiwa pemicu Stress yang dapat

diperkirakan akan terjadi (walaupun individu tidak mampu untuk

mengendalikannya) akan mengurangi tingkat keparahan Stress.

c. Menantang Tingkat Batas-Batas Manusia

Beberapa situasi yang dapat dikendalikan dan diprediksi

(peristiwa tersebut mengandung Stressor) akan tetapi peristiwa tersebut

memaksa kita pada batas-batas kemampuan dan menantang

kemampuan kita, misalnya siswa yang belajar berjam-jam karena

keesokan akan ada ujian dibandingkan hari-hari sebelumnya. Contoh

lainnya yang harus diselesaikan karena telah sampai pada deadline

pada hari itu juga.


22

3. Jenis Stress

Menurut Mardiana & Zelfino, (2014) Stresss terdiri dari beberapa

jenis yaitu sebagai berikut:

a. Stress fisik, merupakan Stress yang disebabkan oleh keadaan fisik,

seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.

b. Stress kimiawi, merupakan Stress yang disebabkan oleh pengaruh

senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam,

basa, faktor hormon atau gas, dan lain-lain.

c. Stress mikrobiologis, merupakan Stress yang disebabkan oleh kuman,

seperti virus, bakteri, atau parasit.

d. Stress proses tumbuh kembang, merupakan Stress yang disebabkan

oleh proses tumbuh kembang seperti masa puberitas, pernikahan dan

pertambahan usia.

e. Stress fisiologis, merupakan Stress yang disebabkan oleh gangguan

fungsi organ tubuh, antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi

jaringan.

f. Stress psikologi atau emosional, merupakan Stress yang disebabkan

oleh gangguan situasi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya

dalam hubungan sosial budaya.


23

4. Tanda dan gejala Stress

Menurut Andria (2013), beberapa gejala untuk mengetahui

seseorang mengalami Stress :

a. Gejala fisik

Dintandai dengan muncul rasa sakit kepala, sakit lambung,

hypertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung yang sering

berdebar-debar tanpa sebab yang jelas, insomnia, mudah lelah,

berkeringat, hilangnya selera makan, gugup, tangan dan kaki lemas,

sesak dada, sakit punggung, mulut dan tenggorokan kering dan

lambung terasa tertusuk-tusuk.

b. Gejala Psikis (emosional)

Dintandai dengan gelisah atau mucul kecemasan, sulit

berkonsentrasi, sikap apatis, pesimis, hilangnya rasa humor, sering

melamun, kehilangan gairah terhadap belajar atau pekerjaan,

cenderung bersikap agresif baik secara verbal maupun non-verbal

(physicaggreesion), sulit mengambil keputusan, sering menangis,

keinginan untuk lari, takut dipermalukan atau gagal.

5. Cara Menilai Stress

Cara menilai Stress dapat menggunakan Skala holmes, dimana skala

ini menghitung tingkat Stress seseorang dengan cara menambahkan nilai

relatif Stress, yang disebut unit Perubahan Hidup (Life Change Units-

LCU). Skala ini didasarkan pada peristiwa buruk dalam kehidupan

seseorang yang dapat meningkatkan Stress dan membuat orang tersebut

rentan terhadap penyakit. (Colbert, Don. 2011). Dalam skala tersebut


24

skor 150 memiliki toleransi rendah terhadap Stress atau dengan kata lain

memiliki kemungkinan 37% mengalami sakit serius. Namun jika skor 50-

300 kemungkinan tersebut naik menjadi 50%. Sedangkan skor di atas 300

kemungkinan mengalami penyakit yang serius dalam 2 tahun kedepan

akan naik menjadi 80%.

Daftar di bawah ini memuat peristiwa-peristiwa dalam hidup beserta

nilai skala masing-masing setiap peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu

12 bulan terakhir :

Table 2.2 Pengukuran Tingkat Stress

No Pengalaman Hidup Nilai (Skore)


1 Kematian suami/istri 100
2 Perceraian dengan pasangan suami istri 73
3 Perpisahan dengan pasangan hidup 65
4 Dipenjara 63
5 Kematian anggota keluarga terdekat 63
6 Kecelakaan atau jatuh sakit 53
7 Pernikahan 50
8 Dipecat dari pekerjaan 47
9 Rujuk dalam pernikahan 45
10 Pensiun 45
11 Perubaan status anggota kesehatan keluarga 44
12 Kehamilan 40
13 Maslah seksual 39
14 Kehadiran anggota keluarga baru 39
15 Penyesuaian pekerjaan 39
16 Perubahan kondisi keuangan 38
17 Kematian sahabat dekat 37
18 Pindah kerja 36
19 Konflik dengan pasangan 35
20 Pinjaman dalam jumlah besar 31
21 Perlunasan hutang 30
22 Perubahan tanggung jawab di tempat pekerjaan 29
23 Anak meninggalkan rumah 29
24 Masalah dengan ipar, mertua 29
25 Prestasi yang luar biasa 28
26 Pasangan berhenti bekerja 26
27 Permasalahan akhir sekolah 26
28 Renovasi rumah 25
25

29 Merokok 24
30 Masalah dengan atasan 23
31 Perubahan kondisi kerja atau jam kerja 20
32 Pindah rumah 20
33 Pindah sekolah 20
34 Perubahan pola rekreasi 19
35 Perubahan aktivitas keagamaan 19
36 Perubahan aktivitas sosial 18
37 Pinjaman dalam jumlah kecil 17
38 Perubahan pola tidur 16
39 Perubahan jumlah pertemuan denga keluarga 15
40 Perubahan pola makan 15
41 Berlibur ke luar kota 13
42 Sendirian dihari libur 12
43 Pelanggaran ringan 11
Keterangan :

Rendah : < 200, Sedang : 200-299 dan Tinggi : ≥ 300

(Sumber : Colbert, Don. 2011).

6. Klasifikasi Stressor

Menurut Hawari, (2013) Stressor dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Stressor harian atau yang biasa disebut frustasi dimana biasanya

meliputi beberapa peristiwa sehari-hari seperti bertengkar dengan

pasangan hidup.

b. Stressor besar yang melibatkan kelompok besar bahkan seluruh negara

dimana kejadian ini seperti peperangan dalam sejarah dunia, seperti

adanya terorisme

c. Kategori ini adalah Stressor yang lebih kuat dan kronis karena

berhubungan dengan pengaruh kejadian hidup, seperti kematian,

kelahiran, perkawinan, perceraian, dan pensiun.


26

7. Tahapan Stress

Gejala-gejala Stress pada diri seseorang sering kali tidak didasari

karena perjalanan awal tahapan Stress timbul secara lambat. Dan, baru

dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi

kehidupannya sehari-hari baik di rumah, ditempat kerja maupun di

pergaulan lingkungan sosialnya. (Dadang, 2001). Menurut Robert J. Van

Amberg (dalam Gunawan, Lany. 2012) Stress dapat dibagi ke dalam

enam tahap berikut :

a. Tahap Pertama. Tahap ini merupakan tahap Stress yang paling ringan

dan biasanya ditandai dengan munculnya semangat berlebihan,

penglihatan lebih “tajam” dari biasanya (namun tanpa disadari

cadangan energi dihabiskan dan timbulkan rasa gugup yang

berlebihan).

b. Tahap Kedua. Pada tahap ini, dampak Stress yang semula

menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan karena

habisnya cadangan energi. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan

antara lain merasa lebih letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi

normal

c. Tahap Ketiga, Jika tahap Stress sebelumnya tidak ditanggapi dengan

memadai, maka keluhan akan semakin nyata sepeti gangguan lambung

dan usus (gastritis), ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak

tenang, gangguan pola tidur (sulit memulai tidur, terbangun tengah

malam dan sukar kembali tidur, atau terbangun terlalu pagi dan tidak

dapat tidur kembali).


27

d. Tahap Keempat. Orang yang mengalami tahap Stress di atas ketika

memeriksa diri ke dokter sering kali dinyatakan tidak sakit karena

tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun

pada kondisi berkelanjutan, akan muncul gejala seperti ketidak

mampuan untuk melakukan aktivitas rutin karena perasaan bosan,

kehilangan semangat, terlalu lelah karena gangguan pola tidur,

kemampuan meningat dan konsentrasi menurun, serta muncul rasa

takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya.

e. Tahap Kelimah. Tahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai

dengan timbul rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung

berdetak semakin cepat, kesulitan untuk bernapas, tubuh gemetar dan

berkeringat, adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

(Guyton, Arthur C., John, E Hall. 2011).

8. Teknik Manajemen Stress

Manajemen Stress merupakan upaya mengelola Stress dengan baik,

bertujuan mencegah dan mengatasi Stress agar tidak sampai ke tahap yang

paling berat. Beberapa manajemen Stress yang dapat dilakukan adalah :

a) Mengatur diet nutrisi, dimana hal ini dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi

b) Olahraga teratur, untuk meningkatkan daya tahan tubuh

c) Berhenti merokok, hal ini merupakan cara menanggulangi Stress

d) Mengatur waktu, hal ini merupakan cara yang paling tepat dalam

mengurangi Stress. Dengan mengatur waktu sebaik-baiknya,


28

pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik. (Hawari, D.,

2013).

C. Hubungan Stress dan kejadian Hipertensi

Stress dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek,

tetapi kemungkinan meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang.

Hubungan antara Stress dan tekanan darah membingungkan, dan banyak dari

penelitian terdahulu tidak dapat memenuhi standar modern saat ini. Tidak ada

keraguan bahwa stimulus yang menimbulkan Stress secara akut dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah yang melonjak. (Mahmudi, Ali.

2012). Stress juga dikatakan sebagai faktor pencetus karena Stress dapat

mengalami pemendekan waktu pembekuan darah, peningkatan asam lemak

bebas, dimana dapat mencetuskan aritmia jantung dan kematian mendadak

(Kaplan, N.M. 2010).

Stress yang terlalu tinggi atau besar dapat memicu berbagai penyakit

seperti sakit kepala, sulit tidur, hipertensi dan sakit jantung. Para ahli

berpendapat bahwa Stress merupakan faktor pertama sebagai penyebab

terjadinya peningkatan tekanan darah. (Oktaviani, L.W. 2012). Stress juga

merangsang saraf simati sehingga meningkatkan curah jantung. (Hawari, D.,

2013).

Stress dapat secara akut meningkatkan tekanan darah dengan

peningkatan hasil sekresi simpatis, penurunan aktivitas vagal, dan

peningkatan kadar katekolamin, system rennin-angiotensin-aldosteron,

hormon antidiuretik, hormon adrenokortikotropik dan pelepasan kortisol.

Kelompok populasi tertentu menunjukkan paningkatan sekresi simpatis bila


29

Stress. Stress yang berkepanjangan dan berulang-ulang pada populasi

hipertensif dapat menyebabkan peningkatantekanan darah yang ireversibel.

Stress yang menyebabkan hipertensi dapat menimbulkan ketidak sesuaian

diagnostic klinik dari hipertensi, dan monitoring yang dapat berjalan selama

24 jam mungkin berguna untuk menghindari pengobatan yang tidak perlu

bagi pasien lain yang normotensi.

Pencegahan Stress perlu menjadi perhatian karena apabila hal ini

berlangsung terus menerus akan mengakibatkan burn out syndrome pada

seseorang. Hal ini dibahas pada sekelompok petugas-petugas kesehatan di RS

Metropolitan Jakarta, dimana mereka membuat sebuah program untuk

mengatasi Stress agar tidak menjadi burn out syndrome pada pasien.

Beberapa program yang mereka buat yaitu meditasi, hypnosis dan konsultasi

psikiatri (Gunawan, Lany. 2012).


30

D. Kerangka Teori

Kerangka penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep

yang satu terhadap yang lain dari masalah yang diteliti, sedangkan konsep

adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengaan menggeneralisasi suatu

pengertian (Notoatmodjo, 2010).

Adapun kerangka konsep penelitan ini sebagai berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Teori

Variabel Independent Variabel Dependent

- Genetik
- Garam
- Sistem Renin
- Berat Badan
- Alkohol

Kejadian Hipertensi
- Jenis Kelamin
- Umur

Tingkat Stres

Sumber: Padila, 2013 dan Prabowo, 2014


31

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-

penelitian yang akan dilakukan (Notoadmodjo, 2010).

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Hipertensi

Tinggi
Tidak
Hipertensi

Hipertensi
Pasien di
Puskesmas Stres Sedang
Pauh
Tidak
Hipertensi

Hipertensi

Rendah

Tidak
Hipertensi

32
32

B. Definisi Operasional

Menurut Notoadmodjo (2010) definisi operasional merupakan batasan

variabel-variabel penelitian yang diamati dan bermanfaat untuk mengarahkan

pada pengukuran atau pengamatan terhadap variable yang bersangkutan, serta

pengembangan instrument alat ukur. Beberapa definisi operasional variabel

dalam penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut :

Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Stress Tekanan, Dengan Menggunakan 0 : tinggi Ordinal
ketegangan mewawancarai Lembar (≥300)
atau gangguan pasien kuisioner 1 : sedang
yang tidak menggunakan (200-299)
menyenangkan kuisioner skala 2 : rendah (<
yang berasal holmes 200)
dari luar diri
seseorang

Hipertensi Diagnosa Observasi status Lembar 0:hipertensi Ordinal


medis yang Pasien Observasi
tercatat di 1 : Tidak
register atau hipertensi
status pasien

C. Hipotesis

Ha: Ada Hubungan antara Stress dengan Hipertensi dengan kejadian hipertansi

di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun

2018.
33

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode deskripsi analitik dengan menggunakan pendekatan

cross sectional, yaitu penelitian dengan melakukan observasi atau pengukuran

variabel pada suatu saat.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2018.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Mei s/d Juni 2018.

C. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan seluruh objek atau subjek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja

tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut.

(Notoadmojo, 2012). Adapun populasi dari penelitian ini adalah semua pasien

yang berobat ke poli umum di Puskesmas Pauh dengan jumlah 11.679 pasien

pada tahun 2017.

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Adapun kriteria sampel

pada penelitian ini adalah :

33
34

1. Seluruh pasien yang datang berobat ke Puskesmas Pauh tahun 2017

2. Tidak disorientasi waktu, tempat dan orang

3. Bersedia menjadi responden penelitian

Dalam penelitian ini jumlah sampel yang akan dijadikan responden

diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Notoadmojo, 2012).

N
n=
1 + N(d)2

Keterangan :

N : Besar Populasi

n : Besar Sampel

d : Derajat ketetapan yang diinginkan (7,5%)

Diketahui :

N : 1.559 `

d : 10% = 0,075

1559
n = 1+1559 (0,075)2

1559
n = 1+1559 (0,005625)

1559
n = 1+8,769375

1559
n =
9,769375

n = 159,58

Maka sampel dalam penelitian ini adalah 160 orang pasien.

D. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data perimer dan sekunder.

Data primer diperoleh melalui interview langsung pada pasien untuk


35

memperoleh data, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh

melalui buku register ataupun dari status pasien yang berobat di

Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara .

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul data tersebut diolah dan dianalisa dengan

tahapan sebagai berikut :

a) Editing Data

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap kuisioner yang

telah diisi oleh pasien mengenai kelengkapan pengisian sehingga

diharapkan data yang terkumpul lengkap dan jelas, kesesuaian antara

pertanyaan dan jawaban serta dapat dibaca.

b) Coding Data

Pada tahap ini dilakukan pemberian kode dari setiap jawaban

yang telah terkumpul pada setiap data dari format pengumpulan data.

c) Tabulasi Data

Setelah diedit dan decoding maka dilakukan pengelompokkan

data tersebut kedalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang

dimiliki dengan tujuan penelitian

d) Pengolahan data/teknis analisis

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif analitik dengan

menggunakan komputerisasi.

3. Analisis Data

Dalam penelitian ini analisa data dilakukan dengan analisa secara

univariat dan bivariat.


36

a. Analisa Univariat

Data analisa dengan distribusi frekuensi yang dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan rumus :

F
P x 100 %
N

Keterangan :

P : Persentase yang ingin dicapai

F : Jumlah frekuensi untuk setiap alternative jawaban

N : Jumlah responden (Populasi). (Notoadmojo, 2012)

Interpretasi data menurut Arikunto (2009) :

1) 0% = tidak satupun

2) 1% - 25% = sebagian kecil responden

3) 26% - 49% = hampir sebagian responden

4) 50% = setengah responden

5) 51% - 75% = sebagian besar responden

6) 76% - 99% = hampir seluruh responden

7) 100% = seluruh responden

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen di Wilayah Kerja

Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas utara dengan menggunakan uji

statistik Chi-square (X²), ada atau tidaknya hubungan yang dilihat dari

hasil analisis (Nilai X² dan ρ - value), dengan menggunakan komputer


37

program SPSS dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil chi square dapat

dilihat pada kotak chi square test, dengan aturan yang berlaku yaitu :

1) Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) < 5, maka yang

digunakan adalah fisher’s exact test.

2) Bila pada tabel 2 x 2 tidak dijumpai atau tidak ada nilai expected

(harapan) < 5, maka yang digunakan adalah continuity correction.

3) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2 misalnya 2x3, 3x3 dll, maka digunakan

uji Pearson Chi Square. Dengan Kriteria (Riyanto, 2009) :

a) Jika hasil uji hipotesis ρ ≤ α (0,05), maka Ha diterima, berarti ada

hubungan Stress dengan kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2018.

b) Jika hasil uji hipotesis ρ > α (0,05), maka Ha ditolak, berarti tidak

ada hubungan hubungan Stress dengan kejadian Hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara

tahun 2018.

E. Alur Penelitian

Alur penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan

tahap pelaksanaan.

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ini meliputi kegiatan konsultasi dengan

pembimbing, studi pustaka dan melakukan survei awal untuk menentukan

masalah penelitian serta menyiapkan instrumen data.


38

2. Tahap pelaksanaan.

Tahap ini peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian,

seperti data dari ruangan melati tentang jumlah anak talasemia yang

dirawat diruang mawar.

F. Etika penelitian

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengajukan surat

permohonan izin kepada Puskesmas Pauh Kabupaten Musi Rawas Utara

dengan membawa surat pengantar dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Dehasen Bengkulu untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner

dikirim ke subjek yang di teliti serta melakukan penilaian pertumbuhan dan

perkembangan sampel penelitian dengan menekankan pada masalah etika

yang meliputi :

a. Informed Concent

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

penelitian, tujuannya adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan

penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika

subjek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan,

jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan

tetap menghormati haknya.

b. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur


39

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan dalam hasil riset.


40

Anda mungkin juga menyukai